Minggu, Juli 27, 2008

Pasir laut

Pengerukan pasir laut di perairan Indonesia hingga kini masih marak. Di Pulau Babi, Tanjung Balai Karimun, Kepulauan Riau, pengerukan pasir laut dilakukan oleh sedikitnya 20 kapal setiap hari dengan kapasitas angkut mencapai 60 ton/kapal. Menurut Direktur Jenderal Pengawasan dan Pengendalian Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) Aji Sularso, penambangan pasir laut ilegal marak berlangsung di Pulau Babi selama tiga tahun terakhir. Penambangan dilakukan terang-terangan tidak jauh dari bibir pantai.

Maraknya penyelundupan pasir ini disebabkan harga jualnya terus meningkat. Pasir laut tersebut diduga diselundupkan ke Singapura guna kepentingan reklamasi di negara itu yang hingga kini terus berlangsung. Kegiatan penambangan ilegal itu dilakukan dengan cara tradisional maupun semi modern. Modusnya, penambangan dilakukan menggunakan peralatan bermesin genset, kemudian pasir laut diangkut dengan perahu kecil yang ditutup kain terpal guna menyamarkan penyelundupan.

Pengambilan pasir laut membahayakan kelestarian lingkungan, karena merusak eksosistem, habitat sumber daya laut, dan turunnya muka pulau yang secara berangsur bisa berdampak pada tenggelamnya pulau. Pemerintah telah mengeluarkan larangan ekspor pasir laut melalui Permendag No.02/M-DAG/PER/1/2007 tentang Larangan Ekspor Pasir, Tanah dan Top Soil. Larangan itu bertujuan memudahkan pemerintah mengontrol dan melakukan rehabilitasi lingkungan pesisir dan laut. Ketentuan pengambilan pasir laut hanya boleh dilakukan dengan peralatan tradisional apabila mengantongi izin dari pemerintah daerah dan sesuai tata ruang.

Bagi para pengusaha pasir laut pelarangan ekspor agak mengherankan. Saat pemerintah sedang disibukkan defisit APBN, ekspor pasir bisa mendatangkan pemasukan yang sangat besar bagi negara. Di Kepulauan Riau saja deposit pasir lautnya diperkirakan mencapai 1,2 triliun m3. Dengan harga pasir laut yang kini berada di level SGD15/m3, berarti cadangan pasir itu bernilai SGD18 triliun atau sekitar Rp122.904 triliun (asumsi kurs SGD1=Rp6.828).

Pasir sebanyak itu tentu tak bisa sekaligus disedot. Akan tetapi, setiap tahunnya dipastikan akan mendatangkan devisa yang lumayan besar. Jika merujuk pada aturan main sebelum terjadi pembekuan ekspor sementara, dari pajak ekspor (PE) pemerintah pusat akan memperoleh bagian sebesar 15%. Artinya dalam setahun pemerintah pusat bisa mengantungi tambahan pendapatan dari PE sekitar Rp15,3 triliun lebih. Sementara yang diperoleh pemda pun tak kalah besarnya karena pemda memungut pajak dan berbagai jenis iuran.

Mengenai dampak kerusakan lingkungan akibat penambangan pasir, masih perlu dibuktikan. Menurut seorang eksportir, penyedotan pasir tak akan membuat lingkungan dasar laut menjadi rusak. Pasalnya, penambangannya dilakukan oleh kapal-kapal besar yang canggih. Sehingga tak mungkin menyedot terumbu karang dan barang-barang lainnya yang berada di dasar laut lantaran alat penyedotnya sudah dilengkapi dengan sensor. Bahkan sebaliknya, penambangan pasir laut bisa membantu untuk pendalaman alur.

Misalnya dengan memakai kapal jenis TSHD (Trailer Suction Hopper Dredger) yang dilengkapi dengan DGPS (Differential Global Posiytioning System). Kapal ini memang didesain untuk menyedot pasir dan melakukan kegiatan reklamasi. Yang tak kalah pentingnya, Indonesia juga tak perlu merasa khawatir pasirnya habis diekspor karena sebagai lokasi pertemuan arus laut China Selatan dan Samudera Hindia, pasir akan datang dengan sendirinya.

Asosiasi Pengusaha Penambangan dan Pemasaran Pasir Laut Indonesia (AP4LI), selaku wadah para pengusaha pendulang pasir laut terus berupaya, melobi pemerintah, juga menteri terkait, agar keran ekspor pasir laut bisa segera dibuka. Menurut Humas AP4LI Sri Budjono, AP4LI juga telah melakukan lobi dengan Menlu Singapura supaya Menlu Singapura meyakinkan Pemerintah Indonesia bahwa ekspor pasir laut tidak akan mengubah batas teritori Indonesia-Singapura.

Sampai saat ini, pemerintah melalui Depdag masih melarang ekspor pasir laut. Pelarangan itu dilakukan lantaran eksploitasi pasir laut dikhawatirkan merusak lingkungan dan ekosistem laut. Ditambah lagi, penetapan harga jual pasir tidak fair. Berdasarkan data tahun 1976-2005, volume pasir laut yang diekspor ke Singapura untuk reklamasi mencapai 1,8 miliar m3. Jika rata-rata dihargai SGD10/m3, maka nilainya mencapai Rp105 triliun. Namun belum jelas uang ini masuk ke kantong siapa.

Berdasarkan informasi Ditjen Pengawasan dan Perlindungan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan DKP, praktik pengangkutan pasir laut di Tanjung Balai Karimun ke Singapura selama ini tetap berlangsung, walau ekspor pasir laut telah dilarang. Penambangan pasir laut yang terjadi di Pulau Babi dilakukan di zona larangan dan dilakukan tidak jauh dari bibir pantai serta dengan kedalaman lebih dari empat meter. Kegiatan penambangan ini dilakukan secara tradisional maupun semi modern dan umumnya sudah dilakukan dalam tiga tahun terakhir. Dari catatan DKP, pengangkutan pasir laut di Pulau Babi setiap hari dilakukan oleh 20 kapal dengan ukuran bervariasi, mulai dari satu gross ton (GT) hingga 30 GT.

Akibat ekspor pasir laut legal maupun ilegal selama 10 tahun terakhir, terjadi kerusakan lingkungan sangat parah di sejumlah pulau dan pesisir di Provinsi Kepri dan sekitarnya. Pulau Nipah menghilang dari permukaan laut dan Pulau Sebaik rusak parah. Dampak kerusakan lingkungan itu mulai dirasakan pengusaha perikanan. Biaya pemulihan lingkungan pun sangat besar. Pulau Nipah sebagai batas maritim wilayah Indonesia dengan Singapura, harus dipulihkan dengan cara direklamasi dengan biaya awal Rp320 miliar. Jumlah ini dinilai tak sebanding dengan pendapatan asli daerah Kepri dari eksploitasi pasir laut.

Akan tetapi karena memiliki nilai ekonomis tinggi, tak heran ada pihak-pihak yang terus bermanuver secara bisnis dan politis agar kran ekspor pasir laut dapat dibuka kembali. Menanggapi hal ini Direktur Eksekutif Lembaga Swadaya Masyarakat Karimun Hijau yang membidangi lingkungan Rahmad Kurniawan menegaskan, akan berada di garda depan dalam menggugat pemerintah apabila membuka kembali kran ekspor pasir laut.
Kerusakan yang timbul pascaeksploitasi pasir laut di Karimun selama lima tahun belum dapat diperbaiki hingga kini. Contohnya Pantai Pelawan yang terletak di Utara Pulau Karimun Besar, dulu sangat landai. Dari bibir pantai hingga ke laut diperkirakan mencapai 100 m. Saat ini pantai tersebut tinggal separuhnya. (AI)


Jumat, Juli 25, 2008

Usaha logistik lagi bingung

Menurut Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Jasa Pengiriman Ekspres Indonesia (Asperindo) M Kadrial, kenaikan harga BBM membuat iklim bisnis perusahaan kiriman ekspres sulit memperkirakan pendapatan pada tahun ini. Pada awal tahun 2008, Asperindo memperkirakan nilai bisnis kiriman logistik mencapai Rp5 triliun. Angka ini diperoleh dari asumsi pertumbuhan sekitar 10%/tahun.

Asperindo memperhitungkan dalam enam bulan setelah kenaikan harga BBM akan terjadi penurunan volume pengiriman logistik sekitar 10%-15% karena konsumen mendesain ulang pola logistik mereka untuk melakukan efisiensi. Setelah enam bulan ke depan, kondisi bisnis pengiriman logistik akan kembali seperti semula, dengan catatan jika ekonomi tumbuh kembali seperti keadaan sebelum kenaikan BBM.

Menko Perekonomian Boediono (saat itu) mengatakan, Indonesia perlu membentuk tim khusus perbaikan sistem logistik nasional yang tugasnya lebih luas dari pada tim percepatan arus ekspor barang dan jasa. Pasalnya, sistem logistik Indonesia kalah jauh dibanding negara tetangga. Inti permasalahan ada di transportasi, institusi, hingga penggunaan teknologi mutakhir untuk mempercepat dan mempermurah agar ongkos bisa bersaing.

Untuk memperbaiki sistem logistik nasional, pemerintah akan meningkatkan anggaran pembangunan infrastruktur yang saat ini hanya 3%. Padahal sebelum krisis anggaran infrastruktur mencapai 6%. Saat ini anggaran pemerintah untuk pembangunan infrastruktur memang terbatas namun sektor tersebut tetap merupakan prioritas utama bahkan di atas pelayanan sosial untuk masyarakat miskin.

Sementara itu Depdag mengusulkan pembentukan Dewan Logistik, sebagai regulator yang mengatur distribusi barang. Kehadiran Dewan Logistik diharapkan bisa memberikan solusi terhadap masalah biaya distribusi yang selama ini tidak efisien dan meringkas sistem regulasi perizinan. Oleh sebab itu perlu segera adanya blueprint menyangkut sistem logistik nasional. Hal ini penting, terutama dalam menghadapi tuntutan perdagangan global dan persiangan perdagangan di dalam negeri.

Menurut Direktur Pergerakan Ekspor dan Impor Depdag Armen Sembiring, setidaknya ada tiga isu yang akan menjadi ancaman perdagangan produk Indonesia di luar negeri, yaitu isu lingkungan, isu HAM, dan isu persaingan usaha yang sehat. Di luar itu, perdagangan bebas antarnegara berpeluang membuat produk lokal kalah bersaing dengan produk asing. Hal ini terkait sistem logistik yang belum baik.

Misalnya China memasukkan produk buah-buahan seperti jeruk, yang bea masuknya 0%, harus bersaing dengan jeruk Brastagi yang mengalami penyusutan 20% di perjalanan selama empat hari. Nasib serupa bakal dihadapi oleh produk lainnya seperti apel Malang. Artinya sekarang ini pasar dalam negeri sudah menjadi bagian pasar internasional, bahkan Pakistan pun akan memasukan mangganya. Kendala sistem transportasi yang tidak efisien berdampak pada daya saing produk.

Industri logistik di Indonesia saat ini masih dikuasai perusahaan asing. Untuk meningkatkan daya saing pemain lokal, maka pemain asing dan lokal harus diseimbangkan. Kalangan usaha melihat belum tersentuhnya industri ini dengan aturan yang jelas membuat pemain lokal tidak kompetitif dengan perusahaan asing. Menurut Wakil Ketua Kadin Chris Kanter, industri logistik lokal tidak kompetitif jika dibandingkan dengan negara lain, karena tidak ditata dengan baik. Indonesia merupakan negara kepulauan, kalau tidak diatur dengan baik, produk sampai ke konsumen menjadi mahal.

Kadin sudah meminta pemerintah memasukkan UU logistik ini dalam revisi paket kebijakan mengenai iklim investasi dalam Inpres No.6 Tahun 2007. Alasan Kadin meminta sektor logistik dimasukkan ke dalam Inpres tersebut karena logistik merupakan hal yang penting, khususnya untuk distribusi. Di Indonesia komponen usaha yang paling besar adalah biaya logistik.

Kadin Indonesia juga mendesak pemerintah untuk menutup industri turunan logistik bagi asing meski perusahaan kiriman barang dari luar negeri tetap diperbolehkan menanamkan modalnya di Indonesia. Yang dimaksud industri turunan logistik adalah seluruh kegiatan distribusi barang mulai dari pelabuhan atau bandara sampai ke penerima akhir atau sebaliknya. Kegiatan tersebut di antaranya pergudangan, trucking, penumpukan peti kemas, sampai pengiriman door to door service.

Asing memang boleh berinvestasi di sektor logistik, bahkan pengusaha lokal minta porsinya dikembalikan lagi hingga 95%, tetapi hanya sebatas sampai pelabuhan dan bandara. Kadin menilai pemberlakuan daftar negatif investasi (DNI) di sektor logistik menjadi 49% dari sebelumnya 95% justru akan mematikan perusahaan lokal. Selama ini industri logistik dalam negeri diuntungkan oleh kehadiran perusahaan kiriman barang asing.

Perusahaan logistik lokal justru banyak yang memiliki pelanggan perusahaan kiriman luar negeri, sehingga apabila pemerintah membatasi kehadirannya justru akan mematikan perusahaan dalam negeri. Konsep bapak angkat menyebabkan perusahaan asing yang sudah telanjur masuk Indonesia masih diizinkan menjalankan bisnis logistiknya di Tanah Air sehingga aturan DNI tersebut hanya sedikit memberikan pengaruhnya. Sebaliknya, pembukaan seluas-luasnya asing untuk masuk di industri logistik Indonesia harus diiringi dengan penutupan industri turunan logistik.

Menanggapi hal tersebut, Deputi bidang Koordinasi Industri dan Perdagangan Kementerian Koordinator Perekonomian Edy Putra Irawady mengakui biaya logistik di Indonesia memang sangat mahal, yaitu 40% dari ocean freight. Biaya yang besar itu disebabkan oleh infrastruktur yang belum memadai, retribusi di daerah yang terlalu besar, dan pungli yang sangat marak di jalanan. Saat ini investasi logistik untuk layanan door to door service belum menarik bagi investor lokal sehingga perusahaan manufaktur terkadang melaksanakan sendiri proses logistiknya.

Dua perusahaan kiriman ekspres asing mengincar Balikpapan sebagai pasar potensial usahanya. TNT, perusahaan asal Belanda mengumumkan pengoperasian penerbangan kargo harian yang menghubungkan Eropa-Singapura-Balikpapan. Melalui layanan baru itu, TNT Indonesia berharap pendapatan tahun 2008 ini meningkat sampai 30%.

Sementara itu DHL Express memperkenalkan layanan baru bagi industri minyak, gas, dan pertambangan. DHL mengklaim telah melanjutkan komitmennya untuk terus mendukung industri migas dan pertambangan di Indonesia dengan memperkenalkan layanan FHL Go Green Express. Layanan itu adalah pengiriman ramah lingkungan dalam rangka menjawab kepedulian akan perubahan iklim global kepada perusahaan pertambangan. (AI)


Rabu, Juli 23, 2008

Properti masih potensial dibiayai

Pengamat properti Panangian Simanungkalit memperkirakan investasi properti akan kembali booming pada tahun 2009. Kondisi itu akan sama seperti pada tahun 2004. Pasalnya, pada tahun itu kondisi ekonomi Indonesia akan lebih baik, yakni pertumbuhan ekonomi sebesar 6,3% dengan tingkat inflasi turun menjadi 6%. Apalagi Dewan Pengurus Pusat Real Estate Indonesia (REI) mempercepat rancangan kepemilikan properti asing.

Panangian menyarankan konsumen sebaiknya membeli investasi properti tahun 2008 ini. Sebab pengembang tak bisa mengambil untung besar seiring naiknya harga bahan bangunan akibat imbas kenaikan harga BBM dan minyak mentah dunia. Saat ini pasar properti yang belum tergarap secara optimal ada di kelas premium yang memiliki potensi Rp5 triliun/tahun. Dalam 25 tahun terakhir pasokannya hanya 3 ribu unit, akibatnya peminat kelas premium memilih membeli properti di Singapura. Pertumbuhan kelas itu bisa mencapai 20-30%.

Potensi properti yang bagus ini menarik perbankan untuk berlomba-lomba membiayainya. Bank Negara Indonesia (BNI) menggandeng 200 pengembang di seluruh Indonesia untuk meraih target penetrasi pengucuran kredit kepemilikan rumah (KPR) tahun 2009 sebesar Rp2 triliun. Dari 200 pengembang itu terdapat sekitar 400 perumahan yang sebagian besar terdapat di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek).

Sementara itu BNI Syariah tahun 2008 ini menargetkan dapat membiayai pemilikan rumah sederhana sehat (RSh) sebanyak 4.000 unit. Potensi pembiayaan perumahan tersebut diperkirakan mencapai Rp80 miliar. Menurut Direktur Usaha Kecil, Menengah, dan Syariah BNI Achmad Baiquni, pembiayaan ini merupakan salah satu program BNI Syariah untuk mendukung program sejuta rumah dengan dukungan subsidi perumahan. Apalagi permintaan pembiayaan Syariah RSh meningkat hingga 30%, terutama untuk masyarakat yang belum pernah memiliki rumah atau memperbaiki rumah pertama mereka.

Subsidi akan diberikan dalam bentuk uang muka untuk menurunkan pagu pembiayaan dengan jangka waktu pembiayaan mencapai 15 tahun. Harga rumah yang akan dibiayai yaitu berkisar antara Rp28 juta dan Rp55 juta. Nilai pembiayaan KPR di BNI Syariah saat ini berkontribusi sebesar 52% dari keseluruhan pembiayaan konsumtif senilai Rp688 miliar.

Minat KPR yang dinilai masih sangat tinggi menjadi peluang besar selagi kebutuhan perumahan masih tinggi, termasuk rencana pembiayaan rusunami (rumah susun sederhana milik). Subsidi yang disalurkan untuk pembiayaan pemilikan rumah syariah merupakan keringanan uang muka untuk golongan I Rp8,5 juta, golongan II Rp11,5 juta, dan golongan III Rp14,5 juta. Adapun untuk subsidi swadaya masing-masing Rp5 juta, Rp7 juta, dan Rp9 juta.

Sementara itu, DPD Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman seluruh Indonesia (Apersi) Jakarta menggandeng Bank Rakyat Indonesia (BRI) untuk mendukung pembiayaan perumahan bagi pengembang. Menurut Ketua DPD Apersi DKI Jakarta Anton R. Santoso, bertambahnya minat perbankan yang ingin membiayai KPR bersubsidi menunjukkan bahwa sektor perumahan mempunyai potensi meskipun kondisi ekonomi belum stabil. Selama ini KPR rumah bersubsidi untuk kalangan menengah ke bawah didominasi oleh Bank Tabungan Negara (BTN). Masuknya BRI ke sektor ini memberikan konsumen banyak pilihan dalam menentukan KPR-nya.

Di samping itu, BRI juga menjalin kerja sama dengan Ciputra Group dalam penyaluran KPR untuk perumahan, ruko, dan rukan. Pembiayaan properti disalurkan di wilayah Jabodetabek, Surabaya, Sidoarjo, Medan, Lampung, Manado, Balikpapan, Samarinda, dan Banjarmasin. BRI menggandeng Ciputra karena Ciputra Group dinilai satu-satunya developer Indonesia yang berskala internasional, yakni telah membangun perumahan di Vietnam dan China. Apalagi pasar Ciputra Group berasal dari semua kalangan, dari kalangan bawah sampai atas. Hal itu sejalan dengan pasar konsumer BRI.

Pada tahun 2008 ini, Ciputra membangun 6.000 unit rumah, dan sebanyak 80% dibiayai melalui program KPR, lebih tinggi dibanding tahun 2007 sebesar 55%. Sebanyak 2.000 dari 6.000 rumah yang dibangun dijual dengan harga di bawah Rp50 juta. Sisanya dijual di atas Rp50 juta. Proyek pembangunan seperti Citra Gran di Cibubur, Citra Indah (Jonggol), Citra Garden (Medan), Citra Garden (Lampung), Perumahan di Manado dan Surabaya.

Tahun 2008 ini PT Jamsostek mengalokasikan dana untuk pinjaman uang muka perumahan (PUMP) bagi 20.000 pekerja sebesar Rp300 miliar. Dana PUMP itu meningkat ketimbang rencana awal sebesar Rp90 miliar untuk 6.000 pekerja. Menurut Dirut Jamsostek Hotbonar Sinaga, dana pinjaman itu diberikan kepada peserta program Jamsostek dengan masa keanggotaan minimal satu tahun. PUMP dari Jamsostek hanya untuk pekerja yang bergaji maksimal Rp4,5 juta/bulan. Pinjaman diberikan maksimum Rp20 juta dengan suku bunga 6%/tahun dan jangka waktu maksimum 10 tahun.

Hingga kuartal I-2008, jumlah dana PUMP dari Jamsostek telah disalurkan kepada 916 peserta Jamsostek senilai Rp8,14 miliar. Penyaluran dana PUMP antara lain melalui BTN dan Bank Syariah Mandiri. Penyaluran PUMP merupakan bagian dari Program Percepatan Pembangunan Perumahan Pekerja untuk Kesejahteraan Pekerja (P5KP).

Menteri Negara Perumahan Rakyat Muhammad Yusuf Asy’ary mengatakan, tahun ini pemerintah mengalokasikan dana untuk subsidi selisih bunga kredit pemilikan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah sebesar Rp800 miliar. Penyediaan lahan untuk perumahan pekerja semakin dibutuhkan tidak hanya untuk menghemat biaya transportasi pekerja, melainkan mengurangi kecelakaan kerja.

Kenaikan harga BBM yang berdampak pada kenaikan suku bunga, cukup mengkhawatirkan perbankan. Suku bunga mempunyai peranan yang sangat penting dalam sektor properti karena memengaruhi baik sisi penawaran maupun permintaan. Konsumen biasanya mengambil kredit dari perbankan untuk membeli properti dengan proporsi kredit 80% dan uang sendiri 20%. Kenaikan suku bunga akan meningkatkan pula cicilan sehingga memengaruhi daya beli konsumen.

Tahun 2007 merupakan tahun emas bagi sektor properti. Turunnya suku bunga telah mendongkrak pertumbuhan sektor properti. Pesatnya sektor ini ditandai dengan tingginya pertumbuhan penawaran dan permintaan properti. Hingga akhir tahun 2007, total unit properti yang tersedia, baik rumah maupun apartemen, mencapai 416.041 unit atau tumbuh 175% dibanding tahun 2006. Dari total unit yang ditawarkan, 79% merupakan properti rumah dan sisanya apartemen. Pertumbuhan penawaran yang tinggi di sektor ini ternyata dibarengi dengan tingginya pertumbuhan permintaan yang mencapai 21%. (AI)


Senin, Juli 21, 2008

Baja

Cerahnya prospek industri baja membuat banyak investor asing berlomba mendapatkan PT Krakatau Steel (KS), saat perusahaan industri baja nasional itu akan diprivatisasi. Industri besi baja merupakan salah satu industri yang paling berpotensi dalam industri manufaktur. Menurut pengamat ekonomi Faisal Basri, industri baja tahun 2008 ini memberi sumbangan sekitar 28,4% pada Produk Domestik Bruto (PDB), diperkirakan masih terus berkembang hingga mencapai 35% dalam 20 tahun ini.

Beberapa perusahaan asing yang melirik KS antara lain Arcellor Mittal dan Bluescope. Tujuan Arcelor Mittal untuk menjadi mitra stategis KS adalah untuk meluaskan pangsa pasar dunia yang telah mereka kuasasi sekitar 10%. Langkah mereka tersebut sebagai bentuk penetrasi pasar untuk membangun konsolidasi perluasan pasar baja global mereka. Mittal memang mengincar nilai tersembunyi KS, yakni sarana infrastruktur yang sudah memadai karena dibentuk selama 34 tahun.

Merger Arcelor dan Mittal di tahun 2006 terkenal sebagai puncak konsolidasi perusahaan baja dunia. Gabungan dua perusahaan itu membuat lini produksinya sebagai terbesar di dunia dengan produksi 116 juta ton/tahun atau sekitar 10% produksi baja global, jauh mengungguli Nippon Steel, Posco, Tata Steel, Shagang, dan US Steel. Bendera baru itu pun pada tahun 2007 tak menghentikan gairah mengakuisisi perusahaan baja di belahan dunia lainnya. Tidak kurang dari 35 transaksi strategis, baik dalam bentuk akuisisi maupun investasi tercapai pada tahun 2007, dengan total nilai sekitar USD12,3 miliar.

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) M Lutfi mengatakan, KS memerlukan pemain baja kelas dunia sebagai mitra strategis agar kinerjanya berkembang lebih cepat, baik dalam produksi maupun pasarnya. Tujuan utama BKPM dan Depperin adalah menggandakan produksi baja KS agar bisa memenuhi kebutuhan domestik. Di samping itu, dengan penjualan stategis dalam privatisasi KS, BUMN baja itu tidak dipermainkan perusahaan penyedia bahan baku bijih besi.

Menurut Menperin Fahmi Idris, tujuan utama privatisasi adalah tidak sekadar mendapat dana, tetapi juga kemampuan menggandakan produksi baja di dalam negeri, yang saat ini kebutuhannya sekitar 6 juta ton/tahun. Sedangkan KS hanya berproduksi 2,5 juta ton dan perusahaan baja lainnya hanya sekitar 1,5 juta ton. Jadi masih defisit 2 juta ton dan ini terpaksa harus diimpor.

Akibat kekurangan baja itu, pasokan baja untuk industri otomotif di dalam negeri ikut tersendat. Akibatnya, industri otomotif, seperti perusahaan Jepang di Indonesia, sering meminta pemerintah menghapuskan bea masuk baja khusus dalam kerangka kemitraan ekonomi Indonesian Japan Economic Partnership Agreement (IJ-EPA). Terkait hal ini, sekitar 1,5 juta ton produk baja khusus (special steel) impor asal Jepang akan masuk pasar domestik secara bertahap pada tahun 2008 ini.

Angka itu meningkat sekitar 50% dari konsumsi selama ini yang rata-rata mencapai 1 juta ton/tahun. Lonjakan volume impor itu disebabkan kedua negara bersepakat menghapuskan bea masuk komoditas baja khusus dari patokan tarif sebesar 5%-12%. Dengan adanya kesepakatan itu, impor baja khusus dari negara non-Jepang tetap diberlakukan tarif sesuai dengan most favorable nations (MFN).

Baja khusus merupakan salah satu komoditas unggulan Jepang yang belum bisa diproduksi di dalam negeri. Baja khusus merupakan produk hilir baja yang tahan terhadap titik didih hingga 1.500 derajat Celcius dan tekanan tinggi. Baja khusus berguna untuk melindungi instrumen pada produk manufaktur. Oleh karena itu, dalam user specific duty free scheme (USDFS), pemerintah memberikan fasilitas 0%.

Perkiraan volume importasi baja khusus sebanyak itu dilakukan oleh empat sektor manufaktur seperti industri otomotif, elektronik, alat berat, dan industri penunjang migas untuk pengeboran lepas pantai (offshore) dan darat (onshore). Sektor otomotif termasuk industri alat berat merupakan salah satu konsumen terbesar produk baja khusus, yakni sekitar 70%.

Sebelum ada IJ-EPA, keempat sektor manufaktur itu harus membelanjakan dana sedikitnya USD1 miliar untuk mengimpor baja khusus dengan skala harga sekitar USD1.000/ton sebelum pajak. Saat ini, harga baja khusus diperkirakan telah menembus di atas USD1.200/ton. Tahun 2009, konsumsi baja khusus diperkirakan bisa meningkat menjadi 2 juta ton karena permintaan sektor industri penunjang migas akan terdongkrak seiring dengan program pemerintah meningkatkan target lifting minyak menjadi 1 juta barel/hari.

Sementara itu, sebanyak 16 dari 17 perusahaan industri baja lapis seng (bjls) terancam tutup akibat naiknya biaya produksi menyusul kenaikan harga baja dan rendahnya daya saing dengan produk sejenis dari impor. Harga seng sebagai salah satu bahan baku bjls terus meningkat dari USD700/ton mejadi sekitar USD2.300-USD3.000/ton, bahkan pernah menyentuh angka USD4.000/ton. Secara total, kegiatan produksi industri bjls nasional sudah berkurang sekitar 50%.

Padahal, menurut Dirjen Industri Logam Mesin Tekstil dan Aneka (ILMTA) Depperin Anshari Bukhari, pemanfaatan kapasitas produksi industri bjls nasional saat ini saja sudah sangat rendah yaitu sekitar 30%. Saat ini produksi bjls hanya sekitar 329 ribu ton/tahun, dari kapasitas terpasang 1,2 juta ton/tahun. Sedangkan konsumsi mencapai 400 ribu - 500 ribu ton/tahun, sehingga impor mencapai 184 ribu ton/tahun.

Lesunya kegiatan produksi bjls sebenarnya terjadi sejak tahun 2007, seiring dengan naiknya harga baja terutama baja canai dingin (CRC) yang menjadi bahan baku bjls. Harga CRC yang akhir tahun 2007 lalu mencapai USD790/ton, naik menjadi USD830 pada Januari 2008 dan pada Februari-April 2008 telah menjadi USD920/ton.

Gapsi mengharapkan pemerintah membebaskan bea masuk (BM) CRC yang saat ini sebesar 10% guna menyelamatkan industri yang mempekerjakan sekitar 5.000 orang tersebut. Sementara itu perbedaan BM CRC dengan bjls hanya sekitar 2,5%. BM CRC sebesar 10%, sedangkan bjls 12,5 %. Perbedaan BM yang tipis itu membuat produsen bjls sulit bersaing dengan produk impor.

Sementara itu, harga pipa baja pada pertengahan Juni 2008 menembus USD1.600/ton. Harga tersebut melonjak 60% dibandingkan dengan harga awal tahun 2008 yang masih USD1.000/ton. Kenaikan harga pipa baja itu merupakan angka akumulatif yang dihitung dari lonjakan harga bahan baku baja berupa baja canai panas (HRC). Berdasarkan catatan KS, harga HRC pada Mei 2008 telah menembus USD1.100/ton, sedangkan di pasar domestik HRC diperdagangkan pada kisaran Rp11.700/kg sebelum pajak. Saat ini pasar pipa baja terus menyusut seiring dengan perlambatan ekonomi yang dipicu oleh kenaikan harga energi dan tingginya inflasi. (AI)


Jumat, Juli 18, 2008

Proyek infrastruktur siap ditawarkan

Pemerintah siap menawarkan 13 proyek pembangunan infrastruktur dan energi senilai USD4,81 miliar kepada investor dengan skema public private partnership (kemitraan pemerintah dan swasta) pada tahun 2008 ini. Menurut Direktur Kerja Sama Pemerintah Swasta Kemeneg PPN/Bappenas Bastari Pandji Indra, kementerian dan lembaga negara yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan proyek, telah menyelesaikan uji kelayakan seluruh proyek tersebut.

Bappenas memastikan sekitar 70 proyek infrastruktur masuk ke dalam daftar proyek yang bisa dikerjasamakan antara pemerintah dan swasta. Semua proyek infrastruktur yang dimasukan ke dalam daftar proyek yang bisa dikerjasamakan pemerintah-swasta masuk ke dalam kategori prioritas. Artinya, proyek-proyek infrastruktur tersebut perlu secepatnya direalisasikan guna menunjang aktivitas perekonomian nasional. Secara sektoral, ke-70 proyek itu adalah proyek infrastruktur bidang kelistrikan, air minum, jalan tol, jalur kereta api, dan proyek monorel.

Proyek infrastrktur yang ditenderkan lewat skema kemitraan pemerintah-swasta (USD juta)
No Nama proyek Nilai
1 Jalan Tol Ruas Medan-Binjai 118,81
2 Jalan Tol Ruas Palembang-Indralaya 114,45
3 Jalan Tol Ruas Tegineneng-Babatan 296,39
4 Jalan Tol Ruas Pandaan-Malang 279,97
5 Jalan Tol Ruas Cileunyi-Sumedang-Dawuan 428,86
6 Jalan Tol Ruas Medan-Kualanamu-Tebing Tinggi 477,37
7 Jalan Tol Ruas Pasirkoja-Soreang 111,03
8 Jalan Tol Ruas Sukabumi-Ciranjang 201,72
9 Jalan Tol Ruas Menado-Bitung 610,01
10 Jalan Tol Ruas Pekanbaru-Dumai 918,06
11 Jalan Tol Ruas Serangan-Tanjung Benoa 161,89
12 PLTU tenaga batubara di Jawa Tengah 1.200
13 Pengadaan Air Minum Pemkot Bandung 18
Total 4.817,75
Sumber : Bappenas

Untuk tahap prakualifikasi tender, dijadwalkan selesai pada November 2008. Pemerintah menargetkan sebelum tahun 2008 berakhir, semua proyek sudah mendapatkan investor. Ke-13 proyek itu tidak hanya berlokasi di Pulau Jawa, namun tersebar di seluruh Indonesia. Dari total proyek itu, sebanyak 11 proyek merupakan pembangunan jalan tol, satu proyek energi dan satu proyek pengadaan air minum.

Untuk proyek pembangunan jalan tol, lanjutnya, akan dilaksanakan Badan Pelaksana Jalan Tol. Sementara itu, dua proyek lain dilaksanakan oleh PT PLN (Persero), yaitu PLTU bertenaga batu bara di Jawa Tengah senilai USD1,2 miliar. Proyek yang menjadi tanggung jawab Pemerintah Kota Bandung, yaitu pembangunan prasarana pengadaan air minum senilai USD8 juta.

Departemen Pekerjaan Umum memprediksi kenaikan anggaran (eskalasi) infrastruktur sebesar 14%. Eskalasi ini didorong lonjakan harga minyak mentah dunia yang memengaruhi kenaikan harga bahan bangunan. Meski demikian, belum ada perhitungan rinci dari eskalasi ini. Namun Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto memperkirakan bila kenaikan bahan bakar minyak 30%, eskalasinya sebesar 14%. Di samping menghitung eskalasi, pemerintah sedang mempertimbangkan untuk mengoptimalisasi atau menunda beberapa pekerjaan proyek agar kenaikan harga bahan bangunan tidak berdampak pada penyelesaian pekerjaan.

Sejauh ini, anggaran yang dialokasikan pemerintah bagi pembangunan infrastruktur tahun 2008 berjumlah Rp62 triliun. Anggaran itu terbilang kecil dibanding kebutuhan yang sebenarnya. Apalagi, ada kemungkinan terpotong 15% sesuai rencana pemerintah menerapkan efisiensi anggaran. Atas hal ini Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Konstruksi Indonesia (Aspekindo) Syamsudin Ilyas sudah meminta kepada pemerintah agar tidak memotong anggaran yang sudah dialokasikan dalam APBN untuk pembangunan infrastruktur 2008. Apalagi, investor asing dari Jepang, Korsel, AS, Eropa, dan Timur Tengah juga meminta pembangunan infrastruktur nasional digalakkan.

Steve Hanke, profesor senior dari John Hopkins University, AS, menilai bahwa subsidi pemerintah salah arah karena alokasinya lebih mementingkan sektor pangan dan BBM. Kritik Hanke atas masalah pembangunan infrastruktur di Indonesia itu tampaknya tepat. Subsidi pemerintah memang sebaiknya dialokasikan untuk proyek infrastruktur sehingga bisa menggerakkan perekonomian masyarakat secara merata. Masyarakat memang perlu mendapat subsidi pangan maupun BBM. Meski begitu, penyelesaian sektor infrastruktur menjadi lebih penting dalam upaya menggerakkan perekonomian masyarakat. Dengan memadainya infrastruktur, pertumbuhan ekonomi bisa tercipta, rakyat bisa menikmati hasilnya, dan pada akhirnya rakyat mampu membiayai dirinya sendiri.

Dalam Infrastructure Summit lalu, disebutkan Indonesia dalam lima tahun ini membutuhkan investasi infrastruktur Rp700-Rp1.300 triliun. Kalau kemudian pemerintah memotong anggaran infrastruktur, tentu target itu sulit dicapai. Perbankan yang diharapkan bisa menjadi alternatif sumber pembiayaan, hanya mampu membiayai investasi infrastruktur dalam kisaran Rp40 triliun. Alternatif lain adalah mencari dana dari luar negeri.

Aspekindo berharap agar pemerintah tetap menomorsatukan pembangunan infrastruktur, bahkan jika memungkinkan dalam APBN Perubahan nanti pemerintah bisa menambah anggaran infrastruktur hingga minimal Rp100 triliun. Dengan demikian pembangunan infrastruktur Rp700 triliun dalam lima tahun ini bisa tercapai karena pengusaha belum mengandalkan secara maksimal investasi infrastruktur yang dibiayai murni swasta maupun asing.

Saat ini kondisi infrastruktur di Indonesia seperti jalan, jembatan, dan irigasi dalam kondisi mengkhawatirkan. Jika mengacu pada laporan indeks daya saing global versi World Economic Forum tahun 2007 - 2008, Indonesia di posisi yang memprihatinkan, yakni di peringkat 91 dari 131 negara. Dari 300 ribu km jalan di Indonesia, sekitar separuhnya rusak.

Proyek infrastruktur adalah proyek terbanyak yang ditawarkan, khususnya oleh pemerintah daerah di Indonesia pada Indonesian Regional Investment Forum (IRIF) 2008. Pada IRIF yang digelar pada akhir Mei 2008 lalu, ada 200 proyek yang ditawarkan. Dari jumlah itu, infrastruktur berjumlah 44 proyek. Pembangunan penyulingan minyak Bojonegara di Provinsi Banten senilai USD4 miliar adalah salah satu proyek infrastruktur tersebut. Proyek ini merupakan proyek dengan nilai terbesar.

Masih di Provinsi Banten, beberapa proyek yang ditawarkan adalah terminal agribisnis Balaraja, bendungan Karian, jalan tol Cilegon- Bojonegara, dan pelabuhan internasional Bojonegara. Dari Kalimantan ada proyek jembatan Penajam-Balikpapan, pelabuhan Maloy, dan Bandar Udara Sangkimah di Provinsi Kaltim. Di Jateng, pemerintah setempat menawarkan proyek pembangunan pelabuhan Kaliwungu di Kabupaten Kendal. (AI)


Rabu, Juli 16, 2008

Askeskin berubah menjadi Jamkesmas

Mulai tahun 2008 ini program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Miskin atau yang biasa disebut Askeskin diubah menjadi Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Perubahan mendasar dalam penerapan program ini adalah pemisahan fungsi pembayar dan verifikator. Menurut Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari, dana yang disiapkan oleh pemerintah untuk Jamkesmas tahun 2008 ini mencapai Rp4,6 triliun, yakni untuk tiga katagori penerima, yaitu masyarakat miskin, hampir miskin, dan tidak mampu, dengan jumlah sasaran tetap 76,4 juta warga, sesuai data BPS tahun 2006.

Sebelumnya program Askeskin selama ini dijalankan oleh PT Asuransi Kesehatan (Askes). Namun, adanya tunggakan sepanjang tahun 2007 yang belum dibayarkan PT Askes ke rumah-rumah sakit membuat Depkes berpikir ulang. Maka, diputuskan untuk menjalankan program jaminan kesehatan bagi masyarakat miskin ini dengan tidak lagi melibatkan PT Askes. Jemkesmas 2008 tak lagi menerapkan konsep asuransi murni seperti pada program Askeskin sebelumnya, melainkan bantuan sosial.

PT Askes masih dilibatkan, namun pekerjaannya sebatas mengatur pengelolaan, termasuk identifikasi sasaran yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah dan pembagian kartu, membuat sistem pencatatan laporan, melakukan monitoring dan membuat laporan keuangan. Dengan beban pekerjaan baru tersebut, PT Askes diberi ongkos pengelolaan (management fee) sebesar 2,5% atau sebesar Rp230 miliar dari total dana Jamkesmas 2008 yang diperkirakan mencapai Rp4,6 triliun. Fee tersebut hanya separo dari fee yang diterima PT Askes pada penerapan Askeskin tahun-tahun sebelumnya.

Sementara kegiatan verifikasi yang meliputi verifikasi pelayanan, keuangan dan administrasi, akan dilakukan oleh tenaga verifikator independen yang direkrut oleh pemerintah melalui Dinas Kesehatan di daerah. Untuk bisa menjadi verifikator maka harus memenuhi tiga syarat kompetensi yaitu administratif, kemampuan akuntansi, dan medis. Tim verifikator independen akan mempertanggungjawabkan pekerjaannya langsung ke Depkes. Gaji mereka akan dibayarkan langsung oleh Depkes.

Dalam mekanisme penyelenggaraan Askeskin yang baru, pembayaran biaya pelayanan kesehatan dilakukan dengan sistem paket menurut Indonesia Diagnosis Related Group (INA-DRG). INA-DRG atau "Case-Mix" adalah sistem pembayaran pelayanan kesehatan dalam bentuk paket berdasarkan klasifikasi jenis penyakit dan tindakan pelayanan di rumah sakit sesuai tipe rumah sakit dan kelas perawatan. Pembayaran pelayanan dengan sistem paket tersebut diharapkan dapat meningkatkan kendali mutu dan kendali biaya dalam pelayanan kesehatan gratis bagi masyarakat miskin di ruang perawatan kelas tiga rumah sakit. Penerapan sistem pembayaran itu akan menjamin setiap peserta Askeskin mendapat pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan dengan biaya yang sesuai dengan standar.

Dengan demikian, rumah sakit kini memiliki pekerjaan berat. Setiap dokter harus berhati-hati dalam membuat diagnosis, supaya jangan sampai ada tindakan tak perlu yang dilakukan. Setelah pasien diperiksa dan mendapatkan perawatan, dokter harus membuat diagnosis akhir, lalu ditulis kode ICD-10-nya. ICD-10 adalah sistem klasifikasi statistik internasional mengenai penyakit dan masalah kesehatan. Hasilnya dilaporkan ke manajer keuangan rumah sakit lalu diverifikasi. Setelah diverifikasi, akan ditagihkan ke Depkes dan dibayar langsung ke rekening rumah sakit melalui bank. Pada tahap awal pemerintah memberlakukan standar baku tarif pelayanan rumah sakit pada tingkat perawatan kelas tiga di semua rumah sakit pemerintah dan selanjutnya akan diperluas pada kelas perawatan yang lainnya.

Agar program Jamkesmas dapat segera berjalan, pemerintah meminta pengelola rumah sakit rujukan segera mengirimkan nomor rekeningnya ke Depkes. Hingga saat ini Depkes baru menerima 284 nomor rekening dari 840 pengelola rumah sakit. Kepada 284 nomor rekening ini Depkes telah melakukan pembayaran uang muka pelayanan kesehatan melalui Jamkesmas untuk periode Januari-Februari 2008. Total dana yang disiapkan untuk 840 rumah sakit sebesar Rp540 miliar.

Terkait dengan adanya tunggakan askes tahun 2007, menurut laporan PT Askes, total klaim Askeskin yang harus dibayar pemerintah kepada rumah sakit per 31 Januari 2008 sebanyak Rp1,17 triliun. Berbagai pihak, termasuk Asosiasi Rumah Sakit Daerah Seluruh Indonesia (Arsada) dan DPR RI mendesak pemerintah segera menyelesaikan pembayaran tunggakan klaim Askeskin tahun 2007 karena tertundanya pembayaran tunggakan klaim hampir melumpuhkan pelayanan kesehatan di rumah sakit rujukan Askeskin.

Namun pemerintah berkeras untuk melakukan audit total terlebih dulu sebelum membayar tunggakan klaim tersebut karena selama tahun 2007 menemukan banyak indikasi penyimpangan pengajuan klaim, termasuk penggelembungan klaim oleh sejumlah rumah sakit. Setelah hasil audit diketahui, Depkes akan segera membayarkan klaim Askeskin kepada pihak rumah sakit.

Inspektorat Jendral Depkes akan melakukan audit secara menyeluruh terhadap hasil verifikasi tunggakan klaim Askeskin 2007 selama April-Mei 2008. Audit dilakukan secara menyeluruh, tidak lagi disampling, dan akan dilakukan dalam tiga tahap dan mulai April 2008 terhadap 2.343 Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) yang mendukung pelaksanaan program pelayanan kesehatan untuk masyarakat miskin dan hampir miskin di seluruh Indonesia. Nanti akan diturunkan 33 tim audit ke 33 provinsi. Targetnya awal Juni 2008 semua sudah selesai.

Dari rumah sakit umum (RSU) di Tangerang diketahui piutang ke PT Askes mencapai Rp7,01 miliar. Menurut Direktur RSU Tangerang Makentur JN Mamahit, piutang sebanyak itu terjadi sejak Oktober hingga Desember 2007. Pembayaran piutang dibutuhkan untuk kegiatan operasional. Sementara itu piutang askeskin RUSD Bekasi mencapai Rp1,7 miliar, terhitung sejak September hingga Desember 2007. Menurut kepala Dinas Kesehatan Kota Bekasi Wirda Saleh, belum dibayarnya askeskin salah satunya disebabkan belum tuntasnya proses verifikasi data dan administrasi dari rumah sakit maupun PT Askes.

Di Sukabumi, Jabar, PT Askes Cabang Sukabumi belum bisa membayar klaim Askeskin sekitar Rp11 miliar kepada sembilan rumah sakit, apotik, dan Palang Merah Indonesia (PMI). Wilayah kerja PT Askes Sukabumi meliputi Kabupaten/Kota Sukabumi dan Kabupaten Cianjur. Sementara di RS Hasan Sadikin, Bandung, masih tersisa tagihan Rp27 miliar yang belum dibayarkan dari keseluruhan utang askeskin sebesar Rp57 miliar. (AI)


Senin, Juli 14, 2008

Pakan ternak

Sebanyak 97 berkas surat persetujuan pemasukan bahan baku pakan atau rekomendasi impor hingga pertengahan Juni 2008 menumpuk di Deptan. Akibatnya, sekitar 75.000 ton bahan baku pakan ternak tidak bisa dibongkar dan terancam dilelang. Jenis bahan baku pakan yang terhambat masuk adalah tepung daging dan tulang (meat and bone meal), tepung daging unggas (poultry meat meal), dan feather meal, yakni tepung bulu yang sebagai bahan pakan alternatif biasanya berasal dari bulu unggas, khususnya bulu ayam. Tiga jenis bahan baku itu adalah komponen utama pemberi protein bagi pertumbuhan ternak.

Ketua Gabungan Pengusaha Perunggasan Indonesia Anton J Supit mengatakan, nilai riil kerugian yang harus ditanggung akibat demorrage (biaya kelebihan waktu dalam pemakaian kontainer), biaya sewa gudang, dan pemindahan barang mencapai Rp112,5 miliar/bulan. Biaya tinggi tersebut pada akhirnya harus ditanggung oleh peternak dan masyarakat konsumen.

Sekjen Gabungan Pengusaha Makanan Ternak Fenni Firman Gunadi mengungkapkan, biaya tambahan yang harus dikeluarkan akibat terhambatnya proses administrasi cukup besar. Sejumlah kontainer yang surat persetujuan pemasukan (SPP) belum disetujui Deptan kini mulai terkena sanksi demorrage, karena dari 107 pengajuan SPP, baru 10 yang dikeluarkan. Perhitungan industri pakan ternak menunjukkan, total demorrage yang harus dikeluarkan importir mencapai USD2.800 untuk tiap kontainer 20 kaki. Beban biaya tambahan semakin besar karena importir juga harus membayar sewa gudang swasta dan biaya pemindahan yang totalnya mencapai Rp11 juta. Total kerugian akibat lambannya pengurusan SPP tiap kontainer sebesar Rp37 juta/ton.

Dirjen Peternakan Deptan Tjeppy D Sudjono mengatakan, keterlambatan pengurusan SPP bisa terjadi karena petugas atau direktur yang berwenang menandatangani tugas keluar atau dokumen kurang lengkap. Menanggapi hal itu Wakil Ketua Komisi Tetap Ketahanan Pangan Kadin Don P Utoyo mengatakan, yang terpenting dalam reformasi birokrasi adalah pejabat memberi pelayanan publik yang prima. Pejabat harus paham arti jabatan dan tidak boleh absen. Pejabat boleh berganti atau tidak di tempat, tetapi mekanisme birokrasi tetap harus jalan.

Deptan meminta pabrik pakan lebih inovatif dalam mencari alternatif formula pakan yang sesuai untuk mengantisipasi melonjaknya harga bahan baku pakan impor. Bahan baku pakan lokal seperti hasil samping pengolahan sawit, yaitu lumpur sawit (LS) dan bungkil inti sawit (BIS) bisa dimanfaatkan untuk menggantikan bungkil kedelai yang saat ini mahal karena harus diimpor. Penggunaan bungkil inti sawit (BIS) dapat menekan penggunaan bungkil kedelai impor hingga 100%.

Bungkil inti sawit merupakan sumber protein yang digunakan sebesar 10 hingga 15% dalam formula pakan unggas dan lumpur sawit merupakan pakan ternak ruminansia. Penggunaan 9% bungkil inti sawit dalam formula pakan dapat menurunkan penggunaan bungkil kedelai sebesar 7,5%, sehingga harga pakan dapat ditekan sekitar Rp200/kg.

Dalam jangka pendek pemerintah akan mengurangi impor jagung dan akan tetap memberlakukan bea masuk impor jagung sebesar 5%, agar produksi jagung dalam negeri meningkat. Pada tahun 2006 Indonesia mengimpor jagung sebanyak 1,6 juta ton, sedangkan pada tahun 2007 impor jagung turun menjadi 700 ribu ton. Deptan menargetkan produksi jagung nasional pada tahun 2008 ini naik sebesar 20% dari 13,28 juta ton tahun 2007 menjadi 15,93 juta ton.

Untuk peningkatan produksi jagung dalam negeri, pemerintah telah memberikan bantuan benih sebanyak 380 miliar benih, pengering, serta silo di 56 lokasi pada tahun 2007. Di samping itu, untuk meningkatkan penggunaan bahan baku lokal, pemerintah telah memberikan bantuan mini feedmill atau pabrik pakan mini untuk kelompok peternak di 14 lokasi pada tahun 2007.

Lokasi tersebut antara lain di Kabupaten Ciamis, Cirebon, Sukabumi, Subang, dan Bekasi (Jabar), Kabupaten Magelang, dan Banjarnegara (Jateng), Blitar (Jatim), Kabupaten Bangli dan Tabanan (Bali), Sawah Lunto (Sumbar), Bengkulu Utara, Kapuas, dan Hulu Sungai Utara. Pada tahun 2008 mini feedmill akan diingkatkan menjadi 38 lokasi. Pabrik pakan mini ini memiliki kapasitas produksi sekitar 3-5 ton/hari, serta dengan nilai proyek Rp250 juta/unit. Pabrik-pabrik ini akan dibangun di wilayah sentra-sentra bahan baku seperti jagung dan sawit, sehingga pabrik itu tidak terlalu susah mendapatkan bahan bakunya.

Saat ini di Indonesia terdapat 56 pabrik pakan skala besar yang tersebar di delapan provinsi, yaitu Sumut 8 pabrik, Lampung 4 pabrik, Banten 10 pabrik, DKI Jakarta 4 pabrik, Jabar 4 pabrik, Jateng 3 pabrik, Jatim 17 pabrik, dan Sulsel 2 pabrik. Kapasitas produksi dari seluruh pabrik terpasang sebesar 11,03 juta ton/tahun.

Pada tahun 2008 populasi ayam pedaging diperkirakan meningkat menjadi 1,5 miliar ekor dibanding tahun 2007 yang mencapai 1,2 miliar ekor. Hal ini berdampak pada produksi pakan ternak yang diperkirakan akan meningkat sebesar 8,23 juta ton pada tahun 2008 atau sekitar 7% bila dibandingkan tahun 2007 sebesar 7,7 juta ton. Dalam budidaya unggas, biaya untuk pakan menempati porsi terbesar dari total biaya sekitar 70 hingga 80%, dimana komposisi standar pakan ternak bahan bakunya masih diimpor terdiri dari 51,4% jagung, 18% bungkil kedelai, 5,0% tepung ikan/MBM, 7,0% corn gluten meal, premiks 0,6%, CPO 2%, dan selebihnya dedak.

Meski Indonesia telah mampu mencapai swasembada daging dan telur unggas, tetapi untuk menjalankan proses produksinya hampir 70% tergantung dari impor, seperti bahan baku, obat hewan dan teknologi lainnya. Akibatnya, industri ayam masih tergolong industri yang foot loose atau tidak mengakar pada suplai bahan baku dalam negeri Sekitar 83% produksi pakan nasional terserap oleh peternakan unggas, sedangkan ternak babi 6%, ruminansia 3%, aqua culture 7%, dan lainnya 1%.

Harga komoditi pangan seperti jagung dan kedelai di pasar global naik setidaknya 60%. Kenaikan harga jual produk pakan unggas masih akan terjadi karena kecenderungan haga bahan baku yang terus naik. Rata-rata harga jual produk pakan unggas pada tahun 2007 mencapai Rp2.780/kg. Per akhir Maret 2008, harga jualnya sudah melonjak menjadi Rp3.900/kg.

Kendati harga komoditi pangan seperti jagung dan kedelai di pasar global terus melonjak, produsen pakan unggas tetap optimistis mampu mencapai target pertumbuhan penjualan. Pasalnya, kenaikan harga komoditi itu justru memperkuat fondasi perekonomian masyarakat petani di berbagai daerah seperti Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. (AI)


Jumat, Juli 11, 2008

Pasar telekomunikasi nasional masih terbuka

Kompetisi di sektor telekomunikasi diprediksi sangat ketat sebelum akhirnya memasuki babak kemapanan. Pertumbuhan pasar seluler di Indonesia saat ini ditandai dengan pertumbuhan pengguna yang tumbuh dua kali lipat dalam kurun waktu 20 bulan dan dengan rata-rata pertumbuhan tahunan lebih dari 55%. Sampai dengan triwulan I/2008, penetrasi nirkabel telah mencapai 48%.

Berdasarkan data JP Morgan, penetrasi tersebut masih jauh dibandingkan dengan Filipina yang telah mencapai 60%, Thailand 83%, dan Malaysia 84% pada akhir tahun 2007. Pasar telekomunikasi Indonesia saat ini mencapai 120,6 juta di mana layanan GSM mendominasi dengan pangsa pasar 79,8%, diikuti layanan CDMA 13%, dan telepon tetap 7,2%.

Indonesia merupakan negara dengan pangsa pasar komunikasi bergerak yang sangat potensial. Pasar yang besar ini terlihat dari penetrasi yang baru mencapai 40% dari jumlah populasi 232,9 juta penduduk pada tahun 2007 dan didukung dengan tingkat Average Revenue Per User (ARPU) USD6/bulan. Secara global, saat ini terdapat hampir 3 miliar pelanggan komunikasi bergerak dan akan meningkat menjadi 5 miliar pada tahun 2012.

Komunikasi bergerak mempunyai dampak positif sosial ekonomi, baik pada tingkatan mikro maupun makro. Pada tingkatan mikro, komunikasi bergerak dapat meningkatkan kualitas kehidupan sehari-hari melalui peningkatan kesempatan kerja, pendapatan individu, membangun jaringan sosial yang lebih kuat, meningkatkan keamanan dan mengurangi kebutuhan untuk berpergian. Sementara itu pada tingkatan makro, komunikasi bergerak akan meningkatkan efisiensi, memungkinkan pembangunan teknologi untuk wilayah pedesaan, merangsang pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) dan mendorong perkembangan sosial secara keseluruhan.

Akses komunikasi yang lebih baik akan dapat membantu mengangkat pertumbuhan ekonomi sebuah negara, dengan merangsang terciptanya peluang bisnis serta pendapatan. Fakta baru-baru ini mengungkapkan bahwa penurunan tarif telepon selular berakibat pada peningkatan jumlah pengguna telepon bergerak yang signifikan di Indonesia. Menurut BPS, penurunan tarif ponsel telah memberikan sumbangan terbesar terhadap deflasi bulan April 2008 sebesar 0,21%.

Melemahnya daya beli sebagai dampak kenaikan BBM tidak berpengaruh pada pasar ponsel. Penjualan ponsel justru terdongkrak akibat pertumbuhan industri telekomunikasi. Saat ini pertumbuhan pasar seluler banyak ditopang penjualan ponsel low-end. Semakin banyak ponsel berharga murah (low-end) yang menawarkan fitur canggih dan memberikan banyak pilihan. Salah satunya adalah ponsel asal China yang selama kuartal I/2008 diperkirakan meningkat 10% hingga 15% per bulan. Ponsel China gencar menancapkan image kepada konsumen untuk mengenal lebih dalam produk mereka. Ada tiga produk ponsel China yang mendominasi penjualan, yaitu Hitech, Startech, dan K-touch.

Sementara itu, Indonesia masuk tiga besar konsentrasi penggunaan layanan code division multiple access (CDMA) untuk kawasan Asia Pasifik. Wilayah konsentrasi CDMA di Asia Pasifik adalah India, China, dan Indonesia. Di sisi lain, semakin banyak operator baru di negara berkemang seperti Angola, Maroko, Nigeria, Pakistan, dan Yaman telah menjaring lebih dari satu juta pelanggan CDMA.

Kawasan Asia Pasifik menambah jumlah net pelanggan CDMA baru diikuti Eropa, Timur Tengah, dan Afrika yang juga tumbuh dengan persentase paling pesat. Di kawasan tersebut, kinerja dan fleksibilitas jaringan CDMA sudah mampu memenuhi kebutuhan pasar yang bervariasi mulai dari penduduk desa yang tersebar hingga penduduk di pusat kota yang padat.

Di Indonesia, layanan CDMA digelar oleh PT Telkom Tbk, PT Indosat Tbk, PT Bakrie Telecom Tbk, PT Mobile-8 Telecom Tbk, PT Smart Telecom, serta PT Sampoerna Telekomunikasi Indonesia. Direktur Corporate Services PT Bakrie Telecom Tbk Rakhmat Junaidi mengatakan, pihaknya optimis tahun 2008 ini dapat menambah total pelanggan menjadi 7 juta dari sekitar 3,8 juta tahun 2007.

Sementara Deputy Chief Executive Officer PT Smart Telecom Djoko Tata Ibrahim mengatakan pihaknya mematok target tiga juta pelanggan dengan 5% di antaranya berasal dari korporasi. Saat ini konsentrasi Smart Telecom masih di Jakarta, dan perluasan dilanjutkan di Jabar, Jatim, dan Jateng. Saat ini Smart Telecom mengklaim telah menjaring 500.000 pelanggan dan pada akhir tahun 2008 bisa menggelar layanan di Bali, Kalimantan, dan Sulawesi secara komersial.

VP Product Management PT Telkom Eddy Sarwono mengatakan, saat ini Telkom Flexi sudah menjaring lebih dari 6 juta pelanggan. Operator Telkom Flexi tersebut juga akan meluncurkan FlexiCash untuk melengkapi layanan bagi pelanggan. Telkom menargetkan penguasaan pasar telepon tetap nirkabel atau fixed wireless access (FWA) secara nasional hingga 60% tahun 2008 ini, atau meningkat dari penguasaan tahun 2007 sebesar 54%, dengan jumlah pelanggan 6,4 juta nomor.

Jumlah pelanggan CDMA di Indonesia mencapai 5,82 juta pada tahun 2005, meningkat menjadi 7,89 juta pada tahun 2006, kemudian meningkat kembali menjadi 12,88 juta pada tahun 2007. Sedangkan sampai akhir tahun 2008, jumlah pelanggan CDMA diprediksi akan berada pada kisaran 23,5 juta sampai 24,5 juta atau meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya.

Pertumbuhan penjualan yang terus meningkat dalam kurun waktu tiga tahun terakhir tersebut menunjukkan bila layanan CDMA di Indonesia sangat berpeluang untuk tumbuh. Namun, mengingat jauhnya angka penjualan layanan CDMA dengan GSM, penjualan layanan CDMA boleh jadi belum akan menggantikan posisi GSM di pasar. Saat ini, kontribusi penjualan layanan CDMA di pasar telekomunikasi bergerak dunia hanya sekitar 11,4%, sedangkan GSM sudah mencapai 81,3%.

Tapi itu bukan berarti CDMA menjadi tidak menarik di mata konsumen. Karena sejatinya teknologi yang dipakai CDMA tidak kalah dengan teknologi GSM. Layanan CDMA di dunia maupun Indonesia didukung oleh teknologi CDMA2000 dan evolution-data optimized (EV-DO) yang lebih unggul ketimbang GSM dari segi layanan data. Pada akhir tahun 2007, layanan berbasis CDMA2000 di dunia sudah mencapai 418 juta dengan angka pertumbuhan sebesar 30% dibandingkan tahun 2006. Sementara pengguna EV-DO di dunia sekitar 90 juta pada akhir tahun 2007.

Makin banyaknya operator yang bermain di jaringan ini, produk layanan yang kian bervariasi plus tarif yang terbilang murah, ditambah lagi dengan makin banyaknya ponsel yang bisa diperoleh dengan harga di bawah Rp500 ribu, tidak salah memang jika pemerintah pun mengandalkan kehadiran CDMA untuk mendorong percepatan penetrasi pasar telekomunikasi di tanah air. (AI)


Senin, Juli 07, 2008

Panas bumi

Perkembangan panas bumi di Indonesia masih berjalan sangat lambat. Menurut Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro, dari potensi panas bumi yang mencapai 27.000 MW baru terealisasi 19 MW. Salah satu faktor yang menyebabkan lambatnya perkembangan panas bumi adalah kurangnya perhatian dari pemda-pemda terhadap lelang wilayah kerja panas bumi di daerahnya. Karena itu, pemerintah pusat akan menegur pemda-pemda tersebut. Jika terus membandel, mekanisme lelang akan dikembalikan ke pemerintah pusat pada putara lelang tahun depan.

Saat ini ada sembilan wilayah kerja panas bumi yang proses pelelangannya diserahkan ke pemerintah daerah. Sembilan wilayah kerja itu berlokasi di Seulawah Agam-Aceh Besar, Jailolo-Halmahera Barat, Telaga Ngebel, Jatim, Gunung Ungaran, Jateng, Gunung Tampomas, Cisolok-Cisukarame, Tangkuban Perahu di Jabar, Daratei Todabelu Mataloko-NTT, dan Sekincou-souh, Lampung. Total potensi panas bumi dari sembilan proyek ini mencapai sekitar 600 MW.

Hingga saat ini, baru Jabar yang paling maju proses lelangnya. Untuk pengembangan panas bumi di daerah ini, sudah ada 17 perusahaan lokal dan asing yang mengikuti lelang untuk pembangkit listrik panas bumi. Beberapa perusahaan besar yang masuk antara lain Chevron dan Medco.

Sementara itu Kementerian Negara BUMN menyatakan akan mempercepat pembentukan badan usaha baru yang bergerak di bidang pertambangan panas bumi untuk mempercepat eksplorasi dan eksploitasi geotermal di Tanah Air yang sangat potensial. BUMN tersebut direncanakan merupakan sebuah badan usaha hasil peleburan PT Geodipa, sebuah perusahaan patungan PT Pertamina dan PT PLN.

Pertamina memiliki saham di Geodipa sebesar 65% sedangkan PLN sebanyak 35%. Selain Geodipa, PT Pertamina Geothermal Energi (PGE) yang merupakan anak usaha Pertamina juga akan melebur di BUMN baru itu. Proses restrukturisasi itu merupakan amanat UU No.22 tahun 2001 tentang migas yang mewajibkan Pertamina hanya bergerak di satu bidang yaitu migas saja.

Geodipa mengelola dua wilayah kerja pertambangan (WKP) panas bumi yaitu di Dieng, Jateng dan Patuha, Jabar. Dieng sudah memproduksi listrik sebesar 60 MW, sedangkan Patuha belum memproduksi hingga saat ini. Sementara itu, PGE menguasai 15 WKP panas bumi dengan daya terpasang 800 MW. WKP berlokasi di Kamijo, Salak, dan Lahendong.
Pembentukan BUMN pengelola panas bumi ditargetkan selesai pada akhir tahun 2008 ini. Pembentukan BUMN geotermal mendesak, karena mulai tahun 2009 pemerintah akan mencanangkan program 10.000 MW tahap kedua. Dari jumlah 10.000 MW ini diharapkan 5.000 hingga 6.000 MW di antaranya berasal dari energi panas bumi.

Keputusan pemerintah menentukan harga jual maksimum listrik panas bumi antara 80-85% terhadap biaya pokok produksi (BPP) listrik 2008 berdasarkan regionalisasi, dianggap belum konsisten terhadap nilai keekonomian. Ketua Umum Asosiasi Panas Bumi Indonesia Suryadharma mengatakan, harga panas bumi yang menyesuaikan harga BPP listrik per regional, ada yang terlalu tinggi melebihi keekonomian, ada juga terlalu rendah hingga kurang ekonomis. Hal ini memunculkan kekhawatiran terhadap implementasi ketetapan ini. Akhirnya akan menghambat pengembangan pembangkit listrik panas bumi yang ramah lingkungan.

Harga listrik panas bumi harus konsisten mendekati keekonomian untuk masing-masing regional. Jika harga terlalu tinggi akan menyulitkan pengajuan kelayakan proses lelang. Hingga tidak ada artinya jika PT PLN sebagai pembeli listrik panas bumi enggan membeli. Sementara harga yang terlalu rendah juga tak menarik minat investor mengembangkan pembangkit listrik panas bumi. Harga listrik yang lebih rendah dari keekonomian terdapat di Sumbar hingga Lampung, sedangkan harga terlalu tinggi di Sumut dan Aceh.

Sebelumnya Ditjen Listrik dan Pemanfaatan Energi Departemen ESDM telah menetapkan BPP listrik berdasarkan regional. Dalam Permen ESDM No.14/2008 disebutkan harga jual maksimum listrik panas bumi 80% terhadap BPP untuk tegangan tinggi dengan kapasitas pembangkit di atas 55 MW. Untuk tegangan menengah (10 MW-55 MW) 85%.
BPP pada sistem Jawa-Madura-Bali Rp783/kWh untuk tegangan tinggi, Rp849-Rp859/kWh untuk tegangan menengah, dan Rp1.011-Rp1.030/kWh untuk tegangan rendah. BPP untuk sistem Sumatera bagian selatan, Sumbar, dan Riau ditetapkan Rp565/kWh untuk tegangan tinggi, Rp667-Rp1.164/kWh tegangan menengah, dan Rp860-Rp1.433/kWh untuk tegangan rendah.

Untuk sistem Sumatera bagian utara yang meliputi NAD dan Sumut, BPP untuk tegangan tinggi ditetapkan Rp1.891/kWh, tegangan menengah Rp1.984-Rp2.158/kWh, dan tegangan rendah Rp2.306-Rp2.603/kWh. Sedangkan sistem tegangan menengah di NTT ditetapkan Rp2.433/kWh dan tegangan rendah Rp3.072/kWh. Adapun di sistem NTB, PLN menetapkan BPP tegangan menengah Rp2.289/kWh dan tegangan rendah Rp2.743/kWh.

Senada dengan Suryadharma, Direktur Pembinaan Pengusahaan Panas Bumi dan Pengelolaan Air Tanah Ditjen Mineral, Batubara, dan Panas Bumi Departemen ESDM Sugiharto Harsoprayitno khawatir pengembangan pembangkit ini terhambat jika harga tidak sesuai keekonomian. Misalnya, harga listrik panas bumi regional Sumbar hingga Lampung berdasarkan kajian teknis, berkisar USD7-8 sen/Kwh, tapi harga maksimum yang ditetapkan Ditjen Listrik justru kurang dari USD7 sen/kWh.

Dikhawatirkan harga di bawah keekonomian akan menghambat pengembangan pembangkit panas bumi di wilayah itu. Padahal, di daerah itu potensi panas bumi cukup signifikan. Di Lampung, misalnya, tercatat cadangan 1072 MWe, 20 MWe diantaranya dinyatakan sudah terbukti. Di Sumsel ada potensi 794 MWe, Jambi 258 MWe, Bengkulu 600 MWe dan Sumbar 758 MWe. Sebaliknya, harga listrik panas bumi Aceh dan Sumut justru terlalu mahal, sekitar USD20 sen.

Produksi lsitrik panas bumi diprediksi terus meningkat dari tahun ke tahun. Data Direktorat Pembinaan Pengusahaan Panas Bumi menyebutkan, dari 27.000 MWe potensi panas bumi di Tanah Air, hingga saat ini sudah dimanfaatkan 1.042 MWe. Pada tahun 2009, produksi listrik panas bumi direncanakan bertambah seiring penambahan kapasitas produksi dari pembangkit Wayang Windu, Jabar, dari 110 MWe menjadi 220 MWe.

Menristek Kusmayanto Kadiman mengatakan, dalam lima tahun mendatang energi panas bumi akan lebih murah dari batubara. Penggunaan energi panas bumi setidaknya akan lebih efesien dibanding solar. Perbedaan harga saat ini bisa dikompensasi jika beberapa faktor kelebihan energi panas bumi bisa dianggap sebagai keuntungan yang tidak bisa dinilai secara ekonomi. Pertama, energi panas bumi itu non-tradeable. Artinya, energi ini tak bisa diperjualbelikan di dalam maupun luar negeri. Kedua, jenis energi ini ramah lingkungan, dalam arti tidak menimbulkan polusi udara. Ketiga, panas bumi termasuk kategori terbarukan. (AI)


Jumat, Juli 04, 2008

Permasalahan UMKM saat ini

Tak dapat dipungkiri bahwa Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) sangat mempengaruhi roda pertumbuhan perekonomian Indonesia. Pada tahun 2007 terdapat sekitar 48.929.636 unit UMKM yang terdistribusi dalam sembilan sektor. Sembilan sektor tersebut menyumbang Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar Rp1.778,75 triliun, atau sekitar 53% dari PDB nasional. Dari sisi penyerapan tenaga kerja, ternyaa UMKM mampu memberi pekerjaan pada 85,4 juta jiwa.

Hal ini jelas sebuah prestasi yang luar biasa. Sayangnya, di lapangan masih saja terjadi para pelaku UMKM kesulitan dalam pemodalan, baik disebabkan karena ketidaktahuan mereka dalam program pemerintah yang terkait dengan pendanaan maupun pihak bank yang masih tebang pilih dalam memberikan bantuan kredit. Termasuk di sini adalah masalah penjaminan keberlangsungan hidup UMKM masih dirasakan kurang. Misalnya, tumbuh suburnya hypermarket-hypermarket di Indonesia yang langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi laju pertumbuhan UMKM-UMKM yang ada.

Di samping masalah permodalan dan keberpihakan, ada satu masalah lagi yang saat ini sedang marak, yakni pemadaman listrik. Padamnya listrik di beberapa daerah membuat banyak UMKM kesulitan. Di sejumlah wilayah di Kota dan Kabupaten Madiun, Jawa Timur, pemadaman listrik membuat sejumlah UMKM milik masyarakat lumpuh.

Pekerjaan pengusaha pengelasan besi di Desa Rejomulyo, Kecamatan Kartoharjo sering harus terhenti karena listrik padam. Akibatnya mereka tidak bisa mengerjakan berbagai produk, seperti pagar dan teralis. Kalau biasanya untuk mengerjakan pagar membutuhkan waktu hanya dua hari, saat ini bisa mengerjakan hingga satu minggu lamanya. Para pengusaha berharap agar PLN tidak terlalu sering memadamkan listrik. Pasalnya, setiap satu kali pemadaman, bisa berlangsung antara enam jam hingga delapan jam lamanya.

Di Purbalingga, Jawa Tengah, pemadaman mengganggu proses dan kapasitas produksi pengusaha UMKM maupun pengusaha besar, serta mendorong kenaikan biaya produksi. Menurut Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Purbalingga Saryono, tanpa listrik PLN, perusahaan harus menggunakan genset. Untuk menyalakan genset, perlu biaya lebih besar. Apalagi sekarang harga BBM naik. Di Purbalingga banyak UMKM industri rambut berskala ekspor.

Gangguan yang terjadi bukan karena produk tidak laku atau produksi kurang terserap di pasar ekspor, tetapi pemadaman menyebabkan keterlambatan produksi. Bila hal ini terus berlangsung akan menimbulkan ketidakpercayaan pembeli di luar negeri. Para pengusaha memahami kondisi kritis dalam produksi energi kelistrikan yang dihadapi PLN. Namun, pengusaha berharap PLN berkoordinasi dan memberi tahu sebelum pemadaman. Selama ini, PLN memadamkan listrik secara tiba-tiba. Akibatnya, dunia usaha tidak bisa bersiap-siap.

Di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, pemadaman listrik yang dilakukan PLN secara bergiliran sudah tak konsisten dengan jadwalnya, sehingga imbasnya sangat besar bagi UMKM. Walaupun pengusaha jasa pencucian pakaian (laundry) di Banjarmasin telah menggunakan genset, namun tetap tidak bisa menuntaskan pekerjaan karena daya listriknya sangat terbatas. Seharusnya mereka bisa menyelesaikan dalam dua hari pekerjaan, kini sampai lima hari. Padahal setiap harinya mereka mendapatkan jasa mencuci dari para pelanggan hingga ratusan kilo pakaian.

Kerugian UMKM yang menjalankan usaha fotokopi juga sangat terasa saat pemadaman listrik terjadi. Mereka tidak bisa mengoperasikan mesinnya hingga membuat kerugian mencapai ratusan ribu rupiah. Sehari saja mereka tidak beroperasi, sekitar Rp100 ribu penghasilan mereka hilang. Pemadaman listrik sekarang ini dinilai paling parah, karena tidak terjadi satu atau dua jam saja, tetapi siang hari juga kerap terjadi pemadaman.

Sementara itu, dalam rangka memberikan keleluasaan bagi UMKM untuk mengembangkan usahanya, Panitia Kerja Paket RUU Perpajakan mengusulkan penurunan tarif pajak penghasilan yang dibayar secara angsuran atau cicilan (PPh Pasal 25) oleh UMKM menjadi 0,75%/bulan dari tarif sebelumnya sebesar 2%. Ketua Panja Paket RUU Perpajakan DPR Melchias Markus Mekeng mengatakan, tarif 0,75% itu diperhitungkan atas atas peredaran bruto atau omzet per tahun.

Dengan tarif baru ini, kewajiban pembayaran UMKM akan berkurang signifikan. Misalnya, UMKM beromzet Rp4,8 miliar/tahun atau rata-rata penghasilan per bulan Rp400 juta, harus menyetorkan pajaknya sebesar Rp8 juta/bulan. Dengan adanya penurunan tarif ini, kewajiban pajaknya menjadi hanya Rp3 juta/bulan. Upaya ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan UMKM sehingga sektor ini dapat berperan lebih besar menyerap tenaga kerja dan memacu pertumbuhan ekonomi. Di sisi lain, penurunan tarif ini diyakini mempermudah petugas pajak melakukan penarikan. Pasalnya, dengan tarif yang ringan, keinginan pengusaha sektor UMKM untuk membayar pajak akan semakin besar.

Menanggapi hal ini, Ronny Bako, pengamat perpajakan Universitas Pelita Harapan yang juga peneliti hukum perpajakan DPR, mengatakan pemerintah dan parlemen harus menyesuaikan pajak baru bagi UMKM yang sejalan dengan UU UMKM baru. Langkah ini, perlu dilakukan agar tidak terjadi tumpang tindih aturan.

Pada tanggal 10 Juni 2008, rapat paripurna DPR mengesahkan RUU UMKM menjadi undang-undang. Fraksi-fraksi DPR memandang bahwa UMKM harus mendapatkan perlindungan yang memadai karena kegiatan usaha itu mampu memperluas lapangan kerja dan memberi pelayanan ekonomi secara luas kepada masyarakat. UU UMKM juga mengatur kriteria UMKM agar tidak terjadi kesimpangsiuran dalam menentukan UMKM tersebut.

UMKM adalah sebuah istilah yang mengacu ke jenis usaha kecil yang berdiri sendiri dan memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp200 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Menurut Keputusan Presiden RI No.99 tahun 1998 pengertian Usaha Kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha yang secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat.

Secara kuantitas UMKM memang unggul, hal ini didasarkan pada fakta bahwa sebagian besar usaha, atau lebih dari 99%, di Indonesia berbentuk UMKM. Namun secara jumlah omzet dan aset, apabila keseluruhan omzet dan aset UMKM di Indonesia digabungkan, belum tentu jumlahnya dapat menyaingi satu perusahaan berskala nasional. Tapi hal ini tidak menjadi masalah bila ternyata kinerja UMKM lebih baik dibanding usaha besar. (AI)


Pemerintah merevisi KUR

Ketua Komite Nasional Pemberdayaan Keuangan Mikro Indonesia B.S. Kusmuljono mengatakan, pemerintah melalui perbankan akan menyalurkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Mikro di bawah Rp5 juta, dengar target penyaluran sebesar Rp15 triliun sampai akhir tahun 2008 ini. Sampai saat ini KUR sudah tersalur mencapai Rp6,5 triliun.

Sejak Februari 2008, pemerintah mendorong penyaluran KUR Mikro di bawah Rp5 juta melalui enam bank, yaitu Bank BRI, Bank Mandiri, BNI, BSM, Bank Bukopin, dan Bank BTN. Kredit tersebut mendapatkan penjaminan dari pemerintah melalui PT Askrindo dan Perum Sarana Pengembangan Usaha (SPU). Dalam skema penjaminan tersebut, Askrindo dan Perum SPU memberikan penjaminan sampai 70% dari nilai kredit.

Sementara ini KUR Mikro lebih banyak menjangkau sektor perdagangan dan jasa. Tantangan ke depan adalah mengupayakan agar KUR Mikro dapat menjangkau lebih luas kalangan pengusaha skala mikro termasuk di sektor pertanian dan perikanan. Khusus untuk KUR Mikro kepada petani dan nelayan, selain akses masalah suku bunga terlalu tinggi yakni sebesar 24%/tahun. Padahal, layaknya bunga KUR Mikro sebesar 12%/tahun.
Sebelumnya para pengusaha kecil dan menengah, seperti peternak sapi, unggas, dan ayam kampung, serta produsen tahu-tempe dan perajin mebel, mengeluhkan sulitnya mengakses KUR. Mereka menilai pelaksanaan KUR tak optimal karena perbankan masih memandang sebelah mata.

Hal itu diungkapkan Ketua Koperasi Industri Kayu dan Mebel Provinsi DKI Jakarta Ade Firman, Sekretaris Jenderal Induk Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Inkopti) Untung Suparwo, Ketua Himpunan Peternak Unggas Lokal Indonesia (Himpuli) Ade Zulkarnaen, Ketua Forum Masyarakat Unggas Sulsel Wahyu Suhaji, dan pengusaha pembibitan sapi perah di Sukabumi, Jawa Barat, Fina Rosdiana.

Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah merevisi ketentuan KUR. Tujuannya untuk memperluas akses pengusaha mikro dan kecil terhadap pinjaman berbasis penjaminan pemerintah ini. Beberapa revisi tersebut, di antaranya memperlonggar batas maksimal bunga pinjaman kredit usaha rakyat dari 16% menjadi hingga 24% untuk penyaluran melalui lembaga keuangan mikro dengan skema linkage program.

Pemerintah juga memperpanjang jangka waktu pinjaman KUR tidak lagi dibatasi maksimal tiga tahun untuk membuka akses yang lebih besar terhadap kredit ini. Di samping itu, dana penjaminan dari angka saat ini Rp1,4 triliun akan ditambah, menyusul progresivitas serapan terhadap KUR tersebut. Menteri Negara Koperasi dan UKM Suryadharma Ali mengatakan, instansinya siap menambah dana penjaminan Rp1,8 miliar pada tahun 2008, dan menggalang dana dari instansi yang lain. Dari rencana penyaluran kredit berbasis jaminan pemerintah sebesar Rp14,5 triliun sejak November 2007.

Direktur Induk Koperasi Simpan Pinjam (IKSP) Dwinda Ruslan menilai masalah bunga KUR sebaiknya diserahkan kepada mekanisme pasar. Kebijakan batas maksimal bunga KUR sebesar 16% berpotensi merusak pasar yang selama ini menjadi lahan lembaga keuangan mikro. Pasalnya, penyaluran pinjaman mikro oleh koperasi, baitul mal wattanwil (BMT), dan lembaga keuangan mikro lain umumnya membebankan bunga pinjaman 1,3% - 2%/bulan.

Apabila koperasi simpan pinjam atau BMT menyalurkan KUR dengan bunga maksimal 16%, sebagian anggota akan memburu dan beralih ke pinjaman ini. Oleh karena itu, IKSP menyarankan pemerintah untuk membebaskan penetapan bunga KUR agar tidak mengganggu pasar koperasi simpan pinjam dan lembaga keuangan mikro yang lain.

Realisasi penyaluran program KUR hingga akhir Mei 2008 telah mencapai angka Rp6,158 triliun, dengan melayani 595.379 debitur di seluruh Indonesia. Dari jumlah itu rata-rata kredit per debitur sebesar Rp10,3 juta. Sementara itu, realisasi KUR per 28 Februari 2008 sebesar Rp1.782,4 miliar, dengan melayani 25.789 debitur atau rata-rata kredit per debitur adalah Rp69,1 juta. Dengan demikian, realisasi kredit meningkat Rp4.375,8 miliar atau 245,5% dan jumlah debitur meningkat 569.590 atau 2.208,6%.

Pemerintah mencalonkan sejumlah 3.037 koperasi yang dinilai layak menjadi peserta program pola penjaminan KUR melalui linkage program. Dari sejumlah calon koperasi tersebut, 406 di antaranya bahkan sudah resmi disampaikan kepada bank peserta, yakni Bank Mandiri dan BRI dan Bank Syariah Mandiri. Layak tidaknya calon koperasi itu akan dinilai ketiga bank.

Ada beberapa syarat bagi koperasi untuk dicalonkan menjadi peserta linkage program. Syarat tersebut adalah klasifikasi koperasi minimal masuk kategori C, tingkat kemacetan kredit (NPL) di bawah 5% serta kondisi koperasi masuk golongan sehat. Selain itu koperasi belum pernah menyalurkan KUR serta penerima dana harus debitor baru. Syarat terakhir adalah koperasi calon peserta sudah berdiri satu tahun dan tidak masuk dalam daftar hitam perbankan.

Di luar 406 koperasi yang sudah diajukan ke perbankan masuk linkage program, 2.365 di antaranya berasal dari koperasi simpan pinjam, unit simpan pinjam (KSP/USP) serta 266 dari BMT. Linkage program dipakai untuk memperluas akses kredit mikro yang tidak bisa dijangkau bank. Misalnya program tidak matching dengan perbankan karena usaha mikro hanya perlu Rp200.000. Bank enggan menyalurkan karena jumlah pinjaman terlalu kecil. Sebaliknya usaha mikro juga kesulitan mengakses ke perbankan karena pengetahuan mereka terbatas untuk sistem perbankan.

Menurut ekonom INDEF Fadhil Hasan, perbankan penyalur KUR harus tetap menerapkan kehati-hatian dan manajemen risiko. Hal itu untuk mencegah macetnya kredit seperti pada program kredit tanpa agunan yang dicanangkan pemerintah sebelum Pemilu 2004. Program KUR ini memang sarat politik jika melihat waktu pelaksanaan yang berdekatan dengan pemilu. Hal ini pernah dilakukan pemerintah di era Presiden Megawati Soekarnoputri. Namun, dia melihat hal ini wajar saja sebagai incumbent pemerintah akan memperlihatkan kinerjanya. Salah satunya dengan membagikan fasilitas kredit bagi masyarakat kecil.

Penunjukan Askrindo dan Perum SPU sebagai lembaga penjamin bisa menekan risiko macet. Hal ini merupakan sinyal bagus dari pemerintah akan keseriusan perencanaan program ini. Kendati begitu, sebagai pelaksana di lapangan perbankan tetap harus berhati-hati dalam menyalurkan kredit tanpa mempersulitnya. Dengan adanya proses ini diharapkan program ini bisa berlanjut dan tidak sebatas program kampanye. (AI)