Jumat, November 28, 2008

Industri galangan kapal dan lingkungan

Sebanyak 15 galangan kapal rakyat di Kabupaten Karimun, tahun 2008 ini terancam tutup. Hal ini disebabkan tidak adanya langkah khusus dari pemerintah menjamin ketersediaan bahan baku. Menurut Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Pemkab Karimun Astroellah Aziz, kondisi itu sudah diprediksi sejak tiga tahun lalu. Pada saat itu perajin sudah mulai mengeluhkan minimnya ketersediaan bahan baku. Sebagai langkah antisipasi saat itu juga diusulkan kepada pemerintah pusat, agar Karimun ditetapkan sebagai sentra industri kapal rakyat. Tapi sayangnya, sampai saat ini tidak ada respon dari pemerintah pusat. Diprediksi tahun 2008 ini seluruh galangan kapal rakyat yang ada di Karimun akan tutup.

Jika satu galangan kapal rakyat itu rata-rata menampung 60 orang pekerja, dikalikan dengan 15 galangan, maka pada tahun 2008 ini Karimun mengalami peningkatan jumlah pengangguran sebanyak 900 orang. Dilibatkannya pemerintah pusat karena pemda tidak memiliki kewenangan bertindak sebagai penjamin ketersediaan bahan baku. Kalau hanya diupayakan oleh pemda mustahil, pasalnya perajin kapal membutuhkan kayu dengan jenis, ukuran, dan ketebalan yang khusus, sedangkan Karimun bukanlah daerah penghasil kayu.

Hasil produksi galangan kapal rakyat Karimun, sangat diminati oleh pengusaha kapal nelayan di nusantara ini, karena memiliki mutu yang sangat baik. Pengusaha galangan kapal rakyat melayani pesanan pembuatan kapal mulai dari kapal yang memiliki bobot mati 2 ton hingga 500 ton. Setiap pembuatan kapal, si pemesan dikenakan biaya sebesar Rp1 juta/ton. Jika ada pengusaha yang memesan kapal memiliki kapasitas 25 ton, upah yang diterima sebesar Rp25 juta dengan lama pengerjaannya sekitar 25 hari, jika bahan bakunya cukup.

Di lain pihak, krisis yang terjadi saat ini tak menyurutkan niat pengusaha kapal Oentoro Surya untuk berinvestasi. Lewat perusahaan miliknya PT Surya Prima Bahtera Heavy Industries, Presiden Direktur PT Arpeni Pratama Ocean Line Tbk itu akan tetap melanjutkan pembangunan galangan kapal di wilayah Kabil, Batam yang telah dimulai sejak Maret 2008 lalu. Padahal, pembangunan galangan kapal seluas 118.000 ha itu akan memakan biaya hingga USD350 juta atau sekitar Rp3,5 triliun. Bila tak ada aral melintang, pembangunan galangan kapal itu ditargetkan selesai seluruhnya pada tahun 2013. Pembangunan tahap pertama mungkin selesai pada tahun 2010. Bila sudah terbangun seluruhnya, galangan itu akan menjadi galangan kapal terbesar di Asia Tenggara.

Galangan ini akan cenderung fokus ke galangan untuk perbaikan kapal atau maintenance. Galangan jenis ini lebih banyak menghemat biaya. Pasalnya, biaya terbesar untuk galangan semacam ini lebih banyak habis ke biaya tenaga kerja. Jauh lebih minim dibandingkan biaya di galangan pembuatan kapal baru yang banyak menghabiskan biaya untuk pembelian material kapal. Galangan itu diperkirakan akan mempekerjakan sekitar 4.500-5.000 orang. Ada beberapa peluang bisnis yang bisa digarap di galangan tersebut, antara lain docking atau konversi kapal. Di luar negeri, biaya docking serta konversi kapal bisa memakan biaya masing-masing USD5 juta dan USD100 juta. Sejauh ini, perusahaan perkapalan Indonesia harus melakukan dua hal itu di luar negeri, seperti di China atau Singapura.

Dirjen Industri Alat Transportasi dan Telematika Depperin Budi Darmadi mengatakan, sedikitnya ada lima galangan kapal yang akan berdiri di Indonesia, baik di luar pulau Jawa maupun di pulau Jawa. Kelima galangan kapal itu diantaranya akan berdiri di Medan dengan kapasitas 50.000 ton dengan investasi Rp250 miliar. Selain itu, Gorontalo juga akan membangun galangan kapal sebesar 8.000 ton hingga 10.000 ton.

Ada juga galangan kapal yang akan berdiri di Lampung pada akhir tahun 2008 ini. Di Pulau Jawa, galangan kapal akan berdiri di Semarang dan Lamongan. PT Jasa Marina Indah membangun di Semarang, sedangkan Lamongan baru selesai membebaskan lahan. Sementara itu, tingginya minat investasi galangan kapal di Jawa Timur disebabkan Depperin akan membuat kluster industri kapal di Surabaya dan sekitarnya. Selama ini, galangan kapal juga merangkap sebagai produsen komponen suku cadang kapal. Ke depan, hal itu tidak dilakukan lagi karena dalam konsep kluster produsen komponen harus terpisah dari galangan kapal. Supaya pembuatan kapal tidak memakan waktu lama, komponennya dibeli dari pemasok.

Sementara itu, sejak berdiri hingga saat ini, PT Dok & Perkapalan Kodja Bahari (Persero), dari 11 galangan yang ada di seluruh Indonesia, telah membuat 13.023 lebih kapal dengan berbagai ukuran dan jenis. Dari jumlah 13.023, 10 kapal diantaranya telah di bangun oleh PT DKB Cabang Cirebon dengan hasil yang memuaskan pelanggan. Potensi galangan kapal di Indonesia khususnya di Cirebon, yang merupakan galangan kapal satu-satunya di Jawa Barat, cukup tinggi jika melihat kebutuhan yang ada saat ini. Dengan bermodalkan ISO 9001-2000 yang diperoleh PT DKB serta pengalaman, diharapkan ke depan banyak pelanggan melirik PT DKB untuk membuat kapal-kapal baru serta perawatan di Cirebon.

Di balik maraknya investasi baru, industri galangan juga diguncang isu lingkungan. Badan Pengendalian Dampak Lilngkungan (Bapedal) Kota Batam menutup aktivitas 12 galangan kapal yang ada di daerah itu karena diketahui membuang limbah mengandung B3. Menurut Kepala Bapedal Kota Batam Dendi Purnomo, langkah tegas terhadap industri galangan kapal ini merupakan langkah konkrit Bapedal dalam mengantisipasi pembuangan limbah B3 yang terus menerus dilakukan oleh sejumlah perusahaan di Batam.

Saat ini ada 74 galangan kapal di Batam yang sedang beroperasi, jika tidak dipantau tentunya perairan Batam akan dijadikan tempat pembuangan limbah B3 hasil dari aktivitas industri berat. Selama setahun terakhir, Bapedal telah mengambil langkah-langkah tegas seperti mewajibkan perusahaan shipyard di Sagulung, Kabil, Tanjunguncang dan Sekupang melakukan clean up (pemulihan) terhadap pembuangan limbah yang tidak sesuai dengan ketentuan.

Direktur Eksekutif LSM Centrum Independent Social Politic and Human Right Analyze (Cisha) Rizaldy Ananda mengatakan dari telisik di lapangan diketahui ada 5 industri shipyard besar di kawasan Tanjunguncang, Batam yang membuang limbahnya ke laut secara sembarangan, namun masih dibiarkan beroperasi. Ada baiknya pelaku pembuangan limbah itu diserahkan ke polisi untuk diproses, karena jelas sudah melanggar aturan yang berlaku. Seharusnya pemda menolak masuknya industri yang tidak memiliki sistem pengelolaan limbah dengan baik. (AI)

Senin, November 24, 2008

Aspal

Pemerintah, dalam hal ini Departemen Pekerjaan Umum berharap harga aspal kembali turun menjadi Rp4.000/kg terkait turunnya harga BBM menjadi di bawah USD80/barel. Direktur Bina Teknik Direktur Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum (PU) Danis H Sumadilaga mengatakan, kenaikan harga aspal sempat memukul kontraktor pembangunan jalan karena harga aspal mengalami kenaikan Rp6.000 bahkan mencapai Rp7.000/kg. Hal ini terjadi karena harga aspal di luar negeri mencapai lebih dari USD600/MT yang terjadi berbarengan dengan kenaikan harga BBM internasional yang mencapai USD140/barel.

Saat ini sejumlah kontraktor khususnya di bidang jalan masih mengalami kesulitan dalam membeli aspal dengan harga yang murah sehingga tuntutan untuk eskalasi tetap diminta sampai saat ini. Indonesia dalam tahun 2008 membutuhkan aspal 1,2 juta ton. Sementara Departemen PU sendiri untuk pekerjaan jalan nasional yang menjadi kewajibannya, membutuhkan 600.000 sampai 900.000 ton, sisanya menjadi kewajiban daerah.

Departemen PU belum melaksanakan eskalasi harga aspal sekalipun ada kecenderungan terjadi kenaikan harga dalam dua bulan belakangan. Diharapkan semua kontraktor terutama di bidang jalan untuk segera melaksanakan pekerjaan. Direktur Jalan Nasional dan Jembatan Wilayah Barat Departemen PU Hediyanto Husaeni mengatakan, proyek-proyek yang sudah ditenderkan untuk segera dikerjakan agar tidak ada eskalasi biaya materil yang mempengaruhi pekerjaan dan juga kontrak. Sampai saat ini, belum ada rencana perbaikan atau perubahan kontrak, termasuk proyek-proyek yang sudah ditenderkan.

Guna memenuhi perbaikan maupun peningkatan jalan nasional, provinsi, maupun kabupaten, pada tahun anggaran 2008 membutuhkan 1,2 juta ton aspal. Sementara untuk kebutuhan aspal beton, pembangunan jalan di Indonesia mencapai 15 juta ton untuk tahun 2008. Peningkatan jalan merupakan salah satu prioritas pemerintah hal ini ditunjukkan dengan besarnya anggaran yang menjadi prioritas. Dalam membuat aspal beton, sebagian komponennya masih harus di impor yaitu aspal minyak.

Kebutuhan aspal minyak untuk pembangunan jalan nasional pada tahun 2008 mencapai 900 ribu ton, ditambah dengan jalan kabupaten dan kota akan ada penambahan 300-400 ribu ton, sehingga secara keseluruhan kebutuhannya mencapai 1,2 juta ton. Namun, sebagian kebutuhan tersebut masih harus diimpor sebesar 600 ribu ton. Pasalnya kemampuan produksi pertamina hanya sebesar 600 ribu ton. Aspal beton tersebut merupakan campuran aspal minyak yang dicampur batu, pasir, dimasak dalam alat Asphalt Mixing Plant (AMP), perkiraannya produksi aspal beton 1,5 juta ton, atau sekitar 900 ribu ton aspal cair.

Sebelumnya, mulai Agustus 2008, Pertamina akan menghentikan produksi aspal karena Kilang Cilacap memasuki masa perawatan. Menurut Direktur Niaga dan Pemasaran PT Pertamina (Persero) Achmad Faisal, kilang Cilacap memproduksi aspal 600 ribu ton. Karena itu, selama Kilang Cilacap memasuki masa perawatan Pertamina akan mencari impor aspal untuk memenuhi kebutuhan domestik. Dalam jangka panjang, Pertamina berniat menurunkan produksi aspalnya, karena pihaknya didorong menyerahkan laba dividen lebih tinggi. Aspal merupakan produksi sampingan Kilang Cilacap. Produksi utama kilang minyak berkapasitas 350 ribu barel/hari adalah premium dan kerosene (minyak tanah).

Saat ini harga aspal di pasar regional dan internasional lebih rendah dari harga BBM. Kilang-kilang di seluruh dunia lebih senang menjual BBM dari pada aspal, sehingga produksi aspal turun. Penurunan produksi aspal Pertamina diiringi dengan peningkatan produksi BBM dalam rangka menambah laba. Akibatnya, sejumlah proyek infrastruktur di Indonesia terancam kekurangan aspal akibat minimnya pasokan. Hal ini dapat memacu kenaikan harga aspal dan mendorong agen untuk membeli aspal di pasar gelap Singapura yang kualitasnya kurang baik.

Data yang dicatat PT Buton Asphalt Indonesia (BAI) menyebutkan, harga aspal minyak produksi PT Pertamina saat ini mencapai rata-rata Rp5.500/kg atau Rp5,5 juta/ton. Bila diasumsikan bahwa harga aspal minyak impor sama dengan aspal minyak dalam negeri yang diproduksi PT Pertamina, maka setiap tahun Indonesia harus membuang devisa sebesar Rp3,5 triliun lebih untuk mengimpor aspal minyak sebanyak 700 ribu ton. PT BAI sejak tahun 2003 telah membangun dua pabrik pengolahan aspal Buton di Kabungka, Pulau Buton dengan investasi Rp20 miliar yang menghasilkan aspal butiran sebanyak 18 ribu ton/tahun.

Karena berbagai keterbatasan, penggunaan aspal Buton dalam konstruksi jalan memang belum bisa menggantikan 100% aspal minyak karena produk asbuton (aspal Buton) yang dipasarkan BAI saat ini masih dalam bentuk butiran. Namun dari hasil kajian ilmiah yang telah berulangkali dipraktikkan baik di dalam maupun luar negeri, khususnya China, ternyata kualitas aspal minyak akan sangat bagus bila dicampur dengan aspal buton. Campuran aspal minyak dan aspal buton dengan perbandingan 80:20 akan menghasilkan kualitas jalan aspal yang terbaik.

Apabila 20% saja dari kebutuhan aspal minyak nasional yang berjumlah 1,2 juta ton itu atau sejumlah 240.000 ton bisa digantikan oleh aspal Buton, maka Indonesia bisa menghemat devisa hampir Rp1 triliun/tahun. Angka itu diperoleh dari 240.000 ton dikalikan harga aspal minyak di pasaran dalam negeri Rp5.500/kg sama dengan Rp1,32 triliun dan dikurangi harga aspal Buton yakni 240.000 ton dikali Rp1,7 juta/ton atau Rp408 miliar maka penghematan devisa bersih adalah Rp912 miliar.

Melihat potensi aspal Buton yang sangat besar dan hasil kajian ilmiah yang menunjukkan kualitas aspal Buton yang tinggi sebagai bahan pencampur aspal minyak, membuat Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam terjun langsung menjajakan komoditi ini. Cadangan aspal di Buton sekitar 650 juta ton dengan kadar Aspal 10%-40%. Aspal alam tersebut terletak hanya 1,5 m di bawah permukaan tanah. Lokasi penambangan aspal di Pulau Buton terletak di Waisiu, Kabungka, Winto, Wariti, Lawele, dan Epe dengan luas areal sekitar 70 ribu ha yang membujur dari Teluk Sampolawa di sebelah selatan sampai Teluk Lawele di sebelah utara.

Sultra kini mampu memproduksi aspal Buton butiran sebesar 18.000 ton/bulan, namun yang laku di pasaran baru sekitar 7.000 ton/bulan, sebanyak 5.000 ton di antaranya diekspor ke China. Aspal butiran yang diproduksi PT BAI itu dijual dengan harga Rp1,7 juta/ton atau Rp1.700/kg, sedangkan harga aspal minyak saat ini telah mencapai Rp5.500/kg. Aspal alam Buton akan meningkatkan kualitas aspal minyak dalam sistem pencampuran panas (hotmix) pada konstruksi jalan nasional dan provinsi dengan mencampurkan 20% aspal Buton ke dalam aspal minyak saat diproses dalam mesim penyampur AMP. (AI)


Jumat, November 21, 2008

Nilai tukar petani turun

Pada Juli 2008 lalu Badan Pusat Statistik (BPS) memutakhirkan perhitungan nilai tukar petani (NTP). Indikator pengukuran daya beli petani ini sebelumnya dihitung dengan kondisi pembanding tahun 1993. Padahal, kondisi saat ini sudah sangat jauh berbeda sehingga peningkatan dan penurunan daya beli petani tidak cukup tecermin. Menurut Deputi Kepala BPS Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Ali Rosidi, diagram timbang NTP dengan tahun dasar 1993 yang digunakan selama 14 tahun terakhir sudah tidak peka untuk mengukur peningkatan atau penurunan kesejahteraan petani yang tercermin pada perbandingan indeks tersebut. Penggantian tahun dasar idealnya dilakukan lima tahun sekali.

Terkait dengan kelemahan perhitungan NTP itu, BPS telah menyiapkan diagram timbang baru dengan tahun dasar 2007. Diagram timbang baru tersebut mulai digunakan untuk menghitung NTP Mei 2008 dan telah diumumkan pada 1 Juli 2008 lalu. Perhitungan NTP bertahun dasar 1993 hanya mencakup 23 provinsi, sedangkan perhitungan yang baru, dilakukan di 32 provinsi. Di samping itu, NTP lama juga hanya membedakan petani dalam dua subsektor, yakni tanaman bahan makanan dan tanaman perkebunan rakyat. Penghitungan NTP baru membedakan petani pada lima subsektor, yakni tanaman pangan, hortikultura, perkebunan rakyat, peternakan, dan perikanan. Ini akan amat bermanfaat karena kondisi petani di tiap subsektor itu bisa jauh berbeda.

Kepala Pusat Data dan Informasi Departemen Pertanian Edi Abdurachman berpendapat, NTP selama ini digunakan sebagai data pendukung untuk memonitor dan mengevaluasi hasil program pembangunan pertanian. Namun, perkembangan NTP yang mencerminkan peningkatan atau penurunan kesejahteraan petani tidak dapat mengindikasikan berhasil atau tidaknya program pembangunan pertanian. Hal itu disebabkan perkembangan NTP tidak semata-mata diakibatkan oleh kebijakan sektor pertanian, tetapi juga kondisi di luar sektor pertanian, seperti laju inflasi.

Di Sumut, krisis keuangan global diduga menjadi penyebab turunnya NTP di sana, khususnya di subsektor perkebunan rakyat. NTP di sektor ini turun 4,36%. Meski demikian, NTP subsektor itu masih di atas 100, yakni turun dari 132,25 menjadi 126,51. Secara kumulatif, NTP di Sumut turun 1,77% dari 103,03 menjadi 101,21, sedangkan NTP subsektor padi dan palawija turun 0,28%. Menurut Kepala BPS Sumut Alimuddin Sidabalok, angka yang dilaporkan BPS masih angka September 2008 dibandingkan Agustus 2008, sedangkan angka Oktober 2008 belum dihitung.

NTP di Provinsi Lampung periode Agustus 2008 mencapai 107,99 atau naik 0,90% dibandingkan periode sebelumnya. NTP Provinsi Lampung ini lebih tinggi dari NTP nasional yang hanya sebesar 102. Dari lima subsektor pertanian yang dihitung nilai tukarnya, subsektor tanaman perkebunan rakyat memiliki indeks tertinggi. Pada Agustus 2008 lalu, NTP untuk subsektor padi dan palawija mencapai 110,31, sedangkan NTP subsektor hortikultura 102,87, subsektor tanaman perkebunan rakyat 114,70, subsektor peternakan 98,92, dan subsektor perikanan 103,04. Dari lima subsektor pertanian ini didapatkan NTP gabungan Provinsi Lampung 107,99.

Perkembangan NTP di Bali mengalami penurunan sebesar 0,39% pada Agustus 2008. Berdasarkan pantauan yang dilakukan BPS terhadap harga-harga di pedesaan pada Agustus 2008 lalu, NTP Bali menunjukkan penurunan dari bulan sebelumnya, yaitu dari 102,32 menjadi 101,91. Komoditi yang mengalami penurunan yaitu terdiri dari subsektor tanaman pangan sebesar minus 1,03% dan perkebunan rakyat minus 3,07%.

Komisi IV DPR RI meminta kepada Departemen Pertanian untuk secara lebih serius memperhatikan dan mengevaluasi NTP. Yang menjadi kerisauan DPR selama ini adalah perkembangan laju inflasi yang saat ini mencapai 11%. Bila tingkat inflasi tersebut dibiarkan bukan mustahil bisa menurunkan NTP. Departemen Pertanian pada tahun 2009 menargetkan pembangunan pertanian bisa meningkatkan NTP menjadi sekitar 105-110. Semula NTP 2009 ditargetkan bisa naik menjadi 115-120, tetapi karena BPS memutakhirkan perhitungan NTP, maka target NTP pun dikoreksi.

Menurut data BPS, NTP secara nasional pada Oktober 2008 turun dari 102 menjadi 101,69, atau turun 0,31%. Penurunan NTP bulan ini disebabkan indeks yang harus dibayar petani naik 0,76% menjadi 116 dibandingkan dengan bulan sebelumnya 115. Padahal indeks yang diterima petani hanya naik 0,45% dari 117,49 menjadi 118,02. NTP merupakan perbandingan harga yang diterima petani terhadap harga yang dibayar petani dalam persentase yang menjadi indikator untuk melihat kemampuan atau daya beli petani dan menunjukkan daya tukar produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi ataupun untuk biaya produksi. Semakin tinggi nilai tukar petani, maka semakin kuat pula tingkat kemampuan dan daya beli mereka.

Sementara itu, harga rata-rata gabah di tingkat petani untuk kualitas gabah kering giling (GKG) naik 2,95% dan gabah kering panen (GKP) turun sebesar 0,92%. Berdasarkan observasi, dari 781 transaksi gabah di 17 provinsi, rata-rata harga GKG di tingkat petani mencapai Rp2.968/kg berada di atas harga pembelian pemerintah (HPP) sebesar Rp2.200/kg. Sementara harga GKP mencapai Rp2.575, juga berada di atas HPP. Menurut Kepala BPS Rusman Heriawan, seharusnya harga GKP di tingkat petani naik seiring dengan kenaikan GKG. Oleh karena itu, harus ada kebijakan lain untuk melihat kenapa harga GKP turun, sedangkan harga GKG naik.

Produksi beras tahun ini meningkat sebesar 5,46% menjadi 60,28 juta ton GKG dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 57,16 juta ton. Peningkatan tersebut disebabkan peningkatan panen seluas 195.980 ha atau 1,61% dan produktivitas 1,78 kuintal/ha atau 3,78%. Peningkatan luas lahan panen itu tidak hanya disebabkan penambahan lahan, tetapi juga disebabkan lebih efisien dalam pengolahan lahan sehingga produktivitas meningkat dan lahan-lahan yang tertanam terbebas dari puso.

Berdasarkan angka ramalan (Aram) III, produksi padi tahun 2008 ini diprediksikan naik sebesar 3,12 juta ton. Kenaikan produksi pada tahun 2008 ini diperkirakan terjadi di beberapa provinsi terutama Jatim, Jateng, Sulsel, NTB, Jabar, Sumsel, Kalbar dan Sulteng. Kenaikan produksi padi di Jawa sebesar 1,87 juta ton (6,15%) dan luar Jawa sebesar 1,25 juta ton (4,68%). Kenaikan produksi di Jawa disebabkan naiknya luas lahan panen sebesar 77.360 ha (1,36%) dan juga produktivitas sebesar 2,54 kuintal per ha (4,37%). Di luar Jawa, kenaikan produksi diperkirakan terjadi karena peningkatan luas lahan panen seluas 118.620 ha (1,83%) dan produktivitas sebesar 1,15 kuintal per ha (2,79%). (AI)


Rabu, November 19, 2008

Premium turun, tarif angkutan tidak turun

Menurut ekonom dari Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya A Prasetyantoko, langkah pemerintah menurunkan harga BBM jenis premium sebesar Rp500/liter terhitung mulai 1 Desember 2008 tidak akan memberikan dampak signifikan pada perekonomian. Penurunan ini tidak akan terlalu memengaruhi harga jual barang-barang yang dampaknya bisa menekan inflasi. Pasalnya, selain nominal penurunannya kecil, keputusan ini dinilai terburu-buru. Langkah ini hanya akan menyenangkan masyarakat. Sebuah langkah populis tanpa memberikan pengaruh banyak pada perekonomian. Kendati begitu, dia menilai penurunan ini bisa saja berlanjut.

Hal sama diungkap ekonom CSIS Pande Raja Silalahi. Menurutnya, penurunan harga ini akan kecil pengaruhnya pada perekonomian secara keseluruhan. Misalnya pada daya beli masyarakat, atau pada tekanan inflasi. Penurunan ini masih terlalu kecil sehingga dampak yang ditimbulkannya pun tentunya akan kecil. Dia juga melihat penurunan ini dilakukan terlalu terburu-buru. Pasalnya, tren harga minyak masih memiliki kecenderungan untuk naik. Namun Pande melihat positif kebijakan ini karena dengan menyerahkan pada pasar beban kepada anggaran pun akan mengecil.

Penilaian lain diungkapkan ekonom Indef Fadhil Hasan. Keputusan pemerintah menurunkan harga premium harusnya diimbangi penurunan harga solar sebab solar banyak dikonsumsi masyarakat bawah seperti nelayan. Menurutnya, premium turun sekadar untuk menangkap aspirasi saja. Penurunan harga BBM agak terburu-buru sebab waktunya tinggal sebulan untuk realisasi APBN 2008. Sebenarnya pemerintah lebih baik melakukan estimasi perkembangan minyak dunia sebab tidak ada yang tahu apakah harga minyak dunia naik atau turun tahun depan.

Terkait dengan penurunan BBM ini, Dirjen Perhubungan Darat Departemen Perhubungan Suroyo Alimoeso memastikan, pihaknya takkan meninjau ulang penetapan tarif angkutan umum kendati pemerintah telah menurunkan harga BBM jenis premium dari Rp6.000/liter menjadi Rp5.500/liter, kecuali ada penurunan harga solar bersubsidi. Tapi jika pemda ingin menurunkan tarif, regulator takkan melarangnya karena kewenangan penentuan tarif di daerah ada di pemda. Dephub hanya mengatur tarif angkutan antarkota dan antarprovinsi (AKAP). Biasanya tarif AKAP itu jadi acuan pemerintah daerah untuk menentukan tarif angkutan umum di daerahnya.

Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sudaryatmo justru menilai penurunan harga premium harus diikuti penurunan ongkos angkutan umum. Menurutnya, survei menyebutkan belanja masyarakat Indonesia habis 15%-20% untuk transportasi. Faktor mobilitas masyarakat merupakan kebutuhan mendasar untuk melaksanakan aktivitas lainnya seperti untuk mencari nafkah, kesehatan, dan sebagainya.

Ketua Umum Organda Murphy Hutagalung menegaskan tarif angkutan umum tidak mungkin turun hanya karena turunnya harga BBM sebesar Rp500. Pertimbangannya, harga suku cadang yang terlanjur melonjak tinggi setelah kenaikan harga minyak dunia, serta tetap tingginya biaya retribusi. Tarif angkutan umum baru dapat dimungkinkan turun jika pemerintah memberlakukan pembedaan harga BBM kepada angkutan umum. Saat ini biaya operasional yang dikeluarkan untuk BBM mencapai 30% dari total biaya operasional. Sisanya, 15% di antaranya untuk pembelian suku cadang, dan lainnya untuk biaya-biaya perizinan termasuk retribusi.

Sebanyak 70% angkutan transportasi umum dari 1,5 juta anggota Organda menggunakan solar. Premium hanya digunakan oleh angkutan-angkutan kecil saja seperti mikrolet. Saat harga BBM naik tahun lalu, kendaraan berbahan bakar solar yang paling terpukul karena kenaikannya lebih dari 30%. Pihak Organda menginginkan agar rekomendasi yang dikeluarkannya harus diimplementasikan oleh pemerintah, agar para pengusaha angkutan bisa menikmati keuntungan. Rekomendasi tersebut antara lain subsidi BBM untuk angkutan pelat kuning yang berbeda dengan kendaraan lainnya, penertiban perda-perda yang mengenakan retribusi seenaknya oleh pemda, serta penertiban oknum-oknum dan preman yang sering memeras pengusaha angkutan.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Transporter Darat Indonesia (ATDI) Desril Muchtar mengatakan hal yang sama, yakni tidak ada pengaruh sama sekali penurunan harga premium terhadap turunnya harga bahan pokok dan barang kebutuhan lainnya. Truk yang digunakan untuk mengangkutnya masih menggunakan solar. ATDI merupakan asosiasi pengusaha penyedia jasa angkutan barang antarkota dalam wilayah Indonesia, mulai dari bahan makanan hingga barang konsumsi.

Dari Jateng Organda Solo mengatakan tak akan menurunkan tarif angkutan umum, kendati harga premium turun. Menurut Ketua Organda Solo Joko Suprapto, penurunan harga BBM tak akan berpengaruh banyak terhadap tarif angkutan umum. Sebab harga BBM yang diturunkan hanyalah premium, sedangkan mayoritas angkutan darat justru menggunakan solar. Meskipun harga BBM kembali pulih seperti sebelum naik, yakni Rp4.500, belum tentu tarif angkutan juga ikut kembali seperti semula. Sebab permasalahan tarif angkutan tak hanya tergantung harga BBM semata. Salah satunya adalah turunnya minat masyarakat untuk menggunakan angkutan umum, karena kenaikan harga BBM mengakibatnya kenaikan tarif.

Dari Jatim, Komisi B DPRD Kota Surabaya meminta Organda Surabaya dan Dishub Surabaya meninjau kembali tarif angkutan umum. Peninjauan ini terkait dengan penetapan turunnya harga premium per 1 Desember 2008. Menurut anggota Komisi B DPRD Kota Surabaya Yulyani, penurunan harga premium seharusnya tidak hanya dirasakan oleh rakyat Surabaya yang memiliki kendaraan saja, tetapi juga pengguna angkutan umum. Pertimbangannya, bila sedikit kenaikan harga BBM bisa berdampak naiknya tarif, mengapa penurunan tidak berlaku pula. Idealnya penurunan harga bahan bakar diikuti dengan penurunan tarif angkutan secara proporsional.

Kepala Dinas Perhubungan Kota Surabaya Bunari Mushofa mengatakan, pihaknya tidak memiliki kewenangan langsung dalam menentukan tarif angkutan umum. Dishub hanya dapat memfasilitasi tarif yang menjadi usulan pihak Organda dan sejauh ini belum ada usulan untuk diturunkan. Ketua Organda Surabaya Wastomi Suheri mengemukakan, hingga kini pihaknya tidak mungkin menurunkan tarif angkutan umum. Sebab, komponen harga BBM pada biaya operasional angkutan umum hanya sebesar 30%. Artinya, tinggi atau rendahnya harga BBM di pasaran hanya memberikan pengaruh yang kecil bagi biaya operasional angkutan. (AI)

Senin, November 17, 2008

Baja

Departemen Perindustrian mengusulkan tiga mekanisme pengawasan dalam rencana penerapan tata niaga impor baja, yakni pengetatan verifikasi produk, importir terdaftar (IT), dan Importir produsen (IP). Menurut Dirjen Industri Logam Mesin Tekstil dan Aneka Depperin Ansari Bukhari, pihaknya mengajukan usulan tersebut dengan harapan kebijakan itu dapat diimplementasikan pada awal tahun 2009. Dengan adanya tata niaga maka hanya IP dan IT yang diizinkan mengimpor seluruh komoditas baja yang masuk dalam HS No.72 (besi dan baja) dan HS No.73 (produk dari besi dan baja).

Usulan tata niaga tersebut berasal dari industri baja di dalam negeri yang tergabung dalam Indonesian Iron and Steel Industry Associations (IISIA). Mereka mengkhawatirkan adanya pengalihan pasokan baja asal China ke Indonesia yang diperkirakan meningkat tajam seiring dengan pelemahan pasar baja AS dan Uni Eropa yang terguncang krisis finansial. Co-Chairperson Long Product IISIA Ismail Mandry mengatakan, saat ini banyak produsen baja di China yang melakukan floating cargo dan mengarahkan ekspornya ke beberapa pasar alternatif di Asean termasuk Indonesia. Produksi baja terbesar di dunia berasal dari China, yakni sekitar 500 juta ton/tahun. Kalau 10% dari produksi itu dilempar ke Indonesia, industri baja nasional akan hancur.

Jumlah impor produk baja melonjak hingga 20% sepanjang tahun 2008 ini. Parahnya, importasi produk baja tersebut sebagian besar terindikasi melanggar UU Kepabeanan, bahkan banyak juga yang masuk secara ilegal. Diperkirakan impor baja akan terus meningkat, baik yang masuk dengan dokumen manifes maupun membonceng impor produk lain. Jika dibiarkan, maka membanjirnya produk baja impor tersebut dipastikan mengancam industri baja nasional. Produk-produk baja impor dari China, Rusia, India, Taiwan, dan Thailand tersebut meliputi pelat baja, kawat, paku, seng, mur, dan lainnya.

Direktur Jenderal Bea dan Cukai Depkeu Anwar Suprijadi mengatakan, lonjakan impor baja akan terus terjadi karena dipastikan adanya pengalihan ekspor dari negara produsen produk baja seperti China akibat krisis keuangan di AS dan Eropa. Hingga September 2008 ini, impor produk baja meningkat 15% – 20% dari periode yang sama tahun sebelumnya.

Depperin juga mengusulkan bea masuk (BM) produk baja dinaikkan menjadi rata-rata 25% digabungkan dengan rencana pembatasan impor baja mulai tahun 2009 dengan cara pemberlakuan tata niaga. Depperin menilai usulan produsen baja dalam negeri untuk menaikkan BM relevan dengan kondisi saat ini. Produsen baja nasional yang tergabung dalam IISIA meminta pemerintah menaikkan BM produk baja rata-rata 25%. Produk baja hulu diusulkan naik dari 0% menjadi 25%, produk antara naik dari 5% menjadi 30%, dan produk jadi naik dari 7,5% menjadi 35%.

Wakil Ketua Umum IISIA Irvan K Hakim menilai aturan tata niaga impor baja dapat menghemat devisa negara sebesar USD1,5-2 miliar/tahun. Penerapan tata niaga tersebut dapat memaksimal penyerapan hasil produksi domestik, sehingga industri di dalam negeri tetap berproduksi normal. Industri hilir baja nasional saat ini terpukul kelesuan pasar serta penurunan harga jual. Kondisi itu diperparah dengan tingginya beban biaya produksi serta seretnya kredit modal kerja dari perbankan.

Hingga saat ini, sebanyak empat komoditas hilir baja sejak empat tahun terakhir kian mengalami kerugian yang sangat serius, bahkan beberapa perusahaan di antaranya telah menghentikan kegiatan produksi. Keempat sektor itu adalah industri seng baja (baja lapis seng/BjLS), pipa baja, wire rod (kawat baja), dan industri paku, dan kawat. Keempatnya diperkirakan merugi rata-rata sekitar Rp380 miliar/tahun.

Sedikitnya tiga produsen baja nasional mulai memangkas produksi, menyusul merosotnya konsumsi domestik akibat terhentinya sejumlah proyek infrastruktur dan perumahan. Ketiga produsen baja yang memangkas produksi tersebut adalah PT Krakatau Steel, PT Essar Indonesia, dan PT Gunung Garuda. Ketiganya akan memangkas produksi 20%-25% pada kuartal IV/2008. Ketiga perusahan tersebut berkontribusi sangat signifikan terhadap pasar baja nasional. Jika ketiganya memangkas produksi, berarti sedang terjadi penurunan konsumsi di pasar dalam negeri.

Konsumsi baja pada kuartal IV/2008 diprediksi hanya mencapai 800.000 ton - 1 juta ton dibandingkan dengan konsumsi pada kondisi pasar normal yaitu sekitar 1,5 juta ton -1,6 juta ton. Total produksi perusahaan baja nasional pada periode tersebut diperkirakan menyusut menjadi 750.000 ton dari total 1 juta ton/kuartal. Direktur Utama PT Essar Indonesia KB Trivedi mengungkapkan, perusahaannya sudah memangkas kapasitas produksinya hingga 20% memasuki kuartal IV/2008. Sebelumnya, perseroan mampu memproduksi sebanyak 25.000 ton baja, tapi sekarang kapasitas produksi PT Essar Indonesia merosot menjadi 18.000 ton-20.000 ton/bulan.

Direktur Utama PT Krakatau Steel (KS) Fazwar Bujang mengatakan, saat ini KS ikut terimbas kondisi pasar sehingga terpaksa ikut menurunkan produksi. Sejak dua bulan lalu, perusahaannya telah menurunkan kapasitas produksinya sebesar 15% dari total produksi sekitar 2,5 juta ton/tahun. Sementara Direktur Pemasaran PT Gunung Garuda Sujono juga mengungkapkan hal senada. Perusahaannya sudah memangkas produksi antara 60% - 70% hingga tinggal 10.000 ton-15.000 ton/bulan. Sejak awal tahun 2008 hingga September, impor baja ilegal asal China jenis IWF dan H-Beam (baja siku) telah mencapai 30.000 ton - 40.000 ton. Baja jenis ini dijual oleh PT Gunung Garuda dengan harga USD1,200/ton, sedangkan produk China hanya sebesar USD1.050/ton. Murahnya baja China karena kualitasnya sangat buruk.

Penurunan harga baja mendorong industri baja di seluruh dunia menurunkan kapasitas produksinya. Guncangan terhadap bisnis baja ini dipengaruhi turunnya harga minyak mentah dunia ke level di bawah USD70/barel. Berdasarkan informasi dari Middle East Steel (institusi riset baja Timur Tengah) harga baja canai panas (hot rolled coils/ HRC), anjlok dari posisi tertinggi USD1,150/ton menjadi USD730/ton pada pekan kedua Oktober 2008.

Raksasa baja dunia seperti ArcelorMittal di Ukraina memangkas produksi menjadi 50% dan menunda ekspansi. US Steel di Kanada menghentikan produksi blast furnace di Hamilton selama dua bulan. Essar India di Algoma, Kanada, menyetop produksi sementara. Sementara itu, Severstaal di Italia memangkas produksi 30% dan kemungkinan akan merumahkan pekerjanya. Riva di Italia menurunkan produksi 28% dan juga akan memrumahkan karyawan dari Oktober sampai dengan Desember tahun 2008 ini. (AI)

Jumat, November 14, 2008

Irigasi terkena dampak krisis

Untuk mengantisipasi dampak krisis keuangan, Departemen Pertanian berencana memangkas sebagian anggaran perawatan, perbaikan, dan pembangunan infrastruktur tahun 2009. Menurut Direktur Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air (PLA) Departemen Pertanian Hilman Manan, rasionalisasi anggaran untuk infrastruktur pertanian itu belum ditetapkan besarannya, masih menunggu pembahasan pengurangan anggaran di tiap departemen dan lembaga pemerintah nondepartemen.

Rencana alokasi anggaran infrastruktur pertanian pada tahun 2009 di bawah pengelolaan Direktorat PLA sebesar Rp1,1 triliun. Idealnya Rp2 triliun. Namun, rencana alokasi Rp1,1 triliun itu pun akan dipangkas karena pemerintah menginginkan program efisiensi. Program pembangunan yang dilakukan Direktorat PLA terbagi atas tiga aspek, yaitu pengelolaan lahan, pengelolaan air, dan perluasan areal.

Pengelolaan lahan meliputi optimalisasi dan konservasi lahan, sedangkan pengelolaan air meliputi pembangunan jaringan irigasi tingkat usaha tani, irigasi desa, pembangunan tata air mikro, irigasi tanah dangkal, tanah dalam, irigasi bertekanan, irigasi tetes, irigasi air permukaan, dan irigasi partisipatif. Ada juga pembangunan embung, dam parit, sumur resapan, balai subak, pompa hidran, dan sekolah lapang. Sementara aspek perluasan areal meliputi perluasan sawah, pembukaan areal nonsawah, dan pembuatan areal nonsawah.

Menanggapi kebijakan pemerintah memangkas anggaran untuk infrastruktur pertanian, Ketua Umum Wahana Masyarakat Tani Indonesia (Wamti) Agusdin Pulungan menyatakan hal itu sebagai langkah mundur pembangunan pertanian. Menurutnya, infrastruktur pertanian, khususnya irigasi, terkait erat dengan upaya meningkatkan pendapatan petani karena irigasi yang baik akan mendukung peningkatan produktivitas.

Hal senada dikemukakan Ketua Dewan Pertimbangan Organisasi Himpunan Kerukunan Tani Indonesia Siswono Yudo Husodo. Perluasan lahan pertanian dan pembangunan irigasi adalah kunci pembangunan pertanian dalam mendukung ketahanan pangan. Pada prinsipnya, perawatan, perbaikan, dan pembangunan infrastruktur dasar merupakan prioritas. Tanpa melaksanakan program itu, program pembangunan pertanian tak bisa dilaksanakan optimal, seperti program pengembangan usaha agrobisnis pedesaan, lembaga mandiri dan mengakar di masyarakat, serta program pembiayaan pertanian.

Pada dasarnya kondisi irigasi nasional masih belum baik. Gubernur Jabar Ahmad Heryawan mengeluhkan kondisi infrastruktur pendukung produksi padi di Jawa Barat yang kondisinya kurang memadai. Sekitar 50% jaringan irigasi di Jabar harus diperbaiki. Sebagai upaya memandirikan Jabar, pembangunan infrastruktur akan difokuskan terutama untuk perbaikan jalan, irigasi, dan pengelolaan sampah. Dari ketiga hal tadi, perbaikan irigasi menjadi hal utama yang harus segera dilakukan, terutama untuk perbaikan lahan kritis.

Dengan irigasi yang diperbaiki, maka 30% sawah di Jabar yang belum berproduksi baik dapat menghasilkan hasil beras yang lebih baik. Perbaikan kondisi irigasi ini untuk memenuhi target produksi padi Jabar tahun 2008. Tahun ini produksi padi di Jabar ditargetkan 10,55 juta ton atau bertambah 550 ribu ton dari tahun 2007. Jumlah ini dihasilkan di lahan seluas 1,8 juta ha. Untuk memenuhi target itu, produktivitas petani minimal 5,7 ton/ha dengan kebutuhan benih sebanyak 4,6 juta ton.

Sementara itu ratusan hektar lahan pertanian dengan sistem saluran irigasi di wilayah Kecamatan Teweh Tengah Kabupaten Barito Utara (Barut) Kalimantan Tengah terlantar. Menurut Kepala Dinas Pertanian Perikanan dan Peternakan Barut Jainal Abidin, sebagian besar lahan yang terlantar itu bukan milik petani melainkan mantan pejabat dan warga luar daerah. Kawasan lahan tersebut luasnya mencapai 1.163 ha tersebar di Desa Trinsing 688 ha, Trahean 175 ha, dan Transbangdep 300 ha. Dari luas itu, sekitar 775 ha sangat potensial untuk persawahan dan kolam ikan karena sudah tersedia saluran irigasi melalui Dam Trinsing dan Trahean yang dibangun dengan dana miliaran rupiah.

Saat ini kawasan persawahan di desa eks transmigrasi itu hanya 140 ha untuk Desa Trinsing dan Trahean masing-masing 60 ha, sedangkan Transbangdep hanya 20 ha dengan 162 KK petani yang mampu mengairi persawahan seluas ratusan hektar. Para petani setempat tidak bisa mengembangkan kawasan untuk bercocok tanam khususnya persawahan karena lahan setempat sudah dimiliki orang lain, bahkan dilengkapi sertifikat. Para pemilik tidak memanfaatkan lahan itu dan dibiarkan terlantar.

Dari Jember, Jatim dikabarkan keamanan jaringan irigasi di Jember masih harus ditingkatkan. Pasalnya, selama tahun 2007, sebanyak 96 buah pintu air pada jaringan irigasi di Jember hilang. Kepala Dinas Pengairan Jember Rasyid Zakaria menerangkan, pencurian pintu air saluran irigasi di Jember cukup marak. Aksi pencurian tersebut mayoritas dilakukan berkelompok, bahkan saat beraksi ada yang membawa kendaran roda empat.

Harga sebuah pintu air jika diloakkan cukup mahal. Karena pintu air saluran irigasi terbuat dari besi yang dicampur kuningan. Sehingga harganya lebih mahal daripada besi. Pihak Dinas Pengairan Jember mengakui, pihaknya tidak bisa mengawasi semua pintu air jaringan irigasi di Jember. Pasalnya, jumlah pintu air se-Jember mencapai ribuan buah. Arealnya pun sangat luas, sedangkan jumlah petugas dinas pengairan di daerah tersebut sangat terbatas. Apalagi aksi pencurian itu kebanyakan dilaksanakan pada malam hari, berkelompok, dan membawa senjata tajam.

Di Jateng, Waduk Pacal di Desa Kedungsumber Kecamatan Temayang, Bojonegoro yang dibangun Belanda pada tahun 1933, semula mampu menampung air hujan sebanyak 43 juta m3, tetapi akibat terjadinya sedimentasi sekarang ini Waduk Pacal hanya mampu menampung air sekitar 23 juta m3. Hal ini jelas mempengaruhi kemampuan irigasi pengairan di daerah suplesinya. Sebelumnya kemampuan irigasi waduk mencapai 17.900 ha mulai saluran kiri di sejumlah desa di Kecamatan Sukosewu, Kapas, sedangkan saluran kanan melewati sejumlah desa di Kecamatan Balen, Sumberrejo, Kepohbaru, dan Baureno. Saat ini areal pertanian yang mampu diairi menyusut menjadi 16.683 ha. Selama kurun waktu 75 tahun terjadi pengurangan kemampuan irigasi waduk Pacal seluas 1.000 ha lebih. (AI)



Senin, November 10, 2008

Nasib pekerja migran

Laju pertumbuhan tenaga kerja dan ketersediaan lapangan kerja di dalam negeri yang tidak seimbang, membuat jumlah pekerja migran diperkirakan akan terus meningkat. Menurut Labour Economist Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) Kee Beom Kim, jumlah pekerja migran Indonesia yang terdata akan meningkat menjadi 10 juta orang pada tahun 2015 dari sekitar 4,3 juta orang pada tahun 2007.

Sementara itu Direktur Eksekutif Migrant Care - organisasi yang memantau dan memberikan bantuan kepada buruh migran - Anis Hidayah mengatakan, laju pertumbuhan migrasi tenaga kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri, menunjukkan ketidakmampuan pemerintah menyediakan lapangan kerja bagi rakyatnya. Sebagian besar tenaga kerja yang bermigrasi tersebut masih akan bekerja pada sektor-sektor informal, bukan sektor formal yang membutuhkan pekerja dengan keahlian.

Padahal pemerintah mendorong migrasi tenaga kerja ke luar negeri karena mendatangkan keuntungan berupa remitansi atau kiriman uang dari para tenaga kerja tersebut di luar negeri. Di sisi lain pemerintah juga mengabaikan tingkat kesejahteraan pekerja migran tersebut. Kualitas hidup pekerja migran dan keluarganya tidak serta merta-membaik, setelah mereka bekerja di luar negeri. Tingkat pendidikan bagi keluarga para pekerja migran juga tidak diperhatikan oleh pemerintah, sehingga anak-anak mereka dipastikan akan mengalami nasib yang sama dengan orang tuanya. Pekerja migran merupakan salah satu solusi yang dipilih pemerintah untuk mengatasi masalah pengangguran, akibat minimnya lapangan kerja yang tersedia di dalam negeri.

Desakan liberalisasi pekerja migran di dunia ini merupakan faktor yang tidak bisa dielakkan oleh negara-negara maju. Kebutuhan akan pekerja asing pada sektor formal seperti bidang konstruksi, pengeboran lepas pantai, pekerja bidang kesehatan, dan pekerja formal sektor lainnya merupakan keniscayaan zaman (necessary conditon). Setelah liberalisasi bidang keuangan dan perdagangan, kini dunia sedang menghadapi keterbukaan negara-negara industri maju seperti Eropa, AS, Kanada, dan Jepang untuk membuka diri terhadap kehadiran tenaga kerja migran, khususnya dari Indonesia.

Sayangnya, jumlah tenaga kerja bermasalah meningkat seiring dengan naiknya jumlah TKI yang mengadu nasib di negeri seberang. Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) mencatat, tenaga migran Indonesia pada tahun 2008 sebanyak 196.635 orang. Dari jumlah itu, yang terbanyak adalah ke Malaysia (66.816 orang) dan Arab Saudi (60.014 orang). Menakertrans Erman Soeparno menyatakan, jumlah pekerja migran yang bermasalah pada tahun 2008 ini diperkirakan mencapai 80.000 orang. Padahal, pada tahun 2007 hanya sekitar 36.000 orang.

Permasalahan yang terjadi juga bermacam-macam. Dari soal gaji, masalah dengan majikan, hingga penyalahgunaan paspor. Di Singapura, misalnya, perusahaan yang menjadi agen tenaga kerja memotong upah mereka hingga hanya tersisa SGD10 atau sekitar Rp700.000, dan ini berlangsung hingga delapan bulan. Setelah itu, barulah para pembantu itu mendapat gaji secara utuh. Kalau penuh, para pembantu itu bisa menerima rata-rata SGD300 hingga SGD350/bulan. Pemotongan itu adalah ganti biaya perjalanan dan administrasi mereka ke Singapura.

Aturan seperti itu sebenarnya melanggar konvensi ILO. Recruitment fee seperti itu hanya akal-akalan untuk menangguk keuntungan yang besar. Selama pengiriman TKI ini memberikan keuntungan yang luar biasa, selama itu pula masalah TKI tidak akan bisa diselesaikan. Tidak berhenti sampai di situ, para pekerja migran itu juga dicurangi oleh sistem ketika pulang kampung. Seperti banyaknya prosedur dan tarif yang diterapkan ketika melewati terminal kedatangan Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta.

Lemahnya pengawasan dan perlindungan pemerintah Indonesia kepada pekerja rumah tangga yang dikirim ke luar negeri juga mengakibatkan banyak ditemui kejadian yang mirip praktik perbudakan, termasuk kasus kekerasan maupun pelecehan seksual yang dialami pekerja migran. Hasil temuan itu diungkapkan oleh Human Right Watch (HRW) yang baru saja melakukan penelitian di Arab Saudi selama dua tahun, mulai Desember 2006 sampai Maret 2008, tentang perlakuan yang didapatkan para pekerja migran di Arab Saudi.

Temuan itu didasarkan setelah HRW mewawancarai 86 pekerja rumah tangga migran. HRW menyimpulkan bahwa ada 36 pekerja yang mengalami tindak kesewenang-wenangan dari para majikan yang berakibat pada terjadinya kerja paksa, trafficking atau kondisi upah yang tidak dibayarkan, mirip seperti kondisi perbudakan. Menurut peneliti senior dari Divisi Hak Perempuan HRW Nisha Varia, bila bernasib baik perempuan migran di Arab Saudi dapat menikmati kondisi kerja yang baik juga. Akan tetapi sebaliknya, apabila bernasib buruk atau mempunyai majikan yang kejam, maka mereka akan diperlakukan seperti layaknya seorang budak.

Oleh karena itu HRW bekerja sama dengan LSM lokal yang dalam diskusi tersebut diwakili oleh Komisi Nasional (Komnas) Perempuan mengajak semua elemen, baik itu yang berada di luar maupun dalam negeri untuk lebih peduli dalam memperjuangkan pembaharuan sistem yang lebih kondusif dalam menjaga hak-hak asasi para pekerja migran. Pemerintah Arab Saudi memiliki beberapa usulan pembaruan, akan tetapi selama bertahun-tahun mempertimbangkan usulan tersebut tanpa ada satu tindakan apapun. Untuk itu, HRW berharap adanya kerja keras dari semua pihak, baik itu pemerintah Indonesia maupun Arab Saudi dalam mereformasi bidang perburuhan, keimigrasian dan peradilan pidana untuk melindungi hak-hak para pekerja rumah tangga migran.

Senada dengan Anis Hidayah, Sri Moertiningsih Adioetomo, peneliti dari Lembaga Demografi Universitas Indonesia mengatakan, sebagian besar angkatan tenaga kerja Indonesia bekerja di sektor yang rentan (vulnerable employment). Bagaimana bisa diharapkan orang-orang tua yang bekerja di sektor yang rentan itu, dengan pendapatan yang sangat minim bisa memberikan pendidikan yang baik kepada anaknya. Anak-anak mereka akan mengalami nasib yang sama dengan orang tuanya.

Kalau pekerja migran dianggap sebagai satu jalan yang strategis untuk mengatasi masalah pengangguran, pemerintah harus menunjukkan komitmen, yakni dengan memberikan para pekerja migran perlindungan yang memadai dan lebih memperhatikan kesejahteraan mereka. Kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) yang kerap terjadi pada beragam jenis industri di dalam negeri, serta permasalahan outsourcing yang belum bisa diatasi pemerintah telah membuat migrasi ke luar negeri menjadi pilihan para pekerja yang kehilangan pekerjaannya. (AI)


Beras

Menteri Pertanian Anton Apriyantono mengatakan, pemerintah akan mendorong peningkatan produksi beras berkualitas tinggi, antara lain beras organik untuk mendukung rencana ekspor beras tahun 2009. Sementara itu, jenis beras yang dikonsumsi mayoritas masyarakat, seperti beras jenis IR, lebih diutamakan untuk penguatan cadangan beras dalam negeri. Upaya tersebut sebagai bagian dari langkah pemerintah menerapkan pengamanan neraca pembayaran dan menggenjot ekspor sebagai antisipasi krisis finansial global.

Sebelumnya Dirut Bulog Mustafa Abubakar khawatir dengan ancaman terhadap realisasi rencana ekspor beras akibat turun drastisnya harga beras di pasar global. Tingginya harga pembelian pemerintah (HPP) beras dikhawatirkan akan membuat harga beras di dalam negeri lebih tinggi dari harga beras internasional. Untuk itu Deptan diharapkan berupaya lebih keras lagi meningkatkan kualitas gabah maupun kualitas beras petani. Beras berkualitas tinggi akan mampu bersaing di pasar internasional.

Stok beras yang saat ini di gudang Bulog cukup untuk konsumsi sampai enam bulan ke depan. Jumlah beras yang masuk ke gudang Bulog sampai pada hari ini mencapai 1,8 juta ton, sehingga total realisasi pengadaan beras sampai hari ini mencapai 2,8 juta ton. Dengan demikian, ketersediaan beras pada tahun 2008 ini tidak akan berpengaruh pada kemungkinan adanya kekeringan maupun banjir. Amannya stok beras dalam negeri juga karena ketatnya pengamanan impor beras ilegal karena adanya disparitas harga beras dengan negara tetangga. Impor beras saat ini masih dibatasi dan perdagangan beras di daerah perbatasan pun diawasi dengan ketat.

Dari Kepulauan Riau (Kepri) diberitakan Bulog Divisi Regional Riau Kepri menjamin stok beras untuk daerah ini untuk tiga bulan ke depan dalam kondisi aman dan terkendali. Begitu juga dengan beras untuk bencana alam senantiasa siaga di gudang Bulog. Oleh karena itu, masyarakat tidak perlu khawatir kekurangan beras hingga awal tahun mendatang. Menurut Kepala Bulog Divre Riau-Kepri Husin Harahap, saat ini stok beras yang ada mencapai 13 ribu ton, yang diprediksi bisa tercukupi hingga bulan Desember 2008 mendatang.

Untuk harga pendistribusian masing-masing antara Rp6.000/kg sampai Rp7.000/kg, prioritas utama yang dijaga Bulog adalah untuk peredaran di pasar-pasar tradisional dengan pertimbangan banyak masyarakat yang membeli beras tersebut di pasar-pasar tradisional, sehingga masyarakat membeli beras tersebut sesuai dengan harga standar yang ditetapkan Bulog. Untuk beras yang akan digunakan masyarakat yang tertimpa bencana alam juga tersedia dalam jumlah memadai dan siap dikeluarkan dan disalurkan kepada masyarakat yang membutuhkannya. Untuk beras cadangan bencana alam ini ada dua katagori masing-masing dari gubernur tersedia sebanyak 200 ton, sedangkan dari bupati/wali kota sebanyak 100 ton.

Perum Bulog memperkirakan tahun 2009 masih dibutuhkan beras impor sekitar 400 ribu ton. Jumlah itu berdasar hitungan stok saat ini dan angka ideal stok beras. Stok beras nasional dinilai aman pada angka 2 juta ton. Saat ini stok beras sebanyak 1,613 juta ton. Setelah dipotong program beras untuk rakyat miskin tahun ini diperkirakan masih tersisa stok sekitar 1,2 juta ton pada tahun 2009. Untuk tahun 2008 ini, dari rencana impor beras 1,5 juta ton sesuai izin, sudah terealisasi 981,5 juta ton sisanya dalam perjalanan. Namun masih ada 105 ribu ton beras impor yang belum ada kontraknya sehingga perlu kontrak baru.

Dalam upaya membantu masyarakat miskin membeli beras, Perum Bulog mengembangkan warung desa (wardes). Rendahnya daya beli masyarakat miskin membuat mereka kesulitan menebus beras untuk rakyat miskin (raskin) dengan jatah 15 kg/keluarga, meski harga raskin Rp1.600/kg. Dengan adanya wardes, masyarakat bisa membelinya secara mengangsur dalam beberapa kali pembelian. Saat ini di seluruh Indonesia terdapat 152 proyek percontohan wardes dengan total dana Rp1,2 miliar. Pada November 2008 akan dievaluasi keefektifan program tersebut. Selanjutnya, pengembangannya akan melibatkan pemda, khususnya dalam pendanaan.

Alokasi raskin merupakan 95% dari total pengadaan sekitar 3,44 juta ton, dengan sasaran penerima manfaat sekitar 19 juta rumah tangga miskin atau diperkirakan mencakup lebih dari 76 juta jiwa. Distribusi raskin harus memenuhi lima unsur, yakni tepat sasaran, tepat jumlah, waktu, harga, dan administratif. Untuk mencegah penyimpangan, Perum Bulog membuat kemasan karung 15 kg agar tidak dibuka sebelum sampai ke keluarga miskin. Bulog membiayai distribusi hingga ke titik distribusi. Dari titik distribusi ke penerima manfaat, merupakan tanggung jawab Pemda.

Pemerintah menetapkan target produksi beras tahun 2009 sebesar 40 juta ton, naik sekitar 4 juta ton dari perkiraan produksi tahun 2008. Direktur Jenderal Tanaman Pangan Departemen Pertanian Sutarto Alimoeso mengatakan, apabila target produksi beras tahun 2009 tercapai, Indonesia bisa segera mengekspor beras. Kalaupun nantinya harga beras di pasar internasional lebih rendah dari harga beras produksi dalam negeri, Sutarto meminta agar pemerintah tidak segan-segan memberikan subsidi ekspor. Kebijakan itu harus ditempuh agar petani tetap semangat menanam padi. Meski nantinya produksi beras melimpah, mereka tidak akan takut lagi terjadi kejatuhan harga.

Ketua Dewan Pertimbangan Organisasi Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Siswono Yudo Husodo mengingatkan, pemerintah jangan terlalu bangga dengan angka kenaikan produksi beras. Peningkatan produksi beras tahun 2007 dan tahun 2008 rata-rata 4%, bukan semata keberhasilan program pemerintah seperti bantuan benih dan subsidi pupuk. Akan tetapi, juga dipengaruhi naiknya harga beras di pasar dunia dan domestik yang mendorong petani giat menanam padi.

Kondisi tahun 2009 masih harus dicermati lagi. Jika harga beras naik, HKTI optimistis target produksi akan tercapai. Mengacu pada optimisme tersebut, pada 17 Oktober 2008 lalu Deptan membuat kesepakatan dengan para kepala dinas pertanian di tingkat provinsi. Dalam ”Pertemuan Yogyakarta” itu disepakati target produksi beras tahun depan sebanyak 40 juta ton atau setara 63,5 juta ton gabah kering giling (GKG). Produksi sebanyak itu akan dihasilkan dari pertanaman padi pada lahan seluas 12,69 juta ha dengan luas panen 12,4 juta ha dan produktivitas 5,1 ton/ha. Luas tanam 12,69 juta ha itu naik 100.000 ha dibanding tahun 2008. Luas pertanaman padi hibrida akan ditingkatkan dari 300.000 ha menjadi 500.000 ha. (AI)


Jumat, November 07, 2008

Indonesia menjadi basis elektronik dunia

Pelaksana Jabatan Menteri Koordinator Perekonomian Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pemerintah segera memberikan insentif fiskal untuk membantu para pengusaha menekan dampak krisis finansial global. Pemerintah selalu mengevaluasi kebijakan yang telah dikeluarkan di tengah situasi perekonomian saat ini yang masih diliputi ketidakpastian. Dampak resesi dunia pascakrisis finansial di AS dan tren penurunan harga-harga komoditas akan menekan kinerja sektor riil.

Insentif dapat berupa pemotongan pajak ekspor maupun cukai, perubahan tarif bea masuk, serta pemberian subsidi untuk komoditas tertentu. Kebijakan itu akan disesuaikan dengan masing-masing komoditas agar beban produsen sebagian berkurang. Sektor yang padat karya seperti elektronik dan tekstil memiliki tantangan yang berbeda dengan komoditas lain. Pengusaha harus melakukan banyak penyesuaian seiring krisis global saat ini. Penyesuaian di pos penerimaan perlu segera dilakukan pengusaha di sektor komoditas, seperti minyak sawit mentah (CPO), seiring tren pelemahan harga. Langkah itu penting agar dapat bertahan di tengah kondisi dunia yang belum menentu.

Pemerintah sebenarnya telah memberikan insentif pajak kepada pengusaha baru-baru ini melalui PP No.62 Tahun 2008 tentang Pemberian Fasilitas Pajak Penghasilan (PPh) untuk Penanaman Modal di Bidang Usaha Tertentu dan Daerah Tertentu. Pemerintah memperluas bidang usaha yang memperoleh insentif menjadi 116 bidang dan 41 bidang usaha diantaranya dari sektor pertanian, perikanan, dan elektronik. Menurut Direktur Industri Alat Transportasi dan Telematika Budi Darmadi, sektor elektronik mendapat tiga insentif, yaitu penghapusan pajak penjualan barang mewah (PPnBM) untuk produk elektronik tertentu, bea masuk ditanggung pemerintah (BM DTP) atas impor barang dan bahan untuk pembuatan komponen elektronik, serta pembebasan pajak penghasilan untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan di daerah-daerah tertentu sebesar 30% selama 3 tahun.

Tiga produk elektronik yang mendapat penghapusan PPnBM, yaitu televisi (termasuk layar monitor komputer), mesin cuci, dan kamera digital. Hal ini tertuang dalam Permenkeu No.137/PMK.011/2008 tertanggal 7 Oktober 2008. Ketiga produk elektronik itu dipilih karena permintaannya cukup besar. Peraturan itu mengubah batasan jenis produk yang memperoleh pembebasan PPnBM. Sebelumnya, televisi berukuran 21 inci ke atas tidak mendapatkan penghapusan pajak. Untuk mesin cuci, batasan bebas pajak diperluas hingga mesin cuci berkapasitas 10 kg dari sebelumnya 6 kg. Produk kamera digital yang bebas pajak diperluas hingga maksimal harga kamera Rp2 juta.

Kebijakan BM DTP diatur dalam Permenkeu No.141/PMK.011/2008 tertanggal 7 Oktober 2008. Ada 146 jenis bahan baku yang mendapat fasilitas ini. Sementara itu, fasilitas bebas pajak penghasilan dapat dinikmati oleh industri panel televisi plasma, televisi LCD, televisi organic light emitting diode, dan industri baterai tertentu di Jawa Barat. Hal ini merujuk pada PP Republik Indonesia No.62 tahun 2008 tertanggal 23 September 2008. Kebijakan ini bakal mengurangi penyelundupan barang elektronik dan meningkatkan penjualan dalam negeri sehingga kegiatan investasi sektor elektronik tetap bergairah.

Sebelumnya pemerintah menargetkan pertumbuhan industri elektronik sekitar 13,15% pada periode 2005-2009 dengan target investasi mencapai USD2,5 miliar dengan harapan mampu menciptakan 15.000 lapangan kerja baru per tahun. Menurut Menperin Fahmi Idris, industri elektronika konsumsi dan komponennya merupakan industri prioritas yang akan dikembangkan sesuai dengan Kebijakan Pengembangan Industri Nasional. Saat ini ada sekitar 230 perusahaan di bidang elektronik yang beroperasi di Indonesia. Untuk itu, pemerintah telah berupaya menciptakan iklim yang kondusif, khususnya terkait dengan perpajakan, insentif fiskal, dan undang-undang ketenagakerjaan.

Di samping itu, pemerintah juga mengarahkan agar industri elektronika yang selama ini banyak terdapat di Pulau Jawa dan Batam lebih menyebar ke daerah lain melalui PP No.1 Tahun 2007 yang memberi insentif fiskal bagi industri tertentu dan/atau di daerah tertentu terutama di luar Pulau Jawa. Sampai saat ini dari target investasi sebesar USD2,5 miliar selama 2005-2009 telah tercapai sekitar 70%. Sejumlah perusahaan baik dari Jepang, Korea Selatan, dan China, seperti Sharp, LG, dan Changhong, telah menanamkan dan menambah investasinya di Indonesia.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Elektronik Indonesia Rahmat Gobel mengatakan krisis keuangan di AS bisa menyebabkan ekspor turun hingga 20%. Saat ini tidak ada investasi baru yang masuk di industri elektronik sehingga pemerintah perlu memikirkan solusi atas hal ini. Selain itu, pemerintah mesti mengamankan pasar elektronik di dalam negeri dengan menetapkan kewajiban Standar Nasional Indonesia, memperlancar birokrasi di pelabuhan untuk barang-barang ekspor dan impor bahan baku, serta mengawasi impor ilegal. Sekitar 50% barang elektronik Indonesia impor dan 90%-nya ilegal.

Di tengah tren pelemahan nilai tukar rupiah, produk elektronik menjadi salah satu andalan dalam mendongkrak pertumbuhan ekspor Indonesia. Bahkan, Indonesia berpeluang menjadi basis industri elektronik dunia. Industri elektronik di dalam negeri memiliki beberapa produk yang cukup kuat di pasar ekspor. Misalnya, ekspor printer Indonesia tahun ini bisa mencapai USD1 miliar. Ekspor kamera digital diperkirakan USD500 juta, sedangkan nilai ekspor televisi dan monitor hampir USD2 miliar. Ekspor elektronik diharapkan bisa mencapai USD7 miliar tahun 2008 ini.

Hingga pertengahan tahun 2008 ini, ekspor elektronik nasional mencapai USD2,9 miliar (sekitar Rp29 triliun). Meski tinggi, target ekspor elektronik tahun ini lebih rendah ketimbang tahun lalu yang mencapai USD7,2 miliar (sekitar Rp72 triliun). Kondisi ekonomi global membuat target ekspor elektronik diturunkan. Tahun ini Depperin menargetkan ekspor elektronik untuk produk konsumsi senilai USD1,8 miliar. Kemudian ekspor produk elektronik untuk keperluan industri USD1,7 miliar, serta ekspor komponen dan bagian elektronik USD3 miliar.

Potensi pertumbuhan ekspor produk elektronik di tengah krisis masih sangat besar karena pasar utamanya bukan hanya ke AS. Tapi, Indonesia memiliki 30-40 negara tujuan ekspor. Dengan potensi itu, Indonesia berpeluang menjadi basis elektronik dunia. Hal itu terlihat dari naiknya investasi industri elektronik. Pada tahun 2005 nilai investasi industri elektronik mencapai USD359 juta. Angka itu melonjak menjadi USD481 juta pada tahun 2006 dan USD500 juta pada tahun 2007. Tahun 2008 ini investasi industri elektonik diprediksi USD1 miliar. (AI)

Rabu, November 05, 2008

Sektor farmasi mau dikeluarkan dari DNI

Kalangan pengusaha farmasi lokal meminta pemerintah mempertahankan sektor ini dalam daftar negatif investasi (DNI) kecuali jika ada perusahaan asing yang berminat menanamkan modal untuk penyediaan bahan baku. Hal ini disampaikan Ketua Pembina Majelis Kode Etik Gabungan Pengusaha Farmasi (GP Farmasi) Syamsul Arifin yang menyatakan, pemerintah tidak perlu mengeluarkan farmasi dari DNI jika hanya bertujuan untuk memberikan akses pasar ke perusahan asing. Pasalnya, permintaan obat-obatan di pasar domestik sejauh ini sudah mampu dipenuhi oleh produsen lokal yang jumlahnya lebih dari 200 perusahaan.

Berdasarkan Perpres No.111/2007 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal, industri farmasi termasuk dalam daftar bidang usaha yang terbuka dengan syarat. Ketentuan tersebut meliputi perkebunan, industri obat jadi, industri pembuatan bahan baku obat, termasuk industri farmasi yang memproduksi narkotika. Sementara sektor-sektor manufaktur yang sama sekali tertutup untuk penanaman modal adalah industri bahan kimia yang dapat merusak lingkungan, seperti penthachlorophenol, DDT, CFC/chloro fluoro carbon, industri bahan kimia skedul I untuk senjata kimia.

Jika memang pemerintah berniat mengeluarkan sektor farmasi dari DNI, sebaiknya kebijakannya diarahkan pada upaya untuk menggiring investor asing agar mengembangkan industri penyedia bahan baku obat. Dengan kebijakan ini, pasar pabrikan obat lokal tidak akan terganggu, bahkan mereka akan mendapat kemudahan dalam mengakses bahan baku yang lebih murah.

Sementara itu Direktur Eksekutif International Pharmaceutical Manufacturers Group (IPMG) - lembaga yang beranggotakan 29 perusahaan farmasi asing - Parulian Simanjuntak mengatakan, kondisi pasar farmasi Indonesia saat ini sudah berubah dibanding saat ketentuan DNI dibuat. Dari 10 perusahaan farmasi terbesar di Indonesia, hanya satu yang merupakan perusahaan asing. Atas dasar ini IPMG mempertanyakan mengapa sektor farmasi masih harus dikapling-kapling seperti saat ini. Sementara jika ingin menarik pabrikan asing masuk ke sektor pengolahan bahan baku farmasi, pemerintah harus memberikan insentif mengingat pasar obat Indonesia kecil untuk punya pabrik bahan baku sendiri. Berbeda dengan India dan China yang mampu memenuhi 60% kebutuhan bahan baku global.

Desakan agar pemerintah membuka keran investasi di sektor farmasi ini muncul saat Vice President US-Asean Business Council William Marmon bertemu Wapres Jusuf Kalla dan Menperin Fahmi Idris. Menperin menjelaskan sektor farmasi di Indonesia yang selama ini dinyatakan tertutup oleh investor asing, akan dibuat lebih fleksibel terhadap masuknya investasi baru. Pemerintah akan mempertimbangkan sektor industri farmasi untuk dikeluarkan dari DNI guna mendongkrak pertumbuhan investasi langsung (foreign direct investment).

Sejumlah perusahaan farmasi AS masih melihat Indonesia sebagai pasar produk farmasi yang besar di Asean. Keadaan tersebut dipastikan akan meningkatkan gairah investasi dan ekspansi sektor ini di Indonesia. Di samping itu, rekomendasi tersebut bertujuan untuk meningkatkan kehadiran industri farmasi berbasis riset di Indonesia dalam menyediakan obat-obat baru untuk kanker, AIDS, penyakit infeksi, penyakit kardiovaskular, hingga menyediakan kesempatan kerja serta memperluas informasi ilmiah terbaru tentang produk dan jasa sektor itu.

Selain meminta agar Indonesia meninjau ulang untuk membuka kembali investasi asing di sektor farmasi, mereka juga meminta hal yang sama untuk bisnis rumah sakit. Untuk membahas isu ini, Ketua BKPM M. Lutfi menyatakan akan menemui Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari. Menurutnya, inefisiensi di sektor industri farmasi dan rumah sakit di Indonesia membuat belanja biaya perawatan kesehatan orang Indonesia yang dihabiskan di luar negeri mencapai USD4 miliar/tahun. Industri farmasi dan kesehatan dengan situasi saat ini, menyebabkan industri ini di Indonesia menjadi tidak efisien dan kalah bersaing.

Di sisi lain, Menkes menilai industri dalam negeri belum siap menghadapi pasar bebas. Karena itu dia meminta harmonisasi regulasi industri farmasi dalam menghadapi pasar bebas ASEAN ditunda. Menkes tidak percaya dengan klaim GP Farmasi, sebanyak 80% dari sekitar 200 industri sudah memiliki standar internasional. Pasalnya, jika klaim itu benar, industri farmasi telah menguasai Asia tanpa perlu harmonisasi.

Karena dengan melakukan harmonisasi, artinya justru menyediakan pasar bagi negara-negara Asia. Jika industri belum siap, harmonisasi hanya akan menguntungkan industri yang berskala besar tetapi yang kecil akan mati karena kalah bersaing. Menkes meminta industri belajar dari India dan China yang tidak membuka diri untuk perdagangan bebas sebelum siap bersaing. Jika industri telah mampu melayani pasar domestik dengan baik maka ekspor akan mengalir dengan sendirinya. Saat ini pasar farmasi di Indonesia sekitar 40 juta jauh lebih besar dibandingkan Singapura yang hanya 3 juta maupun Malaysia yang sepertiga dari pasar Indonesia.

Industri farmasi tampaknya harus mulai menyesuaikan diri dengan lansekap persaingan baru dan tidak hanya mengandalkan riset dan pengembangan (R&D) internal untuk menemukan obat baru. Berdasarkan data dari lembaga riset pasar farmasi Datamonitor, 20 besar perusahaan farmasi teratas di kancah dunia semakin bergantung pada produk berlisensi untuk penjualan obat etikal (resep dokter). Pada tahun 2002, sekitar 17,5% dari penjualan mereka diperoleh dari produk berlisensi. Pada tahun 2006, porsinya meningkat menjadi 22% dan diperkirakan akan mencapai 26% pada tahun 2010.

Tren lain yang menarik perhatian adalah pembelian lisensi (licensing deal) obat yang sebagian besar terjadi di fase pengembangan klinis. Sebanyak 41% dari persetujuan bisnis dilakukan pada fase ini. Jika dilihat lebih jauh, tipe deal yang terjadi umumnya dalam bentuk membeli lisensi (in-licensing) dan menjual lisensi (out-licensing). Artinya, pembeli lisensi mengambil alih seluruh kewajiban untuk pengembangan lebih jauh dari produk tersebut dan dampak komersialnya.

Dalam hal lisensi produk, persetujuan pengembangan bersama (co-development) telah meningkat sejak tahun 2002, sementara in-licensing murni telah menurun sejak tahun 2003. Ini berarti perusahaan farmasi semakin bergerak ke hulu dalam pemburuan lisensi. Di level Asean, saat ini permainan didominasi oleh perusahaan multinasional dan hanya tiga perusahaan dari Indonesia yang bertahan dalam daftar Top-20, yakni Kalbe Farma, Dexa Medica, dan Sanbe. (AI)

Senin, November 03, 2008

Susu

Hampir semua orang tahu, susu sangat berperan dalam kesehatan dan kesejahteraan manusia karena mengandung banyak nutrisi yang dibutuhkan oleh manusia untuk tumbuh dan berkembang. Susu juga mengandung senyawa bioactive yang juga dibutuhkan untuk kesehatan orang dewasa. Di negara-negara maju, minum susu dan menyantap produk-produk susu sudah menjadi bagian dari pola makan mereka sehari-hari. Susu mempunyai pengaruh positif terhadap berbagai macam organ tubuh manusia, seperti jantung dan ginjal. Kalsium yang dikandung dalam susu mempunyai pengaruh positif terhadap kedua organ ini. Pasokan kalsium yang cukup sangat penting untuk mencegah batu ginjal, karena meningkatkan oksalat, menurunkan absorbsi serta sekresi dalam urin.

Atas kebaikan-kebaikan tersebut, produksi susu harus dikembangkan di Indonesia, karena dapat membantu perekonomian rakyat di pedesaan, membantu mengentaskan kemiskinan dengan memberi pendapatan harian dari hasil penjualan susu, serta membantu mengatasi masalah ketahanan pangan. Sayangnya, ada kendala yang menghambat perkembangan industri persusuan di Indonesia, antara lain terbatasnya pasokan bibit sapi perah unggul. Selama ini tidak ada perusahaan atau investor yang tertarik untuk berinvestasi membangun industri pembibitan sapi perah, karena perputaran modal yang lama.

Menurut Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Deptan Chairul Rachman, produksi susu nasional baru menutupi 25% kebutuhan nasional, selebihnya diimpor dari Australia dan Selandia Baru. Setiap tahunnya, Indonesia membutuhkan sekitar 2,5 juta ton susu. Produksi susu dalam negeri Indonesia baru mencapai 636,8 ribu ton atau sekitar 26,5% dari total pasokan nasional, sedangkan 1.420,4 ribu ton atau 73,5% pasokan susu didapat dari impor. Populasi sapi perah nyaris semuanya berada di Pulau Jawa (96,7%) yakni sekitar 382.300 ekor sapi. Kepemilikan sapi perah saat ini belum ekonomis, karena peternak rata-rata hanya memiliki 3-4 ekor sapi perah, sementara angka yang ekonomis adalah 10-12 ekor.

Rendahnya tingkat produksi bahan baku susu di Indonesia terkait dengan faktor tata niaga susu. Di tingkat peternak, mereka terkendala bibit, penyediaan pangan, standardisasi kualitas, dan pemasaran. Insentif yang minim juga membuat peternak enggan untuk mengembangkan peternakannya dan memproduksi susu lebih banyak. Di tingkat koperasi peternak susu, faktor kendalanya adalah kemampuan membeli susu yang hanya dengan harga murah, dan koperasi dituntut untuk kreatif mencari bentuk pemasaran yang baru.

Dari sisi supply chain management juga belum tertata baik. Alasan lain, lemahnya kelembagaan pemasaran. Dari segi konsumen, selain daya beli yang belum merata, promosi sadar minum susu pun masih kurang. Untuk iu Deptan punya beberapa kebijakan dan program pengembangan. Untuk jangka panjang, mereka akan meningkatkan agribisnis dan agrobisnis berdaya saing, berkelanjutan, meningkatkan kesejahteraan peternak, dan mengurangi impor. Jangka pendeknya, mencukupi kebutuhan konsumsi dalam negeri melalui pemberdayaan peternak sapi perah dan upaya peningkatan kemandirian kelompok.

Konsumsi susu Indonesia terendah di Asia. Berdasarkan data Depkes, dalam kurun 30 tahun (1970-2000), tingkat konsumsi susu segar di Indonesia meski ada peningkatan dari 4,68 liter menjadi 6,5 liter/kapita/tahun. Pada tahun 2007 konsumsi susu naik menjadi 7,7 liter/kapita/tahun. Tapi angka ini masih rendah dibanding Vietnam yang telah mencapai 8,5 liter/kapita/tahun atau Malaysia 25 liter/kapita/tahun. Negara yang paling banyak mengonsumsi susu adalah Finlandia dengan 183, 9 liter/kapita/tahun, diikuti Swedia dengan 145,5 liter/kapita/tahun.

Dari Kabupaten Malang dikabarkan produksi susu segar menurun 5% dari total produksi 225 ton/hari. Penurunan sangat dipengaruhi susahnya mendapatkan rumput gajah atau rumput lembing akibat musim kemarau. Sumber pakan hijauan segar utama bagi sekitar 52 ribu ekor sapi perah. Karena pakan hijauan segar susah didapat, banyak peternak sapi perah beralih menggunakan pakan konsentrat dan bekatul dalam jumlah banyak. Padahal harga pakan sekarang mahal. Alhasil, biaya pakan yang harus dikeluarkan peternak pun melonjak.

Bahkan, karena persediaan rumput gajah mulai habis, banyak peternak yang terpaksa ke Kediri dan Nganjuk untuk membeli pakan tebon jagung. Sebelum tiba musim kemarau, harga rumput gajah Rp150/kg dan sekarang naik menjadi Rp250/kg, tebon jagung naik dari Rp200/kg menjadi Rp350/kg. Sementara harga pakan konsentrat di koperasi unit desa antara Rp1.125/kg sampai Rp2.200/kg, sedangkan di pasar nonkoperasi harganya sekitar Rp90 ribu/zak (isi 60 kg) atau naik dari Rp80 ribu/zak, harga bekatul untuk campuran makanan sapi berkisar Rp1.600/kg atau naik dari kisaran Rp1.300/kg.

Rata-rata, setiap hari sapi perah membutuhkan pakan konsentrat dan bekatul minimal 1%-3% dari berat badan ternak, ditambah pakan hijauan segar. Jika komposisi pemberian pakan sesuai dan teratur, tiap sapi perah bisa memproduksi 10 liter susu segar. Sapi perah di Kabupaten Malang berjumlah sekitar 52 ekor, dengan penambahan tiap tahun sekitar 2%. Sapi-sapi ini tersebar di 19 dari 33 kecamatan. Sentra penghasil susu segar masih di Pujon, Ngantang, Kasembon, Karangploso, Turen, Singosari, Jabung, Dau, dan Bantur.

Menurut para peternak susu di Jatim, biaya produksi susu rata-rata meningkat 8%-9% dari rata-rata Rp2.015/liter akibat apresiasi dolar AS, sedangkan harga jual ke industri pengolah susu (IPS) relatif stagnan. Menurut Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) Jatim, biaya pakan ternak sejak dua bulan terakhir, seperti wheat pollard (tepung gandum), rumput, bungkil kedelai, jagung, hingga kopra naik signifikan hingga 15%. Kenaikan harga terjadi karena bahan pakan ternak tersebut diimpor. Sejak Juli 2008 lalu produksi susu segar di Jatim naik menjadi hampir 700 ton per hari dari rata-rata sebelumnya 600 ton/hari. Kenaikan tersebut disebabkan banyaknya induk sapi melahirkan yang diperkirakan mencapai 3.500 ekor. Kondisi produksi susu tinggi akan berlangsung hingga Maret 2009.

Pemerintah harus mulai mendorong permodalan melalui skema kredit Ketahanan Pangan dan kemudahan untuk membuka usaha pembibitan sapi perah dengan bunga yang rendah, serta penyediaan fasilitas, sarana dan prasarana, dan kemudahan lainnya. Hal ini dapat dilakukan dengan skema kemitraan pemodal besar dengan peternak rakyat, atau usaha kecil menengah (UKM) dan koperasi. Cara seperti ini berhasil dilakukan India, sebagai negara penghasil susu nomor satu di dunia, dengan populasi sapi sebanyak 193 juta ekor, industrinya digerakkan oleh para peternak rakyat dan koperasi. (AI)