Jumat, Maret 27, 2009

Pemekaran daerah istirahat dulu

Aksi kekerasan di Sumut yang menewaskan Ketua DPRD Sumatera Utara Abdul Azis Angkat telah mengusik pemerintah pusat. Presiden SBY mendukung moratorium pemekaran daerah baru. Presiden meminta untuk dilakukan evaluasi dulu pemekaran yang berjalan selama ini. Presiden mengajak semua pihak untuk melihat permasalahan pemekaran ini secara matang. Apalagi pemekaran daerah ternyata melenceng dari tujuan awal dan kerap memicu konflik.

Dalam rapat kerja Komisi II DPR dengan Menteri Dalam Negeri Mardiyanto pada awal Februari 2009 lalu, disimpulkan pemerintah mesti secepatnya mengevaluasi daerah otonomi baru dan sekaligus menyiapkan kerangka besar sebagai panduan pemekaran wilayah. Kerangka pemekaran masih dipersiapkan, dan sampai tahun 2025 jumlah provinsi di Indonesia diprediksi bisa mencapai 40 provinsi.

Menurut pakar politik lokal dan otonomi daerah Pratikno dan Purwo Santoso dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, sebaiknya pemerintah jangan menunda pembentukan daerah baru, tapi langsung menutup peluang untuk mengajukan proposal pemekaran daerah. Pemerintah harus bisa lebih tegas. Kalau tidak, tuntutan dari bawah akan menguat terus dan pemerintah tidak akan mampu menghadang.

Mudahnya pengajuan aspirasi pemekaran wilayah membuat banyak pihak berlomba-lomba memanfaatkannya dengan tujuan mencari keuntungan. Pemekaran daerah pun makin melenceng dari tujuan awal, yaitu untuk mengembangkan daerah, menjadi celah untuk mencari keuntungan. Setiap kali pemerintahan daerah wilayah baru terbentuk, dana alokasi umum (DAU) dari pusat akan langsung mengalir.

Menurut peneliti otonomi daerah dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Syarif Hidayat, dan peneliti Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah Robert Endi Jaweng, pertimbangan politik masih menjadi acuan utama pemekaran sebuah wilayah otonom. Kerangka normatif yang menjadi prasyarat pembentukan daerah otonom baru justru terabaikan. Kriteria pemekaran dalam UU Nomor 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah dan PP Nomor 78/2007 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah sudah sangat jelas mengatur tata cara pemekaran. Namun, aturan itu tidak berjalan simetris dengan proses politik yang terjadi.

Kuatnya politisasi dalam pemekaran daerah membuat tujuan pemekaran untuk menciptakan demokrasi di tingkat lokal, meningkatkan kualitas pelayanan publik, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat tak terperhatikan. Pemekaran daerah seharusnya memerhatikan kondisi bangsa yang masih dalam kondisi transisi, dalam politik maupun ekonomi. Karena itu, kemampuan keuangan negara yang lemah harus menjadi faktor utama membentuk daerah otonom baru.

Dewan Perwakilan Daerah (DPD) akan membahas pemekaran daerah kabupaten/kota/ provinsi yang diusulkan DPR setelah Pemilu 2009 karena saat ini beberapa tahapan pemilu itu telah berjalan. Ketua Tim Kerja (Timja) Pemekaran Daerah PAH I DPD M Kafrawi Rahim menjelaskan, sejak DPD bersama DPR dan pemerintah membahas usul pemekaran daerah, telah terbentuk sebanyak 59 daerah otonom baru.

Sejak UU Nomor 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah disahkan dan selanjutnya disempurnakan dengan UU Nomor 32/2004, daerah baru hasil pemekaran berjumlah 206 daerah otonom, termasuk 59 daerah otonom baru. Pemekaran daerah paling banyak terjadi di Papua (9 daerah otonom baru), disusul Sumatra Utara (8), Sulawesi Utara (6), Nusa Tenggara Timur (5), dan Maluku (3).

Kuatnya aspirasi yang terjadi di luar Pulau Jawa disebabkan karena terjadinya perbedaan perlakuan pemerintah pusat yang sangat tajam antara Jawa dan luar Jawa. Sementara munculnya pemekaran daerah, salah satunya dipicu oleh tingginya keinginan politis dan cara mudah untuk mendapatkan dana pusat.

Pengamat perimbangan keuangan sekaligus guru besar Universitas Indonesia (UI) Bambang Brodjonegoro mengungkapkan, pemekaran daerah secara tak terpola seperti selama ini hanya menghasilkan pemborosan anggaran. Meski anggaran sudah dibelanjakan dalam jumlah besar untuk daerah baru, hasilnya tidak sepadan dengan pelayanan kepada masyarakat yang seharusnya meningkat. Sebelumnya, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Program Pembangunan Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) membuat studi yang menunjukkan perkembangan kurang memuaskan pada daerah-daerah hasil pemekaran.

Riset ini menunjukkan bahwa kondisi perekonomian dan pelayanan masyarakat di daerah hasil pemekaran tidak membaik meskipun ada aliran dana dalam jumlah besar dari pusat untuk mendukung operasional daerah tersebut. Hasil riset Bappenas dan UNDP itu sudah sangat memadai sebagai alasan yang bisa digunakan pemerintah pusat untuk melakukan moratorium pemekaran daerah sejak saat ini. Alasan lain adalah sebagian besar daerah hasil pemekaran justru masuk dalam kategori daerah tertinggal.

Riset Bappenas dan UNDP yang dipublikasikan pada Juli 2008 itu mengambil sampel pada 26 kabupaten, yang terdiri atas 10 kabupaten induk, 10 kabupaten pemekaran (yang dimekarkan tahun 2000), dan 6 kabupaten sebagai daerah kontrol. Dilihat dari aspek kinerja perekonomian daerah, tim studi Bappenas dan UNDP menemukan dua masalah. Pertama, pembagian potensi ekonomi yang tidak merata. Kedua, beban penduduk miskin yang lebih tinggi.

Di sisi keuangan menunjukkan, kinerja daerah baru kurang optimal dibandingkan dengan daerah kontrol. Hal itu disebabkan oleh tiga faktor. Pertama, ketergantungan fiskal yang lebih besar di daerah pemekaran. Kedua, optimalisasi pendapatan dan kontribusi yang rendah. Ketiga, porsi alokasi belanja modal dari pemerintah daerah yang rendah.

Semua itu mengindikasikan belum efektifnya kebijakan keuangan di daerah otonomi baru dalam menggerakkan aktivitas ekonomi di daerah, baik yang bersifat konsumtif maupun investasi. Secara teoretis, setiap pemekaran daerah akan menyebabkan perubahan alokasi DAU dan dana alokasi khusus (DAK). DAU yang diterima daerah yang memisahkan diri akan menyedot DAU daerah induknya. Adapun DAK akan diberikan oleh pemerintah pusat pada saat daerah hasil pemekaran memiliki DAU sendiri. Dengan demikian, setiap pemekaran daerah akan disertai peningkatan beban DAU dan DAK.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah Agung Pambudhi mengatakan, pemerintah harus melakukan evaluasi secara komprehensif terhadap pemekaran daerah yang sudah dilakukan saat ini. Selama masa evaluasi, tidak ada daerah yang dimekarkan dan pada saat yang sama dilakukan bantuan pendampingan pada seluruh daerah yang sudah dimekarkan. (AI)


Rabu, Maret 25, 2009

Tantangan transportasi laut

Berdasarkan Permenhub No.KM 8 Tahun 2009 tentang Tarif Batas Atas Angkutan Penumpang Laut Dalam Negeri Kelas Ekonomi, tarif penumpang angkutan laut kelas ekonomi akan diturunkan. Selain itu, tarif jasa kepelabuhanan yang meliputi tarif jasa pemanduan, penundaan, dan penanganan peti kemas juga diturunkan. Kebijakan ini mulai berlaku pada 1 Maret 2009.

Menurut Dirjen Perhubungan Laut Dephub Sunaryo, besaran penurunan tarif angkutan penumpang laut kelas ekonomi adalah 10% untuk angkutan laut kelas ekonomi yang berjarak di atas 1.000 km. Sedangkan penurunan secara keseluruhan dari rute yang berlaku di perairan Indonesia rata-rata sebesar 3,94%. Dari perhitungan tersebut, penurunan tarif angkutan laut dalam negeri kelas ekonomi yang terendah adalah sebesar Rp39.800/penumpang dan tertinggi Rp124.200/penumpang.

Sementara itu, penurunan tarif jasa kepelabuhan diberikan untuk pelayanan jasa yang terkait langsung dengan penggunaan BBM yang meliputi jasa pemanduan, jasa penundaan, dan jasa pelayanan peti kemas. Penurunan tarif jasa kepelabuhan ini dilaksanakan dengan memberikan diskon sebesar 5% dalam kurun waktu 3 bulan dan dapat dilakukan peninjauan kembali. Penurunan tarif berlaku efektif sejak 15 Februari 2009. Kebijakan penurunan tarif penumpang laut kelas ekonomi dan tarif jasa kepelabuhan tersebut diharapkan dapat mendorong perkembangan dunia usaha, terutama terkait dampak terjadinya krisis keuangan global.

Sebelumnya, PT Perusahaan Pelayaran Nasional Indonesia (Pelni) telah melakukan kajian untuk melakukan penurunan tarif kelas ekonomi. Hal ini juga sebagai respon atas imbauan pemerintah bahwa BUMN di sektor transportasi harus memelopori penurunan tarif setelah harga BBM diturunkan hingga tiga kali. Berdasarkan perhitungan Pelni, penurunan tarif penumpang dari Rp415/penumpang/mil menjadi Rp412/penumpang/mil. Apabila kajian ini disetujui, maka tarif kapal penumpang yang berlaku saat ini di masyarakat, khususnya untuk jarak jauh, seperti Jakarta-Jayapura, dapat diturunkan berkisar antara Rp50.000-Rp80.000.

Dari Balikpapan dilaporkan, pasca penurunan harga BBM per 15 Januari 2009 lalu, tarif transportasi angkutan darat perlahan mulai terpengaruh. Terbitnya tarif baru bagi angkutan darat tinggal menunggu Surat Keputusan (SK) wali kota. Sebaliknya tarif transportasi laut hingga saat ini belum ada rencana penurunan dan masih memberlakukan tarif lama.

Branch Manager perusahaan pelayaran swasta di Balikpapan, PT Prima Vista Widyatmoko mengatakan, sejauh ini sinyal penurunan tarif kapal laut di perusahaannya belum ada. Pasalnya, meski penurunan harga BBM mengurangi biaya operasional namun tingginya harga spare part yang dibayar menggunakan mata uang asing membuat kemungkinan tersebut belum dapat terwujud.

Sementara bagi Pelni, masalah tarif sepenuhnya bergantung dari ketentuan yang diterbitkan pemerintah dan Direksi PT Pelni. Kepala Cabang PT Pelni Balikpapan Capten Indardjo Setiadji mengatakan, pihaknya belum mendapat informasi lebih lanjut terkait hal tersebut, mengingat selama ini Pelni memang tidak menaikkan tarif sekalipun saat harga BBM tinggi. Memberlakukan tarif lama juga terlihat pada Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (ASDP) yang melayani penyeberangan Balikpapan-Penajam Paser Utara (PPU) melalui pelabuhan Kariangau, Balikpapan.

Sementara itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengaku sempat merasa prihatin dengan lemahnya penegakan aturan-aturan keselamatan transportasi laut. Lemahnya pengawasan berakibat penumpang kapal motor (KM) selalu menjadi korban. Padahal peran pengawasan adalah kunci awal dari keselamatan transportasi laut. Tenggelamnya sejumlah kapal penumpang dalam kurun Januari 2009 membuktikan betapa lemahnya sistem pengawasan transportasi di sektor kelautan.

Pada Januari 2009 tercatat sembilan kasus kapal tenggelam. Dalam kasus ini umumnya kondisi alam yang selalu dijadikan kambing hitam penyebab kecelakaan. Dimulai dari tanggal 3 Januari 2009, yaitu tenggelamnya KM Lian Senggigi akibat mengalami kebocoran di perairan Klungkung, Bali. Seminggu kemudian (10/1), KM Permata Mulia dan kapal Cahaya Alam tenggelam di perairan Muara Lagoi, Batam. Sehari kemudian (11/1), ratusan nyawa orang melayang akibat tenggelamnya KM Teratai Prima di perairan Majene, Sulbar. Pada hari yang sama juga tenggelam KM Express Bahari di Perairan Sunsang, Sumsel dan sebuah speedboat berisi 18 TKI ditabrak tanker LPG di perairan Kepri.

Esoknya (12/1), KM Sinar Genteng tenggelam di perairan selatan Kecamatan Tegalbuleud, Kabupaten Sukabumi. Esoknya lagi (13/1), KM Risma Jaya yang mengalami lambung bocor setelah dihantam ombak besar, tenggelam di Muara Kali Aswet Distrik Agast, Kabupaten Asmat, Papua. Pada 14 Januari 2009 KM Bangka Jaya Expres tenggelam di perairan Pulau Ketawai, Kabupaten Bangka Tengah, Bangka Belitung. Disusul kemudian tenggelamnya KM cepat Express Bahari 5 B (27/1) di perairan Sunsang, Sumsel.

Komite Nasional Keselamatan Transportasi atau KNKT menilai, selama ini 90% kecelakaan laut yang terjadi di Indonesia disebabkan faktor manusia. Karena itu, profesionalitas dan kompetensi dari operator pelayaran sangat dibutuhkan di samping kelengkapan fasilitas keamanan pelayaran. Menurut Ketua KNKT Sub Komite Penelitian Kecelakaan Transportasi Laut Hermanu Karmoyono, beberapa contoh faktor manusia yang mengakibatkan kecelakaan laut antara lain kelelahan, kejenuhan, dan kecerobohan. Selain itu, screening atau penyaringan muatan kapal juga kurang teliti.

Barang apapun dengan mudah masuk ke dalam kapal. Padahal kapal-kapal di Indonesia belum dilengkapi dengan fasilitas x-ray detector atau sinar inframerah untuk mendeteksi barang. Kasus terbakarnya KM Levina I tahun 2007 lalu terjadi karena lolosnya barang-barang yang tak layak angkut namun tetap dinaikkan.

Di tengah mendesaknya peningkatan keselamatan transportasi laut, hingga saat ini jumlah investigator transportasi laut KNKT hanya enam petugas. Padahal, untuk kebutuhan investigasi kecelakaan di seluruh Indonesia minimal dibutuhkan 30 petugas investigasi. Ketua Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (Gapasdap) Jatim Bambang Harjo S mengakui investigator KNKT di tingkat provinsi masih minim. Indonesia sangat luas, karena itu dibutuhkan investigator di masing-masing daerah. Kriteria investigator yang dibutuhkan harus memiliki latar belakang pendidikan atau bekerja sebagai nakhoda kapal, sarjana tekni k perkapalan, dan kapten kapal. (AI)


Jumat, Maret 20, 2009

Harga pangan cenderung naik

International Food Policy Research Institute (IFPRI) memperkirakan harga pangan dunia akan naik lebih cepat dibanding pemulihan ekonomi dunia setelah resesi. Menurut Deputi Menko Perekonomian Bidang Pangan dan Kelautan Bayu Krisnamurthi, pada akhir tahun 2009-2010 harga pangan dunia diperkirakan akan tinggi, sama seperti kondisi awal tahun 2008. Penurunan permintaan yang dimulai pada September 2008, telah menyebabkan harga-harga anjlok. Di sisi lain, sebagai akibat dari krisis global, investasi di bidang pangan turun. sehingga pertumbuhan produksi menjadi lebih kecil. Hal ini menyebabkan produksi pangan menurun sehingga harga pangan akan kembali merangkak naik.

IFPRI menyarankan agar investasi di sektor pangan dan gizi ditingkatkan, karena jika kondisi penurunan investasi pangan dibiarkan, dalam jangka waktu 20-30 tahun akan mengancam gizi buruk bagi anak-anak. Oleh karena itu, pemerintah harus segera menjaga kemananan pangan dan nutrisi (food and nutrition security). Meski kondisi ekonomi lesu dan pangan tidak akan dikorbankan, tetapi gizi yang akan dikorbankan. Kondisi gizi anak-anak yang buruk dapat mengakibatkan kondisi ekonomi yang buruk pula pada 20-30 tahun mendatang. IFPRI mengimbau jika terpaksa harus memilih untuk dana yang sedikit untuk investasi, maka lakukanlah investasi di bidang pangan dan gizi.

Bagi pengamat ekonomi Indef Aviliani, ketergantungan bahan pangan impor menjadi penyebab utama naiknya harga pangan. Selain membuat juga tekanan inflasi sebesar 0,21% pada Februari 2009, inflasi yang terjadi juga akibat tingginya nilai tukar rupiah terhadap USD. Indonesia masih sangat bergantung pada barang-barang impor. Meski bahan bakunya berasal dari dalam negeri, namun komponen pendukungnya diperoleh dari impor sehingga menyebabkan harga bahan kebutuhan pangan ikut naik.

Sekalipun pemerintah sempat menurunkan harga BBM, namun faktor BBM tidak banyak mempengaruhi harga bahan pangan. Karena BBM hanya komponen kecil dari distribusi barang maupun transportasi. Yang harus diperhatikan di sini adalah subsitusi impor. Harga makanan masih dapat berfluktuasi sepanjang rupiah juga masih mendapat tekanan. Pemerintah dinilai tidak banyak melakukan usaha untuk menstabilkan harga bahan pangan. Pemerintah hanya mengatur harga pada tiga komoditi saja yaitu terigu, gula dan beras melalui Bulog. Padahal kenaikan lebih banyak terjadi di luar ketiga bahan pokok tersebut.

Pemerintah menilai menilai laju inflasi pada Februari 2009 sebesar 0,21% masih normal. Pasalnya, selama enam tahun terakhir inflasi pada bulan Februari biasanya di atas 0,5% masih tergolong normal. Meski demikian, pemerintah tetap mencermati perkembangan laju inflasi saat ini, sebab jika pemicu inflasi berasal dari komponen bahan makanan maka akan mengurangi daya beli masyarakat.

Pemerintah, dalam hal ini Menkeu Sri Mulyani Indrawati, melihat dari komponen makanan ada yang meningkat terutama beras. Selama musim panen belum tiba, harga beras memang meningkat. Musim panen sendiri baru berlangsung pada bulan Maret 2009. Data BPS menunjukkan harga beras pada Februari 2009 naik 2% dan memberikan sumbangan inflasi 0,08%. Namun lonjakan ini lebih disebabkan siklus tahunan pada Februari sebelum terjadi panen.

Direktur Utama Perum Bulog Mustafa Abubakar menjelaskan, kenaikan harga beras yang terjadi pada awal tahun 2009 ini disebabkan oleh pengaruhi musim hujan. Banjir yang terjadi di beberapa daerah menyebabkan distribusi beras terganggu. Penyaluran raskin ikut terganggu karena faktor cuaca. Sejak awal tahun, raskin yang sudah disalurkan sebanyak 180 ribu ton atau 22% dari target sepanjang tahun 2009.

Mengenai pengadaan atau pembelian beras petani oleh Bulog, realisasinya bisa lebih cepat dibandingkan tahun 2008. Pada tahun 2008 pengadaan baru bisa dimulai pada pekan keempat Februari. Sedangkan tahun 2009 ini sudah dilaksanakan pekan kedua Januari 2009. Sampai pekan pertama Maret 2009, pengadaan sudah mencapai 220 ribu ton. Sepanjang tahun 2009 target pengadaan beras ini ditetapkan sebesar 3,8 juta ton. Pengadaan yang sudah dilakukan baru 5,5% lantaran petani baru melakukan panen kecil-kecilan. Panen raya diperkirakan mulai dilakukan pertengahan Maret sampai Mei 2009.

Sementara itu praktisi pertanian Siswono Yudo Husodo menekankan semua pihak hendaknya memperjuangkan peningkatan daya beli masyarakat dibanding merancang program harga pangan murah. Kenaikan daya beli akan mendorong kemampuan masyarakat membeli harga pangan yang menguntungkan petani. Konsep harga pangan murah justru berpotensi melanggengkan kemiskinan petani. Harga jual produk pangan yang dibuat murah bagi konsumen membuat keuntungan petani makin rendah akibat selisih pendapatan dan biaya produksi yang makin kecil. Hal tersebut akan berdampak pada penurunan produksi pertanian sehingga dikhawatirkan ketergantungan pada produk pangan impor akan kembali tinggi, bahkan Indonesia bisa menjadi net importir.

Senada dengan Siswono, Guru Besar Ekonomi Pertanian dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Hermanto Siregar mengatakan, harga pangan rendah membuat petani tidak mau berproduksi. Hal itu merupakan disinsentif bagi petani. Untuk itu harga komoditas pertanian yang dikendalikan pemerintah seperti beras, kenaikan HPP-nya harus ditingkatkan melampaui tingkat inflasi. Kenaikan HPP terakhir hanya 10%, artinya masih di bawah inflasi yang mencapai 12% sehingga pendapatan petani selalu di bawah kebutuhannya.

Dampaknya, saat hasil panennya habis dan harus menjadi net konsumen, petani tidak memiliki pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhannya. Rendahnya produksi tersebut juga disebabkan produktivitas pertanian yang sangat terbatas akibat tingkat kepemilikan lahan para petani Indonesia sangat rendah, yaitu rata-rata 0,25 ha. Pemerintah, dalam hal ini Perum Bulog, harus membeli hasil panen petani dengan harga yang bagus, sedangkan untuk masyarakat miskin pemerintah harus memberikan subsidi harga seperti raskin yang disediakan Perum Bulog.

Peneliti dan pengamat masalah pertanian Dwi Andreas Santosa mengatakan, jika ingin memproteksi petani, pemerintah harus berani membeli produk pangan dari petani dengan harga yang tinggi. Kemudian produk itu dijual ke konsumen dengan harga rendah. Hal serupa telah dilakukan di Jepang. Pemerintah Jepang membeli harga produk pertanian dari petaninya dengan harga yang lebih tinggi, kemudian menjual ke konsumen dengan harga yang rendah. Hal tersebut membuat produksi pertanian Jepang meningkat bahkan terjadi surplus. (AI)


Jumat, Maret 06, 2009

Merevisi daftar negatif investasi

Deputi Menko Perekonomian Bidang Industri dan Perdagangan Edy Putra Irawady mengungkapkan, saat ini ada sekitar lima sektor manufaktur masuk dalam daftar negatif pemberian kredit perbankan sehingga sulit memperoleh pinjaman investasi dan modal kerja. Kelima sektor tersebut mencakup industri pertekstilan khususnya yang bergerak di sektor antara (intermediate) dan hilir seperti benang dan garmen, industri besi dan baja, elektronik, alas kaki, dan sektor kimia hilir khususnya plastik. Sektor-sektor tersebut masuk dalam daftar negatif pemberian kredit perbankan karena banyak perusahaan yang bergerak di bidang usaha tersebut mengalami gagal bayar atas utang-utangnya (default).

Nilai default tersebut dinilai cukup besar sehingga berpotensi mengganggu bisnis sejumlah bank pemberi kredit. Kelima sektor tersebut memiliki konten impor yang besar sehingga pada saat terjadi pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, nilai utangnya akan membengkak. Saat ini banyak industri yang membeli bahan baku dengan dolar AS tetapi menjual produknya dengan rupiah sehingga mengalami tekanan utang yang besar. Problem kredit macet tersebut juga bisa disebabkan adanya gagal bayar dari buyer, penurunan ekspor, atau tidak bisa mendapatkan buyer sehingga pinjaman bank hanya digunakan untuk menutup biaya overhead.

Untuk mengatasi hal ini, Kantor Menko Perekonomian, Departemen Keuangan, dan Bank Indonesia akan mengkaji solusi yang cocok, termasuk kemungkinan pemutihan utang dan penjadwalan ulang utang (rescheduling). Solusi ini disebut sebagai trade adjustment assistance yang bisa berbentuk rehabilitasi, keringanan, dan fasilitas fiskal berupa harmonisasi bea masuk (BM). Selain itu, pemerintah juga akan melindungi industri dalam negeri dengan menaikkan tarif BM untuk mengurangi peredaran barang impor.

Sementara itu, rapat antardepartemen yang membahas revisi Daftar Negatif Investasi (DNI) telah memutuskan perusahaan publik dikecualikan dari kebijakan yang membatasi kepemilikan asing tersebut. Adalah pasal 3a Revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 111/2007 tentang Daftar Bidang Usaha Tertutup dan Bidang Usaha Terbuka yang mengeluarkan perusahaan publik dari DNI. Selama ini, seluruh perusahaan baik tertutup maupun terbuka masih terikat ketentuan ini.

Rapat itu juga memutuskan bahwa ketentuan DNI hanya boleh diatur berdasarkan perpres. Artinya, tak ada lagi peraturan di bawah perpres yang ikut campur. Saat ini ada beberapa peraturan menteri yang memang simpang-siur dengan pengaturan DNI. Akibatnya, investor pun bingung harus berpedoman pada peraturan yang mana. Pemerintah ingin memberlakukan pengecualian ini agar ada kepastian, kemudahan, dan konsistensi bagi kegiatan investasi melalui bursa saham. Pasalnya, belakangan ini memang ada sejumlah kasus akuisisi oleh investor asing di bursa yang menimbulkan kerancuan.

Salah satu akuisisi yang paling heboh menimbulkan polemik adalah akuisisi PT Indosat Tbk oleh Qatar Telecom (Qtel) pada pertengahan tahun 2008. Saat itu terjadi perbedaan persepsi antara Qtel, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK), dan Departemen Komunikasi dan Informatika (Depkominfo). Bapepam-LK dan Qtel berpegang pada aturan pasar modal. Sementara Depkominfo bersikeras memakai ketentuan DNI yang membatasi kepemilikan asing di sektor telekomunikasi. Akibat polemik ini proses akuisisi dan penawaran tender (tender offer) Qtel atas saham publik Indosat sempat terkatung-katung.

Namun Wakil Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Yusan yang lembaganya turut menggodok revisi DNI mengaku belum mengetahui kesepakatan itu. Tapi menurut Yusan sudah sewajarnya jika perusahaan terbuka dikecualikan dari DNI. Yang tergolong perusahaan publik atau terbuka adalah perusahaan yang sahamnya dikuasai oleh minimal 300 pihak. Perusahaan publik terdaftar di Bapepam-LK. Perusahaan terbuka bisa menjual saham melalui bursa atau bisa juga tidak.

Rencana perubahan ketentuan DNI ini juga membuat Ketua Umum Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) Airlangga Hartarto senang. Menurutnya, perusahaan publik memiliki akuntabilitas yang telah teruji. Jadi sudah sewajarnya kalau dikecualikan dari DNI. Kesepakatan ini menunjukkan pemerintah masih berkomitmen mendorong perkembangan investasi di pasar modal.

Dari kawasan regional, pembahasan mengenai rencana DNI ASEAN akan di-update dalam rangka memenuhi kebutuhan seluruh pimpinan negara yang akan berkumpul pada Desember 2009 mendatang. Menurut Menkeu Sri Mulyani, hal ini tidak khusus dibahas, tapi pemutakhiran perlu dilakukan dalam rangka memenuhi kepada seluruh pimpinan negara ASEAN. Perjanjian tahap ketujuh ini akan memuat berbagai pembaruan atau revisi dari berbagai sektor jasa yang akan masuk dalam persetujuan.

Di samping itu, nantinya juga akan dilakukan pengecekan ke sektor-sektor apakah yang mendapat tawaran dari bidang-bidang yang dianggap baik dan memiliki nilai strategis untuk masuk kedalam perundingan ketujuh ini. Bidang-bidang yang strategis seperti komunikasi, perhubungan, pariwisata, perdagangan, bahkan pendidikan juga akan dilihat dan difinalkan dalam waktu dekat. Pada dasarnya Indonesia membuat kebijakan sedemikian rupa hingga kebijakan sektor bisa harmonis dengan kebijakan-kebijakan strategis dan memiliki peluang yang sama.

Sementara itu Kepala BKPM M. Luthfi mengatakan, dalam Roadmap Penanaman Modal 2009 ada tiga sektor usaha yang menjadi tumpuan investasi pada tahun 2009. Ketiganya adalah sektor energi, infrastruktur, dan pangan. Roadmap ini diharapkan dapat menjadi arahan strategis mengenai investasi secara nasional yang meliputi kebutuhan investasi, arah investasi, dan arah fasilitas investasi.

Sektor infrastruktur menjadi andalan investasi karena diharapkan bisa memberikan efek kemudahan investasi lainnya. Dengan fasilitas infrastruktur yang baik tentunya akan semakin menarik pada investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Sektor energi dipilih terkait fungsinya sebagai roda perekonomian masyarakat dan potensinya yang juga dimiliki oleh Indonesia.

Sektor pangan dipilih terkait dengan kondisi geografis yang sangat strategis dan potensi alam, baik yang dapat menjadi keunggulan komparatif bagi Indonesia, maupun modal untuk ketahanan pangan. BKPM memfokuskan pada komoditas padi, jagung, kedelai, tebu, CPO, dan kakao. (AI)


Rabu, Maret 04, 2009

Kontroversi puyer

Polemik yang beredar mengenai obat puyer atau racikan membuat mayarakat ragu-ragu menggunakan obat itu. Menurut Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari, adanya oknum yang membuat puyer menjadi berbahaya bukan berarti puyer tidak boleh dipakai lagi. Sejak zaman dulu, obat berbentuk puyer sering digunakan masyarakat terutama di daerah-daerah terpencil.

Obat jenis ini juga tidak bisa dikatakan berbahaya jika peracikan dilakukan dengan benar. Kontroversi ini dikhawatirkan bisa menimbulkan kesalahpahaman di kalangan masyarakat dan pencitraan negatif terhadap profesi dokter secara umum di Indonesia. Padahal, pemberian resep obat dalam bentuk puyer oleh seorang dokter adalah bagian dari rangkaian praktik kedokteran.

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menyatakan tidak ada masalah dalam penggunaan obat puyer untuk tindakan pengobatan selagi memenuhi syarat ketentuan dan prosedur. Ketua Umum IDI Fahmi Idris mengimbau pihak yang dirugikan akibat praktik tenaga medis agar melapor ke IDI dengan dilengkapi identitas pelapor dan bukti-bukti yang cukup. Selanjutnya akan diproses oleh Majelis Etik untuk dibuktikan bersalah atau tidak berdasarkan kacamata ilmu kedokteran.

Dalam Pasal 80 ayat (b) Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan disebutkan, barang siapa dengan sengaja memproduksi dan atau mengedarkan sediaan farmasi berupa obat atau bahan obat yang tidak memenuhi syarat farmakope Indonesia dan atau buku standar lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan pidana denda paling banyak Rp300 juta.

Menurut dr Purnamawati S Pujiarto, penggunaan obat puyer menjadi polemik di sejumlah negara. Di negara-negara miskin seperti Bangladesh dan negara-negara Afrika, penggunaan puyer sudah ditinggalkan karena banyaknya kelemahan. Di India yang populasinya sangat padat, jumlah pengunjungnya ke poliklinik lebih tinggi, tapi ternyata puyer tidak menjadi pilihan. Berdasarkan catatan, ratusan tahun lalu puyer lahir karena ketersediaan obat untuk anak sangat terbatas. Untuk menyiasati keterbatasan ini, obat orang dewasa dihaluskan untuk menyesuaikan dosis anak yang lebih kecil sesuai berat badannya.

Namun seiring dengan perkembangan teknologi, puyer sudah mulai ditinggalkan. Selain ketersediaan obat jadi untuk anak sudah cukup banyak, risiko yang ditimbulkan lebih banyak daripada manfaatnya. Farmakalog Universitas Indonesia Riyanto Setiabudi mengatakan, meracik puyer sudah tidak dipelajari lagi calon dokter di bangku kuliah. Tapi karena tradisi, dokter senior pun belajar dengan dokter senior lainnya untuk meracik puyer ini.

Kebiasaan ini susah hilang karena di benak masyarakat sudah tertanam puyer lebih manjur dibanding obat lainnya. Negara-negara lain sudah mulai meninggalkan metode pemberian resep obat puyer terhadap pasien-pasiennya. Malaysia telah tegas mengambil sikap dengan menghentikan penggunaan obat puyer di negaranya. Namun hingga kini, Indonesia belum mau mengarah ke sana.

Munculnya polemik obat puyer bahkan obat-obat jenis lainnya menjadi salah satu keprihatinan bagi dunia kesehatan di Tanah Air. Hal itu terjadi karena lemahnya pengawasan dari negara. Pasalnya selama ini tidak ada standar baku dan sistem pengawasan yang berkesinambungan dalam mengontrol kualitas obat-obatan yang digunakan dalam dunia kesehatan.

Ketua LBH Kesehatan Iskandar Sitorus mengatakan, sebenarnya tidak hanya obat puyer yang bermasalah, tapi banyak obat asal pabrikan dan beredar luas di pasaran sebenarnya berbahaya jika digunakan. Malah lebih memprihantinkan, masalah ini sudah berlangsung cukup lama. Pembuatan obat puyer dan obat pabrikan di Indonesia diragukan telah sesuai dengan teori pembuatan obat yang baik. Pasalnya, tidak ada uji kualitas secara rutin untuk mengetahui proses pembuatan dan standar kualitas obat yang diuji dalam rentang waktu tertentu, dan dilaporkan secara periodik pula.

Semestinya pemerintah dapat belajar dari kasus susu melamin di China. Pemerintah setempat mengambil langkah cepat, salah satunya dengan menindak tegas pihak yang terlibat dalam kejahatan tersebut. Sementara di Indonesia, sudah terbukti ada obat, makanan atau minuman yang mengandung bahan berbahaya tidak ditindak tegas. Memang sudah ada UU Kesehatan, tapi pada kenyataannya terjadi tumpang tindih antara Departemen Kesehatan, Badan Pengawas Obat-obatan dan Makanan (BPOM), dan pihak industri

Menanggapi hal ini Kepala BPOM Husniah Rubiana mengatakan, BPOM tidak memiliki kewenangan dalam persoalan obat puyer, khususnya untuk memberikan tindakan pada dokter yang berpraktik meracik obat berbentuk serbuk tersebut. Meski demikian, BPOM menegaskan semua obat-obatan yang diracik harus sesuai prosedur dan dilakukan di tempat yang higienis. Hal itu harus menjadi perhatian untuk menjaga kualitas obat dan aspek keamanan konsumen.

Meski muncul perbedaan pendapat baik yang pro maupun yang kontra soal penggunaan obat puyer kepada pasien, namun Rumah Sakit Daerah Panembahan Senopati Kabupaten Bantul, DIY, tetap menggunakan obat tersebut karena penggunaan obat puyer tidak berbahaya bagi pasien. Pasalnya rumah sakit ini membuat obat puyer dengan mesin, sehingga kekhawatiran akan higienitas, dosis atau takaran obat akan berbeda dan dampak negatif yang lainnya dapat dihindari. Bahkan proses pembungkusan obat puyer dilakukan dengan mesin sehingga pasien tidak perlu khawatir.

Di RSD Panembahan Senopati Bantul, obat puyer lebih banyak diberikan kepada balita ataupun lansia yang mengalami kesulitan menelan obat berupa pil atau kapsul. Untuk balita, misalnya, jika tidak ada obat sirup maka obat puyer akan diberikan karena tidak mungkin bayi menelan pil. Begitu pula dengan pasien lansia yang kesulitan menelan obat yang berbentuk kapsul, akan diberi obat puyer. Pembuatan obat puyer dengan mesin di Kabupaten Bantul ini juga sudah diterapkan diseluruh Puskesmas yang ada di Kabupaten Bantul, sehingga takaran atau dosis obat, higienitas atau dampak negatif yang lainnya dapat dihindari.

Sementara dari Palembang, Sumatera Selatan dilaporkan, masyarakat yang meragukan pembuatan puyer mendorong YLKI Palembang mengecek pembuatan obat itu pada apotek dan rumah sakit serta puskesmas dan menertibkan praktik pemrosesan obat tidak sesuai ketentuan. YLKI siap bersama-sama turun dan mengecek langsung praktik pembuatan obat puyer tersebut yang selama ini dinilai tidak memenuhi standar kelayakan produksi obat. Ketua YLKI Sriwijaya Taufik Husni mengatakan, pihaknya segera mengajak BPOM untuk mengecek langsung pembuatan obat puyer pada setiap apotek, rumah sakit dan puskesmas. (AI)


Senin, Maret 02, 2009

Menyerap tenaga kerja

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta agar pembangunan infrastruktur dipercepat agar bisa mendongkrak pertumbuhan ekonomi Indonesia pada masa krisis. Dengan percepatan itu, Presiden berharap pada tahun 2009 ini akan tersedia tiga juta lapangan kerja baru bagi masyarakat, terutama korban pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat dampak krisis.

Sementara itu, Menteri Keuangan sekaligus Menko Perekonomian Sri Mulyani mengungkapkan, selain rencana percepatan pembangunan infrrastruktur untuk mengantisipasi kemungkinan gelombang PHK tahun 2009. Anggaran Infrastruktur tahun 2008 Departemen Pekerjaan Umum tersedia sekitar Rp34,9 triliun. Menurut rencana terdapat peningkatan alokasi anggaran infrastruktur Departemen Pekerjaan Umum pada tahun 2009 menjadi Rp35,7 triliun. Dana tersebut antara lain ditujukan untuk menyelesaikan seluruh proyek jalan nasional, pembangunan dan perbaikan infrastruktur untuk irigasi.

Pemerintah juga berencana mempercepat program-pogram padat karya lainnya, seperti Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) dan program perlindungan sosial. Program-program tersebut antara lain, belanja modal lebih dari Rp90 triliun untuk pembangunan jalan dan jembatan, pelabuhan, irigasi pertanian, jaringan listrik, lintasan kereta api, dan telekomunikasi. Kemudian dari PNPM senilai Rp10,3 triliun akan dialokasikan Rp3 miliar per kecamatan per tahun untuk 5.720 kecamatan. Sementara untuk program perlindungan sosial dan pengentasan kemiskinan, ada misalnya bantuan tunai bersyarat Rp1,75 triliun serta Bantuan Langsung Tunai (BLT) untuk dua bulan Rp3,7 triliun.

Data hingga akhir November 2008, jumlah tenaga kerja yang terancam terkena PHK mencapai angka 66.603 di seluruh Indonesia. DKI Jakarta tercatat sebagai provinsi yang paling banyak terjadi PHK, yakni sebanyak 14.268 orang. Sementara itu, jumlah karyawan yang akan terkena PHK dan suratnya sudah masuk mencapai 23.927 orang, belum termasuk 19.091 pekerja yang akan dirumahkan.

Untuk menggenjot proyek-proyek yang menggunakan banyak tenaga kerja atau padat karya, pemerintah akan memasukkan spesifikasi jumlah penggunaan tenaga kerja dalam tender pengadaan proyek infrastruktur tahun 2009. Peserta tender yang menggunakan lebih banyak tenaga kerja bisa mengajukan harga lebih tinggi dibanding mereka yang menggunakan alat berat atau mesin. Kemungkinan pemerintah akan memasukkan spesifikasi jumlah tenaga kerja dalam dokumen penawaran tender.

Deputi Bidang Evaluasi Kinerja Pembangunan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Widiyanto mengatakan, pemerintah saat ini sedang merumuskan bagaimana agar dalam pelaksanaan proyek padat karya tidak merugikan kontraktor. Rumusan itu diperlukan karena biasanya proyek yang padat tenaga kerja lebih mahal biayanya dibanding dengan menggunakan mesin yang efisien. Namun tidak semua proyek infrastruktur pemerintah menggunakan rumusan ini, karena spesifikasi jumlah tenaga kerja hanya bisa diterapkan untuk proyek sederhana.

Pemerintah, dalam hal ini Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Erman Soeparno yakin sebanyak 2,6 juta orang tenaga kerja bakal mendapatkan pekerjaan pada tahun 2009 ini. Rinciannya, sekitar dua juta orang bakal mendapatkan pekerjaan lewat proyek dan/atau program yang dibuat pemerintah. Selebihnya, sekitar 600 ribu orang ditargetkan bisa dikirim keluar negeri untuk menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI).

Nantinya, pembahasan mengenai masalah ini juga akan melibatkan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP). Dengan memasukkan persyaratan tenaga kerja sebagai penghitungan tender proyek, maka nantinya kontraktor yang mempekerjakan lebih banyak buruh akan dimenangkan bukan cuma harga penawarannya yang murah.

Untuk itu, pemerintah bakal melanjutkan sejumlah program yang dipercaya mampu menyerap tenaga kerja dengan baik. Antara lain, program transmigrasi melalaui pembangunan kota transmigrasi mandiri (KTM) yang diyakini mampu menyerap 350 ribu orang tenaga kerja dan pembangunan perumahan pekerja dengan estimasi penyerapan tenaga kerjanya sekitar 50.000 orang.

Agar penyerapan tenaga kerja semakin optimal, Depnakertrans juga telah mendapat lampu hijau penambahan anggaran pagu indikatif. Anggaran yang semula hanya Rp2,828 triliun menjadi Rp3,227 triliun. Sedianya dana itu antara lain digunakan untuk pelatihan 40.000 orang sebesar Rp109 miliar dan Rp230 miliar untuk program padat karya produktif dengan target penyerapan 110.000 orang.

TKI masih menjadi pilihan yang menarik bagi sebagian besar angkatan kerja di Indonesia. Godaan untuk bekerja di luar negeri terkait dengan tingginya penghasilan yang akan diterima. Hal ini dapat dilihat dari remitance atau kiriman uang dari TKI asal Nusa Tenggara Barat (NTB) yang bekerja di sejumlah negara. Jumlah TKI NTB yang bekerja di luar negeri selama tahun 2008 mencapai 52.754 orang terbanyak bekerja di perusahaan perkebunan kelapa sawit di Malaysia dan menjadi Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT) atau Pembantu Rumah Tangga (PRT) di Arab Saudi.

Selama tahun 2008 remitance TKI mencapai Rp800 miliar, jauh melampuai Pendapatan Asli Daerah (PAD) NTB sebesar Rp325 miliar. Kalau dihitung, rata-rata satu orang TKI mengirim uang Rp20 juta/tahun, maka jumlah remitance bisa mencapai Rp1 triliun per tahun. Kiriman uang ini merupakan devisa terbesar yang masuk ke NTB dan langsung dinikmati masyarakat.

Untuk program penempatan tahun 2009, Deputi Bidang Penempatan BNP2TKI Ade Adam Noeh mengungkapkan, pihaknya akan menekankan pada dua program utama, yaitu peningkatan pelayanan TKI ke luar negeri dan penguatan kelembagaan badan penyelenggaraan TKI.

Dalam konteks kedua program itu, maka kegiatan yang akan dilakukan Deputi Bidang Penempatan sepanjang tahun 2009 di antaranya pengembangan Sistem Pelayanan Penerbitan Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (SPP-KTKLN), pemantauan dan evaluasi kinerja Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS), peningkatan koordinasi dan kerjasama dengan instansi terkait di dalam dan luar negeri, serta pelaksanaan penempatan kembali TKI deportasi di daerah-daerah perbatasan. (AI)


Industri baja melemah

Harga baja dunia makin merosot ke titik terendah dalam tiga tahun terakhir seiring dengan perlambatan ekonomi global. Kondisi itu diperkirakan menggerus proyeksi pendapatan industri baja nasional mengingat kelebihan stok di pasar lokal masih besar. Berdasarkan data Middle East Steel (lembaga riset baja Timur Tengah), harga baja dunia terus turun dari USD450-500/ton pada Desember 2008 menjadi USD430-470/ton pada pertengahan Januari 2009. Dengan demikian, harga baja canai panas (hot rolled coils/HRC) yang menjadi acuan telah menurun lebih dari 64% dari titik tertinggi pada Agustus 2008 yang pernah menyentuh USD1.200/ton.

World Steel Association (Worldsteel) memproyeksikan permintaan baja pada tahun 2009 terus menurun sekitar 10-15%. Akibatnya, sejumlah perusahaan baja dunia masih akan terus memangkas produksi hingga 20%. Menanggapi hal ini, Ketua Indonesian Iron and Steel Industry Association (IISIA) Bidang Long Product Ismail Mandry menjelaskan, penurunan harga dunia secara otomatis mengoreksi harga baja di sektor hilir antara lain besi beton, besi profil, kawat, paku, seng, dan pipa baja. Harga kelompok baja long product ikut terkoreksi Rp7.000/kg pada Januari 2009 dari posisi Rp11.000/kg pada November 2008.

Pengusaha industri baja nasional diperkirakan akan memangkas produksinya sebesar 30% hingga 40%. Artinya, produksi baja nasional hanya 2,4 juta ton bila dibandingkan dengan total produksi tahun 2008 sebesar 4 juta ton. Pemangkasan produksi bukan tanpa sebab. Ada tiga faktor menjadi alasan produsen mengurangi produksi mereka. Pertama, produsen hulu dan hilir masih memiliki stok bahan baku yang menumpuk yang mereka beli pada saat harga tinggi. Kedua, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Ketiga, ketergantungan industri dalam negeri terhadap produk baja impor.

Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Tekstil dan Aneka Depperin Ansari Bukhari mengatakan, beberapa bulan menjelangi akhir tahun 2008, sejumlah perusahaan hulu – hilir baja ada yang telah menghentikan sementara produksinya. Salah satunya, PT Krakatau Steel (KS) menghentikan produksi di lini hulu atau steel making dengan alasan perawatan berkala atau overhaul pada Desember 2008 hingga Januari 2009. Jumlah produksi yang terhenti mencapai 30% atau 1,5 juta ton.

Penumpukan stok di produsen hulu dan hilir terjadi karena spekulasi yang dilakukan pada saat harga baja bakal melonjak. Pengusaha membeli banyak karena khawatir harga baja bakal tidak turun lagi dan justru terus meninggi. Pada Agustus 2008 harga baja menembus titik tertinggi USD1.220/ton. Pada saat pembelian, produsen membeli di kisaran antara USD800 – USD1.000/ton. Saat ini, harga baja justru telah menyentuh titik terendah menjadi hanya USD440 – USD500/ton. Jumlah stok yang tertumpuk setara untuk stok dua bulan produksi atau sekitar 666.700 ton. Alhasil, ketika harga baja anjlok, produsen merugi.

Sementara untuk pelemahan nilai tukar rupiah ke dolar bila terus berlanjut menyebabkan harga bahan baku dan produk setengah jadi (semifinished) baja kian mahal sehingga memperlemah daya beli konsumen lokal. Akibatnya, berpotensi menghambat realisasi sejumlah proyek infrastruktur dan properti pemerintah pada tahun 2009.

Proyek industri hulu baja yang belum terwujud menyebabkan Indonesia masih akan bergantung besar terhadap impor bahan baku pada tahun 2009. Oleh karena itu, pemerintah menginginkan agar KS segera melaksanakan proyek baja hulu antara KS-Antam di Kalimantan. Pemerintah juga berharap produsen mencari celah memanfaatkan peluang kelesuan pasar domestik sehingga sektor baja nasional tetap bergerak. Salah satu caranya dengan menyesuaikan harga produknya dengan harga internasional.

Namun demikian, pemerintah memastikan tiga pabrik baja milik PT Meratus Jaya Iron and Steel (perusahaan patungan PT Krakatau Steel dan PT Aneka Tambang) yang akan membangun pabrik iron making berkapasitas 300.000 ton, PT Semeru Surya Steel, dan PT Mandan Steel (Penanaman Modal Asing asal China/China Nickel Holding Resources) sudah mulai berdiri. Investasi ketiga perusahaan yang berlokasi di Kalimantan Selatan itu mencapai USD660 juta.

Penurunan harga baja ini seharusnya menjadi momentum produsen lokal meningkatkan pembelian bahan baku dari pasar domestik dan impor dengan harga murah. Namun, dengan stok yang besar, arus kas (cash flow) perusahaan baja lokal terbatas sehingga sulit memanfaatkan momentum itu. Pada kuartal I/2009 tingkat pemanfaatan kapasitas terpasang industri baja lokal hanya mencapai 30%.

Di sisi lain ada kabar baik bagi industri atau produsen baja dalam negeri. Mereka tak perlu merasa khawatir produknya bakal tergerus produk impor terutama yang tidak memenuhi standar nasional. Pasalnya Departemen Perindustrian (Depperin) menerbitkan Keputusan Menteri Perindustrian Nomor 1 dan 2/M-IND/PER/2009 tanggal 6 Januari 2009 yang mewajibkan pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) produk baja impor. Kebijakan ini mulai efektif berlaku terhitung April 2009.

Dalam peraturan itu produk baja impor yang wajib memiliki SNI antara lain baja lembaran, pelat, dan gulungan canai panas dari pos tarif 7208.25.10.00 sampai 7211.19.90.00. Selain itu, SNI wajib diberlakukan untuk baja lembaran dan gulungan lapis paduan aluminium-seng dengan pos tarif 7210.61.10.00 sampai 7212.50.20.10. Produk baja impor yang memasuki daerah pabean Indonesia wajib memenuhi ketentuan SNI dengan dibuktikan dengan SPPT SNI. Bila tidak, baja yang tidak memenuhi SNI akan direekspor atau dimusnahkan.

Pemberlakuan SNI merupakan kebijakan hambatan non tarif atau yang dikenal non tarif barrier yang bertujuan melindungi industri dalam negeri, khususnya dari produk baja impor ilegal. Namun, kebijakan SNI ini tak serta merta berlaku, pemerintah menetapkan kebijakan SNI wajib bagi HRC dan baja lapis aluminium-seng berlaku surut pada tahun 2009. Dengan pertimbangan, setidaknya butuh waktu tiga bulan untuk sosialisasi dan memberi kesempatan bagi importir umum (IU) mempersiapkan diri memiliki Sertifikat Produk Penggunaan Tanda (SPPT). Sebelum mengimpor, setiap produsen baja asing harus melaporkan standar produknya. Bisa saja produsen baja asing misalnya di China diverifikasi terlebih dahulu agar produknya sesuai SNI. (AI)