Jumat, Oktober 22, 2010

Kinerja kinclong sektor pertambangan

Pemerintah optimistis bakal mampu memenuhi target pendapatan negara dari sektor pertambangan sesuai dengan yang dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2010. Pasalnya, pemerintah telah mencatat realisasi penerimaan negara bukan pajak dari sektor tambang sebesar Rp13 triliun hingga September 2010. Dalam APBN-P 2010, pemerintah menetapkan pendapatan negara bukan pajak dari sektor pertambangan Rp15,2 triliun. Angka ini naik dari usulan pemerintah sebelumnya sebesar Rp14,9 triliun.

Di sisi lain, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengakui hujan terus-menerus dan cuaca ekstrem mulai mengganggu produksi tambang. Untuk itu diperlukan kelonggaran terkait kontrak maupun target produksi yang ditetapkan. Potensi gangguan cuaca terhadap produksi terjadi pada produk tambang jenis batu bara dan timah. Sementara untuk produk mineral belum mengalami gangguan yang signifikan, dan belum ada laporan gangguan dari perusahaan pertambangan.

Kementerian ESDM belum tahu seberapa signifikan gangguan cuaca ekstrem terhadap penurunan produksi batu bara dan timah. Sampai semester I/2010, untuk komoditas batu bara produksinya sedikit di bawah target yang ditetapkan, yakni di level 47% dari total target produksi tahun 2010 sebanyak 250 juta ton. Untuk produk timah, PT Timah diharapkan dapat menahan penurunan agar tidak melebihi level 10%. Meskipun gangguan produksi akibat cuaca ekstrem memang tidak bisa dihindari, akan tetapi dapat diantisipasi. Untuk itu, pemerintah harus menetapkan kontigensi atau keadaan darurat. Pasalnya, komoditas batu bara merupakan kebutuhan primer untuk pembangkit listrik Perusahaan Listrik Negara (PLN).

Ke depannya, pemerintah bakal menerapkan larangan ekspor bahan baku tambang jenis apa pun pada tahun 2014 mendatang. Konsekuensinya, pemerintah segera mengeluarkan Peraturan Menteri (Permen) ESDM tentang upaya pencapaian nilai tambah (added value) komoditi tambang melalui peningkatan industri hilir. Dengan adanya aturan tentang nilai tambah ini, maka semua perusahaan tambang tidak lagi boleh mengekspor komoditi dalam bentuk bahan baku atau bijih, tapi harus dalam bentuk barang jadi. Namun, pihak Kementerian ESDM masih membahas mengenai persyaratan batasan yang dimaksud dengan barang jadi tersebut, baik dari kadar logamnya maupun konsentratnya.

Tujuan adanya aturan tentang added value ini tak lain untuk mendorong keberlanjutan manfaat dari pertambangan. Seperti kita ketahui, komoditi tambang merupakan energi tidak terbarukan yang bisa saja sewaktu-waktu habis. Untuk itu, aturan ini merupakan antisipasi dan upaya pengembangan komoditi tambang untuk masa depan. Dengan aturan baru tersebut, Kementerian ESDM optimistis pendapatan negara dari sektor tambang akan meningkat menjadi 10-14 kali lipat, dibandingkan saat ini hanya 1,2 sampai 1,3 kali dari penjualan ekspor bahan baku. Australia Barat misalnya, memiliki nilai tambah dari komoditi tambang ini mencapai 14 kali. Jadi apabila nilai komoditi itu USD 1 juta, maka nilai tambahnya bisa mencapai 14 kali lipatnya.

Sebenarnya kebijakan ini tak lain untuk mendorong investasi hilir di dalam negeri, khususnya untuk pembangunan pabrik smelter (pengolah bijih menjadi logam). Hal ini tentu akan membuka peluang bagi investor lain yang akan berinvestasi dalam pengolahan smelter di Indonesia. Sebenarnya pembangunan pabrik smelter produk tambang tersebut guna memenuhi amanat UU No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Pendirian smelter ditetapkan paling lambat pada tahun 2014. Saat ini Kementerian ESDM tengah menyusun peraturan menteri sebagai panduan pembangunan smelter tersebut dan ditargetkan selesai pada November 2010.

Sementara itu, sebanyak 30% atau sekitar 3.000 perusahaan tambang dari 10.000 perusahaan tambang pemegang kuasa pertambangan (KP) sudah mengantongi izin usaha pertambangan (IUP) dalam satu tahun terakhir. Pemerintah menargetkan sekitar 7.000 KP tersisa akan selesai ditertibkan pada tahun depan. Penertiban dilakukan setelah empat peraturan pemerintah turunan UU Nomor 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara diberlakukan. Kementerian ESDM memastikan instansinya sedang merampungkan proses registrasi atas seluruh KP tersisa. Namun, registrasi tidak bisa dilakukan jika KP itu pernah melanggar aturan. Misalnya tidak melaksanakan kegiatan eksplorasi dan/atau tidak mengantongi sertifikat analisis dampak lingkungan (AMDAL).

Terkait dengan isu lingkungan, beberapa waktu terakhir salah satu upaya yang gencar dilakukan Pemprov Kaltim untuk menghijaukan kawasan di Kaltim adalah dengan Kaltim Green (Kaltim Hijau). Akan tetapi menurut Wakil Gubernur (Wagub) Kaltim Farid Wadjdy, pada pelaksanannya nanti hal itu akan bertolak belakang dengan apa yang terjadi di lapangan. Pasalnya, untuk izin pertambangan menjadi kewenangannya bupati dan walikota. Kondisi ini ibarat dua mata angin yang tak bisa ketemu. Pasalnya, Green Kaltim terus dilaksanakan salah satunya penanaman pohon, tapi saat itu pula kerusakan lingkungan terus berlangsung, salah satunya dari tambang batu bara yang merusak.

Untuk sementara ini, salah satu cara yang bisa mengimbangi kerusakan lingkungan itu adalah dengan terus melakukan penanaman pohon atau penghijauan dimana-mana. Pihak Pemprov juga menunggu RUU Pembalakan Liar disahkan. Salah satu poin penting dari RUU itu adalah pengaturan dan penertiban pemberian izin KP oleh bupati dan walikota. Sebenarnya, dalam PP No.19/2010, gubernur memiliki hak menegur bupati dan walikota dalam hal apapun, sedangkan RUU Pembalakan Liar lebih kongkrit dan teknis, untuk memperkuat PP No.19/2010 yang telah berjalan selama ini.

Meski demikian, program penanaman pohon masih terus berjalan. Kini tercatat sudah tertanam pohon sebanyak 1,6 juta batang dari selama kurang lebih 9 bulan program itu dilaksanakan, atau sejak Januari 2010 lalu dicanangkan oleh Gubernur Kaltim. Program ini akan terus dilaksanakan, karena inilah salah satu cara yang sangat bisa untuk mengembalikan lagi kelestarian lingkungam Kaltim. Apabila program ini berhasil, akan menjadi contoh bagi daerah-daerah lain yang memiliki banyak lokasi pertambangan. (AI)

Senin, Oktober 18, 2010

Garam

Asosiasi Petani Garam Seluruh Indonesia (Apgasi) mengeluhkan hujan yang berkepanjangan telah mengakibatkan petani garam gagal panen. Saat cuaca cerah, garam sudah terbentuk menjadi kristal sekitar tujuh hari. Pada saat itu inti garam sudah terbentuk namun masih muda. Garam muda itu kemudian akan membentuk menjadi garam yang normal bila konsentrasi air garamnya 20% ke atas. Namun akibat cuaca yang tidak menentu, kondisi air garamnya menurun lagi hingga 10%. Padahal, waktu panen garam di Indonesia umumnya berkisar empat hingga lima bulan, dan seharusnya sudah dimulai sejak bulan Juli lalu.

Hingga saat ini, Apgasi belum menerima laporan adanya panen secara besar-besaran di sentra garam di wilayah Indramayu, Cirebon, Madura, Brebes, Rembang, Pati, Tuban, dan Pasuruan. Sentra garam di Madura meliputi Sumemep, Pamekasan, dan Sampang. Di daerah tersebut terdapat lahan garam rakyat yang luasnya sekitar 6.600 ha. Jika berproduksi normal akan menghasilkan sekitar 528 ribu ton dalam satu tahun. Sentra garam tersebut merupakan basis produksi garam nasional. Madura menyumbangkan 60% dari produksi nasional, kemudian kawasan pantura sebesar 30%, dan sisanya tersebar di 27 kabupaten dan kota lain di Indonesia.

Sementara itu, Asosiasi Pemasaran Produk Pertanian Indonesia (AP3I) menyatakan, seluruh petani garam Indonesia di berbagai sentra industri pada tahun ini benar-benar terpukul oleh anomali cuaca. Intensitas curah hujan yang tidak normal sejak awal tahun, dan cenderung tinggi membuat UKM garam frustrasi sebab hingga Agustus banyak yang gagal panen hingga tiga kali. Masa panen normal adalah 25 hari tetapi akibat curah hujan sangat tinggi, masa panen membutuhkan sekitar 3 bulan dan hasilnya kurang optimal.

AP3I meminta pemerintah tidak menyalahkan usaha kecil produsen garam yang tahun ini mengalami gagal panen. Pemerintah hendaknya tidak menambah beban petani garam dengan permainan lisensi impor garam seperti pada tahun 2006. Penurunan impor garam 3 tahun terakhir perlu dipertahankan dalam semangat membangun ekonomi kerakyatan. Semangat ini jangan dirusak oleh kebijakan impor garam meski kondisi di tingkat petani saat ini sangat memprihatinkan.

Produksi garam saat ini hanya di bawah 35.000 ton atau di bawah 1% dari total kebutuhan garam konsumsi sebesar 1,4 juta ton, sehingga sisanya terpaksa diimpor. Kementerian Perdagangan telah mengeluarkan tambahan alokasi impor garam beryodium 300.000 ton untuk memenuhi kebutuhan garam konsumsi sampai akhir tahun 2010. Impor garam itu akan dilakukan dalam dua tahap dengan alokasi masing-masing tahapan sebesar 150.000 ton. Dengan tambahan alokasi impor tersebut maka total alokasi impor garam iodisasi pada tahun 2010 mencapai 437.000 ton. Sebanyak 137.000 ton telah dialokasikan sebelumnya, bahkan hampir terealisasi seluruhnya.

Dalam melaksanakan importasi garam ini pemerintah diharapkan lebih berhati-hati. Pasalnya, diduga banyak garam industri yang masuk ke pasar konsumsi. Ini terjadi, karena ada perusahaan yang mendapat izin impor garam industri sekaligus importir garam konsumsi. Sebagai informasi, ada dua jenis izin impor garam yakni izin untuk importir terdaftar (IT) yang khusus untuk garam industri dan importir produsen (IP) untuk garam konsumsi. Izin IT hanya dimiliki dua perusahaan, yaitu PT Sumateraco dan PT Garindo. Namun ternyata PT Garindo juga memiliki izin IP.

Mestinya izin kedua jenis importir ini dipisahkan secara tegas. Tanpa pemisahan izin, garam industri bisa merembes ke pasar konsumsi. Apalagi pemerintah tidak memiliki lembaga khusus yang mengawasi importasi garam. Pemerintah seharusnya menunjuk satu perusahaan saja yang mengimpor garam industri. Selain itu, pemerintah juga harus membentuk lembaga pengawas importasi garam. Jangan sampai izin impor tersebut disalahgunakan sehingga mengakibatkan garam petani tidak laku.

Salah satu negara sumber utama impor garam Indonesia adalah Australia. Teknologi pembuatan garam Australia lebih maju, yakni menggunakan pipa ke laut hingga kedalaman 5 km sehingga air lautnya bersih. Australia saat ini terkenal sebagai pengekspor garam terbesar di dunia dengan pabriknya yang berteknologi tinggi. Pemerintah saat ini tengah mencari investor baru di sektor garam yang bisa membangun pabrik berteknologi tinggi. Ini dilakukan untuk meningkatkan produksi garam dalam negeri.

Di samping pembangunan pabrik garam, untuk meningkatkan produksi garam, pemerintah akan memperluas lahan garam. Lahan petani garam akan semakin luas mulai tahun 2013 mendatang. Perluasan lahan ini merupakan salah satu upaya pemerintah mencapai swasembada garam pada tahun 2015 mendatang. Saat ini, luas tambak garam baru sekitar 22.800 ha. Dengan luas sebesar itu, produksi garam hanya sebesar 1,26 juta ton. Untuk mencapai target produksi sebesar 3,3 juta ton, pemerintah akan memperluas tambak garam sebesar 9.000 ha pada tahun 2013 dan 14.000 ha pada tahun 2014 mendatang.

Pemerintah juga akan menjalankan program intensifikasi untuk menggenjot produktivitas lahan agar makin besar. Program intensifikasi garam ini akan mulai dilaksanakan pada tahun 2011. Saat ini, produktivitas lahan baru berkisar 55.490 ton/ha/tahun. Dengan intensifikasi, produktivitas itu diharapkan dapat ditingkatkan menjadi 80.000 ton/ha/tahun.

Apgasi mendukung rencana pemerintah untuk mencapai swasembada garam pada tahun 2015. Agar program itu berhasil, Apgasi mengusulkan pemerintah menaikkan harga pembelian garam di tingkat petani dari Rp 325/kg menjadi Rp1.000/kg. Harga yang rendah akan menyurutkan niat petani untuk berproduksi. Harga yang rendah ini membuat petani tak kunjung menangguk untung, bahkan cenderung rugi. Pemerintah juga diharapkan mengatur ulang tata niaga garam terutama terkait harga dan sanksi bila perusahaan tidak membeli garam petani. Pasalnya, Apgasi menyatakan banyak perusahaan yang sewenang-wenang menekan harga garam dan menolak membeli garam petani selama ini. (AI)

Rabu, Oktober 13, 2010

UKM mencari modal

Keterlibatan investor terhadap usaha kecil dan menengah (UKM) harus ditingkatkan dengan mengembangkan pola investasi penempatan langsung (private placement), sehingga arus permodalan ke UKM semakin besar. Namun, pola penempatan langsung itu harus diatur agar bisa lebih dikembangkan oleh UKM, termasuk untuk memberikan stimulus bagi pemilik modal agar lebih tertarik menempatkan modal pada perusahaan skala kecil dan menengah.

Salah satu cara memperbesar arus modal ke UKM dapat dilakukan antara lain melalui pembentukan pasar modal (bursa efek) UKM yang dilakukan oleh otoritas bursa dan asosiasi pelaku usaha. UKM masih membutuhkan arus permodalan yang lebih besar, bukan hanya dari perbankan, tetapi dari semua sumber dana yang bisa diakses sebagaimana perusahaan besar. Jadi, sudah waktunya digagas pembentukan pasar modal UKM agar pelaku UKM yang telah memiliki kapasitas bisnis cukup besar, khususnya di kelas usaha menengah bisa memperoleh modal di pasar tersebut.

Pembentukan pasar modal UKM itu tidak bisa dicampurkan dengan perusahaan korporasi, tetapi harus dibuat tersendiri. Pasalnya, UKM memiliki karakteristik usaha yang jauh berbeda dengan standar persyaratan yang juga harus lebih ringan. Untuk pembentukan pasar modal tersebut, asosiasi pengusaha bersama Kadin dan Bursa Efek Indonesia bisa mulai menggagasnya dan membuat kajian secara bersama-sama agar dalam beberapa tahun ke depan pasar modal UKM itu bisa terbentuk. Saat ini, jumlah pelaku usaha yang potensial menjadi anggota pasar modal UKM cukup besar, yakni dari pelaku usaha kecil sebanyak 520.220 dan pelaku usaha menengah sebanyak 39.660.

Untuk membentuk pasar modal UKM diperlukan kesiapan dari berbagai pihak terkait, baik dari sisi regulasi dan infrastrukturnya serta kesiapan dari pelaku usahanya. Dari sisi regulasi, Bapepam-LK harus bisa menyiapkan lebih baik pengaturan tentang modal ventura dan pembentukan self regulatory organization (SRO). Di sisi lain, perlu juga kesiapan dari pelaku UKM, yang mayoritas masih ketakutan kehilangan asetnya karena masuknya modal publik (dilusi), termasuk dana untuk persiapan masuk ke publik yang dianggap terlalu besar mencapai Rp12 miliar sehingga mereka lebih memilih digunakan sebagai modal sendiri.

Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia diminta meningkatkan peran pengusaha besar dalam melakukan pendampingan terhadap UKM agar memiliki kemampuan manajerial dan kualitas SDM lebih baik dalam menjalankan bisnisnya. Populasi UKM sangat besar dan membutuhkan peran dari pengusaha besar dan kalangan korporasi untuk meningkatkan kegiatan pendampingan bisnis secara langsung. Pengembangan UKM tidak bisa dilepas begitu saja kalau ingin menjadi salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi yang semakin berkualitas.

Pertumbuhan UKM saat ini masih tergolong kecil padahal populasinya mencapai 51 juta pelaku usaha. Untuk itu, diperlukan dukungan dari semua stakeholder untuk meningkatkan kapasitas UKM. Selama ini pengembangan UKM lebih banyak terpaku pada penyediaan fasilitas pendanaan baik oleh pemerintah maupun perbankan. Padahal, upaya pendampingann jauh lebih penting untuk lebih ditingkatkan agar pelaku UKM memiliki kemampuan mengelola bisnis yang benar sehingga usahanya bisa berkelanjutan.

Sayangnya, setelah hampir 11 tahun otonomi daerah digulirkan, ternyata tidak banyak memperbaiki kondisi sektor riil di daerah terutama UKM yang masih sulit berkembang akibat buruknya infrastruktur yang menghambat pertumbuhan investasi. Di sisi lain, kebijakan dan regulasi pemda juga belum bisa mendukung sektor riil yang mayoritas APBD-nya digunakan untuk belanja rutin dan hampir tidak ada anggaran yang dialokasikan untuk insentif bagi pengembangan sektor usaha.

Jaringan Pendukung UKM menyatakan, secara umum tingkat kesejahteraan masyarakat di daerah memburuk karena sektor usaha terutama UKM tidak bisa berkembang akibat persoalan infrastruktur yang semakin buruk dan kebijakan pemerintah yang kurang pro sektor riil. Memburuknya kondisi sektor usaha di daerah menunjukkan otonomi daerah yang diterapkan memang tidak dipersiapkan dengan baik oleh pemerintah pusat, khususnya penyediaan infrastruktur yang belum bisa mendukung pengembangan sektor usaha.

Persoalan sektor usaha di daerah juga terkait dengan keberpihakan pemda terhadap UKM yang masih sangat rendah, bahkan lebih banyak dihambat dengan perda dan regulasi lainnya yang tidak produktif dan hanya berorientasi pada peningkatan pendapatan asli daerah (PAD). Jadi untuk mengembangkan UKM harus diperbaiki dulu dua persoalan besar yang sangat mendasar yaitu pertama, pembenahan infrastruktur agar transportasi dan logistik serta perdagangan tidak terhambat, dan kedua, keberpihakan pemda agar memberikan insentif bagi sektor usaha khususnya UKM.

Sementara itu, pemerintah pada akhir September 2010 lalu menandatangani nota kesepahaman 3 menteri (Menteri Perdagangan, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Negara Koperasi dan UKM) terkait Sinergi Program Pengembangan Ekonomi dan Penataan Lingkungan Perkotaan melalui Penguatan Sektor Usaha Mikro. Nota tersebut merupakan tindak lanjut dari Inpres No.6 Tahun 2007 tentang Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah.

Tujuan utama dari nota kesepahaman ini adalah mengefektifkan program pemberdayaan PKL. Caranya dengan menyinergikan program-program pemberdayaan usaha mikro yang dimiliki oleh kementerian masing-masing yang ikut serta menandatangani nota kesepahaman supaya terjadi keselerasan, bukan tumpang tindih dalam pemberdayaan usaha mikro seperti yang sering terjadi di lapangan. Istilah PKL sebagai pedagang kaki lima sudah tidak digunakan lagi tapi diganti menjadi pedagang kreatif lapangan.

Nota kesepahaman tersebut sekaligus merupakan bentuk pembenahan kota, sehingga menjadi lebih rapi dan terlihat lebih luas, atau dengan kata lain ditertibkan tapi diberdayakan. Para PKL nantinya akan diberi tanda pengenal khusus yang sebelumnya melalui pendaftaran secara gratis. Namun, untuk sementara proyek ini baru akan direalisasikan pada beberapa lokasi, antara lain pilot project di Padang. (AI)

Jumat, Oktober 08, 2010

Minapolitan sebagai alternatif

Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengembangkan konsep minapolitan, yaitu manajemen ekonomi kawasan berbasiskan perikanan di 41 kabupaten/kota di Tanah Air. Konsep ini merupakan bagian dari cita-cita mewujudkan Indonesia sebagai negara penghasil produk perikanan terbesar di dunia pada tahun 2015. Kunci dari minapolitan ini adalah integrasi industri perikanan dari hulu ke hilir di suatu wilayah yang sesuai dengan karakteristik daerah itu sendiri. Perikanan diharapkan menjadi penggerak utama dari ekonomi wilayah setempat. Targetnya terjadi peningkatan produksi secara besar-besaran dan membawa kesejahteraan bagi masyarakat setempat.

KKP memiliki visi menjadikan Indonesia sebagai negara produsen produk perikanan terbesar di dunia. Produksi perikanan budi daya ditargetkan meningkat sebesar 353% selama tahun 2010-2014, yaitu dari 5,26 juta ton menjadi 16,89 juta ton. KKP menganggarkan Rp584 miliar untuk pengembangan minapolitan percontohan yang akan dimulai pada tahun 2011.

Total anggaran Rp584 miliar akan dialokasikan untuk tiga program. Pertama, pengembangan minapolitan percontohan berbasis perikanan tangkap di sembilan wilayah senilai Rp364 miliar. Kedua, minapolitan percontohan berbasis perikanan budi daya di 24 wilayah senilai Rp149 miliar, dan ketiga, sentra garam rakyat di delapan lokasi senilai Rp69 miliar. Pemilihan lokasi didasarkan pada persyaratan tertentu di suatu daerah yang mempunyai potensi khusus yang bisa dikembangkan, misalnya budi daya ikan patin, lele, rumput laut, dan sebagainya.

Lokasi pengembangan minapolitan berbasis perikanan tangkap terdapat di Pelabuhan Perikanan Samudra (PPS) Belawan, Sumut, Pelabuhan Perikanan Nusantara Sungai Liat, Babel, PPN Pelabuhan Ratu, Jabar, PPS Cilacap, Jateng, Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Tamperan, Jatim, PPP Muncar, Jatim, PPS Bitung, Sulut, PPN Ternate, Malut, dan PPN Ambon, Maluku.

Untuk minapolitan berbasis perikanan budi daya dilakukan di 24 lokasi, di antaranya budi daya ikan patin di Muaro Jambi dan Kampar Riau, budi daya lele di Kabupaten Bogor, Jabar, gurame di Banyumas, Jateng, rumput laut di Morowali, Sulteng, Sumbawa, NTB, Sumba Timur, NTT, dan sebagainya. Sementara untuk pengembangan sentra garam dilakukan di 8 lokasi, antara lain Cirebon, Indramayu, Rembang, Pati, Pamekasan, Sampang, Sumenep, dan Nagakeo.

KKP juga mempromosikan enam provinsi yang memiliki potensi peluang usaha dan investasi pengolahan dan pemasaran hasil perikanan yang siap ditawarkan kepada investor luar maupun lokal. Keenam provinsi tersebut adalah Sumbar, Jatim, Kaltim, Sulteng, Maluku, dan NTB. Beberapa investor telah siap berinvestasi di daerah itu antara lain dari Taiwan, RRC, dan Arab Saudi.

Taiwan dipastikan sudah siap berinvestasi terutama di Provinsi Sumbar. Saat ini investor yang ada di Sumbar adalah Bimantara Group yang memiliki industri pengolahan dua jenis ikan, yaitu ikan kerapu dan ikan tuna. Untuk jenis tuna kapasitas ekspornya sebesar 20 ton/minggu dengan negara tujuan Jepang, sedangkan untuk negara tujuan ekspor seperti Hongkong volumenya masih kecil yaitu sekitar 2 ton. Untuk tujuan ekspor ke AS sudah dalam bentuk olahan seperti abon ikan tuna dan rendang ikan tuna dengan volume sebesar 20 ton/bulan.

Data KKP menyatakan produksi perikanan budi daya di Sumbar pada tahun 2009 mencapai 84.864,74 ton, sedangkan potensi perikanan budi daya yang siap dikembangkan ialah ikan nila dengan jumlah keramba sebanyak 10.000 unit, produksi ikan lele sebesar 4.269,9 ton, ikan bilih 1.218,3 ton, dan rumput laut seluas 12.000 ha. Produksi perikanan tangkap sebesar 199.895,4 ton diantaranya ikan tuna, kerapu, tongkol, dan cakalang.

Produksi perikanan Jatim mencapai 914.800 kg/bulan. Dari jumlah tersebut sekitar 67,6% dari hasil perikanan tangkap, selebihnya dari perikanan budi daya. Ekspor perikanan Jatim tahun 2009 mencapai 226.284.848 kg. Sementara itu produksi perikanan NTB tahun 2009 mencapai 185.518,5 ton perikanan tangkap dan 3.574.580 ton perikanan budi daya.

Produksi perikanan Kaltim mempunyai potensi sebesar 140.000 ton/tahun, potensi tambak sebesar 122.000 ton/tahun, ditambah perikanan air tawar sebesar 79.000 ton/tahun. Produksi perikanan Maluku sebesar 1.627.500 ton/tahun dari perikanan tangkap. Perikanan Sulteng untuk budi daya tambak memiliki luas 42.095 ha, budi daya laut 146.468 ha, dan budi daya rumput laut seluas 106.468 ha, sedangkan perikanan tangkap sebesar 408.000 ton/tahun.

Di sisi lain, Kementerian BUMN meminta Menteri Kelautan dan Perikanan agar segera menyampaikan keputusan soal penggabungan BUMN perikanan, PT Perikanan Nusantara, dan Perum Prasarana Perikanan Samudera. Ada dua opsi yang disepakati untuk dipilih oleh KKP. Pertama, dua perusahaan itu dibentuk induk perusahaan atau holding, yang kemudian dibentuk BUMN perikanan di bawah holding yang bertanggung jawab pada perikanan budi daya. Kedua, dua BUMN tersebut di-merger dan kemudian menjalankan fungsi secara menyeluruh dari hulu hingga hilir, dimulai dari penangkapan, pelabuhan perikanan, pengolahan, hingga pemasaran. Rencana penggabungan BUMN perikanan bertujuan agar kinerjanya lebih efisien dan mendatangkan keuntungan yang maksimal.

Dari sisi KKP, menurut Menteri Kelautan dan Perikanan, dari hasil telaah awal tidak hanya dua BUMN yang digabung, tetapi tiga BUMN, yakni PT Perikanan Nusantara, Perum Prasarana Perikanan Samudera, dan PN Garam. Namun saat ini KKP masih mengevaluasi antara merger atau membuat holding. KKP memiliki kecenderungan membentuk perusahaan induk atau holding dari tiga BUMN tersebut. Sementara itu, Masyarakat Perikanan Nusantara (MPN) mendukung rencana pemerintah untuk melakukan merger BUMN perikanan karena akan semakin efektif dan jelas akan mendapatkan nilai tambah.

Sementara dari sisi pelaku, yakni PT Perikanan Nusantara menyatakan, upaya menggabung BUMN ini dengan Perum Prasarana Perikanan Samudera agar lebih efisien, dinilai tidak tepat karena akan berakibat semakin menurunkan kinerja perusahaan. Pasalnya, PT Perikanan Nusantara ini memiliki karakteristik yang berbeda dengan perum. Dalam hal ini BUMN diminta pemerintah untuk mendatangkan laba sementara perum memberikan jasa. (AI)

Senin, Oktober 04, 2010

Kakao

Indonesia akan menjadi produsen kakao terbesar di dunia pada tahun 2014. Dari data yang tercatat di International Cocoa Organization (ICCO) tahun 2009, Indonesia tercatat sebagai negara produsen biji kakao terbesar ketiga di dunia dengan produksi mencapai 540.000 ton/tahun atau sebesar 16,2% pangsa pasar dunia. Peringkat pertama masih dipegang Pantai Gading dengan produksi 1,22 juta ton/tahun dengan penguasaan pasar sebesar 38,7%, dan posisi kedua Ghana dengan produksi 680.000 ton/tahun atau 21,6%.

Pada tahun 2011, Indonesia diharapkan sudah masuk dalam ICCO. Saat ini Indonesia sedang mengurus proses keanggotaan dan pemerintah mengalokasikan anggarannya untuk tahun fiskal 2011. Adapun proses keanggotaan Indonesia sudah memasuki tahap ratifikasi standar dan prosedur keanggotaan. Dengan menjadi anggota ICCO, Indonesia bisa lebih berperan di kancah internasional dan memberikan kesempatan dalam menentukan arah perkakaoan di dunia.

ICCO memperkirakan kakao akan mengalami pertumbuhan permintaan hingga 4%. Potensi peningkatan permintaan terhadap kakao dunia tersebut menjadi celah bagi Indonesia untuk menggenjot produksi kakao memenuhi pasar dunia. Pemerintah ingin mendorong ekspor kakao tidak hanya terbatas pada bijih kakao saja, tetapi juga mendorong kakao olahan, sehingga dapat meningkatkan nilai tambah komoditas tersebut di dalam negeri.

Upaya peningkatan produksi kakao telah dilakukan melalui gerakan nasional (Gernas) Kakao sejak tahun 2009. Gernas Kakao secara otomatis meningkatkan produktivitas hingga dua kali lipat atau lebih, dan baru bisa dilihat hasilnya pada tahun 2012. Gernas Kakao dilakukan dengan penanaman kembali dan perbaikan pembibitan dan penanganan hama. Gernas Kakao diharapkan dapat meningkatkan produktivitas kebun kakao dari 500 kg/ha/tahun menjadi 1.300 kg/ha/tahun. Penambahan produksi kakao dalam negeri diharapkan dapat meningkatkan kapasitas Indonesia dalam memasok kebutuhan kakao dunia yang setiap tahun naik 2 – 4%.

Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, nilai ekspor biji dan produk kakao Indonesia dari Januari-Juli 2010 mencapai USD977 juta. Ini berarti naik dari periode yang sama pada tahun 2009 yang hanya USD670 juta, atau naik 45%. Nilai ekspor kakao sepanjang tahun 2010 diperkirakan akan meningkat dibanding ekspor tahun 2009 yang mencapai USD1,38 miliar.

Peningkatan ekspor mungkin dapat dicapai karena industri pengolahan kakao nasional mulai pulih. Perusahaan-perusahaan yang sebelumnya menghentikan operasi karena kekurangan bahan baku, kembali berproduksi dengan kapasitas penuh. Sampai akhir tahun 2009, sudah ada enam perusahaan yang memproduksi 150 ribu ton kakao olahan, dan tahun 2010 ini angkanya diperkirakan bergerak menjadi 200 ribu ton. Beberapa perusahaan pengolahan kakao juga sudah merencanakan ekspansi produksi mulai tahun 2011. Sehingga, mulai tahun tersebut produksi kakao olahan diproyeksikan bisa naik sampai 300 ribu ton, atau bisa mengolah hampir 50% dari total produksi biji kakao nasional.

Perkembangan itu merupakan pertanda pertumbuhan industri peningkatan nilai tambah biji kakao dalam negeri, mengingat sebelumnya hampir 80% produksi biji kakao nasional langsung diekspor. Pemulihan industri pengolahan kakao dalam negeri antara lain terjadi karena penerapan bea keluar (BK) biji kakao pada April 2009. Penerapan ketentuan itu terbukti dapat mendorong pertumbuhan industri pengolahan kakao nasional dan menarik masuknya investasi asing pada sektor tersebut.

Sejumlah perusahaan raksasa cokelat siap berekspansi ke Indonesia. Perusahaan-perusahaan tersebut antara lain Mars, Cargill, Olam International, Armajaro, dan Ferrero dari Amsterdam, Belanda. Kedatangan mereka diiringi dengan permintaan agar pemerintah Indonesia memberikan berbagai kemudahan, termasuk insentif fiskal. Perusahaan-perusahaan asing itu membidik investasi di Indonesia karena melihat besarnya potensi pasar cokelat di kawasan Asia. Selain itu, adanya penerapan BK kakao dianggap juga akan menguntungkan industri pengolahan kakao di Indonesia.

Atas permintaan tersebut, pemerintah akan memberikan kemudahan bea masuk (BM) untuk barang modal dan bahan baku industri pengolahan kakao di Indonesia. Tidak hanya itu, pemerintah juga siap memberikan insentif khusus bagi industri kakao. Nantinya, insentif untuk sektor kakao akan disusun bersama insentif untuk sektor minyak sawit mentah (CPO) dan karet. Selama ini, industri pengolahan kakao masih dikenakan pajak penghasilan sebesar 25% dan pajak pertambahan nilai 10%.

Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) menilai, investor asing tertarik untuk menanamkan modalnya di sektor industri kakao karena harga bahan baku kakao lebih murah. Harga kakao di tingkat petani murah karena para eksportir membebankan pembayaran BK kepada petani kakao dengan cara memotong harga pembelian sebesar BK yang berlaku pada bulan tersebut. Tetapi di sisi lain, rencana penambahan investasi asing di sektor industri kakao diperkirakan akan terhadang dengan minimnya infrastruktur, antara lain kondisi transportasi yang mahal dan pasokan listrik masih kurang.

Asosiasi Industri Kakao Indonesia (AIKI) menyambut baik rencana pemberian insentif ini. Hanya saja, khusus insentif BM, industri pengolahan kakao sudah tidak membutuhkan lagi. Pasalnya, selama ini impor barang modal termasuk berbagai peralatan untuk industri agro, termasuk kakao sudah dikenakan BM 0%. Sementara, barang yang terkena BM hanyalah bahan baku, yaitu sebesar 5%. AIKI meminta pemerintah tidak mengubah lagi besaran BM bahan baku sehingga biji kakao lokal bisa bersaing dengan barang impor.

Selama ini, industri pengolahan kakao Indonesia hanya membutuhkan biji kakao untuk membuat cokelat bubuk (powder). Coklat bubuk inilah yang kemudian diolah menjadi berbagai jenis makanan dari cokelat. Untuk menghasilkan cokelat bubuk, perusahaan pengolahan menggunakan 70% kakao yang belum difermentasi dan 30% sisanya kakao fermentasi. Kakao fermentasi inilah yang selama ini banyak diimpor. Hal ini disebabkan kebanyakan kakao milik petani belum fermentasi. Jika BM biji kakao dipangkas, maka impor kakao fermentasi bisa jadi akan membanjiri pasar Indonesia. Jika ini terjadi, petani kakao lokal akan tersisih. (AI)

Rabu, September 29, 2010

Rusunawa di berbagai daerah

Guna memenuhi kebutuhan perumahan, Pemda DKI Jakarta akan membangun 400 unit rumah susun sederhana sewa (rusunawa). Pembangunan ini sebagai upaya memenuhi kebutuhan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan kecil. Pembangunan rusunawa juga bertujuan mengurangi kekumuhan di wilayah Jakarta yang padat. Pihak Pemda DKI sudah mempersiapkan 5 lokasi rusunawa di Jakarta Timur.

Dari lima lokasi tersebut tidak semuanya dibangun pada tahun 2010 ini lantaran alokasi anggaran yang minim. Pembangunan rusunawa tersebut dilakukan secara bertahap dan bergantian di berbagai wilayah Jakarta, tergantung wilayah mana yang lebih membutuhkan. Tiap blok menara rusunawa terdiri dari 100 unit satuan rumah susun (sarusun). Anggaran pembangunan tiap blok sekitar Rp24 miliar. Apabila terdapat kelebihan dana anggaran perumahan, maka akan dipergunakan untuk pembangunan rusunawa di Jakarta Barat. Sementara itu untuk Jakarta Pusat, pemda belum berencana membangun rusunawa karena sulitnya lahan.

Di Batam, PT Jamsostek (persero) akan memulai pembangunan tujuh twinblock (menara kembar) rusunawa di Kawasan Industri Kabil (KIK) Batam pada akhir tahun 2010, setelah selesainya pembangunan tiga twinblock di kawasan yang sama. Secara keseluruhan rusunawa yang dibangun BUMN ini di KIK sebanyak 10 twinblock itu dengan total dana yang dibutuhkan sekitar Rp120 miliar, dengan biaya setiap menara sedikitnya Rp12 miliar untuk menampung lebih dari 3.000 peserta jamsostek. Sebelumnya di Batam, Jamsostek juga membangun satu menara kembar di Mukakuning yang diperuntukkan bagi sedikitnya 312 orang peserta jamsostek dengan jumlah 75 unit rumah.

Sukses membangun rusunawa di Batam, Jamsostek mendapat banyak permintaan untuk membangun rusunawa di tempat lain, antara lain Jawa Timur, Makasar, dan Jawa Barat. Namun demikian, Jamsostek tidak akan sembarangan membangun rusunawa. Jamsostek berusaha mencari tempat yang strategis, yaitu yang paling dekat kawasan industri, untuk menghemat biaya transpor dan produktivitas terjaga.

Sebenarnya pembangunan rusunawa Jamsostek di Batam merupakan proyek tidak untung, karena uang yang dipakai untuk pembiayaan proyek tersebut menggunakan Dana Peningkatan Kesejahteraan Peserta (DPKP) yang akan kembali setelah 30 tahun. Akan tetapi, ada beberapa kriteria yang memudahkan sehingga Jamsostek mau membangun proyek tersebut di Batam, diantaranya adalah harga tanah untuk bangunan yang dipergunakan selama tiga puluh tahun masih sangat murah. Selain itu, pasar penyewa di daerah tersebut sangat potensial, karena banyak orang yang bekerja dan telah lama menetap namun tidak membawa serta keluarganya, atau istilahnya bujang lokal. Dan yang terakhir, pemda Batam aktif dan memfasilitasi proyek tersebut.

Di Ambarawa, rusunawa yang dibangun di Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah untuk warga tidak mampu masih sepi peminat. Hal ini disebabkan harganya dianggap terlalu mahal. Pendaftar rusunawa tersebut hingga kini masih 14 orang, padahal yang disediakan 96 unit. Sebenarnya pada saat sosialisasi banyak yang mendaftar, hanya saja setelah muncul Perda No.4/2010 tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah Atas Rumah Susun Sederhana Sewa, banyak warga yang mengundurkan diri karena tidak bisa memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Berdasarkan Perda tersebut, harga sewa bangunan rusunawa lima lantai tersebut bermacam-macam, mulai dari Rp89 ribu hingga Rp145 ribu/bulan.

Rusunawa itu diperuntukkan kepada warga yang belum mempunyai rumah dan pendapatan setiap bulannya setara dengan upah minimum regional (UMR) atau di bawahnya. Pembangunan rusunawa itu bertujuan untuk mengurangi perumahan kumuh yang ada di kawasan Ambarawa. Pasalnya, di sekitar Ambarawa hingga saat ini masih banyak perumahan kumuh yang dihuni oleh para pedagang kaki lima (PKL). Rusunawa itu diperkirakan akan difungsikan pada tahun 2011, karena biaya operasionalnya masih diajukan ke APBD Perubahan 2010.

Dari Balikpapan dikabarkan Dinas Tata Kota dan Pemukiman (DTKP) Pemkot Balikpapan telah membentuk organisasi baru yang secara khusus menangani permasalahan rusunawa milik pemkot. Balikpapan sudah memiliki tiga unit rusunawa dengan jumlah total sebanyak 212 unit rumah. Pertama, rusunawa di kawasan Jalan Ruhui Rayu II sebanyak 50 unit rumah sudah dibangun sejak tahun 90-an dan sudah ditempati masyarakat. Kedua, rusunawa yang baru saja selesai dikerjakan namun belum dihuni, yakni rusunawa di kawasan Sepinggan sebanyak 76 unit, dan ketiga, rusunawa Manggar sebanyak 96 unit rumah.

Rencananya, Balikpapan akan mendapatkan jatah dua twinblock rusunawa lagi, yakni masing-masing dari Kementerian PU dan Kemenpera, namun lokasinya belum dipastikan. Sesuai aturan, pemkot menyiapkan lahan, sedangkan bangunannya, pusat yang mengerjakan. Satu twinblock biayanya diperkirakan sekitar Rp9 sampai Rp12 milar.

Sementara itu, harga tanah yang kian melambung membuat Pemkab Malang kesulitan membebaskan tanah untuk akses menuju lahan pembangunan rusunawa. Rusunawa tersebut akan dibangun di Kelurahan Pagentan, Kecamatan Singosari, dan membutuhkan akses jalan selebar 8 m, sedangkan jalan yang dibebaskan baru 3 m. Rencananya, rusunawa ini diperuntukkan bagi karyawan yang bekerja di tempat industri kawasan Singosari dan Lawang. Bangunan seluas 18.600 m2 dan berlantai empat ini dibagi menjadi 240 unit kamar.

Meski ada bantuan dari pemerintah pusat untuk mendirikan rusunawa di Malang, namun pada praktiknya sulit diwujudkan mengingat harga di lokasi pembangunan melonjak jauh di atas harga appraisal. Normalnya, harga per meter tanah maksimal Rp400.000. Kenyataanya harga pasaran di lokasi pembangunan akses jalan menuju perumahan melonjak menjadi Rp3,5 juta hingga Rp 4,5 juta/m2.

Di Jawa Barat, Kemenpera juga akan membangun rusunawa bagi para pekerja pabrik yang berada di wilayah Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung. Peletakan batu pertama rencananya dimulai Oktober 2010 dengan mengambil lokasi di Kampung Kencehan, Desa Cangkuang, Kecamatan Rancakekek. Pembangunan rusunawa khusus bagi pekerja pabrik di Rancaekek ini bertujuan untuk memudahkan aktivitas pekerja. Bangunan rusunawa tersebut direncanakan akan dibangun lima tingkat dengan luas 2 x 7 m. (AI)

Senin, September 27, 2010

Sistem angkutan di Jakarta

Kementerian Perhubungan (Kemenhub) saat ini tengah menyusun standar pelayanan minimum (SPM) angkutan umum guna memacu kualitas dan efisiensi layanan. SPM tersebut nantinya akan dituangkan dalam bentuk peraturan menteri, dan akan mengatur beberapa halm antara lain standar jarak tempuh jalur angkutan umum dengan kawasan permukiman atau tempat tinggal, pembatasan usia dan kelaikan armada, kondisi tarif yang baik dan murah, keterhubungan jaringan, sampai waktu tunggu yang efisien.

Dalam SPM itu pihak Kemenhub menargetkan masyarakat sudah bisa menemukan moda angkutan umum setelah berjalan maksimal 350 m dari permukiman atau lokasi tempat tinggal, usia kendaraan dibatasi 10 tahun dan waktu tunggu hanya 2 menit. Di Jabodetabek, biaya transportasi masyarakat mencapai 40% dari total pendapatan per bulan, padahal idealnya sesuai standar bank dunia hanya 10% dari total pendapatan.

Berdasarkan pengalaman di beberapa kota di dunia yang menerapkan sistem BRT (bus rapid transit), waktu tunggu pada jam padat hanya 2 menit, sedangkan saat sepi bisa 5 menit. Menurut Tim Sustainable Urban Transportation Improvement Project (Sutip) Deutsche Gesellchaft fur Techniche Zusammenarbeit (GTZ), moda transportasi BRT menjadi salah satu solusi mengatasi kemacetan lalu lintas perkotaan di Indonesia. GTZ telah bekerja sama dengan empat kota di Indonesia, yakni Bogor, Solo, Yogyakarta, dan Palembang. Di empat kota itu GTZ menjadi mitra dalam mengembangkan layanan transportasi kota yang lebih baik dengan didukung manajemen yang transparan.

Sementara itu, pemerintah telah menunjuk empat kota percontohan sebagai pilot project sistem BRT. Keempat kota itu adalah Pekanbaru, Sragen, Bukittinggi, dan Bogor. Khusus Pekanbaru, manajemennya dibantu oleh Institut for Transportation and Development Policy (ITDP). Pelaksanaan angkutan massal berbasis jalan wajib dikembangkan di kota-kota besar di Indonesia yang memiliki jumlah penduduk minimal 500.000 jiwa. Hal itu merupakan amanah UU No.22 tahun 2009 tentang Lalu Lintaas Angkutan Jalan (LLAJ).

Berdasarkan UU itu, ada empat kriteria yang harus dipenuhi untuk bisa melaksanakan angkutan massal. Pertama, kapasitas angkut minimal mampu mengangkut 85 penumpang. Kedua, angkutan massal berbasis jalan tersebut harus memiliki jalan khusus meskipun di sejumlah kota belum bisa dilaksanakan akibat terbatasnya kapasitas jalan. Ketiga, tidak boleh ada overlap trayek seperti yang masih terjadi sekarang, dan keempat, jaringan transportasi massal diwajibkan memiliki feeder.

Kemenhub mengusulkan penambahan armada subsidi melalui APBN sebanyak 200 unit pada tahun 2011 guna mendukung penerapan BRT di berbagai kota di Indonesia. Jumlah tersebut meningkat hingga empat kali lipat dibandingkan dengan jumlah bus subsidi yang akan diserahkan pada tahun 2010 sebanyak 43 unit. Bus-bus besar tersebut akan didistribusikan ke kota-kota yang serius dalam mengembangkan BRT.

Pemerintah pusat memutuskan untuk mengambil alih upaya mengatasi persoalan stagnasi transportasi di Jabodetabek melalui keluarnya Instruksi Wakil Presiden tentang Penetapan Otoritas Transportasi Jabodetabek dan menunjuk Kuntoro Mangkusubroto sebagai koordinatornya. Wapres menginstruksikan 17 langkah untuk mengatasi kemacetan di Jabodetabek, yakni memberlakukan electric road pricing (ERP), sterilisasi busway, merevisi aturan perparkiran, penambahan empat koridor busway, dan penyediaan BBM murah untuk angkutan umum.

Di angkutan kereta apai (KA), Wapres mengintruksikan agar KA Jabodetabek dioptimalkan, proyek double track jalur KA Manggarai - Cikarang direalisasikan, KA lingkar dalam kota yang terintegrasi dengan angkutan massal dipercepat, dan disediakan parkir dekat stasiun KA Jabodetabek. Wapres juga mengintruksikan agar Kepolisian menertibkan angkutan liar, revisi rencana induk transportasi terpadu, pembangunan enam ruas jalan tol di dalam kota, dan membatasi penggunaan kendaraan bermotor.

Operator angkutan darat menyambut baik terbentuknya otoritas transportasi Jabodetabek, namun mereka mengharapkan agar tim di dalamnya tidak bekerja secara kaku dan penuh birokrasi. Mereka juga berharap dilibatkan dalam otoritas transportasi Jabodetabek yang bertugas mengatasi masalah kemacetan di kawasan tersebut. Pelibatan operator akan berdampak positif dalam mengefektifkan kerja otoritas transportasi Jabodetabek itu. Pasalnya, kerja otoritas transportasi ini sangat berat karena kemacetan di wilayah Jabodetabek tidak bisa diselesaikan sepotong-potong.

Untuk mengantisipasi kemacetan pasca Lebaran Pemprov DKI Jakarta memprioritaskan beberapa kebijakan, yakni manajemen lalu lintas di kawasan tertentu dan pengaktifan busway koridor 9 (Pinangranti-Pluit) dan koridor 10 (Cililitan-Tanjung Priok) sebelum memberlakukan pembatasan kendaraan bermotor. Menurut data Dinas Perhubungan DKI Jakarta, jumlah armada yang dialokasikan untuk melayani penumpang di dua koridor itu adalah 139 unit mencakup 25 bus gandeng dan 114 single bus. Selain itu, pintu masuk tol di Semanggi akan disatukan dengan pintu tol di depan Hotel Kartika Candra.

Meskipun belum menetapkan pelaksanaannya, Gubernur DKI Jakarta memastikan pembatasan kendaraan bermotor, baik mobil, roda tiga maupun motor akan dilakukan secara proporsional mengingat pertumbuhan jumlah kendaraan yang semakin meledak. Saat ini sudah ada sekitar 4 juta kendaraan roda dua dan 2,4 juta kendaraan roda empat di Jakarta dengan pertumbuhan 8%-9% per tahun yang dikhawatirkan akan memenuhi jalan dan melumpuhkan lalu lintas.

Pemprov DKI Jakarta juga dalam proses final desain engineering dan mempersiapkan tender pembangunan kereta bawah tanah yang konstruksinya diperkirakan dapat dimulai awal tahun 2012. Angkutan massal lain yang juga ditingkatkan fungsi dan daya angkutnya adalah kereta regional. Dalam jangka panjang, Pemprov DKI Jakarta akan menerapkan strategi sistem transportasi yang lebih mendasar dengan mengintegrasikan kereta bawah tanah, kereta api regional dan Transjakarta dalam satu sistem pembelian tiket yang terintegrasi. (AI)

Jumat, September 24, 2010

Tahun 2011 anggaran restrukturisasi industri TPT naik

Anggaran restrukturisasi mesin industri tekstil dan produk tekstil (TPT) pada tahun 2011 diusulkan naik menjadi Rp200 miliar. Hal ini sesuai dengan pengajuan tambahan anggaran sebesar Rp83,4 miliar. Dengan tambahan anggaran itu, jumlah pelaku usaha TPT yang dapat mengikuti program itu ditargetkan bertambah dari 100 perusahaan menjadi 200 perusahaan. Sebelumnya, Kemenperin mengusulkan anggaran restrukturisasi mesin TPT pada tahun 2011 tidak jauh berbeda dengan tahun 2010, yakni sekitar Rp150 miliar. Namun, setelah melihat pengalaman tahun 2010 yang permintaanya lebih besar, Kemenperin mengusulkan tambahan Rp83,4 miliar dari anggaran tahun 2010 sebesar Rp154 miliar.

Dari usulan tambahan anggaran Rp83,4 miliar, secara rinci akan digunakan untuk bantuan modal investasi peremajaan mesin/peralatan tekstil, alas kaki, dan penyamakan kulit Rp74,3 miliar dan verifikasi perusahaan yang akan mengimplementasikan program peningkatan teknologi Rp3,5 miliar. Selain itu juga digunakan untuk pengelolaan operasional program peningkatan teknologi industri Rp1 miliar, fasilitas monitoring pelaksanaan skema II Rp300 juta dan promosi kemampuan industri dan peningkatan kompetensi SDM industri tekstil dan aneka Rp4,29 miliar.

Kemenperin mencatat selama periode pendaftaran program restrukturisasi mesin TPT selama 29 Maret-30 Juni 2010 telah terdaftar 202 industri TPT dengan perkiraan investasi Rp2,33 triliun dengan bantuan senilai Rp212,66 miliar atau 147% dari anggaran yang tersedia atau mengalami kekurangan Rp68,31 miliar. Dengan demikian ada 91 industri TPT peserta program restrukturisasi mesin masuk dalam kategori waiting list. Rencananya perusahaan ini akan masuk dalam program restrukturisasi tahun 2011. Program restrukturisasi mesin TPT selama 2007-2009 telah memberikan bantuan sebesar Rp507,77 miliar dengan realisasi investasi mesin baru sebesar Rp4,9 triliun.

Dari program restrukturisasi permesinan yang digulirkan oleh Kemenperin pada tahun 2009 terlihat produktivitas industri TPT meningkat hingga 13,68%. Program restrukturisasi permesinan industri TPT yang dimulai sejak tahun 2007 masih berlangsung, yang meliputi sosialisasi program, monitoring pelaksanaan permesinan TPT 2009, dan penerimaan pendaftaran calon peserta program. Dari 193 perusahaan yang mengikuti program restrukturisasi yang menghabiskan anggaran sekitar Rp240 miliar, Kemenperin telah memonitor 100 perusahaan dengan hasil yang cukup menggembirakan.

Untuk program restrukturisasi permesinan TPT pada tahun 2009, hasilnya meliputi peningkatan efisiensi penggunaan energi sebesar 8,99%-14,26%, meningkatkan penyerapan tenaga kerja 7,22%, peningkatan kuantitas produksi 16,27%-21,89%, dan peningkatan produktivitas 8,44%-13,68%. Program restrukturisasi permesinan TPT dilakukan pertama kali pada April 2007, dengan pagu anggaran Rp153,31 miliar yang diserap 92 perusahaan dan memacu investasi hingga Rp1,55 triliun. Kemenperin juga optimistis nilai ekspor industri TPT tahun 2010 akan mencapai USD10 miliar. Pada tahun 2009, nilai ekspor industri TPT mencapai USD9,26 miliar dan menempatkan sektor TPT pada peringkat kedua penghasil devisa terbesar dari sektor nonmigas.

Menurut Kadin Indonesia, nilai ekspor industri TPT tidak dapat melonjak secara drastis, karena kompetisi yang ketat dengan produk asal China dan India. Angka USD10 miliar sudah cukup bagus, karena kompetisi yang ketat. Saat ini industri fashion memberi kontribusi sekitar 20% terhadap total nilai ekspor industri TPT. Industri TPT nasional yang berskala besar dan menengah saat ini mampu menyerap tenaga kerja sekitar 1,3 juta orang pada tahun 2009. Apabila ditambah tenaga kerja yang terserap oleh industri skala kecil dan rumah tangga maka total tenaga yang terserap pada tahun 2009 lebih dari 2,4 juta orang.

Kadin juga menyarankan, untuk mengantisipasi persaingan di pasar internasional yang kian kuat, Indonesia perlu menaikkan nilai tambah dan mengembangkan produk turunan, termasuk industri fashion. Pasalnya Indonesia memiliki basis yang kuat untuk mengembangkan industri fashion menembus pasar global karena kualitasnya sudah diakui secara luas.

Indonesia perlu mengembangkan merek produk fashion nasional yang berdaya saing tinggi dan mampu merambah pasar ekspor. Sangat ironis bagi Indonesia sebagai eksportir TPT senilai sekitar USD10 miliar pada tahun 2010, namun tidak memiliki merek nasional yang kuat. Padahal Hong Kong dan Jepang, yang industri TPT-nya masih mengandalkan China, justru memiliki merek seperti Nautica dan Giordano (Hong Kong) serta Uni Glo (Jepang). Produk fashion Indonesia hanya sedikit yang diproduksi secara besar. Saat ini baru ada merek Biyan dan Itang Yunaz, merek lain cenderung eksklusif dan membuat satu baju seharga Rp10 juta. Sebaiknya membuat produk dengan merek tertentu dengan harga Rp200.000, tapi jumlahnya sampai satu juta potong.

Pernyataan Kadin diamini oleh Menperin yang menyatakan berkembangnya industri fashion akan menggerakan industri TPT sebagai bahan baku. Selain sangat erat dengan pertumbuhan industri TPT di Tanah Air, industri fashion akan menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia, antara lain sektor distro, perajin, kosmetika, aksesories, sekolah mode dan lain-lain.

Asosiasi Pemasok Garmen dan Aksesori Indonesia (Apgai) memprediksikan omzet garmen nasional hanya akan mengalami peningkatan sebesar 10% pada tahun 2011. Ikatan Alumni Institut Teknologi Tekstil-Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil (IKA ITT-STT) dan Indotextile juga memprediksi peningkatan omzet garmen pada tahun 2011 tidak akan melebihi 10%, hanya berkisar 7-10%. Omzet garmen untuk ekspor hingga akhir tahun 2010 adalah sebesar USD6,5 miliar, sedangkan untuk domestik sebesar USD6,3 miliar. IKA ITT-STT mencatat untuk semester I/2010, ekspor garmen mencapai USD3,18 miliar, dan omzet domestik USD3,15 miliar.

Ada banyak faktor yang mempengaruhi kinerja garmen nasional, antara lain upah minimum regional (UMR) dan lonjakan impor. Pasalnya, di industri garmen, struktur biaya yang paling mahal adalah untuk membayar tenaga kerja. Sementara impor diperkirakan akan meningkat 40% pada tahun 2011. Impor garmen mengalami kenaikan setiap tahunnya, terkait CAFTA sebanyak 60 pos tarif khusus garmen masih memiliki tarif BM 15%. Hal ini diperkirakan akan mendorong impor garmen selundupan pada tahun 2011. (AI)

Senin, September 20, 2010

Jagung

Kementerian Pertanian membagikan bibit jagung hibrida kepada petani untuk ditanam di lahan seluas 633 ribu ha di seluruh wilayah penghasil jagung di Indonesia mulai September 2010 hingga Oktober 2010. Hal itu dilakukan guna menggenjot produksi jagung lokal serta memproteksi ketahanan pangan dalam negeri dari dampak menurunnya produksi jagung di luar negeri. Penanaman bibit unggul ini diharapkan bisa menghasilkan penambahan produksi lokal sekitar 3 juta ton jagung di wilayah penghasil jagung seperti di Sulsel, Sumut, Lampung, Jabar, Jatim, dan NTT.

Dewan Jagung Nasional menilai upaya pemerintah untuk membagikan benih jagung hibrida sangat tepat. Namun demikian, langkah tersebut harus diimbangi dengan teknologi varietas. Jika tidak diimbangi dengan teknologi varietas, tujuan peningkatan produksi sulit tercapai. Teknologi varietas harus memaksimalkan ketepatan waktu dan harga jual. Dengan demikian, jagung dapat dioptimalkan di dalam negeri sehingga mengurangi impor.

Jagung lokal di Indonesia memiliki keragaman genetik tertinggi di kawasan Asia. Menurut Balai Penelitian Tanaman Serealia Makassar, hal tersebut merupakan keunggulan tersendiri sehingga membuka peluang besar untuk dapat mengembangkan jagung hibrida unggul. Jenis jagung lokal sangat banyak terdapat di Provinsi NTT dan NTB. Tingginya keragaman genetik jagung lokal ini dapat dimanfaatkan untuk semakin mengurangi jagung hibrida yang diperoleh dari perusahaan multinasional. Selama ini, sebagian besar jagung hibrida masih diperoleh dari perusahaan multinasional dan sedikit yang menyentuh jagung lokal. Untuk itu, perlu dilakukan eksplorasi jagung lokal dengan menggunakan teknologi molekuler.

Dengan menggunakan teknologi molekuler, maka dapat dilihat karakteristik dan gen yang terdapat dalam jagung lokal. Selain itu, teknologi ini juga dapat digunakan untuk merakit jagung hibrida yang mengandung protein dan antioksidan yang tingi sehingga jagung hibrida yang dihasilkan juga tahan terhadap cekaman genangan, kekeringan, dan juga hama penyakit.

Produktivitas tanaman jagung hibrida di Kecamatan Kedungtuban, Kabupaten Blora, Jateng, meningkat mencapai 13 ton/ha pada masa panen 2010. Jagung yang dipanen oleh gabungan kelompok tani di wilayah Desa Kalen adalah varietas Bisi-2 dan Bisi-816. Dengan 15 kg benih/ha dan jarak tanam 70 cm x 20 cm, kedua varietas ini mampu menghasilkan maksimal 13,4 ton/ha. Keduanya hanya dibedakan dari jumlah tongkolnya. Jika Bisi-2 mempunyai dua tongkol, sedangkan Bisi-816 yang baru diluncurkan pada awal 2009, memiliki satu tongkol besar.

Dinas Pertanian dan Peternakan Sulbar mengembangkan tanaman jagung seluas 300 ribu ha untuk mendorong peningkatan produksi jagung tahun 2010 di wilayah itu. Hasil produksi komoditi jagung di Provinsi Sulbar saat ini sangat melimpah sehingga mampu mendorong peningkatan ekonomi untuk kesejahteraan para petani di wilayah itu. Ada dua kabupaten di Sulbar yang menjadi sentra hasil produksi tanaman jagung, yakni Kabupaten Mamuju Utara dan Mamuju. Meningkatnya hasil produksi jagung juga dipicu banyaknya dukungan dari pemerintah pusat untuk membantu para kelompok tani yang ada di daerah tersebut. Bantuan pemerintah pusat yang dirasakan manfaatnya oleh petani selama ini berupa bantuan bibit jagung hibrida, bantuan pupuk dan beberapa jenis bantuan lainnya.

Tingkat produksi jagung di Provinsi Sulbar terus meningkat dan tahun 2010 ini diperkirakan akan menembus hingga 60.000 ton. Produksi jagung tahun 2009 sebesar 58.320 ton pipilan kering meningkat sebesar 18.068 ton (44,89%) dibanding produksi tahun 2008 yaitu 40.252 ton. Peningkatan produksi jagung tahun 2009 dipicu dengan peningkatan luas panen sebesar 2.584 ha (28,36%) dan peningkatan produktivitas sebesar 5,69 kwintal/ha (12,88%).

Sementara itu, dampak perubahan musim yang sedang terjadi sudah semakin dirasakan oleh masyarakat pertanian Jatim. Akibat anomali musim, produksi jagung Jatim diperkirakan turun sekitar 326.656 ton pipilan kering (ppk) atau sekitar 6,20% dari realisasi produksi tahun 2009 yang mencapai 5,266 juta ton ppk. Akibat hujan berkepanjangan, maka banyak petani jagung yang lebih memilih beralih tanam padi. Sehingga luas lahan produksi jagung pada tahun 2010 ini menyusut hingga 81.664 ha dengan tingkat produksi kira-kira sebesar 326.656 ton ppk. Luas lahan jagung yang tertanami hingga Agustus 2010 ini mencapai 77,69% dengan produksi sebesar 79,54%.

Meski mengalami penurunan, msyarakat Jatim optimistis produksi jagung Jatim masih surplus. Saat ini kebutuhan jagung Jatim mencapai 2,30 juta ton ppk/tahun. Sementara jika terjadi penurunan produksi sebesar 6,20%, maka diperkirakan produksi jagung Jatim akan mencapai sekitar 4,940 juta ton ppk/tahun sehingga masih ada surplus sekitar 2,64 juta ppk/tahun. Akan tetapi, penurunan ini juga perlu diwaspadai. Salah satu caranya adalah dengan melakukan optimalisasi penanaman jagung melalui bantuan bibit unggul dari berbagai program.

Di beberapa daerah, pengembangan jagung bukannya dimanfaatkan untuk produksi pangan, namun untuk pakan ternak. Oleh karena itu, jagung ditanam secara khusus yang dipanen secara keseluruhan bagian tanaman batang, daun, dan tongkol sewaktu masih muda. Sebagian besar petani mengaku lebih untung, karena hanya membutuhkan waktu hanya sekitar kisaran umur 65-75 hari setelah tanam. Dalam beberapa tahun terakhir, proporsi penggunaan jagung oleh industri pakan telah mencapai 50% dari total kebutuhan nasional. Dalam 20 tahun ke depan, penggunaan jagung untuk pakan diperkirakan terus meningkat dan bahkan setelah tahun 2020 lebih dari 60% dari total kebutuhan nasional.

Secara internasional, efek domino gagal panen di China mengakibatkan stok jagung dunia berkurang dan harga jagung ikut melonjak. Tentu saja, hal itu bisa berimbas terhadap harga jagung domestik. Saat ini, harga jagung lokal mencapai Rp2.800/kg. Diperkirakan, sampai akhir tahun 2010 nanti harga jagung bisa naik sekitar Rp3.000/kg. Faktor curah hujan yang berkepanjangan di negara-negara produsen jagung seperti Rusia, China, dan Argentina, berimbas pada penurunan produksi jagung dalam skala dunia. Faktor ini turut membuat lonjakan permintaan jagung di AS merambat naik. (AI)

Senin, September 13, 2010

Perlunya saintifikasi obat tradisional

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI menarik 46 obat tradisional yang mengandung bahan kimia obat. Berdasarkan analisis risiko temuan pengawasan, masih ditemukan obat tradisional yang mengandung bahan kimia obat (BKO) yang dilarang dicampurkan. Sebagian besar hasil temuan pengawasan itu merupakan produk ilegal atau tidak terdaftar di BPOM RI. Dalam peredarannya, obat-obat tersebut kerap mencantumkan izin edar palsu. Dari ke-46 merek itu, 33 di antaranya izin edarnya palsu. Lima merek tak terdaftar dan delapan lainnya dibatalkan nomor registrasinya.

Ke-46 merek obat tradisional tersebut kebanyakan merupakan obat penambah stamina pria atau obat kuat. Produsen obat pun berasal dari beberapa daerah. Ada yang dari Jabodetabek, Cilacap, Surabaya, Makassar, dan Magelang. Bahkan terdapat dua merek obat tradisional yang diimpor dari Malaysia. Jenis BKO yang ditambahkan dalam obat tradisional pun beragam. Dari paracetamol, metampiron, chlortrimeton (CTM), tadalafil, dan lain-lain. BKO yang berlebihan sangat berbahaya bagi tubuh. BKO tersebut biasanya terkandung dalam obat keras dan untuk pemakaiannya pun membutuhkan resep dokter.

Pengawasan terhadap obat-obatan oleh BPOM RI dilakukan secara kontinyu. Pada kurun 2001-2007, penggunaan BKO pada obat tradisional kebanyakan untuk obat rematik dan penghilang rasa sakit. Namun sejak tahun 2007, tren tersebut beralih ke obat pelangsing dan penambah stamina. Untuk mengantisipasi penyebaran obat-obat itu, BPOM telah menginstruksikan kepada jajarannya untuk menarik dan memusnahkannya.

Sementara itu, Gabungan Pengusaha (GP) Jamu Indonesia menegaskan tidak ada anggotanya yang tak memiliki izin edar. Anggota GP Jamu yang saat ini berjumlah 1.247 perusahaan, semuanya terdaftar di BPOM. Jadi yang mengedarkan obat-obatan tradisional tersebut bukan anggota GP Jamu. GP Jamu menyambut baik usaha pemerintah dalam mengawasi peredaran obat-obat tradisional di Indonesia dan sebaiknya jangan hanya dilakukan secara musiman.

Obat-obatan tradisional sudah sejak lama digunakan sebagai penyembuh untuk berbagai penyakit. Hanya, penggunaannya secara luas berada di bawah bayang-bayang obat-obatan modern. Karena itu, hingga kini belum banyak digunakan dalam praktik pelayanan kesehatan. Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih mengakui jika obat tradisional belum menjadi salah satu pilihan di bidang penyembuhan kesehatan.

Hal itu disebabkan minimnya penelitian tentang khasiat tanaman obat untuk dijadikan obat tradisional. Untuk itu, Menkes telah meresmikan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional di Tawangmangu, Karanganyar, Jawa Tengah, agar dapat mendorong pemanfaatan obat tradisional di masyarakat. Balai besar bertujuan untuk meneliti tanaman obat, untuk dikembangkan ke arah produksi. Saat ini sifatnya masih penelitian dan pengembangan, belum produksi. Setelah formulanya ditemukan, baru dibuat dalam skala kecil dan ditawarkan ke pabrik. Menkes menargetkan, Balai Besar dalam setahun diharapkan mampu meneliti minimal dua tanaman obat dan menghasilkan 5 formula obat tradisional. Di Balai Besar sendiri terdapat 1.100 jenis tanaman obat yang potensial untuk dikembangkan menjadi obat tradisional.

Pengembangan obat tradisional juga didukung dengan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pengobat Tradisional yang mengatur penggunaannya dalam praktik pelayanan kesehatan. Saat ini konsepnya sudah ada, dan Kemenkes juga melibatkan tenaga ahli dari UI (Universitas Indonesia), ITB (Institut Teknologi Bandung), UGM (Universitas Gadjah Mada), dan UNS (Universitas Sebelas Maret).

Kalangan industri jamu perlu melakukan saintifikasi obat tradisional ini agar kemanfaatan dan aspek keamanannya bisa dibuktikan secara ilmiah seperti obat modern. Untuk mempertanggungjawabkan manfaat ilmiah jamu, maka arah pengembangannya harus mengikuti pengembangan obat modern. Kalangan industri jamu harus bisa membuktikan secara ilmiah bawah obat berbahan alami itu memberikan manfaat klinik untuk pencegahan atau pengobatan penyakit, serta tidak menimbulkan efek samping alias aman dikonsumsi. Akan tetapi karena proses produksi jamu berbeda dengan obat modern, maka hingga sekarang praktik kedokteran juga belum bisa menerima obat tradisional atau jamu sebagai obat yang diresepkan.

Menurut data Susenas 2007, diketahui bahwa penduduk yang memilih mengobati sendiri dengan obat tradisional sebanyak 28,69%, meningkat dalam waktu tujuh tahun yang semula hanya 15,2%. Data riset kesehatan dasar (riskesdas) 2010 juga memberi informasi dari populasi di 33 provinsi, dengan sekitar 70.000 rumah tangga dan 315.000 individu, secara nasional 59,29% penduduk Indonesia pernah minum jamu. Angka ini menunjukkan peningkatan penggunaan jamu/obat tradisional secara bermakna. Dan ternyata 93,76% masyarakat yang pernah minum jamu menyatakan bahwa minum jamu memberikan manfaat bagi tubuh.

Jika dilihat secara keseluruhan, industri jamu mampu memberi lapangan pekerjaan kepada 5 juta tenaga kerja. Besarnya penyerapan tenaga kerja dari sektor ini karena industri ini melibatkan ratusan ribu petani, melibatkan para peneliti di bidang pertanian, teknologi pangan, bioteknologi, farmakognosi, farmakologi, serta kimia. Sampai tahun 2008, omzet produk jamu secara nasional mencapai Rp5 triliun dan pasar dalam negeri merupakan potensi yang besar dan terus bertambah bagi industri jamu.

Tingginya animo pasar global terhadap jamu Indonesia dapat dilihat dari nilai ekspor yang meningkat. Menurut GP Jamu hingga pertengahan tahun 2010 ini nilai ekspor jamu sudah mencapai Rp800 miliar. Jumlah tersebut sama dengan total nilai ekspor jamu pada tahun 2009. Pada akhir tahun 2010, ekspor jamu diprediksi masih dapat naik hingga Rpl triliun-Rp2 triliun. Berdasarkan data Kadin, industri jamu Indonesia selalu berada di 10 besar pengekspor herbal dunia sejak tahun 1975. Sayangnya, meski Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang berlimpah, tapi pasar jamu masih dikuasai China. (AI)

Rabu, September 08, 2010

Remitansi meningkat menjelang Lebaran

Menjelang Lebaran, transfer dana dari TKI (remitansi) yang dibawa oleh para tenaga kerja Indonesia (TKI) dipastikan meningkat tajam, bisa mencapai lebih dari Rp20 triliun. Data yang dihimpun Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mencatat remitansi untuk Kabupaten Kudus selama Juli 2010 sekitar Rp100 miliar, dan di Kabupaten Sumbawa lebih dari Rp200 miliar.

Data yang dihimpun Kantor BI Kediri menyebutkan, laporan pengiriman TKI atau remitansi pada akhir triwulan II/2010 mencapai Rp447,60 miliar. Jumlah itu diprediksi akan mengalami peningkatan hingga 10% pada akhir triwulan III/2010. Remitansi tersebut untuk 14 kota dan kabupaten di Jatim yang menjadi daerah asal TKI, diantaranya Kota dan Kabupaten Kediri, Kota dan Kabupaten Blitar, Tulungagung, Madiun, Magetan, Pacitan, dan Ponorogo.

Aliran dana TKI yang masuk ke dalam negeri setiap bulannya terhitung tinggi. Sementara untuk Lebaran, biasanya TKI mengirim uang ke tempat asal dalam jumlah yang sangat besar. Misalnya pengiriman uang dari Arab Saudi bisa mencapai Rp10 juta-Rp15 juta/orang. Dari Malaysia umumnya berkisar Rp7-Rp8 juta/orang. Jumlah tersebut baru pengiriman yang dilakukan melalui jasa perbankan, belum termasuk pengiriman yang menggunakan jalur nonperbankan seperti menitipkan uang melalui TKI lain yang pulang kampung.

Transaksi pengiriman uang dari luar di Kantor Pos Blitar meningkat hingga 30%. Frekuensi pengiriman uang dari luar negeri meningkat terjadi sejak awal Agustus 2010. Dari data Kantor Pos Blitar, pada Juli 2010 nilai transaki pengiriman uang hanya mencapai Rp16,2 miliar dan pada Agustus 2010 jumlahnya meningkat hingga mencapai Rp20,17 miliar lebih. Saat ini sedikitnya ada sekitar 9.872 nasabah yang mengakses kiriman uang melalui Kantor Pos. Transaksi pengiriman uang tersebut mayoritas dari TKI yang bekerja di kawasan Asia Tenggara, Taiwan, Korea Selatan, Hongkong, dan Jepang. Sisanya dari negara-negara Timur Tengah seperti Arab Saudi dan Abu Dhabi.

Sementara itu, pengiriman uang dari luar negeri yang memanfaatkan jasa layanan Western Union (WU) di Kantor Pos Purworejo juga sudah mulai meningkat. Pengiriman uang lewat WU itu didominasi TKI yang berasal dari Purworejo. Lonjakan drastis pengiriman uang lewat WU ini biasanya terjadi lima hari sebelum Lebaran. Pada puncaknya, pengiriman uang lewat WU diprediksi bisa meningkat antara 40-50% dibandingkan hari-hari biasa.

Pada hari-hari biasa, kiriman uang lewat WU rata-rata 500 transaksi per bulan. Untuk bulan Juli 2010 kemarin jumlahnya mencapai 591 transaksi dengan nilai rupiah sekitar Rp1,2 miliar. Pada bulan Agustus 2010 ini diperkirakan jumlahnya bisa meningkat menjadi Rp2 miliar. Jumlah kiriman terbesar berasal dari Arab Saudi yang mencapai 80%, disusul Malaysia, Hongkong, dan Singapura. Sementara tujuan penerimanya terbesar di wilayah Kecamatan Ngombol, disusul Purwodadi, dan Bruno.

Transaksi pengiriman uang menjelang lebaran dari para TKI melalui Kantor Pos Besar Cilacap sejak Juli 2010 lalu juga menunjukkan tendensi peningkatan. Dari jumlah transaksi tersebut, nilai uang yang ditransfer baik melalui jasa wesel maupun WU mencapai Rp33,282 miliar. Namun pengiriman uang tersebut paling banyak menggunakan jasa WU, yang mencapai 9.437 transaksi dan jumlah uang yang telah dibayarkan kepada warga Cilacap mencapai Rp23,402 miliar. Pada Agustus 2010, jumlah transaksi mencapai 17.394 transaksi dengan jumlah tunai uang mencapai Rp30,289 miliar. Dari seluruh jumlah transaksi tersebut, jumlah transaksi keuangan yang menggunakan jasa pengiriman dengan WU mencapai 8.327 transaksi atau mencapai Rp21,874 miliar.

Dari Malang, Jatim dikabarkan remitansi menjelang lebaran oleh TKI ke kawasan Malang Raya pada tahun 2010 ini menurun dibanding tahun 2009. Rendahnya pengiriman uang pada tahun 2010 diperkirakan akibat krisis ekonomi, sehingga para TKI lebih memilih untuk menitipkan uang melalui rekannya yang pulang kampung daripada melalui bank. Pada triwulan I/2009 remitansi mencapai Rp221,86 miliar, triwulan II/2009 sebesar Rp212,19 miliar, triwulan III/2009 Rp191,10 miliar, dan triwulan IV/2009 mencapai Rp174,03 miliar. Sementara itu, pengiriman uang triwulan I/2010 mencapai Rp188,26 miliar, dan triwulan II/2010 mencapai Rp116,40 miliar. TKI yang memberikan kontribusi terbesar dalam pengiriman uang berasal dari Hongkong, hingga 85%, sisanya dari Malaysia, dan Singapura.

Sedikitnya 500.000 orang TKI yang akan mudik Lebaran tahun 2010 ini dapat melakukan kampanye proses penempatan pekerja ke luar negeri dengan benar, sehingga warga di sekitarnya tidak bekerja secara ilegal di negara lain. Menurut Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Muhaimin Iskandar, prediksi arus mudik Lebaran para TKI itu dihitung dari rata-rata kedatangan menjelang hari raya Idul Fitri di Bandara Soekarno Hatta setiap harinya antara 800 orang hingga 1.000 orang.

Menakertrans meminta kepada para TKI yang sukses bekerja di luar negeri melalui jalur resmi, wajib hukumnya untuk memberikan informasi seluas-luasnya kepada kerabat dan handai taulan di kampung halamannya. Pemerintah sangat mengharapkan siapapun yang hendak menjadi TKI memiliki kemampuan keterampilan dan kompetensi yang memadai, sehingga dapat bekerja di sektor formal yang memiliki perlindungan hukum maupun kerja yang lebih pasti. Apalagi saat ini, negara-negara yang sesungguhnya merupakan negara tujuan TKI seperti Hong Kong, Taiwan, Malaysia, Korea Selatan, Brunei Darussalam, dan Singapura masih banyak membutuhkan tenaga kerja sektor formal, terutama untuk industri, perkebunan dan juga bidang konstruksi.

Kementerian Keuangan memperkirakan jumlah lapangan kerja pada tahun 2011 mendatang bisa menyerap sekitar 2,5 juta orang. Penyerapan tenaga kerja ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi tahun depan. Tahun 2011, pemerintah memasang target pertumbuhan ekonomi sebesar 6,3%. Nantinya, setiap 1% pertumbuhan ekonomi bisa membuka sekitar 400.000 lapangan pekerjaan. Untuk pencari kerja baru, pemerintah memperkirakan ada sekitar 2 juta orang. Dengan demikian, pemerintah yakin bisa memperkecil angka pengangguran di Indonesia. Hingga Maret 2010 lalu ada 13,33% pengangguran dari sekitar 220 juta penduduk Indonesia. Dengan pertumbuhan ekonomi 6,3%, jumlah pengangguran diharapkan bisa berkurang lagi. (AI)

Senin, September 06, 2010

Tembakau

Dampak kemarau basah, petani tembakau di Kecamatan Kemlagi, Kabupaten Mojokerto, memanen tembakaunya lebih awal. Upaya ini untuk mengurangi kerugian lebih besar. Menurut catatan Dinas Perkebunan dan Kehutanan (Dishutbun) Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, kerugian panen awal tembakau seluas 103 ha pada September 2010 ini mencapai 50% akibat kemarau basah. Kemarau yang sering diwarnai hujan deras membuat mutu dan berat daun tembakau menurun.

Kondisi itu membuat harga jual daun tembakau menjadi lebih murah dibandingkan hasil panen tiga bulan lalu. Harga jual tembakau juga menurun. Untuk tembakau basah nomor satu laku Rp1.400/kg dan nomor dua Rp1.000/kg. Padahal sebelumnya harga tembakau nomor satu masih di kisaran Rp1.800/kg sampai Rp2.000/kg dan nomor dua Rp1.350/kg sampai Rp1.500/kg.

Harga jual tembakau di Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur, juga anjlok. Tembakau petani yang sudah dirajang hanya dihargai Rp18.000/kg oleh pengusaha rokok. Bagi para petani harga jual sebesar itu tidak mampu mengembalikan modal. Pasalnya modal rata-rata yang dibutuhkan untuk memproduksi satu kilogram tembakau mulai dari menanam hingga pemrosesan daun menjadi tembakau membutuhkan biaya Rp30.000.

Menurut Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Pamekasan, kualitas tembakau petani memang jauh di bawah standar. Penyebabya karena daun tembakau sering terkena air hujan yang masih turun di musim kemarau. Murahnya harga tembakau membuat petani memilih mengeringkan daun tembakaunya menjadi krosok yang biasa digunakan bahan pembuatan cerutu meski harganya lebih murah sekitar Rp10.000/kg. Akan tetapi petani bisa menekan kerugian karena tidak perlu mempekerjakan buruh. Biasanya harga krosok lebih stabil ketimbang harga tembakau.

Di Temanggung, Jawa Tengah, ada yang namanya tembakau Srinthil, yakni tembakau yang paling berkualitas saat panen tiba. Kualitas tembakau Srinthil adalah di atas grade F. Bentuknya juga khas. Berwarna hitam kecoklatan, agak lembek, menggumpal karena pekat getah nikotin yang ada dan tidak kering. Aromanya sangat tajam. Dari jarak 1-3 meter saja aromanya masih bisa tercium. Bila berlama-lama mencium aroma tembakau Srinthil bisa bikin pusing. Sedang dari harga juga tinggi bisa mencapai Rp300 ribu-850 ribu/kg.

Tembakau Srinthil oleh pabrikan digunakan untuk bumbu atau campuran rokok sebagai pembuat aroma. Tembakau Srinthil akan muncul jika cuaca bagus, tidak turun hujan. Saat awal panenan, tembakau Srinthil belum muncul. Namun memasuki mangsa ketelu yang jatuh tanggal 26 Agustus berdasarkan pranata mangsa Jawa, Srinthil akan muncul. Untuk wilayah Desa Legoksari Kecamatan Tlogomulyo atau di wilayah Dusun Nglamuk yang ada di lereng timur Gunung Sumbing dikenal sebagai penghasil tembakau Srinthil. Namun, di wilayah lain tembakau Srinthil juga mungkin muncul.

Tidak semua tanaman tembakau akan menghasilkan Srinthil. Warga menyakini kemunculan Srinthil itu juga berkaitan erat dengan pulung. Setiap memasuki bulan ketelu, ada warga yang sengaja menunggu setiap malam di kebun untuk mengetahui ada tidaknya Srinthil. Namun berdasarkan kepercayaan warga sekitar pulung Srinthil akan akan muncul seperti sinar terang warna biru di langit yang muncul di lereng Sumbing yang ditanami tembakau. Bila Srinthil muncul berarti untung berlipat ada di depan mata dibandingkan hasil panen sebelumnya.

Pada tahun 2009 lalu rekor tertinggi harga tembakau Srinthil ada di Nglamuk dengan harga Rp850 ribu/kg. Saat ini harga tembakau grade A-B berkisar Rp50 ribu/kg. Sedang untuk grade C atau petikan ketiga sekitar Rp75 ribu-100 ribu/kg. Untuk mengetahui kualitas tembakau bisa dilihat dari ambu (bau), cekel (tembakau saat dipegang) dan kelir atau warna saat dirajang dan dikeringkan.

Industri tembakau nasional yang didominasi oleh kretek (sebesar 92%) ternyata memiliki peranan besar bagi perekonomian Indonesia. Penerimaan negara pada tahun 2009 berjumlah sekitar Rp55 triliun. Selain itu, sesuai dengan sifat industrinya yang padat karya, lebih dari enam juta tenaga kerja (mulai dari petani tembakau, petani cengkeh, pekerja pabrik, pengecer, dan sektor lain yang terkait) menggantungkan hidupnya pada industri ini. Oleh karena itulah, pemerintah Indonesia menetapkannya sebagai salah satu industri yang termasuk dalam 10 industri prioritas nasional.

Namun, kontribusi yang signifikan tersebut tidak lepas dari berbagai tantangan yang datang baik dari dalam maupun luar negeri, seperti desakan internasional kepada Indonesia untuk segera meratifikasi Konvensi Kerangka kerja Pengendalian Tembakau (FCTC). Kemudian usulan FCTC terkait pelarangan penggunaan bahan lain selain daun tembakau dalam rokok termasuk di antaranya adalah cengkeh yang merupakan bahan baku rokok kretek, usulan regulasi yang ekstrim di tingkat nasional maupun regional, dan masih banyak lagi yang semakin memojokkan keberadaan industri ini.

Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) meminta pemerintah membuat regulasi yang seimbang tentang rokok dari semua aspek, baik dari pekerja maupun konsumen. Pasalnya tembakau dinilai mempunyai zat aditif yang berdampak buruk bagi kesehatan. Untuk itu AMTI ingin ada peraturan yang jelas mengenai rokok dari semua sisi, baik dari pekerja maupun konsumen. AMTI mengeluhkan aturan rokok yang sangat dibatasi, seperti iklan sehingga dinilai merugikan industri.

Pemerintah sendiri saat ini tengah menyusun rancangan peraturan pemerintah (RPP) industri rokok. Dalam peraturan tersebut pemerintah secara tegas akan melarang berbagai hal termasuk mengenai larangan iklan di semua jenis media, pemberian sponsor, pengaturan isi kemasan rokok, serta larangan merokok di restoran, bar, kantor, dan tempat-tempat umum. AMTI kembali berharap agar pemerintah dapat menyelesaikan dan mengesahkan RPP tentang Pengamanan Produk Tembakau sebagai Zat Adiktif bagi Kesehatan tersebut. Hal ini perlu dilakukan agar industri rokok mendapat kepastian dalam berusaha.

Sepanjang semester I/2010 ini, ekspor tembakau membukukan kenaikan dibandingkan periode yang sama tahun 2009. Nilai ekspor komoditi itu naik 37% dari USD270 juta pada semester I/2009 menjadi USD370 juta pada semester I/2010. Dari segi volume, ekspor tembakau semester I/2010 mengalami kenaikan sebesar 16,95% atau naik dari 58.447 ton menjadi 68.356 ton. (AI)

Jumat, September 03, 2010

Benarkah sektor pertanian makin prospektif?

Sektor listrik, gas dan air bersih mengalami peningkatan pendapatan usaha terbesar dengan nilai indeks sebesar 108,51. Sebaliknya, peningkatan pendapatan usaha terendah lahir dari sektor pertambangan dan penggalian. Namun secara keseluruhan, kondisi bisnis pada dasarnya mengalami peningkatan. Indonesia masih menjadi ruang bisnis yang menarik. Indeks Tendensi Bisnis (ITB) terus mengalami peningkatan terhitung dari kuartal I/2010, dan diperkirakan peningkatan indeks akan berlanjut pada kuartal III/2010. Kuartal ke depan, sektor yang diperkirakan akan alami peningkatan bisnis tertinggi adalah sektor pertanian.

Dalam pidato di Dewan Perwakilan Rakyat pada 16 Agustus 2010 lalu, Presiden SBY secara tegas mengatakan ingin membangun lebih banyak infrastruktur, seperti irigasi, transportasi, perumahan, dan sumber daya air. Presiden juga menekankan komitmennya untuk terus memantapkan ketahanan pangan, kelancaran arus barang dan informasi untuk peningkatan daya saing ekonomi bagi pemerataan pembangunan dan bagi integrasi ekonomi nasional.

Komitmen pemerintah terhadap pertanian tercermin dalam postur APBN. Kementerian Pertanian mendapat anggaran Rp 16,8 triliun untuk tahun anggaran (TA) 2011, naik sekitar 88,8 % dari TA 2010. Kegiatan prioritas Kementan tahun 2011, fokus pada kegiatan yang bersifat penyediaan aset dan fasilitas public (public good), pemberdayaan petani dan penumbuhan kelembagaan, antara lain perbaikan infrastruktur lahan dan irigasi yakni jaringan irigasi tingkat usaha tani (JITUT) 237.536 ha, jaringan irigasi perdesaan (JIDES) 179.898 ha, Tata Air Mikro (TAM) 80.000 ha, optimalisasi lahan 85.538 ha, konservasi lahan 5.150 ha, cetak sawah 59.493 ha, pembukaan lahan kering 98.950 ha, dan pembangunan 6.500 unit embung.

Terdapat 39 komoditas produksi pertanian yang didorong pertumbuhannya secara nasional. Lima komoditas di antaranya merupakan komoditas pangan utama dan sasaran yang ingin dicapai pada tahun 2011, yaitu (i) swasembada berkelanjutan untuk beras dengan produksi sebesar 68,8 juta ton, (ii) jagung 22,0 juta ton, (iii) peningkatan produksi untuk kedelai 1,56 juta ton, (iv) gula 3,87 juta ton, dan (v) daging sapi 439 ribu ton.

Pemerintah juga mengalokasikan Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Pertanian yang menjadi APBD Kabupaten/Kota. Pada tahun 2010, DAK Bidang Pertanian adalah Rp 1,54 triliun untuk 354 kabupaten. DAK Bidang Pertanian tahun 2011 akan digunakan untuk membiayai kegiatan (i) penyediaan prasarana pengelolaan lahan dan air (tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan, peternakan), (ii) pembangunan/rehabilitasi balai penyuluh pertanian (BPP) tingkat kecamatan, (iii) pembangunan lumbung pangan maupun gudang cadangan pangan, (iv) infrastruktur perbenihan/pembibitan tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan perbibitan peternakan, (v) pembangunan prasarana Pos Kesehatan Hewan (Poskeswan)/inseminasi buatan (IB), dan (vi) Unit Pengolahan Pupuk Organic (UPPO).

BPS Sultra melaporkan sektor pertanian masih menjadi penyumbang pertumbuhan ekonomi Sultra triwulan II/2010 yakni sebesar Rp 2,28 triliun atau 33,14%, menyusul sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar Rp 1,24 triliun atau 18,01% dan jasa-jasa sebesar 0,88 triliun atau 12,81%. Pertumbuhan sektor pertanian ditopang subsektor perikanan sebesar Rp 0,78 triliun atau 11,39% sementara empat subsektor lainnya berkontribusi antara Rp 0,09-0,58 triliun atau 1,28-8,47% terhadap PDRB.

Sementara itu, sumbangsih sektor pertanian pada PDRB NTT mengalami penurunan. Hal ini disebabkan penjualan komoditas pertanian masih dalam bentuk bahan mentah. Kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB NTT sempat mengalami kenaikan sekitar 2,05% pada triwulan I/2010. Namun kemudian turun pada triwulan II/2010 sekitar 2,02%.

Untuk meningkatkan sumbangsih sektor pertanian terhadap PDRB NTT, sebaiknya setiap komoditas pertanian yang hendak diantarpulaukan atau diekspor harus dalam bentuk barang jadi. Dalam hal ini, pemerintah harus menyiapkan pabrik pengolahan komoditas agar dapat memberikan nilai tambah terhadap PDRB NTT. Tanpa adanya industri pengolahan, komoditas pertanian dari NTT tetap tidak bernilai di pasaran antarpulau maupun ekspor.

Faktor perubahan iklim juga ikut mempengaruhi rendahnya sumbangsih sektor pertanian terhadap PDRB NTT. Ada puluhan bahkan ratusan hektare padi sawah tidak bisa diolah, karena terkena dampak kekeringan dan sebagiannya lagi tidak bisa dipanen karena tergenang banjir. Di sisi lain, jumlah tenaga kerja produktif menurun, karena setiap tahun ratusan bahkan ribuan tenaga kerja produktif meninggalkan NTT menjadi TKI di sejumlah negara ASEAN.

Kekurangan sumber daya manusia juga terjadi di Provinsi Sumatra Utara, yakni masih membutuhkan sekitar 3.000 orang untuk ditempatkan sebagai tenaga penyuluh di sektor pertanian, perikanan, dan kehutanan. Saat ini Provinsi Sumut mempunyai tenaga penyuluh lapangan sekitar 3.426 orang tetapi jumlah itu dianggap belum memadai. Kekurangan terjadi karena semakin menurunnya kompetensi ataupun jumlah penyuluh akibat kurangnya penanganan dan pengelolaan terhadap para penyuluh yang telah ada.

Idealnya satu tenaga penyuluh harus berada pada satu desa. Namun, karena masih minimnya atau kekurangan sekitar 3.000 orang, yang terjadi satu kecamatan hanya memiliki satu orang tenaga penyuluh. Jumlah tenaga penyuluh di Sumut sekitar 3.426 orang yang terdiri dari tenaga PNS mencapai 1.382 orang, tenaga honor sebanyak 36 orang, tenaga harian lepas tenaga bantu pertanian (THL TBP) pusat sebanyak 1.994 orang, dan penyuluh daerah sebanyak 14 orang.

Sementara dari Jabar dikabarkan laju pertumbuhan ekonomi (LPE) triwulan II/2010 mengalami pertumbuhan positif yaitu sebesar 1,44%. Hampir semua sektornya mengalami pertumbuhan yang positif kecuali sektor pertanian yang mengalami pertumbuhan negatif yaitu 16,59%. Luas panen dan cuaca menjadi penyebab menurunnya laju pertumbuhan sektor pertanian. Alih fungsi lahan dari sawah menjadi perumahan dan pertokoan dianggap menjadi faktor terbesar penurunan sektor pertanian. (AI)

Senin, Agustus 30, 2010

Perda bermasalah masih banyak

Presiden diminta segera menandatangani pembatalan ribuan peraturan daerah (perda) bermasalah. Jika tidak dibatalkan, regulasi level daerah itu bisa menganggu iklim investasi. Kementerian Keuangan sudah sejak lama merekomendasikan pembatalan perda-perda bermasalah kepada kepala pemerintahan. Mayoritas perda yang diminta dibatalkan adalah mengenai pajak daerah dan retribusi daerah.

Presiden sebaiknya mengeluarkan perpres tentang persetujuan pembatalan perda bermasalah. Ketegasan sikap Pemerintah untuk meninjau perda bermasalah dibutuhkan demi menjaga kepastian dunia usaha di daerah terkait. Isu dan wacana sangat mempengaruhi perkembangan dunia usaha. Jika suatu perda direkomendasikan batal, sementara persetujuan pembatalan itu tidak juga selesai, dapat menimbulkan efek negatif.

Namun, berdasarkan penilaian Kemenkeu, setidaknya ada 15 sektor dalam perda yang perlu mendapat perhatian Presiden. Kelima belas sektor itu adalah administrasi dan kependudukan, budaya dan pariwisata, energi dan sumberdaya mineral, kelautan dan perikanan, kesehatan, ketenagakerjaan, komunikasi dan informasi, koperasi dan UKM, lingkungan hidup, pekerjaan umum, perhubungan, perindustrian dan perdagangan, perkebunan dan kehutanan, pertanian, serta sumbangan pihak ketiga.

Berdasarkan catatan Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) hingga akhir Desember 2009, Kementerian Keuangan telah mengajukan usulan pembatalan 3.735 perda ke Presiden. Namun yang dibatalkan baru 945 perda. Perda yang diusulkan untuk dibatalkan merupakan hasil penelitian dari Tim Monitoring Bersama Kemenkeu dan Kemendagri. Hal ini menunjukkan rekomendasi pembatalan perda sudah komprehensif dan tidak perlu diperlama.

Sementara itu, Kemendagri sejak tahun 2002 hingga 2009 atau dalam kurun tujuh tahun telah membatalkan 1.333 perda. Dari sekian banyak perda yang dibatalkan, sebagian besar terkait perda tentang pajak daerah dan retribusi daerah. Pada proses evaluasi perda selanjutnya, Kemendagri telah menjalin kerja sama dengan pihak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). BPK sebagai eksternal auditor keuangan daerah diharapkan bisa membantu memberikan masukan atas pemberlakuan perda di tiap daerah.

Dalam tugasnya, BPK bisa melihat retribusi atau sumber keuangan mana saja di daerah yang telah berpijak pada aturan yang lebih tinggi. BPK bisa melihat perda apa saja yang telah sesuai dengan aturan yang lebih tinggi pada saat melakukan audit keuangan. Jika ada sumber keuangan daerah yang dihasilkan namun tetap menggunakan perda lama maka BPK berhak melakukan rekomendasi kepada Kemendagri untuk dibatalkan.

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas menemukan sebanyak 3.091 perda bermasalah yang seharusnya dibatalkan atau direvisi karena menghambat perekonomian. Per Juli 2009 ditemukan 246 perda bermasalah. Sementara pada tahun 2008 terdapat 1.033 perda bermasalah. Tahun 2008 yang terbanyak, sedangkan tahun 2001-2006 ada 1.039 perda, dan tahun 2007 sebanyak 773 perda. Jadi total 3.091 perda bermasalah sepanjang tahun 2001-2009. Adanya Perda bermasalah tersebut diketahui setelah perda tersebut disahkan.

KPPOD menilai hampir 5.000 perda yang mengatur berbagai sektor dinilai tak bersahabat bagi investasi. Sampai Mei 2010 ada 4.885 perda yang direkomendasikan agar dibatalkan. Menurut KPPOD, perda sektor perhubungan paling bermasalah, sebanyak hampir 600 perda, disusul sektor perindustrian dan perdagangan sekitar 549 perda. Sementara itu, Provinsi Sumut dinilai sebagai daerah yang paling tak ramah investasi dengan lebih dari 300 perda.

Penilaian perda bermasalah ini diperoleh dari keluhan asosiasi pengusaha dari berbagai sektor di berbagai daerah. Rata-rata mengeluhkan peraturan terkait biaya seperti penambahan biaya administrasi dan retribusi yang ditarik di awal ketika pengusaha baru mau investasi. Kalangan pengusaha meminta perda tersebut dibatalkan karena memberatkan. Misalnya perda Kabupaten Asahan menetapkan penghitungan retribusi baru yang totalnya naik hingga 16 kali lipat. Perda-perda yang diterbitkan pascakebijakan otonomi ini cenderung meningkatkan ketidakpastian usaha.

Dua gubernur di Kalimantan, yakni Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak dan Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang, secara tegas menyatakan bahwa ratusan perda di dua daerah itu yang dikategorikan bermasalah harus dicabut. Selain dinilai memperburuk iklim investasi di daerah, perda-perda tersebut diperkirakan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang ada. Pihak Pemprov Kaltim sudah meminta pemkab dan pemkot menyangkut perda-perda bermasalah tersebut. Saat ini Kaltim berada di urutan keempat sebagai daerah dengan jumlah perda bermasalah terbanyak (151 perda). Sementara itu, di Kalteng ada 135 perda bermasalah. Kemungkinan ada yang dikeluarkan oleh pemkot atau pemkab di Provinsi Kalteng.

Dari Jatim dikabarkan sebanyak 194 perda masih mengganggu aktivitas investasi di wilayah tersebut. Berdasarkan catatan KPPOD, jumlah perda kontraproduktif di Jatim menempati posisi kedua setelah Sumut. Pemprov Jatim akan terus melakukan pemeriksaan terhadap Perda yang terbukti mengganggu investasi di provinsi yang memiliki 38 kabupaten dan kota ini. Data KPPOD terakhir menyebutkan, dari 33 provinsi di Indonesia, ada 3.735 perda yang diusulkan dibatalkan oleh Kemenkeu. Dari jumlah itu 945 perda telah batal, dan untuk 22 perda lainnya yang ada di tiap-tiap pemda mendapatkan teguran. Selain itu, enam perda kini direvisi dan 2.762 lainnya belum ditindaklanjuti.

Mekanisme pembatalan perda bermasalah oleh UU No.28 Tahun 2009, terutama perda pajak dan retribusi daerah melalui Perpres dinilai terlalu birokratis. Dalam Rapat Paripurna Penutupan Masa Persidangan IV DPR RI, Ketua DPR RI Marzuki Alie meminta agar kewenangan pembatalan perda bermasalah yang ada di Presiden didelegasikan kepada Mendagri. Hal senada disampaikan Pengamat Kebijakan Publik UI Andrinof Chaniago, mekanisme pembatalan perda lewat Perpres dinilai kurang sesuai dengan prinsip tata kelola pemerintahan yang menitikberatkan pada pentingnya efektivitas dan efisiensi. Seharusnya ada pendelegasian kepada Mendagri sebagai bentuk penegakan prinsip efektivitas dan efesiensi penyelenggaraan pemerintahan. (AI)

Rabu, Agustus 25, 2010

Semester II/2010 pasar properti makin menjanjikan

Pasar properti pada semester II/2010 ini diperkirakan akan tetap semarak. Salah satu penyebabnya adalah suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) atau BI rate tetap bertahan di level 6,5% sehingga bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR) pun stabil. Beberapa perusahaan properti menyatakan rasa optimistisnya, antara lain PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) yang optimistis mampu meraih penjualan senilai Rp1 triliun. Maklum, pada semester I/2010 penjualan SMRA naik 26,7% menjadi Rp677 miliar.

Tak mau kalah, PT Bumi Serpong Damai (BSDE) juga optimistis penjualannya bakal melejit mencapai Rp2 triliun. BSDE juga merasa yakin tidak akan kesulitan mencapai target laba bersih Rp355 miliar. Pasalnya, pada semester II/2010 ini, BSDE akan merilis proyek residensial dan komersial baru senilai Rp310 miliar. Di samping itu, BSDE masih memiliki proyek industri senilai Rp259 miliar.

Optimisme juga datang dari PT Alam Sutera Tbk (ASRI) yang yakin tahun 2010 ini mampu meraih pendapatan sebesar Rp800 miliar. Selain mengandalkan proyek di Serpong dan Tangerang, ASRI bakal berekspansi ke Bali mengembangkan kawasan resor pada areal seluas 10 ha. Selama Januari-Februari 2010, harga jual tanah di Alam Sutera, Tangerang rata-rata Rp4,97 juta per m2, atau naik dari Rp4,25 juta per m2 pada periode yang sama tahun 2009.

Tumbuhnya kepercayaan diri pengembang tak terlepas dari membaiknya pasar properti di Tanah Air. Bahkan di paruh kedua tahun 2010 ini penjualan properti terus meningkat, menjelang siklus booming properti yang diperkirakan terjadi pada tahun 2011 atau 2012 mendatang.

Sejak awal tahun 2010 permintaan properti terutama unit residensial terus mengalami pertumbuhan, dan kondisi itu terus berlanjut hingga akhir tahun nanti. Harga unit apartemen di proyek Green Central misalnya, hingga pertengahan tahun sudah naik sekitar 10%. Secara total sampai penutupan tahun diperkirakan harga properti di proyek seluas 1,4 ha tersebut akan naik sedikitnya 20%. Saat ini, apartemen di Tower Adenium dihargai mulai Rp480 juta sampai Rp4 miliar. Sementara tahun depan, harga properti diperkirakan rata-rata akan tumbuh sekitar 20-25%.

Hal yang sama terjadi di Park Residence. Dalam beberapa bulan terakhir harga apartemen di proyek tersebut naik bervariasi. Sebagai contoh unit apartemen dua kamar (91 m2) yang dijual seharga Rp1,333 miliar di tower pertama, kini di tower kedua naik menjadi Rp1,399 miliar. Sementara yang tiga kamar (138 m2) naik dari Rp1,967 miliar menjadi Rp2,027 miliar.

Real Estat Indonesia (REI) tetap meyakini bisnis properti di dalam negeri tahun 2010 ini akan tetap tumbuh sekitar 20% dibanding tahun 2009, dengan catatan suku bunga tetap berada dalam kondisi moderat di bawah 10%, dan kondisi politik dan keamanan Indonesia tetap stabil. Tahun 2010 ini diperkirakan akan menjadi era kebangkitan bagi proyek-proyek residensial atau perumahan (landed house), setelah sempat limbung terimbas krisis ekonomi global hingga kuartal III/2009.

Ironisnya, kondisi sektor rumah bersubsidi malah memprihatinkan. Sejak awal tahun 2010 hingga kini, pengembang mengaku belum berminat memasarkan kembali rumah susun sederhana subsidi (rusunami). Hal itu dipicu belum adanya kejelasan skema penyaluran subsidi berupa fasilitas likuiditas (FL) pemerintah. Para pengembang masih menunggu konsistensi kebijakan perumahan yang digulirkan pemerintah.

Pemberlakuan skema baru subsidi berupa FL untuk masyarakat menengah ke bawah mulai Juli 2010 bakal sulit terlaksana tahun 2010 ini, karena terganjal sosialisasi aturan hingga ke level bawah, termasuk perbankan dan pengembang. Belum bisa diterapkannya pola FL jangan sampai menghentikan pola lama subsidi. Kenyataannya, selama masa transisi, pola lama subsidi ikut terhenti, akibatnya penyaluran rumah sederhana sehat (RSh) tahun 2010 ikut tersendat.

Selama semester I/2010, penyaluran kredit RSh subsidi baru 53.000 unit atau 35% dari target tahun 2010 sebanyak 150.000 unit. Kalangan pengembang di dalam negeri pesimis target pembangunan hunian sebanyak 150.000 unit RSh dan 30.000 unit rusunami akan tercapai pada tahun 2010. Realisasi RSh yang terbangun diperkirakan maksimal justru hanya sekitar 100.000 unit atau 66,67% dari total target, sedangkan rusunami tak lebih dari 10.000 unit atau hanya 33,33% dari rencana Kemenpera.

Kondisi itu sejalan dengan sikap perbankan yang mulai ragu memberikan pembiayaan bersubsidi lantaran Kemenpera dinilai tidak proaktif menuntaskan landasan hukum dalam melanjutkan pola pembiayaan subsidi melalui skema lama. Keadaan ini membuat realisasi RSh per Agustus 2010 hanya sekitar 50.000 unit sedangkan untuk rusunami baru tak lebih dari 5.000 unit.

Sementara itu, penurunan kredit macet di sektor properti sepanjang semester I/2010 dinilai semu oleh sejumlah pengembang, karena tidak mencerminkan kondisi riil masyarakat bawah yang justru kian tertekan oleh berbagai disinkronisasi kebijakan pemerintah. Menurut Komite Tetap Kadin lndonesia Bidang Perumahan Rakyat, peluang masyarakat menengah ke bawah memiliki RSh sepanjang tahun 2010 ini dipastikan kian mengecil akibat tingkat kesejahteraan yang cenderung memburuk, menyusul tekanan ekonomi yang berpotensi menguat.

Pada saat yang bersamaan, kemampuan mengangsur segmen RSh pada semester II/2010 semakin mengecil seiring dengan dampak berantai kenaikan tarif dasar listrik (TDL), perubahan pola subsidi KPR, dan kenaikan harga kebutuhan pokok menjelang Lebaran.

Meskipun kredit macet sektor properti sepanjang semester I/2010 secara umum turun 26,25% dibanding semester II/2009, yakni dari Rp24,4 triliun menjadi Rp19,32 triliun, namun kredit bermasalah (non performing loan/NPL) di segmen KPR dan apartemen hingga tipe 70 justru melonjak 22,11% dari Rpl0,9 triliun menjadi Rpl3,31 triliun. Peningkatan kredit macet untuk segmen tersebut secara konsisten terus meningkat sepanjang paruh pertama 2010. Pada Januari 2010, NPL di segmen ini tercatat Rp2,04 triliun dan naik 52,76% menjadi Rp2,49 triliun pada Juni 2009. (AI)

Pemerintah optimistis menciptakan 10,7 juta lapangan kerja

Menteri Tenaga Kerja danTransmigrasi (Menakertrans) Muhaimin Iskandar optimistis dapat melakukan penyerapan tenaga kerja dan penciptaan lapangan kerja baru untuk 10,7 juta orang hingga tahun 2014. Semua ini dapat tercapai dengan adanya pertumbuhan ekonomi serta pelaksanaan program di bidang ketenagakerjaan dan ketransmigrasian dalam upaya mengurangi pengangguran dan kemiskinan di Indonesia.

Salah satu sumber penyerapan tenaga kerja dan penciptaan lapangan kerja adalah pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi akan mampu menghasilkan produksi industri dan jasa yang secara langsung akan menyerap tenaga kerja. Dalam setiap 1% pertumbuhan ekonomi dapat menyerap antara 400 ribu sampai 500 ribu orang tenaga kerja. Alhasil, dengan pertumbuhan ekonomi 6%, pasar tenaga kerja diharapkan bisa menyerap hingga 2,4 juta tenaga kerja setiap tahun.

Ke depannya, belanja negara harus dikaitkan dengan besaran lapangan kerja kalau pemerintah ingin menciptakan 10,7 juta lapangan kerja baru. Angka 10,7 juta lapangan kerja baru itu bisa saja sebuah angka yang realistis selama pola belanja yang diterapkan pemerintah mengarah pada padat karya. Selain itu, investasi yang tumbuh adalah investasi yang banyak menyerap lapangan kerja. Kalau tidak ada koordinasi yang kuat kepada program yang banyak menyerap lapangan kerja, 10,7 juta itu tidak mungkin.

Selain pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja juga dilakukan dengan pelaksanaan berbagai program Kemenakertrans, misalnya program kerja yang sifatnya padat karya maupun subsidi-subsidi program. Salah satu upaya Kemenakertrans mengurangi pengangguran dan kemiskinan dilakukan dengan Program Aksi Gerakan Penanggulangan Pengangguran (GPP). Program kerja ini merupakan kegiatan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan untuk menciptakan kesempatan kerja dalam rangka menanggulangi pengangguran dan kemiskinan.

Dalam rangka Program Aksi GPP, Kemnakertrans melaksanakan berbagai program seperti pelatihan dan peningkatan produktivitas tenaga kerja, antara lain padat karya infrastruktur, padat karya produktif, pelatihan kerja keliling, pelatihan kerja berbasis kompetensi, subsidi program pelatihan kewirausahaan, pengembangan desa produktif, dan pemagangan dalam dan luar negeri.

Di bidang pengembangan perluasan kesempatan kerja, Kemenakertrans juga melakukan kegiatan seperti penempatan tenaga kerja di dalam dan luar negeri, tenaga kerja mandiri dan usaha mandiri, terapan teknologi tepat guna, pendayagunaan tenaga kerja sukarela, informasi pasar kerja, bursa kerja (job fair), kios 3 in 1, pelayanan antar-kerja lokal dan pelayanan antar-kerja daerah.

Sebuah lembaga sumberdaya manusia Korea Selatan (Human Resources Development) menjalin kerja sama dengan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) untuk merekrut tenaga kerja Indonesia (TKI) sebanyak 10.000 orang. Ribuan tenaga kerja itu akan ditempatkan di Korea Selatan. Untuk kebutuhan tenaga kerja di Korsel pada tahun 2009 sebanyak 9.000 orang dan tahun 2010 naik menjadi 10.000 orang, dengan rincian sebanyak 8.000 orang untuk dipersiapkan bekerja di 23 industri dan 2.000 orang di sektor perikanan.

Bidang pekerjaan industri yang ditawarkan sangat beragam, mencakup sektor industri yaitu pengolahan makanan dan minuman, pengolahan tembakau, pengolahan tekstil, menjahit pakaian dan bulu binatang, pewarnaan dan pakaian dari kulit, pengolahan kayu, pengolahan pulp dan kertas, produksi bukan logam, produksi peralatan komputer dan peralatan kantor. Selain itu juga bidang publikasi dan percetakan, pengolahanan bahan bakar, batu bara, minyak dan nuklir, pengolahan dasar kimia, pengolahan dasar metal, mesin dan peralatan, produksi karet dan plastik, produksi peralatan komunikasi, video/audio dan komponen listrik, mesin elektrik dan perlengkapannya, alat kesehatan optikal dan arloji, kendaraan bermotor, perlengkapan dan asesoris kendaraan bermotor, pengolahan daur ulang, furnitur, pertanian, serta perikanan yang meliputi pengalengan ikan, perikanan tambak darat/tawar, penangkapan ikan lepas pantai dan proses pendinginan ikan.

Timur Tengah khususnya Arab Saudi juga membutuhkan banyak tenaga kerja di sektor formal khsusunya perawat di rumah sakit. Ada sekitar 30 ribu peluang kerja untuk TKI perawat yang ditawarkan pemerintah Arab Saudi kepada Indonesia. Arab Saudi menghendaki porsi sebagain besar perawat medis dapat diisi dari Indonesia yang memiliki persamaan kultur beragama dengan masyarakat Arab. Saat ini sektor perawat dikuasai tenaga perawat asal Filipina. Gaji bagi tenaga perawat di Arab Saudi berkisar Rp8-17 juta/bulan.

Di sisi lain, Kemenakertrans menilai daya saing sumber daya manusia (SDM) Indonesia tergolong masih rendah. Oleh karena itu, pemerintah memprioritaskan pengembangan mutu dan kompetensi SDM dari 116 juta angkatan kerja yang ada saat ini. Rendahnya daya saing SDM Indonesia dapat dilihat antara lain dari tingkat pendidikan. Angkatan kerja saat ini masih didominasi lulusan SD sebanyak 57,44 juta atau 49,52 % dari jumlah angkatan kerja seluruhnya. Selain itu, peringkat daya saing Indonesia masih berada di urutan 42 dari 131 negara. Indeks pembangunan manusia menduduki ranking ke-111 dari 192 negara.

Jumlah angkatan kerja di daerah perkotaan juga semakin bertambah. Jumlah pengangguran mencapai 8,59 juta atau 7,41%, dan setengah pengangguran sebesar 35,42 juta atau 30,54% dari jumlah angkatan kerja. Kesempatan kerja merupakan inti dari semua kebijakan dan program saat ini. Oleh karenanya, pelatihan kerja merupakan upaya untuk meningkatkan keterampilan dan produktivitas serta daya saing tenaga kerja Indonesia.

Indonesia tengah menghadapi masalah tenaga kerja dengan lebih besarnya jumlah tenaga kerja informal (paruh waktu) ketimbang tenaga kerja formal (penuh waktu). Memang, kalau kedua-duanya digabung bisa mengurangi pengangguran absolut, akan tetapi kualitasnya dipertanyakan. Berdasarkan data demografi, Indonesia akan mengalami ledakan penduduk pada tahun 2020 nanti. Namun, ledakan penduduk usia produktif ini jika dipotimalkan bisa menguntungkan, terutama untuk penyediaan SDM. (AI)