Rabu, September 29, 2010

Rusunawa di berbagai daerah

Guna memenuhi kebutuhan perumahan, Pemda DKI Jakarta akan membangun 400 unit rumah susun sederhana sewa (rusunawa). Pembangunan ini sebagai upaya memenuhi kebutuhan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan kecil. Pembangunan rusunawa juga bertujuan mengurangi kekumuhan di wilayah Jakarta yang padat. Pihak Pemda DKI sudah mempersiapkan 5 lokasi rusunawa di Jakarta Timur.

Dari lima lokasi tersebut tidak semuanya dibangun pada tahun 2010 ini lantaran alokasi anggaran yang minim. Pembangunan rusunawa tersebut dilakukan secara bertahap dan bergantian di berbagai wilayah Jakarta, tergantung wilayah mana yang lebih membutuhkan. Tiap blok menara rusunawa terdiri dari 100 unit satuan rumah susun (sarusun). Anggaran pembangunan tiap blok sekitar Rp24 miliar. Apabila terdapat kelebihan dana anggaran perumahan, maka akan dipergunakan untuk pembangunan rusunawa di Jakarta Barat. Sementara itu untuk Jakarta Pusat, pemda belum berencana membangun rusunawa karena sulitnya lahan.

Di Batam, PT Jamsostek (persero) akan memulai pembangunan tujuh twinblock (menara kembar) rusunawa di Kawasan Industri Kabil (KIK) Batam pada akhir tahun 2010, setelah selesainya pembangunan tiga twinblock di kawasan yang sama. Secara keseluruhan rusunawa yang dibangun BUMN ini di KIK sebanyak 10 twinblock itu dengan total dana yang dibutuhkan sekitar Rp120 miliar, dengan biaya setiap menara sedikitnya Rp12 miliar untuk menampung lebih dari 3.000 peserta jamsostek. Sebelumnya di Batam, Jamsostek juga membangun satu menara kembar di Mukakuning yang diperuntukkan bagi sedikitnya 312 orang peserta jamsostek dengan jumlah 75 unit rumah.

Sukses membangun rusunawa di Batam, Jamsostek mendapat banyak permintaan untuk membangun rusunawa di tempat lain, antara lain Jawa Timur, Makasar, dan Jawa Barat. Namun demikian, Jamsostek tidak akan sembarangan membangun rusunawa. Jamsostek berusaha mencari tempat yang strategis, yaitu yang paling dekat kawasan industri, untuk menghemat biaya transpor dan produktivitas terjaga.

Sebenarnya pembangunan rusunawa Jamsostek di Batam merupakan proyek tidak untung, karena uang yang dipakai untuk pembiayaan proyek tersebut menggunakan Dana Peningkatan Kesejahteraan Peserta (DPKP) yang akan kembali setelah 30 tahun. Akan tetapi, ada beberapa kriteria yang memudahkan sehingga Jamsostek mau membangun proyek tersebut di Batam, diantaranya adalah harga tanah untuk bangunan yang dipergunakan selama tiga puluh tahun masih sangat murah. Selain itu, pasar penyewa di daerah tersebut sangat potensial, karena banyak orang yang bekerja dan telah lama menetap namun tidak membawa serta keluarganya, atau istilahnya bujang lokal. Dan yang terakhir, pemda Batam aktif dan memfasilitasi proyek tersebut.

Di Ambarawa, rusunawa yang dibangun di Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah untuk warga tidak mampu masih sepi peminat. Hal ini disebabkan harganya dianggap terlalu mahal. Pendaftar rusunawa tersebut hingga kini masih 14 orang, padahal yang disediakan 96 unit. Sebenarnya pada saat sosialisasi banyak yang mendaftar, hanya saja setelah muncul Perda No.4/2010 tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah Atas Rumah Susun Sederhana Sewa, banyak warga yang mengundurkan diri karena tidak bisa memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Berdasarkan Perda tersebut, harga sewa bangunan rusunawa lima lantai tersebut bermacam-macam, mulai dari Rp89 ribu hingga Rp145 ribu/bulan.

Rusunawa itu diperuntukkan kepada warga yang belum mempunyai rumah dan pendapatan setiap bulannya setara dengan upah minimum regional (UMR) atau di bawahnya. Pembangunan rusunawa itu bertujuan untuk mengurangi perumahan kumuh yang ada di kawasan Ambarawa. Pasalnya, di sekitar Ambarawa hingga saat ini masih banyak perumahan kumuh yang dihuni oleh para pedagang kaki lima (PKL). Rusunawa itu diperkirakan akan difungsikan pada tahun 2011, karena biaya operasionalnya masih diajukan ke APBD Perubahan 2010.

Dari Balikpapan dikabarkan Dinas Tata Kota dan Pemukiman (DTKP) Pemkot Balikpapan telah membentuk organisasi baru yang secara khusus menangani permasalahan rusunawa milik pemkot. Balikpapan sudah memiliki tiga unit rusunawa dengan jumlah total sebanyak 212 unit rumah. Pertama, rusunawa di kawasan Jalan Ruhui Rayu II sebanyak 50 unit rumah sudah dibangun sejak tahun 90-an dan sudah ditempati masyarakat. Kedua, rusunawa yang baru saja selesai dikerjakan namun belum dihuni, yakni rusunawa di kawasan Sepinggan sebanyak 76 unit, dan ketiga, rusunawa Manggar sebanyak 96 unit rumah.

Rencananya, Balikpapan akan mendapatkan jatah dua twinblock rusunawa lagi, yakni masing-masing dari Kementerian PU dan Kemenpera, namun lokasinya belum dipastikan. Sesuai aturan, pemkot menyiapkan lahan, sedangkan bangunannya, pusat yang mengerjakan. Satu twinblock biayanya diperkirakan sekitar Rp9 sampai Rp12 milar.

Sementara itu, harga tanah yang kian melambung membuat Pemkab Malang kesulitan membebaskan tanah untuk akses menuju lahan pembangunan rusunawa. Rusunawa tersebut akan dibangun di Kelurahan Pagentan, Kecamatan Singosari, dan membutuhkan akses jalan selebar 8 m, sedangkan jalan yang dibebaskan baru 3 m. Rencananya, rusunawa ini diperuntukkan bagi karyawan yang bekerja di tempat industri kawasan Singosari dan Lawang. Bangunan seluas 18.600 m2 dan berlantai empat ini dibagi menjadi 240 unit kamar.

Meski ada bantuan dari pemerintah pusat untuk mendirikan rusunawa di Malang, namun pada praktiknya sulit diwujudkan mengingat harga di lokasi pembangunan melonjak jauh di atas harga appraisal. Normalnya, harga per meter tanah maksimal Rp400.000. Kenyataanya harga pasaran di lokasi pembangunan akses jalan menuju perumahan melonjak menjadi Rp3,5 juta hingga Rp 4,5 juta/m2.

Di Jawa Barat, Kemenpera juga akan membangun rusunawa bagi para pekerja pabrik yang berada di wilayah Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung. Peletakan batu pertama rencananya dimulai Oktober 2010 dengan mengambil lokasi di Kampung Kencehan, Desa Cangkuang, Kecamatan Rancakekek. Pembangunan rusunawa khusus bagi pekerja pabrik di Rancaekek ini bertujuan untuk memudahkan aktivitas pekerja. Bangunan rusunawa tersebut direncanakan akan dibangun lima tingkat dengan luas 2 x 7 m. (AI)

Senin, September 27, 2010

Sistem angkutan di Jakarta

Kementerian Perhubungan (Kemenhub) saat ini tengah menyusun standar pelayanan minimum (SPM) angkutan umum guna memacu kualitas dan efisiensi layanan. SPM tersebut nantinya akan dituangkan dalam bentuk peraturan menteri, dan akan mengatur beberapa halm antara lain standar jarak tempuh jalur angkutan umum dengan kawasan permukiman atau tempat tinggal, pembatasan usia dan kelaikan armada, kondisi tarif yang baik dan murah, keterhubungan jaringan, sampai waktu tunggu yang efisien.

Dalam SPM itu pihak Kemenhub menargetkan masyarakat sudah bisa menemukan moda angkutan umum setelah berjalan maksimal 350 m dari permukiman atau lokasi tempat tinggal, usia kendaraan dibatasi 10 tahun dan waktu tunggu hanya 2 menit. Di Jabodetabek, biaya transportasi masyarakat mencapai 40% dari total pendapatan per bulan, padahal idealnya sesuai standar bank dunia hanya 10% dari total pendapatan.

Berdasarkan pengalaman di beberapa kota di dunia yang menerapkan sistem BRT (bus rapid transit), waktu tunggu pada jam padat hanya 2 menit, sedangkan saat sepi bisa 5 menit. Menurut Tim Sustainable Urban Transportation Improvement Project (Sutip) Deutsche Gesellchaft fur Techniche Zusammenarbeit (GTZ), moda transportasi BRT menjadi salah satu solusi mengatasi kemacetan lalu lintas perkotaan di Indonesia. GTZ telah bekerja sama dengan empat kota di Indonesia, yakni Bogor, Solo, Yogyakarta, dan Palembang. Di empat kota itu GTZ menjadi mitra dalam mengembangkan layanan transportasi kota yang lebih baik dengan didukung manajemen yang transparan.

Sementara itu, pemerintah telah menunjuk empat kota percontohan sebagai pilot project sistem BRT. Keempat kota itu adalah Pekanbaru, Sragen, Bukittinggi, dan Bogor. Khusus Pekanbaru, manajemennya dibantu oleh Institut for Transportation and Development Policy (ITDP). Pelaksanaan angkutan massal berbasis jalan wajib dikembangkan di kota-kota besar di Indonesia yang memiliki jumlah penduduk minimal 500.000 jiwa. Hal itu merupakan amanah UU No.22 tahun 2009 tentang Lalu Lintaas Angkutan Jalan (LLAJ).

Berdasarkan UU itu, ada empat kriteria yang harus dipenuhi untuk bisa melaksanakan angkutan massal. Pertama, kapasitas angkut minimal mampu mengangkut 85 penumpang. Kedua, angkutan massal berbasis jalan tersebut harus memiliki jalan khusus meskipun di sejumlah kota belum bisa dilaksanakan akibat terbatasnya kapasitas jalan. Ketiga, tidak boleh ada overlap trayek seperti yang masih terjadi sekarang, dan keempat, jaringan transportasi massal diwajibkan memiliki feeder.

Kemenhub mengusulkan penambahan armada subsidi melalui APBN sebanyak 200 unit pada tahun 2011 guna mendukung penerapan BRT di berbagai kota di Indonesia. Jumlah tersebut meningkat hingga empat kali lipat dibandingkan dengan jumlah bus subsidi yang akan diserahkan pada tahun 2010 sebanyak 43 unit. Bus-bus besar tersebut akan didistribusikan ke kota-kota yang serius dalam mengembangkan BRT.

Pemerintah pusat memutuskan untuk mengambil alih upaya mengatasi persoalan stagnasi transportasi di Jabodetabek melalui keluarnya Instruksi Wakil Presiden tentang Penetapan Otoritas Transportasi Jabodetabek dan menunjuk Kuntoro Mangkusubroto sebagai koordinatornya. Wapres menginstruksikan 17 langkah untuk mengatasi kemacetan di Jabodetabek, yakni memberlakukan electric road pricing (ERP), sterilisasi busway, merevisi aturan perparkiran, penambahan empat koridor busway, dan penyediaan BBM murah untuk angkutan umum.

Di angkutan kereta apai (KA), Wapres mengintruksikan agar KA Jabodetabek dioptimalkan, proyek double track jalur KA Manggarai - Cikarang direalisasikan, KA lingkar dalam kota yang terintegrasi dengan angkutan massal dipercepat, dan disediakan parkir dekat stasiun KA Jabodetabek. Wapres juga mengintruksikan agar Kepolisian menertibkan angkutan liar, revisi rencana induk transportasi terpadu, pembangunan enam ruas jalan tol di dalam kota, dan membatasi penggunaan kendaraan bermotor.

Operator angkutan darat menyambut baik terbentuknya otoritas transportasi Jabodetabek, namun mereka mengharapkan agar tim di dalamnya tidak bekerja secara kaku dan penuh birokrasi. Mereka juga berharap dilibatkan dalam otoritas transportasi Jabodetabek yang bertugas mengatasi masalah kemacetan di kawasan tersebut. Pelibatan operator akan berdampak positif dalam mengefektifkan kerja otoritas transportasi Jabodetabek itu. Pasalnya, kerja otoritas transportasi ini sangat berat karena kemacetan di wilayah Jabodetabek tidak bisa diselesaikan sepotong-potong.

Untuk mengantisipasi kemacetan pasca Lebaran Pemprov DKI Jakarta memprioritaskan beberapa kebijakan, yakni manajemen lalu lintas di kawasan tertentu dan pengaktifan busway koridor 9 (Pinangranti-Pluit) dan koridor 10 (Cililitan-Tanjung Priok) sebelum memberlakukan pembatasan kendaraan bermotor. Menurut data Dinas Perhubungan DKI Jakarta, jumlah armada yang dialokasikan untuk melayani penumpang di dua koridor itu adalah 139 unit mencakup 25 bus gandeng dan 114 single bus. Selain itu, pintu masuk tol di Semanggi akan disatukan dengan pintu tol di depan Hotel Kartika Candra.

Meskipun belum menetapkan pelaksanaannya, Gubernur DKI Jakarta memastikan pembatasan kendaraan bermotor, baik mobil, roda tiga maupun motor akan dilakukan secara proporsional mengingat pertumbuhan jumlah kendaraan yang semakin meledak. Saat ini sudah ada sekitar 4 juta kendaraan roda dua dan 2,4 juta kendaraan roda empat di Jakarta dengan pertumbuhan 8%-9% per tahun yang dikhawatirkan akan memenuhi jalan dan melumpuhkan lalu lintas.

Pemprov DKI Jakarta juga dalam proses final desain engineering dan mempersiapkan tender pembangunan kereta bawah tanah yang konstruksinya diperkirakan dapat dimulai awal tahun 2012. Angkutan massal lain yang juga ditingkatkan fungsi dan daya angkutnya adalah kereta regional. Dalam jangka panjang, Pemprov DKI Jakarta akan menerapkan strategi sistem transportasi yang lebih mendasar dengan mengintegrasikan kereta bawah tanah, kereta api regional dan Transjakarta dalam satu sistem pembelian tiket yang terintegrasi. (AI)

Jumat, September 24, 2010

Tahun 2011 anggaran restrukturisasi industri TPT naik

Anggaran restrukturisasi mesin industri tekstil dan produk tekstil (TPT) pada tahun 2011 diusulkan naik menjadi Rp200 miliar. Hal ini sesuai dengan pengajuan tambahan anggaran sebesar Rp83,4 miliar. Dengan tambahan anggaran itu, jumlah pelaku usaha TPT yang dapat mengikuti program itu ditargetkan bertambah dari 100 perusahaan menjadi 200 perusahaan. Sebelumnya, Kemenperin mengusulkan anggaran restrukturisasi mesin TPT pada tahun 2011 tidak jauh berbeda dengan tahun 2010, yakni sekitar Rp150 miliar. Namun, setelah melihat pengalaman tahun 2010 yang permintaanya lebih besar, Kemenperin mengusulkan tambahan Rp83,4 miliar dari anggaran tahun 2010 sebesar Rp154 miliar.

Dari usulan tambahan anggaran Rp83,4 miliar, secara rinci akan digunakan untuk bantuan modal investasi peremajaan mesin/peralatan tekstil, alas kaki, dan penyamakan kulit Rp74,3 miliar dan verifikasi perusahaan yang akan mengimplementasikan program peningkatan teknologi Rp3,5 miliar. Selain itu juga digunakan untuk pengelolaan operasional program peningkatan teknologi industri Rp1 miliar, fasilitas monitoring pelaksanaan skema II Rp300 juta dan promosi kemampuan industri dan peningkatan kompetensi SDM industri tekstil dan aneka Rp4,29 miliar.

Kemenperin mencatat selama periode pendaftaran program restrukturisasi mesin TPT selama 29 Maret-30 Juni 2010 telah terdaftar 202 industri TPT dengan perkiraan investasi Rp2,33 triliun dengan bantuan senilai Rp212,66 miliar atau 147% dari anggaran yang tersedia atau mengalami kekurangan Rp68,31 miliar. Dengan demikian ada 91 industri TPT peserta program restrukturisasi mesin masuk dalam kategori waiting list. Rencananya perusahaan ini akan masuk dalam program restrukturisasi tahun 2011. Program restrukturisasi mesin TPT selama 2007-2009 telah memberikan bantuan sebesar Rp507,77 miliar dengan realisasi investasi mesin baru sebesar Rp4,9 triliun.

Dari program restrukturisasi permesinan yang digulirkan oleh Kemenperin pada tahun 2009 terlihat produktivitas industri TPT meningkat hingga 13,68%. Program restrukturisasi permesinan industri TPT yang dimulai sejak tahun 2007 masih berlangsung, yang meliputi sosialisasi program, monitoring pelaksanaan permesinan TPT 2009, dan penerimaan pendaftaran calon peserta program. Dari 193 perusahaan yang mengikuti program restrukturisasi yang menghabiskan anggaran sekitar Rp240 miliar, Kemenperin telah memonitor 100 perusahaan dengan hasil yang cukup menggembirakan.

Untuk program restrukturisasi permesinan TPT pada tahun 2009, hasilnya meliputi peningkatan efisiensi penggunaan energi sebesar 8,99%-14,26%, meningkatkan penyerapan tenaga kerja 7,22%, peningkatan kuantitas produksi 16,27%-21,89%, dan peningkatan produktivitas 8,44%-13,68%. Program restrukturisasi permesinan TPT dilakukan pertama kali pada April 2007, dengan pagu anggaran Rp153,31 miliar yang diserap 92 perusahaan dan memacu investasi hingga Rp1,55 triliun. Kemenperin juga optimistis nilai ekspor industri TPT tahun 2010 akan mencapai USD10 miliar. Pada tahun 2009, nilai ekspor industri TPT mencapai USD9,26 miliar dan menempatkan sektor TPT pada peringkat kedua penghasil devisa terbesar dari sektor nonmigas.

Menurut Kadin Indonesia, nilai ekspor industri TPT tidak dapat melonjak secara drastis, karena kompetisi yang ketat dengan produk asal China dan India. Angka USD10 miliar sudah cukup bagus, karena kompetisi yang ketat. Saat ini industri fashion memberi kontribusi sekitar 20% terhadap total nilai ekspor industri TPT. Industri TPT nasional yang berskala besar dan menengah saat ini mampu menyerap tenaga kerja sekitar 1,3 juta orang pada tahun 2009. Apabila ditambah tenaga kerja yang terserap oleh industri skala kecil dan rumah tangga maka total tenaga yang terserap pada tahun 2009 lebih dari 2,4 juta orang.

Kadin juga menyarankan, untuk mengantisipasi persaingan di pasar internasional yang kian kuat, Indonesia perlu menaikkan nilai tambah dan mengembangkan produk turunan, termasuk industri fashion. Pasalnya Indonesia memiliki basis yang kuat untuk mengembangkan industri fashion menembus pasar global karena kualitasnya sudah diakui secara luas.

Indonesia perlu mengembangkan merek produk fashion nasional yang berdaya saing tinggi dan mampu merambah pasar ekspor. Sangat ironis bagi Indonesia sebagai eksportir TPT senilai sekitar USD10 miliar pada tahun 2010, namun tidak memiliki merek nasional yang kuat. Padahal Hong Kong dan Jepang, yang industri TPT-nya masih mengandalkan China, justru memiliki merek seperti Nautica dan Giordano (Hong Kong) serta Uni Glo (Jepang). Produk fashion Indonesia hanya sedikit yang diproduksi secara besar. Saat ini baru ada merek Biyan dan Itang Yunaz, merek lain cenderung eksklusif dan membuat satu baju seharga Rp10 juta. Sebaiknya membuat produk dengan merek tertentu dengan harga Rp200.000, tapi jumlahnya sampai satu juta potong.

Pernyataan Kadin diamini oleh Menperin yang menyatakan berkembangnya industri fashion akan menggerakan industri TPT sebagai bahan baku. Selain sangat erat dengan pertumbuhan industri TPT di Tanah Air, industri fashion akan menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia, antara lain sektor distro, perajin, kosmetika, aksesories, sekolah mode dan lain-lain.

Asosiasi Pemasok Garmen dan Aksesori Indonesia (Apgai) memprediksikan omzet garmen nasional hanya akan mengalami peningkatan sebesar 10% pada tahun 2011. Ikatan Alumni Institut Teknologi Tekstil-Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil (IKA ITT-STT) dan Indotextile juga memprediksi peningkatan omzet garmen pada tahun 2011 tidak akan melebihi 10%, hanya berkisar 7-10%. Omzet garmen untuk ekspor hingga akhir tahun 2010 adalah sebesar USD6,5 miliar, sedangkan untuk domestik sebesar USD6,3 miliar. IKA ITT-STT mencatat untuk semester I/2010, ekspor garmen mencapai USD3,18 miliar, dan omzet domestik USD3,15 miliar.

Ada banyak faktor yang mempengaruhi kinerja garmen nasional, antara lain upah minimum regional (UMR) dan lonjakan impor. Pasalnya, di industri garmen, struktur biaya yang paling mahal adalah untuk membayar tenaga kerja. Sementara impor diperkirakan akan meningkat 40% pada tahun 2011. Impor garmen mengalami kenaikan setiap tahunnya, terkait CAFTA sebanyak 60 pos tarif khusus garmen masih memiliki tarif BM 15%. Hal ini diperkirakan akan mendorong impor garmen selundupan pada tahun 2011. (AI)

Senin, September 20, 2010

Jagung

Kementerian Pertanian membagikan bibit jagung hibrida kepada petani untuk ditanam di lahan seluas 633 ribu ha di seluruh wilayah penghasil jagung di Indonesia mulai September 2010 hingga Oktober 2010. Hal itu dilakukan guna menggenjot produksi jagung lokal serta memproteksi ketahanan pangan dalam negeri dari dampak menurunnya produksi jagung di luar negeri. Penanaman bibit unggul ini diharapkan bisa menghasilkan penambahan produksi lokal sekitar 3 juta ton jagung di wilayah penghasil jagung seperti di Sulsel, Sumut, Lampung, Jabar, Jatim, dan NTT.

Dewan Jagung Nasional menilai upaya pemerintah untuk membagikan benih jagung hibrida sangat tepat. Namun demikian, langkah tersebut harus diimbangi dengan teknologi varietas. Jika tidak diimbangi dengan teknologi varietas, tujuan peningkatan produksi sulit tercapai. Teknologi varietas harus memaksimalkan ketepatan waktu dan harga jual. Dengan demikian, jagung dapat dioptimalkan di dalam negeri sehingga mengurangi impor.

Jagung lokal di Indonesia memiliki keragaman genetik tertinggi di kawasan Asia. Menurut Balai Penelitian Tanaman Serealia Makassar, hal tersebut merupakan keunggulan tersendiri sehingga membuka peluang besar untuk dapat mengembangkan jagung hibrida unggul. Jenis jagung lokal sangat banyak terdapat di Provinsi NTT dan NTB. Tingginya keragaman genetik jagung lokal ini dapat dimanfaatkan untuk semakin mengurangi jagung hibrida yang diperoleh dari perusahaan multinasional. Selama ini, sebagian besar jagung hibrida masih diperoleh dari perusahaan multinasional dan sedikit yang menyentuh jagung lokal. Untuk itu, perlu dilakukan eksplorasi jagung lokal dengan menggunakan teknologi molekuler.

Dengan menggunakan teknologi molekuler, maka dapat dilihat karakteristik dan gen yang terdapat dalam jagung lokal. Selain itu, teknologi ini juga dapat digunakan untuk merakit jagung hibrida yang mengandung protein dan antioksidan yang tingi sehingga jagung hibrida yang dihasilkan juga tahan terhadap cekaman genangan, kekeringan, dan juga hama penyakit.

Produktivitas tanaman jagung hibrida di Kecamatan Kedungtuban, Kabupaten Blora, Jateng, meningkat mencapai 13 ton/ha pada masa panen 2010. Jagung yang dipanen oleh gabungan kelompok tani di wilayah Desa Kalen adalah varietas Bisi-2 dan Bisi-816. Dengan 15 kg benih/ha dan jarak tanam 70 cm x 20 cm, kedua varietas ini mampu menghasilkan maksimal 13,4 ton/ha. Keduanya hanya dibedakan dari jumlah tongkolnya. Jika Bisi-2 mempunyai dua tongkol, sedangkan Bisi-816 yang baru diluncurkan pada awal 2009, memiliki satu tongkol besar.

Dinas Pertanian dan Peternakan Sulbar mengembangkan tanaman jagung seluas 300 ribu ha untuk mendorong peningkatan produksi jagung tahun 2010 di wilayah itu. Hasil produksi komoditi jagung di Provinsi Sulbar saat ini sangat melimpah sehingga mampu mendorong peningkatan ekonomi untuk kesejahteraan para petani di wilayah itu. Ada dua kabupaten di Sulbar yang menjadi sentra hasil produksi tanaman jagung, yakni Kabupaten Mamuju Utara dan Mamuju. Meningkatnya hasil produksi jagung juga dipicu banyaknya dukungan dari pemerintah pusat untuk membantu para kelompok tani yang ada di daerah tersebut. Bantuan pemerintah pusat yang dirasakan manfaatnya oleh petani selama ini berupa bantuan bibit jagung hibrida, bantuan pupuk dan beberapa jenis bantuan lainnya.

Tingkat produksi jagung di Provinsi Sulbar terus meningkat dan tahun 2010 ini diperkirakan akan menembus hingga 60.000 ton. Produksi jagung tahun 2009 sebesar 58.320 ton pipilan kering meningkat sebesar 18.068 ton (44,89%) dibanding produksi tahun 2008 yaitu 40.252 ton. Peningkatan produksi jagung tahun 2009 dipicu dengan peningkatan luas panen sebesar 2.584 ha (28,36%) dan peningkatan produktivitas sebesar 5,69 kwintal/ha (12,88%).

Sementara itu, dampak perubahan musim yang sedang terjadi sudah semakin dirasakan oleh masyarakat pertanian Jatim. Akibat anomali musim, produksi jagung Jatim diperkirakan turun sekitar 326.656 ton pipilan kering (ppk) atau sekitar 6,20% dari realisasi produksi tahun 2009 yang mencapai 5,266 juta ton ppk. Akibat hujan berkepanjangan, maka banyak petani jagung yang lebih memilih beralih tanam padi. Sehingga luas lahan produksi jagung pada tahun 2010 ini menyusut hingga 81.664 ha dengan tingkat produksi kira-kira sebesar 326.656 ton ppk. Luas lahan jagung yang tertanami hingga Agustus 2010 ini mencapai 77,69% dengan produksi sebesar 79,54%.

Meski mengalami penurunan, msyarakat Jatim optimistis produksi jagung Jatim masih surplus. Saat ini kebutuhan jagung Jatim mencapai 2,30 juta ton ppk/tahun. Sementara jika terjadi penurunan produksi sebesar 6,20%, maka diperkirakan produksi jagung Jatim akan mencapai sekitar 4,940 juta ton ppk/tahun sehingga masih ada surplus sekitar 2,64 juta ppk/tahun. Akan tetapi, penurunan ini juga perlu diwaspadai. Salah satu caranya adalah dengan melakukan optimalisasi penanaman jagung melalui bantuan bibit unggul dari berbagai program.

Di beberapa daerah, pengembangan jagung bukannya dimanfaatkan untuk produksi pangan, namun untuk pakan ternak. Oleh karena itu, jagung ditanam secara khusus yang dipanen secara keseluruhan bagian tanaman batang, daun, dan tongkol sewaktu masih muda. Sebagian besar petani mengaku lebih untung, karena hanya membutuhkan waktu hanya sekitar kisaran umur 65-75 hari setelah tanam. Dalam beberapa tahun terakhir, proporsi penggunaan jagung oleh industri pakan telah mencapai 50% dari total kebutuhan nasional. Dalam 20 tahun ke depan, penggunaan jagung untuk pakan diperkirakan terus meningkat dan bahkan setelah tahun 2020 lebih dari 60% dari total kebutuhan nasional.

Secara internasional, efek domino gagal panen di China mengakibatkan stok jagung dunia berkurang dan harga jagung ikut melonjak. Tentu saja, hal itu bisa berimbas terhadap harga jagung domestik. Saat ini, harga jagung lokal mencapai Rp2.800/kg. Diperkirakan, sampai akhir tahun 2010 nanti harga jagung bisa naik sekitar Rp3.000/kg. Faktor curah hujan yang berkepanjangan di negara-negara produsen jagung seperti Rusia, China, dan Argentina, berimbas pada penurunan produksi jagung dalam skala dunia. Faktor ini turut membuat lonjakan permintaan jagung di AS merambat naik. (AI)

Senin, September 13, 2010

Perlunya saintifikasi obat tradisional

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI menarik 46 obat tradisional yang mengandung bahan kimia obat. Berdasarkan analisis risiko temuan pengawasan, masih ditemukan obat tradisional yang mengandung bahan kimia obat (BKO) yang dilarang dicampurkan. Sebagian besar hasil temuan pengawasan itu merupakan produk ilegal atau tidak terdaftar di BPOM RI. Dalam peredarannya, obat-obat tersebut kerap mencantumkan izin edar palsu. Dari ke-46 merek itu, 33 di antaranya izin edarnya palsu. Lima merek tak terdaftar dan delapan lainnya dibatalkan nomor registrasinya.

Ke-46 merek obat tradisional tersebut kebanyakan merupakan obat penambah stamina pria atau obat kuat. Produsen obat pun berasal dari beberapa daerah. Ada yang dari Jabodetabek, Cilacap, Surabaya, Makassar, dan Magelang. Bahkan terdapat dua merek obat tradisional yang diimpor dari Malaysia. Jenis BKO yang ditambahkan dalam obat tradisional pun beragam. Dari paracetamol, metampiron, chlortrimeton (CTM), tadalafil, dan lain-lain. BKO yang berlebihan sangat berbahaya bagi tubuh. BKO tersebut biasanya terkandung dalam obat keras dan untuk pemakaiannya pun membutuhkan resep dokter.

Pengawasan terhadap obat-obatan oleh BPOM RI dilakukan secara kontinyu. Pada kurun 2001-2007, penggunaan BKO pada obat tradisional kebanyakan untuk obat rematik dan penghilang rasa sakit. Namun sejak tahun 2007, tren tersebut beralih ke obat pelangsing dan penambah stamina. Untuk mengantisipasi penyebaran obat-obat itu, BPOM telah menginstruksikan kepada jajarannya untuk menarik dan memusnahkannya.

Sementara itu, Gabungan Pengusaha (GP) Jamu Indonesia menegaskan tidak ada anggotanya yang tak memiliki izin edar. Anggota GP Jamu yang saat ini berjumlah 1.247 perusahaan, semuanya terdaftar di BPOM. Jadi yang mengedarkan obat-obatan tradisional tersebut bukan anggota GP Jamu. GP Jamu menyambut baik usaha pemerintah dalam mengawasi peredaran obat-obat tradisional di Indonesia dan sebaiknya jangan hanya dilakukan secara musiman.

Obat-obatan tradisional sudah sejak lama digunakan sebagai penyembuh untuk berbagai penyakit. Hanya, penggunaannya secara luas berada di bawah bayang-bayang obat-obatan modern. Karena itu, hingga kini belum banyak digunakan dalam praktik pelayanan kesehatan. Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih mengakui jika obat tradisional belum menjadi salah satu pilihan di bidang penyembuhan kesehatan.

Hal itu disebabkan minimnya penelitian tentang khasiat tanaman obat untuk dijadikan obat tradisional. Untuk itu, Menkes telah meresmikan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional di Tawangmangu, Karanganyar, Jawa Tengah, agar dapat mendorong pemanfaatan obat tradisional di masyarakat. Balai besar bertujuan untuk meneliti tanaman obat, untuk dikembangkan ke arah produksi. Saat ini sifatnya masih penelitian dan pengembangan, belum produksi. Setelah formulanya ditemukan, baru dibuat dalam skala kecil dan ditawarkan ke pabrik. Menkes menargetkan, Balai Besar dalam setahun diharapkan mampu meneliti minimal dua tanaman obat dan menghasilkan 5 formula obat tradisional. Di Balai Besar sendiri terdapat 1.100 jenis tanaman obat yang potensial untuk dikembangkan menjadi obat tradisional.

Pengembangan obat tradisional juga didukung dengan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pengobat Tradisional yang mengatur penggunaannya dalam praktik pelayanan kesehatan. Saat ini konsepnya sudah ada, dan Kemenkes juga melibatkan tenaga ahli dari UI (Universitas Indonesia), ITB (Institut Teknologi Bandung), UGM (Universitas Gadjah Mada), dan UNS (Universitas Sebelas Maret).

Kalangan industri jamu perlu melakukan saintifikasi obat tradisional ini agar kemanfaatan dan aspek keamanannya bisa dibuktikan secara ilmiah seperti obat modern. Untuk mempertanggungjawabkan manfaat ilmiah jamu, maka arah pengembangannya harus mengikuti pengembangan obat modern. Kalangan industri jamu harus bisa membuktikan secara ilmiah bawah obat berbahan alami itu memberikan manfaat klinik untuk pencegahan atau pengobatan penyakit, serta tidak menimbulkan efek samping alias aman dikonsumsi. Akan tetapi karena proses produksi jamu berbeda dengan obat modern, maka hingga sekarang praktik kedokteran juga belum bisa menerima obat tradisional atau jamu sebagai obat yang diresepkan.

Menurut data Susenas 2007, diketahui bahwa penduduk yang memilih mengobati sendiri dengan obat tradisional sebanyak 28,69%, meningkat dalam waktu tujuh tahun yang semula hanya 15,2%. Data riset kesehatan dasar (riskesdas) 2010 juga memberi informasi dari populasi di 33 provinsi, dengan sekitar 70.000 rumah tangga dan 315.000 individu, secara nasional 59,29% penduduk Indonesia pernah minum jamu. Angka ini menunjukkan peningkatan penggunaan jamu/obat tradisional secara bermakna. Dan ternyata 93,76% masyarakat yang pernah minum jamu menyatakan bahwa minum jamu memberikan manfaat bagi tubuh.

Jika dilihat secara keseluruhan, industri jamu mampu memberi lapangan pekerjaan kepada 5 juta tenaga kerja. Besarnya penyerapan tenaga kerja dari sektor ini karena industri ini melibatkan ratusan ribu petani, melibatkan para peneliti di bidang pertanian, teknologi pangan, bioteknologi, farmakognosi, farmakologi, serta kimia. Sampai tahun 2008, omzet produk jamu secara nasional mencapai Rp5 triliun dan pasar dalam negeri merupakan potensi yang besar dan terus bertambah bagi industri jamu.

Tingginya animo pasar global terhadap jamu Indonesia dapat dilihat dari nilai ekspor yang meningkat. Menurut GP Jamu hingga pertengahan tahun 2010 ini nilai ekspor jamu sudah mencapai Rp800 miliar. Jumlah tersebut sama dengan total nilai ekspor jamu pada tahun 2009. Pada akhir tahun 2010, ekspor jamu diprediksi masih dapat naik hingga Rpl triliun-Rp2 triliun. Berdasarkan data Kadin, industri jamu Indonesia selalu berada di 10 besar pengekspor herbal dunia sejak tahun 1975. Sayangnya, meski Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang berlimpah, tapi pasar jamu masih dikuasai China. (AI)

Rabu, September 08, 2010

Remitansi meningkat menjelang Lebaran

Menjelang Lebaran, transfer dana dari TKI (remitansi) yang dibawa oleh para tenaga kerja Indonesia (TKI) dipastikan meningkat tajam, bisa mencapai lebih dari Rp20 triliun. Data yang dihimpun Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mencatat remitansi untuk Kabupaten Kudus selama Juli 2010 sekitar Rp100 miliar, dan di Kabupaten Sumbawa lebih dari Rp200 miliar.

Data yang dihimpun Kantor BI Kediri menyebutkan, laporan pengiriman TKI atau remitansi pada akhir triwulan II/2010 mencapai Rp447,60 miliar. Jumlah itu diprediksi akan mengalami peningkatan hingga 10% pada akhir triwulan III/2010. Remitansi tersebut untuk 14 kota dan kabupaten di Jatim yang menjadi daerah asal TKI, diantaranya Kota dan Kabupaten Kediri, Kota dan Kabupaten Blitar, Tulungagung, Madiun, Magetan, Pacitan, dan Ponorogo.

Aliran dana TKI yang masuk ke dalam negeri setiap bulannya terhitung tinggi. Sementara untuk Lebaran, biasanya TKI mengirim uang ke tempat asal dalam jumlah yang sangat besar. Misalnya pengiriman uang dari Arab Saudi bisa mencapai Rp10 juta-Rp15 juta/orang. Dari Malaysia umumnya berkisar Rp7-Rp8 juta/orang. Jumlah tersebut baru pengiriman yang dilakukan melalui jasa perbankan, belum termasuk pengiriman yang menggunakan jalur nonperbankan seperti menitipkan uang melalui TKI lain yang pulang kampung.

Transaksi pengiriman uang dari luar di Kantor Pos Blitar meningkat hingga 30%. Frekuensi pengiriman uang dari luar negeri meningkat terjadi sejak awal Agustus 2010. Dari data Kantor Pos Blitar, pada Juli 2010 nilai transaki pengiriman uang hanya mencapai Rp16,2 miliar dan pada Agustus 2010 jumlahnya meningkat hingga mencapai Rp20,17 miliar lebih. Saat ini sedikitnya ada sekitar 9.872 nasabah yang mengakses kiriman uang melalui Kantor Pos. Transaksi pengiriman uang tersebut mayoritas dari TKI yang bekerja di kawasan Asia Tenggara, Taiwan, Korea Selatan, Hongkong, dan Jepang. Sisanya dari negara-negara Timur Tengah seperti Arab Saudi dan Abu Dhabi.

Sementara itu, pengiriman uang dari luar negeri yang memanfaatkan jasa layanan Western Union (WU) di Kantor Pos Purworejo juga sudah mulai meningkat. Pengiriman uang lewat WU itu didominasi TKI yang berasal dari Purworejo. Lonjakan drastis pengiriman uang lewat WU ini biasanya terjadi lima hari sebelum Lebaran. Pada puncaknya, pengiriman uang lewat WU diprediksi bisa meningkat antara 40-50% dibandingkan hari-hari biasa.

Pada hari-hari biasa, kiriman uang lewat WU rata-rata 500 transaksi per bulan. Untuk bulan Juli 2010 kemarin jumlahnya mencapai 591 transaksi dengan nilai rupiah sekitar Rp1,2 miliar. Pada bulan Agustus 2010 ini diperkirakan jumlahnya bisa meningkat menjadi Rp2 miliar. Jumlah kiriman terbesar berasal dari Arab Saudi yang mencapai 80%, disusul Malaysia, Hongkong, dan Singapura. Sementara tujuan penerimanya terbesar di wilayah Kecamatan Ngombol, disusul Purwodadi, dan Bruno.

Transaksi pengiriman uang menjelang lebaran dari para TKI melalui Kantor Pos Besar Cilacap sejak Juli 2010 lalu juga menunjukkan tendensi peningkatan. Dari jumlah transaksi tersebut, nilai uang yang ditransfer baik melalui jasa wesel maupun WU mencapai Rp33,282 miliar. Namun pengiriman uang tersebut paling banyak menggunakan jasa WU, yang mencapai 9.437 transaksi dan jumlah uang yang telah dibayarkan kepada warga Cilacap mencapai Rp23,402 miliar. Pada Agustus 2010, jumlah transaksi mencapai 17.394 transaksi dengan jumlah tunai uang mencapai Rp30,289 miliar. Dari seluruh jumlah transaksi tersebut, jumlah transaksi keuangan yang menggunakan jasa pengiriman dengan WU mencapai 8.327 transaksi atau mencapai Rp21,874 miliar.

Dari Malang, Jatim dikabarkan remitansi menjelang lebaran oleh TKI ke kawasan Malang Raya pada tahun 2010 ini menurun dibanding tahun 2009. Rendahnya pengiriman uang pada tahun 2010 diperkirakan akibat krisis ekonomi, sehingga para TKI lebih memilih untuk menitipkan uang melalui rekannya yang pulang kampung daripada melalui bank. Pada triwulan I/2009 remitansi mencapai Rp221,86 miliar, triwulan II/2009 sebesar Rp212,19 miliar, triwulan III/2009 Rp191,10 miliar, dan triwulan IV/2009 mencapai Rp174,03 miliar. Sementara itu, pengiriman uang triwulan I/2010 mencapai Rp188,26 miliar, dan triwulan II/2010 mencapai Rp116,40 miliar. TKI yang memberikan kontribusi terbesar dalam pengiriman uang berasal dari Hongkong, hingga 85%, sisanya dari Malaysia, dan Singapura.

Sedikitnya 500.000 orang TKI yang akan mudik Lebaran tahun 2010 ini dapat melakukan kampanye proses penempatan pekerja ke luar negeri dengan benar, sehingga warga di sekitarnya tidak bekerja secara ilegal di negara lain. Menurut Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Muhaimin Iskandar, prediksi arus mudik Lebaran para TKI itu dihitung dari rata-rata kedatangan menjelang hari raya Idul Fitri di Bandara Soekarno Hatta setiap harinya antara 800 orang hingga 1.000 orang.

Menakertrans meminta kepada para TKI yang sukses bekerja di luar negeri melalui jalur resmi, wajib hukumnya untuk memberikan informasi seluas-luasnya kepada kerabat dan handai taulan di kampung halamannya. Pemerintah sangat mengharapkan siapapun yang hendak menjadi TKI memiliki kemampuan keterampilan dan kompetensi yang memadai, sehingga dapat bekerja di sektor formal yang memiliki perlindungan hukum maupun kerja yang lebih pasti. Apalagi saat ini, negara-negara yang sesungguhnya merupakan negara tujuan TKI seperti Hong Kong, Taiwan, Malaysia, Korea Selatan, Brunei Darussalam, dan Singapura masih banyak membutuhkan tenaga kerja sektor formal, terutama untuk industri, perkebunan dan juga bidang konstruksi.

Kementerian Keuangan memperkirakan jumlah lapangan kerja pada tahun 2011 mendatang bisa menyerap sekitar 2,5 juta orang. Penyerapan tenaga kerja ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi tahun depan. Tahun 2011, pemerintah memasang target pertumbuhan ekonomi sebesar 6,3%. Nantinya, setiap 1% pertumbuhan ekonomi bisa membuka sekitar 400.000 lapangan pekerjaan. Untuk pencari kerja baru, pemerintah memperkirakan ada sekitar 2 juta orang. Dengan demikian, pemerintah yakin bisa memperkecil angka pengangguran di Indonesia. Hingga Maret 2010 lalu ada 13,33% pengangguran dari sekitar 220 juta penduduk Indonesia. Dengan pertumbuhan ekonomi 6,3%, jumlah pengangguran diharapkan bisa berkurang lagi. (AI)

Senin, September 06, 2010

Tembakau

Dampak kemarau basah, petani tembakau di Kecamatan Kemlagi, Kabupaten Mojokerto, memanen tembakaunya lebih awal. Upaya ini untuk mengurangi kerugian lebih besar. Menurut catatan Dinas Perkebunan dan Kehutanan (Dishutbun) Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, kerugian panen awal tembakau seluas 103 ha pada September 2010 ini mencapai 50% akibat kemarau basah. Kemarau yang sering diwarnai hujan deras membuat mutu dan berat daun tembakau menurun.

Kondisi itu membuat harga jual daun tembakau menjadi lebih murah dibandingkan hasil panen tiga bulan lalu. Harga jual tembakau juga menurun. Untuk tembakau basah nomor satu laku Rp1.400/kg dan nomor dua Rp1.000/kg. Padahal sebelumnya harga tembakau nomor satu masih di kisaran Rp1.800/kg sampai Rp2.000/kg dan nomor dua Rp1.350/kg sampai Rp1.500/kg.

Harga jual tembakau di Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur, juga anjlok. Tembakau petani yang sudah dirajang hanya dihargai Rp18.000/kg oleh pengusaha rokok. Bagi para petani harga jual sebesar itu tidak mampu mengembalikan modal. Pasalnya modal rata-rata yang dibutuhkan untuk memproduksi satu kilogram tembakau mulai dari menanam hingga pemrosesan daun menjadi tembakau membutuhkan biaya Rp30.000.

Menurut Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Pamekasan, kualitas tembakau petani memang jauh di bawah standar. Penyebabya karena daun tembakau sering terkena air hujan yang masih turun di musim kemarau. Murahnya harga tembakau membuat petani memilih mengeringkan daun tembakaunya menjadi krosok yang biasa digunakan bahan pembuatan cerutu meski harganya lebih murah sekitar Rp10.000/kg. Akan tetapi petani bisa menekan kerugian karena tidak perlu mempekerjakan buruh. Biasanya harga krosok lebih stabil ketimbang harga tembakau.

Di Temanggung, Jawa Tengah, ada yang namanya tembakau Srinthil, yakni tembakau yang paling berkualitas saat panen tiba. Kualitas tembakau Srinthil adalah di atas grade F. Bentuknya juga khas. Berwarna hitam kecoklatan, agak lembek, menggumpal karena pekat getah nikotin yang ada dan tidak kering. Aromanya sangat tajam. Dari jarak 1-3 meter saja aromanya masih bisa tercium. Bila berlama-lama mencium aroma tembakau Srinthil bisa bikin pusing. Sedang dari harga juga tinggi bisa mencapai Rp300 ribu-850 ribu/kg.

Tembakau Srinthil oleh pabrikan digunakan untuk bumbu atau campuran rokok sebagai pembuat aroma. Tembakau Srinthil akan muncul jika cuaca bagus, tidak turun hujan. Saat awal panenan, tembakau Srinthil belum muncul. Namun memasuki mangsa ketelu yang jatuh tanggal 26 Agustus berdasarkan pranata mangsa Jawa, Srinthil akan muncul. Untuk wilayah Desa Legoksari Kecamatan Tlogomulyo atau di wilayah Dusun Nglamuk yang ada di lereng timur Gunung Sumbing dikenal sebagai penghasil tembakau Srinthil. Namun, di wilayah lain tembakau Srinthil juga mungkin muncul.

Tidak semua tanaman tembakau akan menghasilkan Srinthil. Warga menyakini kemunculan Srinthil itu juga berkaitan erat dengan pulung. Setiap memasuki bulan ketelu, ada warga yang sengaja menunggu setiap malam di kebun untuk mengetahui ada tidaknya Srinthil. Namun berdasarkan kepercayaan warga sekitar pulung Srinthil akan akan muncul seperti sinar terang warna biru di langit yang muncul di lereng Sumbing yang ditanami tembakau. Bila Srinthil muncul berarti untung berlipat ada di depan mata dibandingkan hasil panen sebelumnya.

Pada tahun 2009 lalu rekor tertinggi harga tembakau Srinthil ada di Nglamuk dengan harga Rp850 ribu/kg. Saat ini harga tembakau grade A-B berkisar Rp50 ribu/kg. Sedang untuk grade C atau petikan ketiga sekitar Rp75 ribu-100 ribu/kg. Untuk mengetahui kualitas tembakau bisa dilihat dari ambu (bau), cekel (tembakau saat dipegang) dan kelir atau warna saat dirajang dan dikeringkan.

Industri tembakau nasional yang didominasi oleh kretek (sebesar 92%) ternyata memiliki peranan besar bagi perekonomian Indonesia. Penerimaan negara pada tahun 2009 berjumlah sekitar Rp55 triliun. Selain itu, sesuai dengan sifat industrinya yang padat karya, lebih dari enam juta tenaga kerja (mulai dari petani tembakau, petani cengkeh, pekerja pabrik, pengecer, dan sektor lain yang terkait) menggantungkan hidupnya pada industri ini. Oleh karena itulah, pemerintah Indonesia menetapkannya sebagai salah satu industri yang termasuk dalam 10 industri prioritas nasional.

Namun, kontribusi yang signifikan tersebut tidak lepas dari berbagai tantangan yang datang baik dari dalam maupun luar negeri, seperti desakan internasional kepada Indonesia untuk segera meratifikasi Konvensi Kerangka kerja Pengendalian Tembakau (FCTC). Kemudian usulan FCTC terkait pelarangan penggunaan bahan lain selain daun tembakau dalam rokok termasuk di antaranya adalah cengkeh yang merupakan bahan baku rokok kretek, usulan regulasi yang ekstrim di tingkat nasional maupun regional, dan masih banyak lagi yang semakin memojokkan keberadaan industri ini.

Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) meminta pemerintah membuat regulasi yang seimbang tentang rokok dari semua aspek, baik dari pekerja maupun konsumen. Pasalnya tembakau dinilai mempunyai zat aditif yang berdampak buruk bagi kesehatan. Untuk itu AMTI ingin ada peraturan yang jelas mengenai rokok dari semua sisi, baik dari pekerja maupun konsumen. AMTI mengeluhkan aturan rokok yang sangat dibatasi, seperti iklan sehingga dinilai merugikan industri.

Pemerintah sendiri saat ini tengah menyusun rancangan peraturan pemerintah (RPP) industri rokok. Dalam peraturan tersebut pemerintah secara tegas akan melarang berbagai hal termasuk mengenai larangan iklan di semua jenis media, pemberian sponsor, pengaturan isi kemasan rokok, serta larangan merokok di restoran, bar, kantor, dan tempat-tempat umum. AMTI kembali berharap agar pemerintah dapat menyelesaikan dan mengesahkan RPP tentang Pengamanan Produk Tembakau sebagai Zat Adiktif bagi Kesehatan tersebut. Hal ini perlu dilakukan agar industri rokok mendapat kepastian dalam berusaha.

Sepanjang semester I/2010 ini, ekspor tembakau membukukan kenaikan dibandingkan periode yang sama tahun 2009. Nilai ekspor komoditi itu naik 37% dari USD270 juta pada semester I/2009 menjadi USD370 juta pada semester I/2010. Dari segi volume, ekspor tembakau semester I/2010 mengalami kenaikan sebesar 16,95% atau naik dari 58.447 ton menjadi 68.356 ton. (AI)

Jumat, September 03, 2010

Benarkah sektor pertanian makin prospektif?

Sektor listrik, gas dan air bersih mengalami peningkatan pendapatan usaha terbesar dengan nilai indeks sebesar 108,51. Sebaliknya, peningkatan pendapatan usaha terendah lahir dari sektor pertambangan dan penggalian. Namun secara keseluruhan, kondisi bisnis pada dasarnya mengalami peningkatan. Indonesia masih menjadi ruang bisnis yang menarik. Indeks Tendensi Bisnis (ITB) terus mengalami peningkatan terhitung dari kuartal I/2010, dan diperkirakan peningkatan indeks akan berlanjut pada kuartal III/2010. Kuartal ke depan, sektor yang diperkirakan akan alami peningkatan bisnis tertinggi adalah sektor pertanian.

Dalam pidato di Dewan Perwakilan Rakyat pada 16 Agustus 2010 lalu, Presiden SBY secara tegas mengatakan ingin membangun lebih banyak infrastruktur, seperti irigasi, transportasi, perumahan, dan sumber daya air. Presiden juga menekankan komitmennya untuk terus memantapkan ketahanan pangan, kelancaran arus barang dan informasi untuk peningkatan daya saing ekonomi bagi pemerataan pembangunan dan bagi integrasi ekonomi nasional.

Komitmen pemerintah terhadap pertanian tercermin dalam postur APBN. Kementerian Pertanian mendapat anggaran Rp 16,8 triliun untuk tahun anggaran (TA) 2011, naik sekitar 88,8 % dari TA 2010. Kegiatan prioritas Kementan tahun 2011, fokus pada kegiatan yang bersifat penyediaan aset dan fasilitas public (public good), pemberdayaan petani dan penumbuhan kelembagaan, antara lain perbaikan infrastruktur lahan dan irigasi yakni jaringan irigasi tingkat usaha tani (JITUT) 237.536 ha, jaringan irigasi perdesaan (JIDES) 179.898 ha, Tata Air Mikro (TAM) 80.000 ha, optimalisasi lahan 85.538 ha, konservasi lahan 5.150 ha, cetak sawah 59.493 ha, pembukaan lahan kering 98.950 ha, dan pembangunan 6.500 unit embung.

Terdapat 39 komoditas produksi pertanian yang didorong pertumbuhannya secara nasional. Lima komoditas di antaranya merupakan komoditas pangan utama dan sasaran yang ingin dicapai pada tahun 2011, yaitu (i) swasembada berkelanjutan untuk beras dengan produksi sebesar 68,8 juta ton, (ii) jagung 22,0 juta ton, (iii) peningkatan produksi untuk kedelai 1,56 juta ton, (iv) gula 3,87 juta ton, dan (v) daging sapi 439 ribu ton.

Pemerintah juga mengalokasikan Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Pertanian yang menjadi APBD Kabupaten/Kota. Pada tahun 2010, DAK Bidang Pertanian adalah Rp 1,54 triliun untuk 354 kabupaten. DAK Bidang Pertanian tahun 2011 akan digunakan untuk membiayai kegiatan (i) penyediaan prasarana pengelolaan lahan dan air (tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan, peternakan), (ii) pembangunan/rehabilitasi balai penyuluh pertanian (BPP) tingkat kecamatan, (iii) pembangunan lumbung pangan maupun gudang cadangan pangan, (iv) infrastruktur perbenihan/pembibitan tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan perbibitan peternakan, (v) pembangunan prasarana Pos Kesehatan Hewan (Poskeswan)/inseminasi buatan (IB), dan (vi) Unit Pengolahan Pupuk Organic (UPPO).

BPS Sultra melaporkan sektor pertanian masih menjadi penyumbang pertumbuhan ekonomi Sultra triwulan II/2010 yakni sebesar Rp 2,28 triliun atau 33,14%, menyusul sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar Rp 1,24 triliun atau 18,01% dan jasa-jasa sebesar 0,88 triliun atau 12,81%. Pertumbuhan sektor pertanian ditopang subsektor perikanan sebesar Rp 0,78 triliun atau 11,39% sementara empat subsektor lainnya berkontribusi antara Rp 0,09-0,58 triliun atau 1,28-8,47% terhadap PDRB.

Sementara itu, sumbangsih sektor pertanian pada PDRB NTT mengalami penurunan. Hal ini disebabkan penjualan komoditas pertanian masih dalam bentuk bahan mentah. Kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB NTT sempat mengalami kenaikan sekitar 2,05% pada triwulan I/2010. Namun kemudian turun pada triwulan II/2010 sekitar 2,02%.

Untuk meningkatkan sumbangsih sektor pertanian terhadap PDRB NTT, sebaiknya setiap komoditas pertanian yang hendak diantarpulaukan atau diekspor harus dalam bentuk barang jadi. Dalam hal ini, pemerintah harus menyiapkan pabrik pengolahan komoditas agar dapat memberikan nilai tambah terhadap PDRB NTT. Tanpa adanya industri pengolahan, komoditas pertanian dari NTT tetap tidak bernilai di pasaran antarpulau maupun ekspor.

Faktor perubahan iklim juga ikut mempengaruhi rendahnya sumbangsih sektor pertanian terhadap PDRB NTT. Ada puluhan bahkan ratusan hektare padi sawah tidak bisa diolah, karena terkena dampak kekeringan dan sebagiannya lagi tidak bisa dipanen karena tergenang banjir. Di sisi lain, jumlah tenaga kerja produktif menurun, karena setiap tahun ratusan bahkan ribuan tenaga kerja produktif meninggalkan NTT menjadi TKI di sejumlah negara ASEAN.

Kekurangan sumber daya manusia juga terjadi di Provinsi Sumatra Utara, yakni masih membutuhkan sekitar 3.000 orang untuk ditempatkan sebagai tenaga penyuluh di sektor pertanian, perikanan, dan kehutanan. Saat ini Provinsi Sumut mempunyai tenaga penyuluh lapangan sekitar 3.426 orang tetapi jumlah itu dianggap belum memadai. Kekurangan terjadi karena semakin menurunnya kompetensi ataupun jumlah penyuluh akibat kurangnya penanganan dan pengelolaan terhadap para penyuluh yang telah ada.

Idealnya satu tenaga penyuluh harus berada pada satu desa. Namun, karena masih minimnya atau kekurangan sekitar 3.000 orang, yang terjadi satu kecamatan hanya memiliki satu orang tenaga penyuluh. Jumlah tenaga penyuluh di Sumut sekitar 3.426 orang yang terdiri dari tenaga PNS mencapai 1.382 orang, tenaga honor sebanyak 36 orang, tenaga harian lepas tenaga bantu pertanian (THL TBP) pusat sebanyak 1.994 orang, dan penyuluh daerah sebanyak 14 orang.

Sementara dari Jabar dikabarkan laju pertumbuhan ekonomi (LPE) triwulan II/2010 mengalami pertumbuhan positif yaitu sebesar 1,44%. Hampir semua sektornya mengalami pertumbuhan yang positif kecuali sektor pertanian yang mengalami pertumbuhan negatif yaitu 16,59%. Luas panen dan cuaca menjadi penyebab menurunnya laju pertumbuhan sektor pertanian. Alih fungsi lahan dari sawah menjadi perumahan dan pertokoan dianggap menjadi faktor terbesar penurunan sektor pertanian. (AI)