Jumat, Juni 06, 2008

Sektor industri dan kenaikan harga BBM

Pemerintah telah menurunkan target perumbuhan sektor industri sepanjang tahun 2008 menjadi 5%, dari sebelumnya 6%. Hal ini disebabkan gejolak harga minyak dunia yang hingga kini belum berakhir. Menperin Fahmi Idris mengakui, kenaikan harga BBM bersubsidi akan menimbulkan masalah seperti yang sudah terjadi di akhir tahun 2005. Namun, masalah yang terjadi tidak akan seburuk saat itu. Industri manufaktur nasional akan mencapai titik keseimbangan (equilibrium) baru dalam produksi dengan adanya kenaikan harga BBM bersubsidi.

Memang akibat naiknya harga minyak, industri mengalami kesulitan. Apalagi, kenaikan harga minyak dibarengai dengan kenaikan harga bahan tambang dan komoditas lainnya. Tekanan berat yang diderita industri manufaktur, diperkirakan terjadi selama empat bulan setelah kenaikan harga BBM bersubsidi. Apalagi pemerintah akan memberikan insentif sebagai kompensasi kebijakan tersebut.

Untuk menyelamatkan industri kecil dan menengah terhadap melonjaknya berbagai kenaikan harga, Deperin telah melakukan langkah-langkah terobosan. Program itu antara lain membantu mengurangi beban industri yang mendapat tekanan akibat meningkatnya harga komoditas, serta membantu industri melakukan diversifikasi BBM dengan energi alternatif lain. Di samping itu, pemerintah juga akan melakukan kerja sama dengan lembaga terkait dalam rangka mengurangi impor ilegal barang dari China dan Taiwan.

Pemerintah juga memfokuskan pertumbuhan industri melalui pendekatan cluster dan kompetisi inti daerah, khususnya tiga cabang industri yang mempunyai kontribusi 51,75%. Sektor-sektor tersebut adalah sektor tekstil, barang kulit, dan alas kaki, yang menyumbang 10,65%. Sektor pupuk, kimia, dan barang dari karet 12,49%, serta sektor alat angkut, mesin, dan peralatannya menyumbang 28,70%.

Adanya tekanan naiknya harga BBM memaksa pelaku bisnis di industri manufaktur mengoreksi target produksi mereka. Misalnya, Asosiasi Produsen Synthetic Fiber Indonesia (Apsyfi) menyebutkan produksi komoditas itu sepanjang tahun 2008 diperkirakan mencapai 600.000 ton saja. Angka ini menyusut sedikitnya 25% dibandingkan dengan produksi selama tahun 2007.

Begitu juga dengan industri keramik. Adanya rencana pemerintah menaikkan harga gas mengakibatkan industri keramik akan memangkas omzet hingga 50%. Menurut Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik (Asaki) Achmad Widjaya, hal ini berpotensi mengancam pertumbuhan sektor ini pada tahun 2008 yang ditargetkan 8% dibandingkan dengan tahun 2007 yang mencapai Rp12 triliun. Kontribusi gas terhadap biaya produksi keramik mencapai 30%. Kalau harga gas naik, beban produksi pasti akan bertambah dan target ekspor sebesar USD332 juta pada tahun 2008 hampir pasti tidak mungkin tercapai.

Menghadapi kondisi yang semakin berat ini, kalangan industriawan manufaktur berbasis minyak bumi dipaksa berhemat dalam memanfaatkan komoditas tersebut pada proses produksinya. Pilihan itulah yang paling rasional, selain menekan margin keuntungan.
Di sisi lain, apabila pemerintah pada akhirnya menaikkan harga BBM, subsidi hendaknya dialihkan untuk mendorong kinerja sektor riil lewat penguatan sektor industri yang strategis. Dengan demikian, tekanan yang diakibatkan oleh kenaikan harga BBM masih bisa terimbangi oleh adanya dana penguatan itu.

Sementara itu Menteri Negara Koperasi dan UKM Suryadharma Ali mengatakan, usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) akan mampu beradaptasi dengan kenaikan harga BBM bersubsidi. UMKM sebenarnya merupakan komunitas pengusaha yang paling kenyal dan paling bisa beradaptasi. Ketangguhan dan adaptasi UMKM telah dibuktikan saat krisis moneter pada tahun 1997. Saat itu justru UMKM yang mampu menjadi penopang perekonomian di Tanah Air. Jadi, tidak ada yang perlu dikhawatirkan terkait nasib UMKM di tengah kepastian naiknya harga BBM bersubsidi.

Namun demikian, Dirjen Industri Kecil dan Menengah (IKM) Depperin Fauzi Aziz mengatakan, kenaikan harga BBM bersubsidi secara otomatis akan berdampak terhadap UMKM di sektor produktif. Hal ini disebabkan mereka selama ini mengandalkan minyak tanah, bensin, maupun solar. Belum lagi masalah biaya transportasi dan distribusi yang meningkat. Kenaikan biaya transportasi dan distribusi sebesar 10% akibat kenaikan harga BBM bersubsidi dipastikan akan membuat beban IKM semakin berat. Apalagi selama ini IKM hanya mempunyai skala produksi yang kecil dan margin keuntungan terbatas. Selain itu, rencana pengenaan pajak bagi UMKM juga harus ditunda, karena mereka sedang mengalami kesulitan.

Seiring dinaikkannya harga BBM bersubsidi, gelombang PHK secara massal juga mengintai industri manufaktur. Setelah kenaikan harga bahan baku dan BBM khusus industri akibat gejolak harga minyak dunia, kini sektor manufaktur juga harus menghadapi peningkatan biaya transportasi dan biaya produksi lainnya. Industri manufaktur nasional akan dihantui ancaman penurunan kinerja produksi terkait kenaikan harga BBM bersubsidi hingga 28,7%. Dalam hal ini, sektor industri padat karya, seperti tekstil, sepatu serta makanan dan minuman, diperkirakan akan terkena dampak yang paling berat.

Ketua Umum Kadin Indonesia MS Hidayat menerangkan, penurunan kinerja industri manufaktur pada kuartal I/2008 menunjukkan tekanan faktor eksternal makin berat dirasakan dunia usaha. Penjualan produk manufaktur di pasar domestik anjlok, ongkos produksi membengkak, sehingga kapasitas produksi tidak optimal. Penilaian Kadin itu merupakan sinyal awal (early warning) agar pemerintah menyiapkan strategi tepat mengatasi masalah itu. Tapi kenyataannya sulit, karena beban pemerintah juga berat.

Sepanjang kuartal I/2008, industri manufaktur hanya tumbuh 4,61% lebih rendah dibandingkan kuartal IV/2007 yang mencapai 5,82%. Lima sektor industri tumbuh negatif selama kuartal I/2008, yakni industri makanan minuman (-1,26%), tekstil dan alas kaki (-7,1%), barang kayu dan hasil hutan (-0,53%), semen dan bahan galian nonlogam (-1,01%), dan barang lainnya (-6,88%).

Oleh karena itu, Kadin Indonesia mengusulkan insentif fiskal berupa penundaan pembayaran pajak penghasilan (PPh) sebagai kompensasi kenaikan harga BBM bersubsidi. Kadin menilai, industri padat karya akan mengalami goncangan berat selama enam bulan setelah kenaikan harga BBM bersubsidi itu. Seluruh sektor industri manufaktur, apalagi padat karya, akan terkena dampak kenaikan harga BBM. Dalam hal ini, marjin keuntungan akan mencapai titik terendah menyusul pelemahan daya beli masyarakat serta peningkatan biaya produksi secara keseluruhan. (AI)


Tidak ada komentar: