Senin, September 29, 2008

Baja

Impor baja nasional sepanjang semester I/2008 mengalami peningkatan 30% dibanding periode yang sama tahun 2007, dari 4,54 juta ton menjadi 5,88 juta ton dengan total nilai USD4,33 miliar. Peningkatan impor ini disebabkan produksi baja nasional mengalami stagnasi, sedangkan konsumsi meningkat. Menurut Dirjen Industri Logam Mesin Tekstil dan Aneka Depperin Ansari Bukhari, selama ini produsen baja nasional belum mampu menyediakan pasokan yang cukup.

Berdasarkan data BPS yang diolah Depperin, terlihat bahwa lonjakan impor yang demikian besar itu terjadi di sejumlah subproduk (HS No.72 dan 73), seperti baja dasar (pelet, besi spons scrap) menjadi sekitar 1 juta ton, baja kasar (slap, bloom, billet) menjadi 1,5 juta ton. Untuk produk baja lembaran canai panas (HRC), canai dingin (CRC), dan seng baja terjadi peningkatan impor ke posisi 1,8 juta ton, baja batangan (kawat baja, wire mesh, besi beton, profil) menjadi sekitar 800 ribu ton.

Harga baja dan produk baja akan tetap tinggi dan cenderung meningkat sampai semester I/2009, meskipun harga minyak mentah dunia mengalami penurunan. Menurut Direktur Pemasaran PT Krakatau Steel (KS) Irvan Kamal Hakim, pada Agustus 2008 sempat terjadi koreksi harga karena ada penurunan harga scrab (bahan baku baja), tapi itu bersifat musiman. Harga scrab yang terkoreksi tipis merupakan pengaruh musiman tidak hanya akibat turunnya harga minyak, tapi juga menurunnya konsumsi baja di sejumlah kawasan menyusul adanya liburan musim panas, seperti di Eropa.

Di samping itu, produsen baja di Taiwan juga tengah mengurangi produksinya akibat pembatasan listrik. Oleh karena itu penurunan harga baja terutama untuk produk panjang (long product) seperti besi beton, yang banyak menggunakan scrab hanya terjadi pada Agustus sampai September 2008. Pada Oktober 2008 sampai pertengahan tahun 2009 harga baja cenderung naik sekitar 20%. Sementara untuk produk plat baja yang penggunaan scrab-nya hanya 20%, harganya tidak mengalami koreksi signifikan.

Secara keseluruhan harga baja di dunia maupun di dalam negeri diprediksi akan mengalami kenaikan, karena sejumlah faktor diantaranya industri baja dunia di Asia, Australia dan AS akan melakukan overhaul pada kuartal IV/2008 yang akan mengakibatkan turunnya pasokan baja dunia sebesar 5-6 juta ton. Selain itu, China sebagai konsumen baja terbesar juga diperkirakan tidak akan menurunkan konsumsi pasca Olimpiade di Beijing, karena pertumbuhan di negara itu akan mencapai 10,5%. Pada Agustus 2008 harga HRC mencapai Rp13 ribu/kg, harga CRC Rp13.800/kg dan besi beton Rp11.500/kg. Harga HRC pada September 2008 naik menjadi Rp13.460/kg, CRC naik menjadi Rp14.076/kg dan harga besi beton naik menjadi Rp12.609/kg.

Harga baja dan produk baja yang terus meningkat telah mendorong kalangan produsen baja Indonesia menggenjot porsi ekspornya pada September dan Oktober 2008. Langkah itu juga untuk menghindari penumpukan stok akibat melemahnya pasar lokal lantaran bulan puasa dan lebaran. Biasanya pada Bulan Puasa dan Lebaran, permintaan baja di dalam negeri melemah, karena ada libur panjang. Oleh karena itu, produsen meningkatkan pasar ekspor, agar stok baja di dalam negeri tidak menumpuk.

KS akan meningkatkan porsi ekspornya dua kali lipat, dari 10% kapasitas produksi menjadi 20%. Hingga saat ini KS merupakan produsen baja terbesar di lndonesia dengan kapasitas produksi HRC mencapai sekitar 2 juta ton/tahun, CRC mencapai sekitar 850 ribu ton/tahun, dan batang kawat (wire rod) mencapai sekitar 450 ribu ton/tahun.

Hal yang sama juga dilakukan produsen baja besar lainnya yaitu PT Essar Indonesia. Menurut direktur Essar Trivendi, pihaknya akan menggandakan porsi ekspor dari 20% menjadi 40%. PT Essar Indonesia antara lain memproduksi CRC dengan kapasitas produksi mencapai sekitar 400 ribu ton/tahun. Sementara itu Direktur Grup Gunung Garuda Sudjono mengatakan, pihaknya akan meningkatkan porsi ekspor sebesar 10%. Saat Gunung Garuda mengekspor baja sekitar 40%, dan akan ditingkat 10%. PT Gunung Garuda merupakan produsen baja nasional dengan kapasitas produksi HRC mencapai sekitar 700 ribu ton/tahun. Selain memproduksi baja hulu, PT Gunung Garuda juga memproduksi long product atau baja panjang, dengan kapasitas sebanyak 500 ribu ton/tahun.

Kalangan produsen baja nasional yang tergabung dalam The Indonesian Iron and Steel Industry Association (IISIA) meminta tiga sektor baja, yakni BjLS, pipa baja, serta paku dan kawat dimasukkan dalam daftar negatif investasi (negative list). Pasalnya, tiga sektor industri baja itu berproduksi dengan utilisasi rendah, di bawah 40%, akibat serbuan produk impor murah dari China. Kondisi itu diperparah dengan ketidakharmonisan tarif bea masuk (BM) antara produk hulu baja dan produk jadi. Tak heran, tiga produsen paku lokal terpaksa menutup usaha dan 10 lainnya memangkas lini produksi akibat ketidakseimbangan pasar domestik.

Sejak dua tahun lalu iklim usaha industri baja nasional terhambat sejumlah masalah krusial, antara lain liberalisasi perdagangan, sehingga impor membanjir, disharmonisasi BM, serta krisis energi. Padahal, tiga tahun lalu investor lokal ramai-ramai masuk ke tiga sektor baja tersebut. Namun, dengan kebijakan China yang memberikan insentif untuk ekspor, mengakibatkan produk baja China justru membanjir di pasar lokal.

Ketua Ikatan Pabrik Paku Indonesia (Ippaki) Ario Setiantoro menambahkan, akibat distorsi pasar baja lokal seiring dengan membanjirnya produk murah dari China, tiga pabrik paku terpaksa pailit, antara lain PT Argamas Bajatama yang berlokasi di Jakarta. Sementara 10 pabrik paku lainnya memangkas produksi hingga 40%. Kebutuhan paku dan kawat nasional setiap tahun mencapai 120 ribu ton. Namun, produsen lokal hanya mampu memasok setengah dari jumlah itu. Impor paku pada tahun 2007 mencapai 13 ribu ton. Pada periode Januari-April 2008, impor paku mencapai 10 ribu ton. Hal ini tentu mengkhawatirkan.

Sementara itu, Ketua IISIA Ismail Mandry menerangkan, sekitar 30 pabrik baja China berskala kecil merelokasi lini produksinya ke Indonesia mulai tahun 2008 lalu. Relokasi itu dilakukan mengingat kebijakan pemerintah China yang memperketat pengawasan limbah dan polusi untuk industri baja. Ke-30 pabrik besi beton China itu merelokasi ke daerah Sidoarjo, Mojokerto, dan Tangerang dengan perkiraan total investasi di atas USD50 juta. Rata-rata kapasitas produksi pabrik relokasi dari China itu sekitar 20 ribu-10 ribu ton/tahun. Namun, keberadaan pabrik-pabrik besi beton China itu justru mendistorsi pasar baja lokal. Pasalnya, 30 pabrik besi beton China itu tidak menerapkan Standar Nasional Indonesia (SNI). (AI)


Jumat, September 26, 2008

Menunggu tol Trans Jawa

Depkeu menolak klausul cost recovery atau pembebanan biaya operasional jalan tol kepada pemerintah meskipun pemerintah juga menerapkan kewajiban bagi hasil kepada investor jalan tol yang mendapatkan keuntungan. Menurut Kepala Badan Kebijakan Fiskal Depkeu Anggito Abimanyu, penolakan pemerintah ini karena pemerintah sudah menanggung risiko kenaikan harga tanah. Cost recovery tidak layak diterapkan dalam perhitungan investasi jalan tol karena kondisinya sangat berbeda dengan cost recovery pada kontraktor kontrak kerja sama migas. Dalam investasi jalan tol, investor tidak dibebani biaya awal yang sangat tinggi, seperti ongkos eksplorasi pada kontraktor migas dan bagi hasil dilakukan setelah kontraktor itu sudah melampaui titik impas.

Sebelumnya, Depkeu ingin agar calon investor proyek jalan tol yang belum ditender (terhitung sejak Agustus 2008) memasukkan usulan bagi hasil antara investor dan pemerintah atau lazim disebut claw back pada saat tender. Pemerintah ingin ada tambahan sumber penerimaan yang layak dari sektor infrastruktur. Claw back hanya akan diterapkan pada proyek-proyek yang hingga saat ini belum ditender, baik proyek dalam tahap studi maupun dalam persiapan tender. Mekanisme penerapan claw back akan disusun secara detail oleh Departemen Pekerjaan Umum (PU).

Menkeu Sri Mulyani Indrawati sudah meminta agar kebijakan ini benar-benar diberlakukan untuk ruas-ruas yang belum ditandatangani. Dengan demikian, untuk proyek-proyek yang saat ini sudah ditender dan sudah berjalan, dipersilakan jalan terus tanpa harus menerapkan kebijakan claw back. Pada saat diterapkan nanti, setiap peserta tender proyek jalan tol harus memasukkan proposal bagi hasil yang akan diberikan kepada pemerintah pada saat proyek itu sudah menguntungkan. Klausul claw back harus dimasukkan dalam dokumen tender. Claw back akan menjadi salah satu faktor penentu kemenangan kontraktor dalam tender. Dengan demikian, setiap peserta tender akan berkompetisi untuk memenangkan tender melalui daya tarik bagi hasilnya.

Pembangunan jalan tol akan menjadi primadona investasi infrastruktur dalam empat tahun ke depan, mengingat kebutuhan jalan tol di Indonesia masih besar. Bagi investor sendiri, keuntungan dari tol yang dibangun diperoleh dari perkembangan ekonomi di sekitarnya, seperti industri dan pertanian, yang pada akhirnya memberikan kenaikan pendapatan dengan meningkatnya lalu lintas. Hal ini mutlak direalisasikan sebagai upaya mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, mengingat 85% - 90% distribusi barang menggunakan jalan raya.

Deputi Bidang Infrastruktur, Menko Perekonomian Bambang Susantono yang juga aktif di Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) mengatakan, pembangunan jalan tol merupakan prioritas pemerintah yang harus diselesaikan sesuai dengan Inpres No.5 Tahun 2008 tentang Fokus Pembangunan Ekonomi 2008-2009. Pembangunan jalan tol merupakan model terbaik kerja sama pemerintah dengan swasta dalam pembangunan infrastruktur. Pemerintah memberikan stimulan dari dana APBN, sedangkan investor membangun dan mengoperasikannya.

Dari Jabar dikabarkan proyek pembangunan enam jalan tol di daerah tersebut masih terhambat pembebasan lahan. Padahal program pembangunan jalan tol yang terdiri dari Tol Cileunyi-Sumedang-Dawuan (Cisumdawu), Tol Soreang-Pasirkoja (Soroja), Tol Cikampek-Palimanan, Tol Sukabumi-Ciranjang, Tol Sukabumi-Bogor, dan Tol Bogor-Ringroad Jakarta, sudah mulai dibahas sejak akhir tahun 2007. Menurut Kepala Badan Perencanaan Daerah (Bapeda) Jabar Deni Juanda, hambatan pembebasan lahan disebabkan maju-mundurnya komitmen pendanaan dari pusat. Sementara pihak pemda yang mencakup pemprov Jabar dan pemkab/pemkot sudah siap mengalokasikan dana APBD.

Sementara itu dari Jateng sosialisasi pembebasan lahan untuk pembangunan jalan tol Semarang-Batang perlu terprogram agar masyarakat yang lahannya terkena proyek tidak resah dan mengartikan sendiri-sendiri tentang ganti ruginya. Pasalnya, pembangunan jalan tol Semarang-Batang sepanjang 74,2 km itu sebagian ruasnya akan melewati permukiman warga, termasuk di Perumahan Sulanji Graha. Pada prinsipnya, warga Perumahan Sulanji Graha Ngaliyan Kota Semarang bisa menerima, tetapi kalau panitia pembebasan tanah dan bangunan belum melakukan sosialisasi, masyarakat pasti akan resah.

Sementara itu, Panitia Pengadaan Tanah (P2T) Kota Semarang mengakui bahwa sosialisasi baru dilakukan di Kelurahan Purwoyoso, yang dalam rencananya terkena untuk jalan tol sebanyak 600-700 bidang tanah. Sosialisasi untuk wilayah Kecamatan Ngaliyan yang akan terkena jalan tol Semarang-Batang akan dilakukan untuk Kelurahan Ngaliyan, Wonosari, Gondoriyo, Tambakaji, Bringin, dan Kelurahan Podorejo. Sosialisasi tahap I sudah dilakukan, yakni pengukuran dan pemasangan patok. Untuk tahap II sosialisasi akan dilakukan agar bisa selesai pada akhir September 2008. Apabila semua lancar tanpa ada kendala yang berarti, masalah ganti rugi akan dilakukan sebelum pergantian tahun sehingga pada akhir tahun 2008 masalah ganti rugi sudah selesai.

Penyelesaian ruas tol Solo-Kertosono sepanjang 118,71 km diprediksi mundur dari target semula. Dana pembebasan tanah yang berasal dari APBN 2009 hanya cair Rp200 miliar dari total kebutuhan Rp1,06 trilun. Padahal sebelumnya ruas itu direncanakan dapat beroperasi tahun 2010. Dengan berkurangnya anggaran, dana Rp200 miliar itu akan digunakan untuk membebaskan lahan secara bertahap. Ruas ini dinilai tidak layak secara finansial namun sangat layak secara ekonomi, sehingga investor merasa kesulitan untuk berinvestasi.

Menurut Menteri PU Djoko Kirmanto, pemerintah memutuskan menggelontorkan dana APBN untuk pembebasan lahan dan mengerjakan sebagian konstruksinya, sebagian lainnya akan dikerjakan swasta. Kebutuhan biaya konstruksi hingga beroperasinya tol diperkirakan mencapai Rp2 triliun. Salah satu ruas Trans Jawa tersebut, mendapatkan alokasi dana sebesar Rp739 miliar untuk pembebasan lahan. Namun angka itu dikurangi menjadi Rp323 miliar akibat adanya program penghematan anggaran.

Tol Trans-Jawa, yang sebagian besar dibangun di sisi selatan jalur pantura sangat mungkin mengubah wajah Pulau Jawa. Konversi sawah di sepanjang tol, khususnya di Jateng hingga Jatim akan mengorbankan sekitar 600 ha lahan pertanian beririgasi teknis. Konversi lahan sangat mungkin meluas karena pembangunan jalan selalu diikuti kantong pertumbuhan ekonomi baru. Padahal, menurut mantan Meneh KLH Emil Salim, tingkat kesuburan tanah di Jawa delapan kali lipat dibanding Kalimantan dan enam kali lipat ketimbang Sumatera. (AI)


Properti menengah cenderung stabil

Menteri Negara Perumahan Rakyat Yusuf Asy’ary mengatakan, minimnya pembangunan apartemen nonsubsidi untuk masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah membuat rumah susun sederhana milik atau rusunami bersubsidi diminati pembeli yang tidak termasuk target subsidi. Penawaran apartemen kelas menengah ke bawah nonsubsidi dengan harga Rp150 juta-Rp500 juta sangat minim dibandingkan dengan apartemen kelas menengah.

Kesenjangan pasokan apartemen menengah ke bawah menyebabkan peruntukkan rusunami terdesak untuk kalangan nonsubsidi. Situasi itu membuat pengembang rusunami cenderung memasarkan sebagian besar unitnya dengan harga nonsubsidi. Masyarakat yang berhak mendapatkan rusunami menjadi sulit mendapatkan rusunami bersubsidi. Harga rusunami bersubsidi ditetapkan Rp144 juta per unit.

Pemerintah mengancam tidak akan mengucurkan subsidi rusunami bagi pengembang yang membebani konsumen dengan biaya tambahan lain-lain, sehingga total harga jual melebihi Rp144 juta per unit. Beberapa pengembang disinyalir membebankan biaya tambahan kepada konsumen pada sejumlah proyek rusunami yang sedang dipasarkan. Tambahan itu karena lokasi unit rusunami mempunyai pemandangan terbaik, biaya pilihan lantai, dan biaya tambahan akibat kenaikan harga BBM.

Menurut Ketua Dewan Pimpinan Pusat Real Estat Indonesia (REI) Teguh Satria, pengembang apartemen kini cenderung menggabungkan pembangunan unit apartemen menengah ke bawah dengan rusunami karena ada insentif dari pemerintah. Pengembang apartemen nonsubsidi cenderung menjual apartemen dengan harga di atas Rp600 juta. Pengembang sudah tidak sanggup menanggung beban kenaikan harga bahan bangunan sehingga harga rusunami Rp144 juta per unit harus dievaluasi.

PT Property Advisory Indonesia (Provis), perusahaan konsultan properti, melaporkan, sejumlah pengembang apartemen dan kondominium di Jakarta akan menaikkan harga jual menjadi hingga Rp18 juta/m2 mulai kuartal III/2008 dari harga rata-rata kuartal II sebesar Rp12 juta/m2. Beberapa pengembang besar mengambil keputusan secara radikal dengan mengambil persentase kenaikan paling tinggi untuk mengantisipasi kenaikan berbagai bahan baku bangunan terutama besi dan beton.

Menurut Executive Partner Provis Handa Sulaiman, idealnya kenaikan harga apartemen dilakukan secara bertahap, sekitar 5%-7% per semester atau per tahun. Namun kondisi ekonomi saat ini yang tidak menentu telah mendorong pengembang mengambil keputusan menaikkan harga paling tinggi agar ada kepastian dalam strategi pemasaran. Harga Rp17 juta-Rp18 juta/m2 itu umumnya pada apartemen-apartemen yang sedang dibangun atau dalam proses konstruksi.

Provis memperkirakan penjualan apartemen pada kuartal III/2008 akan menurun akibat kenaikan harga tersebut. Lebih dari 60% pembeli apartemen adalah investor untuk disewakan kembali. Investor atau pembeli apartemen di kelompok ini akan menunda pembeliannya karena kenaikan harga jual itu diperkirakan tidak akan diiringi dengan kenaikan tarif sewa. Pasokan apartemen yang semakin banyak akan membuat tarif sewa semakin kompetitif. Di sisi lain, biaya operasional, tarif jasa layanan dan listrik untuk apartemen semakin meningkat.

Selama kuartal II/2008, harga rata-rata apartemen di area primer naik sekitar 4,44% menjadi Rp12,64 juta/m2 dibandingkan dengan kuartal sebelumnya. Pada periode itu, harga apartemen di pusat bisnis distrik (CBD) naik 2,39% menjadi Rp13,65 juta/m2. Pengelola gedung umumnya mempertahankan tarif sewa lama meskipun biaya operasional naik. Permintaan penyewa dari WNI bertambah cukup signifikan, sedangkan permintaan sewa dari ekspatriat turun 1,6% pada kuartal II/2008.

Tingkat penjualan kondominium dan apartemen di Jakarta yang sudah terbangun tercatat 94,61% pada kuartal II/2008. Angka ini berkurang 0,05% dibandingkan dengan kuartal sebelumnya. Akan tetapi, tingkat hunian tetap rendah, tercatat sebesar 61,11% atau turun 4,81% dibandingkan dengan kuartal sebelumnya karena banyak produk baru memasuki pasar. Mayoritas apartemen yang sudah selesai berasal dari kelas menengah sebesar 62,5%.

Pasokan properti komersial di Jakarta dengan skala besar baru akan ramai pada dua tahun mendatang. Pasokan ini berasal dari pengembangan multifungsi antara properti komersial, hunian, dan perkantoran. Beberapa proyek yang tengah digarap antara lain Emporium Pluit Mall dan Mall of Indonesia di Jakarta Utara, Plaza Indonesia extension, Kuningan City, dan Ciputra World di CBD, Gandaria Main Street, Kemang Village dan Kota Kasablanka di Jakarta Selatan, serta Central Park dan Seasons City di Jakarta Barat.

REI memperkirakan properti komersial di Jakarta mulai jenuh karena pasokannya sudah melebihi kapasitas penduduk Ibu Kota. REI mengimbau pengembang melakukan ekspansi ke luar Jakarta untuk pengembangan properti komersial berupa pusat perbelanjaan dan pusat perdagangan (trade center). Pangsa pasar properti komersial berupa pusat perbelanjaan sekitar 20% dari total pasar produk properti Indonesia.

Sementara itu, penjualan perumahan untuk segmen masyarakat menengah ke bawah di kawasan Bogor, Tangerang, dan Bekasi diprediksi tertekan sampai akhir tahun 2008. Menurut Chief Executive Officer PT Procon Indah Siswanto Widjaja, hal itu dipengaruhi kenaikan suku bunga kredit pemilikan rumah (KPR), laju inflasi, dan harga BBM. Laju inflasi tahunan yang mencapai 11,9% dan suku bunga KPR yang naik hingga 9%/tahun memukul daya beli masyarakat. Ini berimbas pada berkurangnya pasokan perumahan baru untuk segmen menengah ke bawah.

Pada kuartal III/2008, penawaran dan penyerapan perumahan diperkirakan sulit meningkat karena kondisi makroekonomi yang melamban. Tanpa insentif, pembangunan perumahan menengah ke bawah sulit berkembang. Kenaikan harga BBM dan konstruksi menyebabkan harga jual rumah meningkat antara 3%-10% pada Juni 2008. Sementara itu, harga tanah di perumahan Jabotabek meningkat rata-rata 3%-5%. Berdasarkan survei Procon Indah terhadap 44 pengembang perumahan, unit rumah baru yang ditawarkan pada kuartal II/2008 sebanyak 1.882 unit atau turun dibandingkan dengan kuartal I/2008, yaitu 6.610 unit. Dari jumlah unit rumah baru itu, 63% di antaranya ditujukan bagi segmen menengah ke bawah.

Permintaan pasar perumahan kelas Rp100 juta – Rp300 juta per unit atau kelas menengah di kawasan Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi dinilai masih tinggi. Maraknya pengembangan rusunami di Jakarta tidak mengurangi minat pasar terhadap produk perumahan horisontal karena pasarnya dinilai berbeda. Booming pasar rumah kelas menengah di sekitar Bodetabek masih bertahan karena besarnya populasi warga kelas menengah di wilayah Jabodetabek. Hal ini menjaga peluang bagi pengembang untuk tetap bisa eksis dalam pengembangan proyek perumahan. (AI)

Senin, September 22, 2008

Sepatu

Industri sepatu kulit nasional sulit berkembang karena seretnya pasokan bahan baku. Menurut Ketua Umum Asosiasi Penyamak Kulit Indonesia (APKI) Senjaya, kapasitas produksi tidak sebanding dengan permintaan pasar. Produksi kulit sapi dan kambing di Indonesia masih sangat kurang, bahkan pemotongan sapi dan kambing juga tidak banyak karena permintaan daging menurun seiring dengan menurunan daya beli masyarakat.

Akibatnya, industri penyamak kulit kekurangan pasokan kulit mentah hingga 60%. Saat ini ada sekitar 100 industri penyamak kulit yang beroperasi di Indonesia. Seluruh industri itu kekurangan pasokan kulit mentah, baik kulit sapi, kerbau, kambing, dan domba. Berdasarkan catatan APKI, populasi sapi dan kerbau di Indonesia mencapai 10 juta ekor. Akan tetapi yang bisa dipotong hanya dua juta ekor. Sementara itu kebutuhan kulit sapi dan kerbau mencapai lima juta ekor atau setara 140 juta square feet, sehingga ada kekurangan sebanyak tiga juta ekor sapi/kerbau.

Adapun populasi kambing dan domba mencapai 15 juta ekor dan yang bisa dipotong hanya lima juta ekor, sedangkan kebutuhan pasar sebanyak 20 juta ekor atau setara 100 juta square feet. Berarti terjadi kekurangan sebanyak 15 juta ekor. Untuk menutupi kekurangan pasokan kulit mentah, APKI meminta Depperin, Deptan, Depkes, untuk membuka keran impor kulit sapi dari Malaysia dan Brunei. Sementara untuk impor kulit kambing, APKI meminta pemerintah mengizinkan impor dari sembilan negara di Timur Tengah dan Afrika.

Sementara itu Ketua Umum Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Eddie Widjanarko mengatakan, sekarang ini adalah momentum bagi Indonesia untuk membangkitkan industri persepatuan nasional, pasalnya industri sepatu di China sedang lesu. Melemahnya industri sepatu di China memberi peluang bagi industri sepatu Indonesia untuk menjadi produsen utama sepatu di tingkat dunia. Saat ini, China saat adalah produsen sepatu terbesar di dunia. Indonesia adalah produsen sepatu terbesar keempat di dunia setelah China, India, dan Vietnam.

Beberapa faktor penyebab melemahnya industri sepatu di China antara lain, pertama, berkurangnya tenaga kerja yang mau bekerja di di industri sepatu. Hal itu karena tingkat ekonomi masyarakat China sudah berkembang. Kedua, mata uang yuan sudah menguat hingga 11%. Artinya, Indonesia memiliki kompetitif dari sisi harga yang lebih baik. Ketiga, undang-undang penanaman modal asing di China mempersulit masuknya investasi di bidang industri sepatu. Eropa juga telah memberlakukan antidumping produk dari China sehingga pembeli banyak yang beralih mengambil produksi sepatu dari India atau Indonesia.

Di mata dunia internasional Indonesia masih dianggap sebagai produsen sepatu yang andal. Karena itu minat investor untuk berinvestasi di Indonesia masih terbuka lebar. Sayangnya, investor asal Taiwan dan Hongkong yang akan merelokasi 22 pabrik sepatu dari China ke Indonesia pada tahun 2008 menunda rencana investasi mereka senilai USD700 juta. Alasannya, pasokan listrik yang belum stabil menjadi salah satu penyebab utama.

Setidaknya, mereka akan menunggu sampai pertengahan tahun 2009 saat sejumlah PLTU PLN telah siap beraksi. Namun, sampai akhir tahun 2008 ini Aprisindo menargetkan sedikitnya ada lima perusahaan Taiwan yang masuk ke Indonesia. Sedikitnya dana USD120 juta mengalir dari lima perusahaan tersebut. Tenaga kerja yang terserap diperkirakan minimal 10 ribu orang. Berdasarkan pantauan Aprisindo, permintaan tambahan daya listrik beberapa pabrik sepatu skala besar yang sudah beroperasi di Indonesia kini tidak lagi dilayani PLN.

Pemadaman listrik beberapa waktu terakhir juga telah menurunkan produktivitas ekspor sepatu. Di samping itu, pasokan listrik yang tidak stabil telah menurunkan produktivitas rata-rata 30% di industri sepatu. Pada perusahaan sepatu yang berorientasi ekspor, penurunan produktivitas selama Juni-Juli 2008 diperhitungkan mengurangi pendapatan sekitar USD80 juta. Kalau pemadaman masih terjadi setelah pengalihan waktu kerja sekarang ini, ekspor sepatu tahun 2008 bisa turun 10%. Tahun 2007, nilai ekspor sepatu mencapai USD1,6 miliar.

Alasan lain mereka menunda investasi karena khawatir proses impor bahan baku di Indonesia sekarang makin sulit. Importir bahan baku sepatu mengeluh karena pelayanan impor menjadi semakin lambat dan memberatkan sejak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan inspeksi mendadak di Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai (BC) Tanjung Priok, Jakarta pada Juni 2008.

Kesulitan kerap timbul karena petugas tak bersedia menoleransi kesalahan sekecil apa pun dalam proses impor. Padahal 70% bahan baku sepatu diimpor sebagian besar dari China dan Vietnam. Di dua negara itu bahasa Inggrisnya jelek, jadi hampir selalu ada salah ketik. Data Aprisindo menunjukkan, komposisi impor pada penyediaan bahan baku sepatu membesar dari tahun ke tahun. Pada tahun 2002, sekitar 60% bahan baku sepatu masih dipasok dari dalam negeri.

Menurut Dirjen Industri Logam Mesin Tekstil dan Aneka (ILMTA) Departemen Perindustrian Ansari Bukhari, sebagai produsen sepatu yang cukup besar, Indonesia memiliki posisi strategis dalam kancah perdagangan dunia. Nilai produksi pada tahun 2007 mencapai Rp30 triliun, sementara nilai ekspor mencapai Rp15 triliun. Industri sepatu nasional akan semakin berkembang jika dibantu dengan pasokan bahan baku yang banyak. Sebab, saat ini kapasitas produksi kulit baru mencapai 60% dari kebutuhan pasar.

Sementara itu, Adidas akhirnya secara resmi memutuskan kontrak produksi sepatu dengan PT Prima Inreksa Industries pada 31 Desember 2008. Kesepakatan pemutusan ini berdasarkan hasil dialog secara intensif yang dilakukan kedua belah pihak selama dua bulan terakhir. Sebagai bagian dari kesepakatan akhir, Adidas melakukan komitmennya dengan memesan 900.000 pasang sepatu atau kurang lebih 300.000 pasang sepatu per bulan dan itu berjalan mulai Oktober hingga Desember 2008.

Menteri Perindustrian Fahmi Idris mengakui, industri sepatu tergolong industri yang mudah berpindah sehingga tingkat risikonya tinggi. Kedua belah pihak, baik produsen maupun investor memiliki kepentingan yang sama. Satu pihak menginginkan kualitas, tapi pihak lain menginginkan kuantitas. Tingginya permintaan sepatu olah raga dari Indonesia juga menyebabkan banyak rekanan sepatu olahraga yang tersandung masalah. Komplain dari pengusaha terhadap rekanan sepatu olah raga antara lain, tipisnya margin, ketatnya kontrol, mudah terputusnya kontrak. Sehingga pengusaha bisa berpindah sewaktu-waktu. Padahal, masih meninggalkan utang di bank. (AI)


Jumat, September 19, 2008

Kinerja perikanan dan isu pemasaran

Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) mengungkapkan, sektor kelautan dan perikanan berpotensi memberikan sumbangan terhadap anggaran negara sebesar Rp750 triliun dari rencana APBN 2009 lebih dari Rp1.000 triliun. Menurut Ketua Umum HNSI Yusuf Sholichien, sumbangan sektor kelautan dan perikanan terhadap anggaran negara sebesar itu bisa direalisasikan jika pengolaannya dilakukan secara maksimal serta mendapatkan perhatian dari pemerintah.

Saat ini kontribusi sektor kelautan dan perikanan baru sekitar 10% dari total anggaran belanja negara. Padahal potensi ekonomi sektor kelautan dan perikanan di Indonesia sebenarnya sangat besar tidak hanya berasal dari hasil tangkapan ikan namun juga sumber daya mineral ataupun kekayaan alam laut lainnya. Namun, karena minimnya perhatian pemerintah terhadap sektor ini maka potensi besar itu banyak yang hilang dan tidak bisa dimanfaatkan oleh negara maupun masyarakat Indonesia.

Dalam pidato kenegaraan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di depan sidang Paripurna DPR pada 15 Agustus 2008 lalu memperlihatkan rendahnya perhatian pemerintah pada sektor kelautan dan perikanan. Dalam pidato pengantar nota keuangan dan RAPBN 2009 itu, presiden sama sekali tidak menyinggung pembangunan sektor kelautan dan perikanan ataupun kehidupan nelayan sementara sektor lain seperti pertanian, kesehatan dan pendidikan mendapat perhatian yang tinggi. Bahkan anggaran pembangunan untuk sektor kelautan dan perikanan juga sangat kecil dibanding sektor pertanian.

Di bidang agribisnis dan agroindustri, sektor perikanan termasuk salah satu penyumbang devisa negara nonmigas cukup besar bersama sektor kehutanan dan perkebunan. Sesuai dengan sasaran yang diharapkan dalam Rencana Strategis (Renstra) Pembangunan Kelautan dan Perikanan tahun 2005 – 2009, kontribusi sektor perikanan terhadap produk domestik bruto (PDB) pada tahun 2009 diharapkan mencapai 5,10%. Sasaran lain yang ingin dicapai adalah total produksi perikanan sebanyak 9,7 juta ton, nilai ekspor perikanan USD5 miliar, konsumsi ikan penduduk 32,29 kg/kapita/tahun, dan penyediaan kesempatan kerja kumulatif sebanyak 10,24 juta orang.

Untuk mencapai sasaran tersebut, program yang diintensifkan pemerintah antara lain pengembangan industri perikanan terpadu, yang meliputi (i) pengembangan industri perikanan tuna terpadu, termasuk inisiasi dan pengembangan awal budidaya tuna untuk menghasilkan tuna segar; (ii) pengembangan industri tambak udang terpadu, termasuk pembangunan broodstock, balai benih, revitalisasi backyard hatchery, pabrik pakan, dan pos kesehatan ikan; dan (iii) pengembangan pabrik industri rumput laut terpadu dan massal di daerah produsen di seluruh Indonesia, serta pabrik pengolahan bahan kering menjadi semi-refined products di pusat-pusat industri.

Sementara itu Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numberi mengatakan, saat ini produk perikanan menjadi salah satu andalan bagi devisa negara. Pertumbuhan ekspor produk perikanan Indonesia selama lima tahun terakhir (2003-2007) mengalami kenaikan rata-rata 8,23%. Posisi nilai ekspor produk perikanan Indonesia di pasar dunia pada tahun 2006 menduduki peringkat 10 dengan pasar utama AS, Jepang dan Eropa. Berdasarkan catatan DKP selama tiga tahun terakhir volume ekspor produk perikanan Indonesia yakni 857.992 ton dengan nilai USD1,91 miliar pada tahun 2005. Kemudian naik menjadi 926.478 ton pada tahun 2006 senilai USD2,10 miliar dan pada tahun 2007 mencapai USD2,30 miliar meskipun dari volume turun menjadi 837.783 ton.

DKP optimistis ekspor perikanan Indonesia dapat mencapai USD2,6 miliar pada tahun 2008. Pasalnya, sampai Juni 2008, nilai ekspor perikanan Indonesia sudah mencapai USD1,2 miliar. Jika mengikuti musim biasanya peningkatan justru terjadi pada Juli, Agustus, dan September. Dirjen Perikanan Tangkap DKP Ali Supardan mengatakan, sektor perikanan masih berpotensi untuk dikembangkan. Berdirinya dua pelabuhan perikanan oleh swasta di Batam merupakan indikasi kuat pernyataan itu.

Tujuan ekspor utama AS, Jepang, dan UE, menguasai 65% - 70% pangsa ekspor perikanan Indonesia yang pada tahun 2007 lalu mencapai USD 2,3 miliar. Rinciannya, sebanyak USD900 juta ekspor ke AS, USD630 juta ke Jepang, dan USD450 juta nilai ekspor ke UE. Selama puluhan tahun ketiga wilayah itu hanya meminta ekspor jenis udang dan ikan tuna. Belakangan, mulai berkembang ke jenis lain seperti fillet ikan nila dan beberapa jenis ikan air tawar serta rumput laut.

Beberapa isu pemasaran produk perikanan di beberapa negara cenderung berbeda, seperti di AS, isu yang cenderung diangkat terhadap produk perikanan adalah CSI (Container Security Initiative), FAST (Free and Secure Trade), Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP), COOL (Country Of Origin Labeling), dan Nutriton Labeling. Di UE lebih cenderung mengangkat isu Safeguard Policy Statement (SPS) yang makin ketat (White Paper on Food Safety), Zero Tolerance Residu Antibiotic, Tracebility and System Border Control (CD2006/236/EC, 21 Maret 2006), isu animal welfare, dan isu lingkungan/ecolabeling. Jepang lebih cenderung mengangkat isu COOL, traceability untuk tuna, SPS yang ketat, dan antibiotika.

Permasalahan penanganan food safety perikanan di Indonesia lebih banyak terkait dengan masalah kualitas dan keamanan pangan. Permasalahan tersebut karena faktor internal dan eksternal. Faktor internal dimaksud meliputi jaminan mutu dan kemanan hasil perikanan Indonesia masih lemah, susut hasil produk perikanan masih tinggi (27,8%), utilitas industri masih rendah (<50%), maraknya penggunaan bahan ilegal, pola dan jenis produksi hasil perikanan serta, pola konsumsi ikan tidak berubah, dan beberapa lokasi potensial kurang berkembang.

Sedangkan faktor eksternal lebih disebabkan karena meningkatnya persyaratan dan standar international, persaingan ketat, terutama ancaman negara pesaing seperti Vietnam, Thailand dan Malaysia, pasar yang cenderung tetap yakni UE, Jepang, dan USA, karena pasar baru kurang dijajaki, dan adanya hambatan tarif.

Terkait dengan permasalahan tersebut, DKP telah dan terus melakukan beberapa upaya untuk penanganan food safety produk perikanan, antara lain (i) pengembangan sistem rantai dingin (cold chain system) di 5 sentra pengolahan, 6 sentra produksi dan 3 Pasar Ikan Higienis, (ii) sosialisasi larangan penggunaan bahan kimia berbahaya, (iii) penambahan dan penyempurnaan jabatan fungsional pengawas mutu hasil perikanan, (iv) sosialisasi ketentuan internasional standar produk dan sistem jaminan mutu serta keamanan hasil perikanan, (v) penguatan kompentensi laboratorium penguji, dan (vi) pelatihan program manajemen mutu terpadu (HACCP). (AI)

Transportasi menjelang lebaran

Untuk melancarkan arus mudik Lebaran 2008, pemerintah menyiapkan sarana angkutan transportasi dengan kapasitas angkut melebihi jumlah permintaan. Hal tersebut untuk menghindari terjadinya penumpukkan penumpang saat lonjakan arus mudik terjadi. Menurut Menteri Perhubungan Jusman Syafii Djamal, jumlah arus mudik tahun ini diprediksi mencapai 15,8 juta penumpang. Jumlah tersebut lebih tinggi 6,14% jika dibandingkan dengan tahun 2007. Kapasitas tempat duduk yang disediakan pemerintah sebanyak 35,67 juta.

Jumlah supply tempat duduk tersebut berlaku untuk seluruh moda, baik darat, laut maupun udara. Persoalannya adalah bagaimana mengatur pendistribusian kapasitas tempat duduknya agar merata, dengan kata lain manajemen supply dan demand-nya berjalan dengan baik. Untuk moda darat, jumlah pada arus mudik mendatang diprediksi mencapai 9,9 juta penumpang. Rinciannya, untuk angkutan jalan raya 6,9 juta, angkutan sungai, danau dan penyeberangan (ASDP) sebanyak 3 juta penumpang. Sementara untuk moda kereta api jumlah arus mudik diperkirakan 2,4 juta penumpang, moda laut 1 juta, serta udara 1,9 juta.

Menhub mengimbau masyarakat agar tidak mudik menggunakan sepeda motor karena lebih rawan kecelakaan dan membuat ruas jalan menjadi lebih padat. Jumlah sepeda motor yang akan melakukan perjalanan mudik tahun ini diperkirakan mencapai 2,5 juta unit atau naik 18,09% dibandingkan dengan masa angkutan Lebaran 2007 yang mencapai 2,1 juta unit.

Pemerintah telah menambah kapasitas pada kereta api dan moda transportasi laut untuk menampung kenaikan jumlah pemudik. Untuk kereta api, pemerintah telah mempersiapkan tambahan 20 gerbong kereta api (KA) komunitas, 20 gerbong KA ekonomi untuk operasional di Pulau Jawa, dan Sumatera Barat, 27 gerbong KA eksekutif, penambahan kereta rel diesel pada rute Semarang-Solo-Sragen, dan kereta rel diesel di Aceh. Sementara untuk angkutan laut, pemerintah menyediakan kapal milik PT Pelni untuk melayani Jakarta-Surabaya dan Jakarta-Semarang.

Terkait dengan kesiapan fasilitas jalan, Departemen Pekerjaan Umum sudah menyelesaikan jalur pantai utara (pantura) dan daerah rawan macet lainnya. Jalur pantura Jakarta - Semarang telah dibuat empat lajur untuk menghindari kemacetan. Menteri PU Djoko Kirmanto mengatakan, perbaikan infrastruktur jalur darat yang akan dilalui para pemudik dipastikan selesai paling lambat H-10 Lebaran. Salah satu rute utama yang tengah mengalami perbaikan adalah wilayah Nagrek, Jawa Barat. Di wilayah perbatasan Garut-Bandung ini sedang dilakukan perbaikan sepanjang 600 meter.

Jalur selatan Jawa Tengah diperkirakan lebih lancar dibandingkan dengan jalur pantura pada hari-hari menjelang Lebaran. Pada jalur selatan yang diawali dari pos Aju Dayeuhluhur Kabupaten Cilacap sampai memasuki Yogyakarta menuju Solo, merupakan jalur mudik yang diperkirakan tergolong lebih lancar dibandingkan dengan jalur pantura. Jalur Jateng selatan mencakup Cilacap, Wangon, Buntu (Banyumas), Kebumen, Purworejo, Yogyakarta hingga wilayah Klaten dan Solo. Sementara jalur Jateng tengah mencakup Purwokerto, Purbalingga, Banjarnegara, Wonosobo, Magelang, Selo, Salatiga, Boyolali, Solo hingga Sragen.

Pada arus mudik tahun 2007, sebagian besar pemudik memanfaatkan jalur tersebut, terutama yang menggunakan kendaraan pribadi, karena selain banyak jalan alternatifnya, juga frekuensi kendaraannya tidak sepadat jalur pantura. Dari jalur pantura, para pemudik bisa beralih ke jalur selatan melalui beberapa jalur alternatif, seperti Brebes, Tegal ke Purwokerto atau Pemalang-Purbalingga-Banyumas dan Weleri-Sukorejo-Parakan-Temanggung hingga Magelang. Jika jalur pantura terlalu padat kendaraan, akan terjadi kemacetan yang luar biasa, mengingat beberapa ruas jalur pantura belum sepenuhnya memiliki empat lajur sehingga rawan kemacetan pada H-7.

Sejumlah ruas jalan di Provinsi Lampung hingga perbatasan Sumatera Selatan dan Bengkulu masih mengalami kerusakan, sehingga dapat menghambat kelancaran perjalanan arus mudik dan arus balik lebaran tahun 2008. Menurut Kepala Dinas Perhubungan Lampung Haryo Satmiko, pada ruas jalan lintas timur (jalintim) dari Terbanggi Besar-Menggala-batas Sumatera Selatan, terdapat jalan yang mengalami rusak berat dan dapat menghambat perjalanan terutama untuk kendaraan jenis sedan. Jalintim sepanjang 289,57 km menghubungkan Bakauheni – Bandarlampung – Bandarjaya - Terbanggi Besar – Menggala - Pematang Panggang - batas Sumatera Selatan.

Untuk ruas Bakauheni Terbanggi Besar kondisi jalan cukup baik walaupun ada tempat yang mengalami rusak ringan. Jalan lintas tengah (jalinteng) sepanjang 318,95 km, menghubungkan Bakauheni – Bandarlampung - Bandar Jaya - Terbanggi Besar – Kotabumi - Bukit Kemuning - Blambangan Umpu hingga ke batas Sumatera Selatan kondisinya relatif baik. Tetapi pada ruas Bukit Kemuning hingga perbatasan dengan Sumatera Selatan, masih terdapat beberapa bagian jalan dalam kondisi rusak ringan dan berat.

Menghadapi Lebaran 2008 ini, maskapai penerbangan nasional mulai ancang-ancang untuk meningkatkan kapasitas penumpang mereka. Peningkatan kapasitas dilakukan dengan cara menambah frekuensi penerbangan. Direktur Komersial Sriwijaya Air Gabriella Sonia X Bongoro mengatakan, Sriwijaya akan mengerahkan sebanyak 18 armadanya penuh untuk memenuhi permintaan pelanggan saat mudik nanti. Dalam setiap pekannya akan ada penambahan 36 penerbangan di seluruh rute terutama di rute Sumatera dan Jawa. Target Sriwijaya tersebut sangat dimungkinkan mengingat armada pesawat Boeing 737-300 dan 737-400 mulai berdatangan untuk menggantikan pesawat Boeing tipe 737-200. Total jumlah kursi tambahan sebanyak 60.000.

Kepala Humas Batavia Air Edi Haryono mengatakan, menghadapi Idul Fitri 1429 Hijriah, pihaknya telah menyiapkan sebanyak 14 ribu hingga 15 ribu kursi tambahan untuk rute-rute penerbangan di seluruh Indonesia. Sementara maskapai penerbangan Mandala Air menambah rute baru, yakni ke Jambi, Bengkulu, Pontianak dan Pangkal Pinang. Penambahan rute baru ini didasarkan atas tingginya permintaan layanan transportasi udara menjelang Lebaran. Layanan baru menggunakan pesawat Airbus A319 dengan kapasitas 144 penumpang ini dibuka mulai tanggal 21 September 2008 mendatang. Dengan penambahan rute baru ini, Mandala menargetkan penambahan 2.500 seat atau mencapai 350.000-400.000 selama pekan Lebaran. (AI)


Senin, September 15, 2008

Tenaga kerja asing di Indonesia

Tenaga kerja asing diperkirakan semakin banyak dalam pasar tenaga kerja di Tanah Air sepanjang tahun 2008, khususnya sektor jasa dan industri. Selama Januari – Mei 2008, jumlah tenaga kerja asing yang bekerja di Indonesia mencapai 21.167 orang. Itu berarti setiap bulan ada sekitar 4.200-an tenaga kerja asing di Indonesia. Menurut Kasie Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) Depnakertrans Timbul Tua Panggabean, sepanjang tahun 2007 jumlah tenaga kerja asing di Indonesia tercatat sebanyak 40.204 orang, sehingga diasumsikan terdapat 3.350 pekerja asing setiap bulannya.

Hingga Mei 2008, tenaga kerja asing di sektor jasa telah mencapai lebih dari 6.000 orang atau 29% dari total pekerja asing. Sektor industri berada di urutan kedua dengan jumlah penyerapan tenaga kerja asing kurang lebih 5.500 orang. Pekerjaan di sektor jasa yang paling diminati adalah jasa konstruksi, pendidikan swasta, jasa hiburan, dan jasa penunjang pertambangan dengan total tenaga kerja asing dari keempat bidang itu mencapai 3.436 orang.

Dari total tenaga kerja asing yang datang ke Indonesia, tenaga kerja asing asal China menempati urutan pertama dari segi jumlah. Pekerja dari negara tersebut mencapai 3.096 orang atau hampir 15% dari total pekerja asing yang ada di Indonesia dalam periode Januari – Mei 2008. Rata-rata setiap sektor usaha senang mempekerjakan karyawan dari China karena mereka gigih, loyal, dan tidak banyak menuntut. Posisi kedua dan ketiga ditempati tenaga kerja asal Jepang dan Malaysia yang jumlahnya masing-masing mencapai 2.993 orang dan 1.659 orang.

Tenaga kerja asing tersebar hampir di seluruh provinsi di Indonesia. Jakarta menyerap tenaga kerja asing terbanyak, yakni 13.227 orang atau 62,4% dari total pekerja asing secara keseluruhan, disusul Kepulauan Riau 2.326 orang, dan Jawa Barat 2.100 orang. Banyaknya tenaga kerja asing masuk ke Indonesia diperkirakan akibat dikeluarkannya Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.PER.02/MEN/III/2008. Salah satu isi permen tersebut adalah mengatur tentang perpendekan jangka waktu proses penyelesaian rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA) dan IMTA.

Bali misalnya, selain sebagai surga bagi wisatawan yang ingin berlibur, Bali juga surga bagi pencari kerja asing. Selain berwisata mereka juga bersaing meraup rezeki dengan tenaga kerja lokal. Terbukti, hampir semua lapangan pekerjaan yang tersedia di Bali khususnya sektor pariwisata dikuasai asing. SDM Bali di bidang pariwisata ragu berebut peluang kerja dengan tenaga kerja asing. Menurut Ketua Federasi Serikat Pekerja Pariwisata (SP Par) Badung Putu Satyawira Marhaendra, SDM Bali khususnya yang bergerak di bidang pariwisata masih malu-malu kucing dalam menghadapi persaingan dengan tenaga kerja asing. Padahal jika dilihat dari tingkat kemampuan, tenaga kerja pariwisata Bali tak kalah kualitasnya.

Berdasarkan data yang tercatat di Kantor Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Badung, jumlah warga asing yang berkerja di Badung periode Juli 2008 tercatat 854 orang. Angka tersebut meningkat 16,7% atau 143 orang dari periode akhir 2007 yang tercatat 711 orang. Kurang agresif dan keragu-raguan tenaga kerja lokal, khususnya yang memiliki skill di bidang kepariwisataan untuk mengambil peluang kerja yang tersedia, menjadi celah para pencari kerja asing untuk menikmati nikmatnya pariwisata Bali.

Managing Director Wisata Kebun David A. Down di Denpasar juga mengakui, ketika pertama kali menginjakkan kaki di Bali, warga negara Eropa itu langsung menginvestasikan modalnya di Bali. Padahal sebelumnya dia sempat menjelajah sejumlah wilayah di Indonesia. David memilih berinvestasi di bidang perkebunan, bidang yang sama dengan hobinya. Hal itu menunjukkan Bali bukan hanya surga bagi wisatawan, tetapi juga Paradise Island para pencari kerja asing dan pemilik modal.

Dari Jawa Timur, ribuan tenaga kerja asing di daerah itu tidak terdaftar di Dinas Tenaga Kerja Jatim. Menurut Wakil Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Jatim Setiadjit, Kepolisian Daerah Jatim mencatat sedikitnya 5.784 orang asing tidak melaporkan diri. Namun, hanya 638 orang melaporkan diri ke Dinas Tenaga Kerja. Jadi, ada selisih 5.146 orang yang tidak jelas statusnya. Ketidakjelasan itu membuat Jatim mengalami sejumlah kerugian dan ancaman. Kerugian paling jelas berupa kehilangan pendapatan dari retribusi pekerja asing. Retribusi USD100/bulan/tenaga kerja asing itu harus dibayar perusahaan. Kalau ada 5.136 pekerja tidak terdata, artinya Jatim kehilangan USD513.600 atau Rp4,5 miliar per bulan.

Sementara itu Koordinator Loket Pelayanan IMTA Disnaker Jatim Wahyudi mengatakan, pengurusan IMTA di provinsi hanya untuk perpanjangan. Jika belum memiliki IMTA, perusahaan harus mengurus di Depnakertrans. Ada dua modus utama pekerja asing masuk Jatim, yakni menjadi pekerja hiburan malam dan teknisi mesin-mesin impor menggunakan visa turis. Padahal mereka bekerja dengan bayaran ribuan dolar AS per bulan tanpa membayar pajak. Perusahaan yang terbukti tidak memiliki IMTA tetapi menggunakan pekerja asing akan dijatuhi sanksi berupa pidana penjara satu tahun hingga empat tahun dan/atau denda Rp100 juta hingga Rp400 juta. Selanjutnya pekerja asing akan dideportasi.

Pemerintah Kabupaten Bekasi mempertahankan pengelolaan retribusi tenaga kerja asing yang bekerja di wilayah Bekasi sebesar USD100/orang/bulan sebagai pendapatan daerah. Retribusi tenaga asing ingin diambil alih pemerintah pusat. Pengambilalihan diatur Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 38 Tahun 2007 tentang pengelolaan dana pengembangan keahlian dan keterampilan, diambil dari retribusi tenaga kerja asing. Jumlah tenaga kerja asing di Kabupaten Bekasi mencapai 1.500 orang. Mereka tersebar di 2.400 perusahaan. Di antaranya perusahaan garmen, metal, elektronik, otomotif, plastik, dan industri makanan dan minuman.

Masalah tenaga kerja asing di Indonesia memang merupakan masalah yang tak ada habisnya untuk dibahas. Pemahaman mengenai penggunaan tenaga kerja asing dimulai dari ketentuan Pasal 42 ayat 4 UU No.13/2003 yang mengatur bahwa tenaga kerja asing dapat dipekerjakan di Indonesia hanya dalam hubungan kerja untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu. Pasal ini mensyaratkan bahwa keberadaan tenaga kerja asing di Indonesia hanya dapat untuk sementara saja dan untuk posisi tertentu saja. Hal ini tentu berkaitan dengan tujuan dibentuknya UU No.13/2003, salah satunya yaitu untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing tenaga kerja Indonesia. (AI)


Plastik

Rencana ekspansi sejumlah perusahaan plastik dan kemasan senilai USD1,5 miliar pada tahun 2010 dan 2011 terancam ditunda jika pemerintah tidak segera merealisasikan proyek pembangkit listrik 10 ribu megawatt (MW). Ketua Umum The Indonesia Olefin & Plastic Industri (Inaplas) Didie Soewondho mengatakan, di sisi lain permintaan pasar untuk produk plastik dan kemasan terus meningkat 7-8% per tahunnya. Selama tahun 2008, realisasi investasi baru industri hulu (petrokimia) telah mencapai USD7,4 miliar, yang terdiri atas 76 perusahaan.

Industri petrokimia memang jenis industri yang membutuhkan listrik paling banyak, di samping industri baja, semen, pulp dan kertas, serta tekstil. Adanya defisit listrik akan sangat mengganggu rencana investasi dan ekspansi bisnis. Keterbatasan pasokan listrik menyebabkan investor menghitung kembali rencana investasinya dan mempertimbangkan membangun pembangkit listrik sendiri untuk memenuhi kebutuhannya.

Sepanjang semester I/2008, harga bahan baku plastik berupa polietilena (PE) dan polipropilena (PP) meningkat drastis hingga 100% dari rata-rata USD1,100 per ton menjadi USD2,200 per ton. Kenaikan itu dipicu lonjakan harga minyak bumi yang sempat meningkat menjadi USD145 per barel pada Mei 2008. Namun, kendati harga minyak mentah kini sudah turun ke posisi USD120 per barel, lonjakan harga minyak pada Mei 2008 baru terasa dampaknya terhadap harga PE dan PP mulai akhir Juli 2008.

Sekjen INAplas Budi Susanto mengatakan, sampai saat ini, harga PE dan PP masih di posisi USD2,200 per ton untuk pasar regional. Minimnya pasokan bahan plastik dari pasar domestik dan ekspor berakibat pada kenaikan harga. Harga bahan plastik sepanjang semester I/2008 terus melonjak mengikuti tren kenaikan harga minyak. Pada Februari 2008, harga bahan plastik mulai merangkak ke kisaran USD1,550 per ton dan terus naik pada Mei 2008 menjadi USD1,800 per ton. Kenaikan harga itu, ikut mempersulit industri petrokimia antara (midstream) dan pengolahan plastik di dalam negeri karena pada saat yang sama mereka tidak bisa menaikkan harga jual akibat pelemahan daya beli.

Karena itu, sejumlah perusahaan petrokimia berbasis PE dan PP terpaksa memangkas margin keuntungan untuk mempertahankan daya beli. Pada akhir Mei 2008 lalu, pasokan PP dan PE dari PT Tri Polyta dan PT Polytama sempat turun akibat krisis daya listrik PLN sehingga defisit bahan baku plastik di pasar hampir mencapai 10.000 ton. Kerugian yang diderita produsen bijih plastik pada saat terjadi pemadaman listrik selama 10 hari ditaksir mencapai USD10 juta. Sepanjang Januari-Juni 2008, pertumbuhan industri plastik nasional mencapai 4,5% terhadap konsumsi pada periode sama tahun 2007 dengan total volume sekitar 1,2 juta ton.

Kendati tumbuh, industri pengolahan plastik nasional beroperasi di bawah tingkat kapasitas terpasang ideal, yakni hanya sekitar 50%-60% dari kondisi normal. Pertumbuhan tersebut ditengarai merupakan efek dari membanjirnya produk plastik konsumsi atau produk jadi sepanjang semester I/2008. Berdasarkan data BPS, nilai impor plastik dan barang dari plastik (kelompok barang/HS No.39) melonjak hingga 94,2% dari USD1,03 miliar menjadi USD2 miliar. Tetapi, kenaikan nilai impor itu semata-mata akibat kenaikan harga produk, karena volume impor sepanjang semester I/2008 masih normal.

Defisit bahan baku plastik di dalam negeri sempat memicu aksi spekulasi sehingga terjadi kelangkaan di pasar. Pasalnya, impor bahan plastik dari beberapa negara juga tersendat akibat tingginya harga-harga, sehingga pasokan PE dan PP hanya cukup untuk konsumsi lokal mereka. Inilah yang ikut mendongkrak harga bahan plastik di dalam negeri.

Pemerintah akan mengizinkan kalangan industri mengimpor limbah plastik untuk memenuhi kebutuhan baku murah. Direktur Impor Departemen Perdagangan Albert Tubogu menyatakan, pihaknya berencana mencabut larangan impor limbah plastik dalam waktu dekat. Sebelumnya, pemerintah melarang impor limbah plastik melalui keputusan Nomor 520/MPP/Kep/8/2003 tentang Larangan Impor Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun (B3). Revisi peraturan ini didorong keluhan industri tentang mahalnya bahan baku akibat kenaikan harga minyak.

Produsen plastik saat ini banyak menggunakan limbah plastik untuk dijadikan bahan baku, tujuannya untuk menekan biaya produksi. Namun, limbah plastik ini sulit didapatkan di dalam negeri. Pengusaha minta agar impor limbah plastik bisa dibuka kembali. Dalam revisi itu, Menteri Perdagangan akan mengizinkan impor limbah plastik jenis scrap, seperti sampah plastik dan logam yang masih dapat didaur ulang. Dalam pelaksanaannya nanti, tidak semua importir bisa melakukan impor limbah plastik. Hanya importir produsen yang diizinkan melakukannya.

Sebelum melakukan impor, perusahaan harus memiliki izin sebagai importir produsen. Setelah itu kebutuhan impornya diverifikasi dan mendapat rekomendasi Departemen Perindustrian. Saat ini tim antardepartemen yang terdiri atas Departemen Perdagangan, Departemen Perindustrian, dan Kementerian Lingkungan Hidup sedang membahas rencana revisi peraturan itu. Revisi akan dilakukan pada larangan impor bahan berbahaya dan beracun. Dalam revisi itu akan terdapat beberapa lampiran produk yang tidak mengandung bahan berbahaya dan beracun serta dibolehkan impor. Sesuai dengan UU Nomor 23 Tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup, limbah plastik yang tidak mengandung bahan berbahaya dan beracun boleh diimpor ke Indonesia.

Dirjen Perdagangan Luar Negeri Diah Maulida mengungkapkan, kekurangan bahan baku plastik murah bagi industri plastik Indonesia disebabkan karena sampah plastik Indonesia selama ini diimpor oleh China. Ternyata gelas plastik bekas air mineral selama ini sudah ada yang mengijon dari China, sehingga industri di dalam negeri yang butuh jadi kesulitan mendapatkannya. Pemerintah akan mempermudah impor barang modal (bahan baku) termasuk sampah plastik asalkan prosesnya sesuai dengan ketentuan internasional. Saat ini Depdag sedang bernegosiasi dengan Inggris untuk impor plastik bekas. Inggris ingin memastikan Indonesia bisa mengolahnya sesuai peruntukannya dan tidak melanggar Basel Convention, yakni pengaturan perpindahan lintas batas dan pembuangan limbah berbahaya. (AI)


Jumat, September 12, 2008

Saatnya mengalahkan tekstil China

Ekspor tekstil dan produk tekstil (TPT) ke Jepang dipastikan meningkat 7%-10% menjadi USD550 juta dibanding tahun 2007, mengingat kerja sama kemitraan Indonesia-Jepang (Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement/IJ-EPA) telah memutuskan semua bea masuk produk itu menjadi 0%. Menurut Sekretaris Eksekutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ernovian G. Ismy, penurunan bea masuk menjadi 0% akan mendorong ekspor ke Jepang, karena selain AS dan Uni Eropa, negeri itu merupakan tujuan utama ekspor tekstil Indonesia.

Pada kuartal I/2008, ekspor tekstil ke Jepang turun 3,5% akibat perlambatan ekonomi global yang juga dialami Jepang. Namun penurunan ekspor TPT ke Jepang hanya bersifat sementara, karena konsumsi tekstil masyarakat Jepang tinggi. Industri tekstil sedang menghadapi pergeseran pasokan dan permintaan akibat perubahan situasi ekonomi dunia seperti naiknya harga minyak dunia, resesi ekonomi AS dan dilepasnya mata uang China ke pasar. Secara total, nilai ekspor tekstil pada kuartal I/2008 naik 5,3% yakni USD2,58 miliar dengan pertumbuhan didominasi oleh serat 39,9%, benang dan kain 3,5% dan garmen 4,2%. Namun, volume ekspor malah turun 0,21%, karena terjadi kenaikan harga produk tekstil.

Menurut Direktur Eksekutif Indotextiles – lembaga riset pertekstilan nasional – Redma Gita Wiraswasta, ekspor TPT nasional ke Jepang mulai semester II/2008 akan dipengaruhi oleh IJ-EPA dan perjanjian multilateral Asean Jepang dalam (AJ-CEP). Berdasarkan studi yang dilakukan Indotextile, pangsa pasar impor tekstil Jepang dari Indonesia pada tahun 2007 baru sekitar 2,9%, sedangkan China menguasai 76,6% dari total impor Jepang yang pada tahun 2007 mencapai JPY808,29 miliar.

Meskipun pangsa pasar Indonesia kalah jauh dari China, Indonesia tetap menempati posisi terbesar dibanding pangsa pasar Malaysia (0,4%), Pakistan (0,5%), Vietnam (1,2%), India (1,4%), AS (1,7%), dan Korea Selatan (1,9%). Dengan adanya kerja sama IJ-EPA, pangsa pasar produk tekstil nasional terutama benang, kain dan garmen yang bersifat fungsional dan teknis seperti medical garment, berpotensi merebut pasar TPT China sekitar 4% - 5% menjadi 7,9%.

Direktur Industri TPT Ditjen Industri Logam Mesin Tekstil dan Aneka Deperin Aryanto Sagala mengatakan, kerja sama IJ-EPA ini menghapus seluruh pos tarif bagi sektor TPT. Pos tarif yang dihapuskan itu ada dalam kelompok HS No.51,61-63, semua dihapus dari produk hulu hingga hilir. Meski seluruh pos tarif produk TPT dihapuskan, produk-produk TPT tetap tidak mudah masuk ke pasar Jepang karena pemerintah Jepang tetap memberlakukan seleksi ketat atas produk-produk Indonesia. Atas dasar itu, Indonesia mendesak agar Jepang segera mengirimkan tenaga ahli untuk memberikan pelatihan terkait dengan standarisasi produk sesuai dengan ketentuan Jepang, peningkatan kemampuan teknologi, khususnya di sektor dyeing dan finishing, sistem informasi, dan program pengembangan serat berbahan alami, seperti serat rami.

Sementara itu, sedikitnya 17 prinsipal merek garmen ternama asal Jerman, AS, Korsel, dan Taiwan akan menjadikan Indonesia sebagai basis produksi. Mereka berencana menempatkan order produksi dengan total nilai komitmen kontrak diperkirakan mencapai USD230 juta. Nilai penempatan order produksi tersebut merupakan yang terbesar sepanjang tiga tahun terakhir. Pesanan tersebut akan dikerjakan oleh sedikitnya 30 perusahaan garmen lokal. Prinsipal-prinsipal tersebut merupakan pemegang merek garmen global, antara lain Abercrombie & Fitch, Asmarindo, Dewhirst, Hanesbrands, J. Crew, JC Penney, GAP, Jones Apparel, Levi’s, Li & Fung, Linmark, Liz Claiborne, Nike, PIERS, Ralph Lauren, Target, Vanity Fair, dan Walmart.

Menurut para prinsipal, kualitas produk garmen Indonesia lebih baik dibandingkan dengan negara lain seperti Bangladesh, bahkan mampu menandingi China. Sementara itu, dari sisi harga garmen produksi Indonesia lebih berdaya saing dibandingkan dengan Vietnam, Filipina, China, dan Kamboja. Indonesia menempati peringkat ke-10 di pasar dunia dalam hal penguasaan pangsa pasar dan berada di urutan ketiga sebagai eksportir garmen terbesar ke AS dengan nilai USD2,1 miliar pada semester I/2008. Angka ini naik sekitar 6% dibanding tahun 2007.

Di sisi lain, pencapaian nilai rata-rata investasi dari setiap perusahaan penerima subsidi bunga dalam program restrukturisasi mesin pertekstilan pada tahun 2008 ini turun 52,34% dibanding tahun 2007, dari Rp19,5 miliar menjadi Rp12,8 miliar. Nilai tersebut dihitung berdasarkan rata-rata pengajuan proyek pembelian mesin-mesin baru oleh setiap perusahaan yang masuk dalam skim I. Skim I merupakan program potongan harga mesin baru sekitar 10% untuk perusahaan tekstil besar.

Penurunan nilai rata-rata pembelian mesin baru itu disebabkan oleh tiga faktor yang dipicu ketidakseimbangan makroekonomi sepanjang Januari – Juni 2008. Kondisi ini berpotensi terus berlanjut hingga akhir 2008. Faktor-faktor tersebut adalah pertama, PLN tidak menjamin tambahan pasokan daya listrik untuk ekspansi baru. Apabila produsen tekstil menambah investasi mesin seharga di atas Rp15 miliar, pasokan daya listrik PLN tak akan mencukupi.

Kedua, dengan melihat kondisi pasar produk pertekstilan utama seperti AS dan UE yang sedang melemah, produsen tekstil nasional terpaksa mengerem laju produksi dan ekspor ke AS dan UE mengingat pengalihan pasar pada saat yang sama sulit dilakukan. Ketiga, fluktuasi harga minyak mentah dunia sepanjang semester I/2008 dan kenaikan harga batubara yang memicu ketidakpastian bisnis di dalam negeri.

Di samping itu, sejumlah subsektor di industri pertekstilan nasional pada semester II/2008 diperkirakan mengalami penurunan utilisasi dan berproduksi di bawah 50% dari total kapasitas terpasang (undercapacity). Hal ini merupakan dampak dari pelemahan daya beli konsumen di dalam negeri ataupun di pasar ekspor sehingga penyerapan hasil produksi TPT semakin merosot.

Melemahnya daya beli konsumen terjadi akibat melambungnya harga-harga produk yang tidak diimbangi dengan kenaikan pendapatan sehingga mendongkrak laju inflasi sepanjang semester I/2008. Kalangan produsen pengolahan kain (weaving, dyeing, dan finishing) nasional terpaksa menaikkan harga jual antara 15% sepanjang kurun waktu Januari hingga Juli 2008 menyusul naiknya harga poliester (serat sintetis) dan tingginya harga energi. (AI)


Senin, September 08, 2008

Padi hibrida

Peningkatan produksi beras dunia menghadapi tantangan serius. Meski bukan pilihan utama, pengembangan tanaman padi transgenik atau bioteknologi modern merupakan salah satu alternatif dalam mengatasi ancaman krisis pangan global akibat peningkatan konsumsi. Menurut Kepala Pemulia Tanaman Genetik dan Bioteknologi Lembaga Penelitian Padi Internasional (International Research Rice Institute/IRRI) Darshan Brar, dalam empat dekade terakhir terjadi peningkatan konsumsi beras dunia dua kali lipat lebih.

Pada tahun 1965, produksi beras dunia mencapai 256 juta ton. Tetapi 40 tahun kemudian atau tahun 2006 meningkat menjadi 600 juta ton. Untuk memenuhi konsumsi beras warga dunia yang terus meningkat akibat pertambahan jumlah penduduk dan perluasan jangkauan konsumsi beras, pada tahun 2020 perlu tambahan produksi beras sekitar 25%. Padi transgenik merupakan solusi alternatif yang bisa menjawab tantangan global ancaman krisis pangan. Meski begitu, produk transgenik masih dihadapkan pada isu-isu sensitif, seperti kesehatan manusia dan pangan.

Dari China dikabarkan, negara itu berhasil mengembangkan padi hibrida generasi kedua. Ini dicapai setelah selama hampir tiga dekade China sukses memasarkan padi hibrida generasi pertama untuk memenuhi kebutuhan pangan di dalam negerinya dan dunia.Menurut doktor peneliti pada Institute of Genetics and Developmental Biologi Chinese Academy of Sciences Hongli Zhai, meski berhasil mengembangkan varietas padi hibrida baru, Pemerintah China belum mengomersialkan.

Varietas padi hibrida generasi kedua atau disebut sebagai hibrida-transgenik (genetic modified organism/GMO) merupakan pengembangan padi hibrida generasi pertama. Hibrida-transgenik yang dikembangkan China toleran terhadap serangan serangga. Penanaman padi hibrida besar-besaran di China memunculkan berbagai jenis serangga perusak pertumbuhan tanaman padi. Serangan hama penyakit yang berkembang meliputi penggerek batang dan ulat daun.

Serangan hama penyakit pada tanaman padi hibrida menyebabkan hilangnya potensi hasil lebih dari 5% atau sekitar 10 juta ton gabah. Produksi gabah di China tahun 1996-2005 rata-rata 195 juta ton. Mengingat besarnya kerugian akibat serangan serangga dan hama penyakit pada tanaman padi hibrida China, pengembangan padi hibrida-transgenik pun diarahkan untuk menangkal serangan serangga dan hama penyakit itu. Muncullah padi hibrida-transgenik yang toleran serangan serangga penggerek.

Di Indonesia, anjuran pemerintah untuk mengunakan padi hibrida kepada petani agar hasil panennya lebih besar tampaknya tidak direspon baik oleh petani Banyuwangi. Berdasarkan data yang ada di Dinas Pertanian Banyuwangi, dari 5.000 ha lahan yang diajukan, hanya 1.504 ha lahan yang ditanami padi hibrida. Tidak diresponnya anjuran pemerintah tersebut karena para petani khawatir hasil yang mereka dapatkan akan menurun.

Kekawatiran petani dikarenakan bibit padi hibrida masih baru dan pengendalian organisme pengganggu tanaman lebih besar. Berdasarkan pengalaman seorang petani di desa Mojopanggung Banyuwangi, hasil panen padi hibrida memang lebih banyak, namun biaya pengendalian pengganggu tumbuhan menjadi lebih besar karena padi hibrida rentan sekali dengan penyakit. Hal ini membuat petani enggan mengunakan padi hibrida.

Hal yang sama terjadi pada petani di wilayah Sukoharjo. Mereka kurang tertarik untuk menanam padi hibrida, meski untuk wilayah Jawa Tengah telah dikembangkan padi hibrida jenis F1 HIPA6JT, yang dinilai paling cocok untuk ditanam di provinsi ini. Menurut pimpinan Kebun Benih Padi Lawu I Sukoharjo Suwarto, petani di Sukoharjo lebih tertarik untuk menanam jenis padi konvensional, seperti jenis IR 64 atau Ciherang. Padahal, jika menggunakan benih hibrida, relatif menguntungkan bagi para petani yang menanamnya.

Sementara itu, sukses melakukan uji coba produksi benih padi hibrida SL-8 pada musim kemarau 2007, PT Sang Hyang Seri (Persero) selaku BUMN produsen benih utama di Indonesia mulai memproduksi hibrida SL-8 secara besar-besaran. Direktur Utama PT Sang Hyang Seri (SHS) Eddy Budiono mengatakan, padi hibrida SL-8 telah layak dikomersialkan karena produktivitasnya tinggi. Produksi benih padi hibrida SL-8 pada musim tanam kemarau 2008 mencapai lebih dari 2 ton/ha. Pada uji coba penanaman musim tanam kemarau 2007 hanya 1,4-1,7 ton/ha.

Produksi benih hibrida SL-8 jauh lebih tinggi daripada produksi benih di negara asal, yakni Filipina yang masih di bawah 1,5 ton/ha. Produktivitas padi hibrida SL-8 dari berbagai hasil uji multilokasi yang dilakukan mencapai 14-15 ton gabah kering panen (GKP). Dengan produktivitas yang tinggi, menanam padi hibrida SL-8 sangat menguntungkan petani. Padi hibrida SL-8 sangat tepat dikembangkan di lahan sawah yang pasokan airnya terjamin. Tanpa ada jaminan pasokan air irigasi, produksi hibrida SL-8 tidak optimal.

Padi hibrida SL-8 merupakan hasil kerja sama PT SHS dengan produsen benih, PT Agritech, dari Filipina. Kontrak kerja sama itu meliputi pemasaran, pertukaran plasma nutfah, dan pembagian keuntungan dalam bentuk property right masing-masing 50%. Meski bentuknya kerja sama, produksi benih tetap dilakukan di Indonesia. Benih hibrida SL-8 telah dilepas oleh Menteri Pertanian pada tahun 2006.

Saat ini banyak perusahaan benih di Indonesia yang melakukan uji multilokasi penanaman padi hibrida. Produsen benih swasta kini giat mengimpor benih hibrida dari China, India, dan Filipina untuk memenuhi kebutuhan benih padi hibrida dalam negeri terkait dengan program peningkatan produksi beras nasional. Tahun 2008 ini produksi benih padi hibrida SL-8 dilakukan di dua lokasi, yakni di Sukamandi, Subang, Jawa Barat dan Sidrap, Sulawesi Selatan. Luas area produksi 300 ha dan nantinya akan dikembangkan menjadi 1.500 ha.

Menteri Pertanian Anton Apriyantono mengatakan, tantangan sektor pertanian memang sangat berat. Potensi lahan sangat kecil untuk bisa meningkatkan produktivitas. Dari lahan seluas 7,4 juta ha, indeks pertanaman di Indonesia rata-rata hanya 1,6 dalam setahun. Artinya, petani baru bisa menanam rata-rata 1,6 kali dalam setahun. Produktivitas gabah kering giling (GKG) hanya 4,7 ton per ha. Apabila Indonesia bisa meningkatkan indeks pertanaman dua kali setahun, pertambahan produksi dalam bentuk beras bisa mencapai sekitar 8,6 juta ton per tahun. Saat ini pertambahan penduduk Indonesia sekitar 3 juta per tahun. Artinya, kalau konsumsi beras 100 kg per tahun, minimal dibutuhkan beras sebanyak 300 juta kg per tahun. (AI)


Jumat, September 05, 2008

Potret otonomi daerah

Menurut hasil survei Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) tahun 2007 yang dipresentasikan oleh Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Bambang PS Brodjonegoro, implementasi kebijakan merupakan titik terlemah dalam upaya perbaikan iklim investasi di daerah pascaotonomi. Kondisi ini bisa menghambat peningkatan investasi di daerah. Survei dilakukan terhadap 12.187 responden pengusaha di 243 kabupaten dan kota pada 15 provinsi.

Dari hasil survei KPPOD tersebut, hambatan utama berusaha adalah pengelolaan infrastruktur (35,5%), tidak adanya program pemda dalam pengembangan usaha sektor swasta (14,8%), masalah akses lahan dan kepastian hukum (14%), kurangnya interaksi pemda dan pelaku usaha (10%), biaya transaksi/pungutan di daerah (9,9%), serta pengurusan izin usaha (8,8%).

Menurut perkiraan Bank Dunia, hanya sekitar 17 juta ha bidang tanah yang terdaftar atau bersertifikat, yang merepresentasikan 21% dari seluruh bidang tanah di Indonesia. Artinya, bagi pengusaha dibutuhkan proses sertifikasi tanah jika mereka membeli tanah yang belum bersertifikat. Berdasarkan hasil survei KPPOD, sekitar 39% perusahaan melakukan pengurusan sertifikat tanah membutuhkan waktu sekitar 4 minggu atau kurang.

Tetapi, ada 12 kabupaten/kota yang pengurusan sertifikat tanahnya membutuhkan waktu lebih dari 6 bulan, misalnya Surakarta (26 minggu), Bogor (27 minggu), Surabaya (36 minggu), dan terburuk adalah Cimahi (42 minggu). Kepengurusan sertifikat tanah tercepat adalah Kabupaten Timor Tengah Utara dan Kabupaten Pinrang (Sulsel), yaitu 4 minggu. Pengurusan Tanda Daftar Perusahaan (TDP) juga disurvei. Hasilnya, proses pengurusan terlama di Kabupaten Trenggalek (Jatim) memakan waktu 108 hari. Proses pengurusan TDP tercepat ada di Kabupaten Gorontalo, Luwu Utara, dan Pinrang, yaitu hanya dua hari.

Masalah infrastruktur yang paling parah adalah lampu penerangan jalan yang minim, pasokan listrik dan air minum yang rendah, kemudian jalur jalan dan telepon yang terbatas.Ganjalan lainnya adalah soal akses terhadap lahan dan kepemilikan tanah. Lemahnya kepastian hukum, terutama terjadi di kota-kota besar, seperti Semarang, Surabaya, Batam, Manado, dan Makassar.

Ketersediaan infrastruktur fisik adalah syarat mutlak bagi dunia usaha. Jalan raya, lampu penerangan jalan, air bersih, dan listrik adalah infrastruktur yang kualitasnya dianggap buruk oleh para pengusaha daerah. Berdasarkan angka subindeks infrastruktur, delapan kabupaten/kota dengan infrastruktur terbaik ada di Provinsi Jawa Timur, termasuk Tuban, Kediri, Madiun, dan Pasuruan. Sebaliknya, ada enam kabupaten/kota di Sumatra Utara dengan infrastruktur terburuk, yaitu Labuhan Ratu, Nias Selatan, Asahan, Nias, Tanjung Balai, dan Simalungun.

KPPOD juga menemukan, rata-rata waktu yang diperlukan untuk mendapatkan sertifikat lahan selama 8 minggu. Namun, ada 38,4% dari total responden yang memerlukan 11 bulan hingga dua tahun. Temuan memprihatinkan juga ada pada pungutan formal yang memberatkan. Sebagai contoh, biaya resmi untuk mengurus izin tanda daftar perusahaan (TDP) ditetapkan Rp100.000. Namun, kenyataannya ada pemerintah daerah yang menetapkan biaya Rp125.000 (Kabupaten Kediri dan Kabupaten Gowa), bahkan Rp500.000 di Kota Bontang, Kaltim. Biaya rata-rata pengurusan dokumen izin usaha bisa mencapai Rp1,443 juta. Itu sudah termasuk TDP, tanda daftar industri, surat izin usaha perdagangan, izin gangguan, dan izin mendirikan bangunan.

Pemerintah terus mengevaluasi peraturan daerah dan rancangan peraturan daerah yang membebani masyarakat dan pelaku usaha. Sampai pertengahan Juli 2008, dari 7.200 peraturan yang dievaluasi Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, sebanyak 2.000 peraturan tentang pungutan daerah diusulkan diusulkan untuk ditolak dan direvisi.

Di samping itu, dari 1.800 rancangan peraturan, sebanyak 1.200 rancangan direkomendasi untuk ditolak dan direvisi. Menurut Menkeu Sri Mulyani, hampir setiap hari Direktorat Perimbangan merekomendasikan dua atau tiga peraturan pungutan daerah untuk dibatalkan, ditolak, atau direvisi. Berdasarkan sektornya, peraturan dan rancangan peraturan yang paling banyak dibatalkan atau direvisi berasal dari sektor perhubungan, pertanian, pekerjaan umum, industri, perdagangan, serta kehutanan. Sedangkan wilayahnya berasal dari Sumut, Jatim, Jabar, Sumsel, Jateng, Sulsel, Kalsel dan Kalteng.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai kasus korupsi justru kian marak setelah otonomi daerah. KPK memperkirakan kebocoran dana pembangunan akibat tindak korupsi di daerah mencapai 50%, dan pungutan tak resmi 30%. Menurut Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan M. Jasin, sepanjang tahun 2008 kasus korupsi merata di Indonesia. Sekitar 80% kasus korupsi ada dalam pengadaan barang dan jasa. Indikasi kebocoran, terlihat dari keterlambatan proyek, alat yang tak terpakai, masa pakai bangunan gedung yang hanya 40% dari rencana, dan setoran uang komisi dari kontraktor, panitia pengadaan, serta pemimpin proyek kepada atasan dengan alasan belanja organisasi. Hingga pertengahan tahun 2008 ini KPK menyelidiki 53 kasus, menyidik 42 perkara, menuntut dalam 21 kasus, 9 kasus upaya hukum kembali, dan 11 di eksekusi.

Secara umum Depdagri mendukung survei-survei yang dilakukan beberapa lembaga terkait mengenai kinerja otonomi daerah. Hasil penilaian tersebut bisa menjadi motivasi bagi daerah untuk meningkatkan pelayanan dan kinerja pemerintah daerah. Namun demikian, Juru Bicara Depdagri Saut Situmorang mengatakan pemerintah tetap memiliki parameter penilaian tersendiri berdasarkan PP 6/2008 tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Evaluasi akan dilakukan setiap tahun. Untuk tahun 2008 ini, pemerintah akan mengevaluasi semua kriteria penyelenggaraan pemerintah daerah pada tahun 2007 dengan menggunakan sistem pengukuran kinerja seperti yang ada dalam PP 6/2008.

Pelaksanaan otonomi daerah, terutama desentralisasi fiskal, akan menghadapi ujian berat pada tahun 2009, seiring dengan rencana pemerintah pusat menerapkan konsep sharing the pain dalam dana alokasi umum (DAU). Sebelumnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan pemerintah pusat merencanakan untuk memperhitungkan subsidi energi dan subsidi pupuk sebagai faktor pengurang penerimaan dalam negeri neto (PDN), sebelum pembagian total pagu DAU sebesar 26% ke daerah. Pada tahun 2009, Depkeu mengalokasikan DAU sebesar Rp183,4 triliun. DAU 26% dari PDN neto dan telah memperhitungkan subsidi energi sebagai faktor pengurang. (AI)


Kinerja industri manufaktur semester I-2008

Kinerja industri manufaktur semester I-2008 diduga mengalami anomali yang semakin kompleks. Hal itu disebabkan sejumlah sektor yang seharusnya dapat mengoptimalkan mesin produksi, justru kian kehilangan peran dalam menciptakan produk yang berbobot dan berdaya saing. Data yang dirilis BPS mengungkapkan, dari total impor Indonesia selama semester I/2008 sebesar USD65,05 miliar, bahan baku/penolong memberikan peranan terbesar terhadap total impor, yaitu 79,03% dengan nilai USD51,41 miliar, diikuti barang modal sebesar 14,2% (USD9,24 miliar) dan barang konsumsi sebesar 6,77% (USD4,4 miliar).

Jika dicermati, di setiap cabang industri, nilai impor melonjak rata-rata 100% dibanding nilai impor pada periode yang sama tahun 2007. Pada cabang mesin/pesawat mekanik (golongan barang/HS No.84), nilai impor meningkat di atas 100%, dari USD4,2 miliar menjadi USD8,66 miliar. Lonjakan impor juga terjadi di sektor plastik dan barang dari plastik (HS 39) dari USD1,03 miliar menjadi USD1,99 miliar. Di cabang mesin dan peralatan listrik (HS85), peningkatan nilai impor bahkan mencapai di atas 250%, dari USD2,2 miliar menjadi USD7,12 miliar.

Pengamat industri dan ekonomi Universitas Gadjah Mada Mudrajat Kuncoro mengatakan, apabila nilai impor industri manufaktur di suatu negara melampaui nilai produk industri yang dihasilkan, berarti sektor manufaktur negara tersebut sedang mengalami pelemahan struktural. Tingkat impor yang semakin besar membuat kinerja industri mengalami penyimpangan.

Pertumbuhan ekonomi semester I-2008 kembali ditopang oleh kinerja ekspor komoditas perkebunan. Pertumbuhan sektor pengangkutan dan komunikasi yang padat modal juga kian melaju. Sebaliknya, pertumbuhan industri pengolahan yang diandalkan untuk menyerap tenaga kerja makin melemah. Pertumbuhan tertinggi terjadi di sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor kelistrikan dan gas, sektor keuangan, real estat dan jasa perusahaan, serta perdagangan, hotel, dan restoran. Deputi Kepala BPS Bidang Neraca dan Analisis Statistik Slamet Sutomo mengingatkan nilai penting pertumbuhan ekonomi terhadap penyerapan tenaga kerja perlu mendapat perhatian.

Direktur Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia M Chatib Basri berpendapat, tingginya harga komoditas membuat ekspor kian bergantung pada komoditas primer. Secara keseluruhan, perekonomian semester I-2008 berada pada tingkat pertumbuhan yang baik. Investasi juga mulai menggeliat. Namun, pertumbuhan dan investasi itu belum beranjak dari sektor padat modal dan perkebunan menghasilkan komoditas mentah. Untuk mendorong penyerapan tenaga kerja, industri manufaktur perlu dijadikan tumpuan. Industri manufaktur perlu ditolong dengan inflasi yang rendah dan aturan tenaga kerja yang lebih baik.

Penyerapan tenaga kerja di Indonesia sulit bergerak dan cenderung ke arah stagnan akibat lambatnya pertumbuhan di empat bidang industi yang banyak menyerap pekerja. Menurut Presiden Boston Institute for Developing Economics Gustav Papanek, empat sektor itu meliputi tekstil dan garmen, sepeda motor dan mobil, industri kimia dan pengolahan, batubara dan industri pertambangan lain. Sebelum krisis ekonomi, lebih dari setengah angkatan kerja diserap oleh empat sektor itu. Stagnasi pertumbuhan lapangan kerja terlihat dari tidak adanya penyerapan tenaga kerja yang signifikan sejak 10 tahun terakhir.

Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menilai daya saing industri nasional dalam 10 tahun terakhir sangat memprihatinkan karena sejauh ini belum menunjukkan kinerja yang membanggakan. Penilaian Kadin tersebut didasarkan pada hasil pemeringkatan daya saing yang dikeluarkan oleh World Economic Forum (WEF) dalam laporan bertajuk Ranking of The World Competitiveness 2008. Laporan itu menempatkan Indonesia pada peringkat ke-51 dari 55 negara yang disurvei dalam hal tingkat daya saing.

Hasil riset lain yang dilakukan oleh IMD Business School of Lausanne, Swiss juga menunjukkan posisi Indonesia masih jauh tertinggal di bawah negara Asean lainnya, seperti Filipina di peringkat ke-40, Malaysia di peringkat ke-19, dan Singapura di peringkat ke-2. Sementara itu, mengacu pada hasil survei Growth Competitiveness Index yang dilansir World Economic Forum (WEF) pada tahun 2007-2008, Indonesia berada di peringkat ke-54 dari sekitar 131 negara yang disurvei. Di tingkat Asean, Indonesia hanya lebih baik dari Filipina, Vietnam, dan Kamboja, jauh di bandingkan dengan Singapura dan Malaysia.

Untuk memperbaiki kondisi daya saing sektor manufaktur yang rendah, Kadin meminta agar pemerintah membenahi iklim investasi yang mencakup empat aspek. Pertama, harus ada upaya dan perencanaan yang serius untuk membangun industri dasar yang tangguh. Kedua, ada upaya untuk terus menjaga momentum membaiknya variabel makroekonomi demi terciptanya lingkungan yang kondusif. Ketiga, perlu ada keberanian pemerintah untuk berkoordinasi dengan sektor usaha dan masyarakat bahwa tidak ada penyelesaian singkat dalam mengatasi kemelut ekonomi. Keempat, pemerintah harus mendorong terciptanya iklim persaingan yang sehat agar industri nasional diisi pemain yang kompeten dan tidak hanya mengandalkan koneksi dengan pusat kekuasaan.

Sementara itu, sepanjang Januari-Juni 2008, pungutan liar di industri manufaktur meningkat 15%-20%, menjadi sekitar USD180 juta kendati pemerintah gencar memberantas korupsi. Berdasarkan hasil studi terhadap data yang dirilis Bank Dunia dan lembaga For Governance Reform terungkap, indikasi adanya praktik pungli di empat pintu utama. Pertama, sektor birokrasi yang menangani perizinan dagang, investasi baru dan perluasan usaha. Kedua, aktivitas yang berhubungan dengan tender proyek swasta dan pemerintah. Ketiga, kebijakan yang berhubungan dengan mutasi pejabat dan rekruitmen calon pegawai negeri sipil (CPNS). Keempat, pelayanan yang berkaitan dengan arus barang dan jasa.

Lokasi rawan pungli yang berkaitan dengan arus barang dan jasa terutama terjadi di jalan raya dan pelabuhan. Semua kegiatan yang memicu high cost economy telah menimbulkan inefisiensi sehingga industri di dalam negeri sulit berkembang dan berdaya saing rendah. Lebih lanjut berdasarkan hasil survei tersebut, sebagian besar aktivitas pungli di luar Jawa terjadi di Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan. Hal ini disebabkan mekanisme kontrol menjadi sangat terbatas mengingat luasnya wilayah perairan dan daratan. (AI)


Rabu, September 03, 2008

Bahan baku obat masih impor

Sebagian besar bahan baku obat Indonesia masih diimpor, terutama dari China. Saat ini harga bahan baku itu mengalami kenaikan hingga 50% sejak awal tahun 2008, dan diperkirakan berlangsung hingga Agustus 2008. Selama ini Indonesia mengimpor bahan baku obat sebanyak 250 jenis dengan nilai transaksi mencapai Rp6 triliun per tahun. Menurut Ketua Komite Bahan Baku Gabungan Perusahaan (GP) Farmasi Vincent Harijanto, kondisi ini menyebabkan importasi bahan baku obat dari China tersendat.

Salah satu penyebab tersendatnya impor bahan baku obat dari China itu adalah pelaksanaan Olimpiade Beijing. Pasalnya, pemerintah China memperketat transportasi dan pengelolaan limbah industri farmasi. Di samping itu, China juga memangkas insentif pajak untuk ekspor bahan baku obat dari 17% menjadi 5%. Untuk itu, pabrikan farmasi domestik terpaksa menunggu bahan baku hingga Olimpiade 2008 di Beijing berakhir serta menggunakan stok yang ada.

Tersendatnya pasokan itu menyebabkan harga bahan baku obat dari China meningkat antara 50-100%. Melonjaknya harga bahan baku ini juga dipengaruhi oleh melemahnya nilai tukar dolar Amerika Serikat terhadap Renminbi (RMB/mata uang China), lonjakan harga minyak mentah, serta peningkatan ongkos buruh. Industri farmasi lokal mengimpor hampir 95% kebutuhan bahan baku antara lain berupa antibiotik, amoxilyn, paracetamol, dan anelxicis. Pasokan bahan baku impor itu didominasi China sebanyak 75%, India 20%, dan sisanya dari Eropa.

Kondisi ini berbeda dibandingkan dengan kondisi tahun 1970-an. Saat itu produsen farmasi lokal mengandalkan bahan baku impor dari Eropa, tetapi sekarang didominasi oleh China. Saat ini di dalam negeri terdapat sekitar 200 pabrik farmasi dan 2.500 perusahaan distribusi farmasi. Pasar farmasi domestik pada tahun ini diperkirakan mencapai Rp30 triliun. Indonesia merupakan pasar terbesar produk farmasi di Asean atau mencapai 50% dari kawasan tersebut.

Terkait kemungkinan terjadinya kenaikan harga obat di dalam negeri sebagai dampak kenaikan harga bahan baku obat, GP Farmasi tidak bisa memerinci kisaran kenaikan harga obat di dalam negeri karena ini menyangkut kebijakan masing-masing perusahaan. Meski demikian, harga jual obat generik tidak akan naik karena harganya ditetapkan pemerintah. Menteri Kesehatan telah menetapkan harga jual obat generik, di mana untuk tahun ini tetap sama dengan tahun sebelumnya.

Pemerintah belum menyiapkan kebijakan khusus terkait kemungkinan kenaikan harga obat akibat naiknya harga bahan baku sejumlah obat di pasaran. Menurut Direktur Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Richard Panjaitan, pihaknya belum melihat ada kenaikan harga obat generik sehingga belum ada kebijakan baru tentang itu. Sementara itu, bila menyangkut harga dan penjualan obat bebas dan obat paten, pemerintah tidak punya kewenangan untuk mengatur.

Terkait dengan hal itu, Kepala Bagian Farmakologi dan Toksikologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada dr Iwan Dwiprahasto MMed.Sc, PhD menyarankan, agar pemerintah segera menyiapkan upaya komprehensif guna mengantisipasi kenaikan harga obat. Pemerintah harus melakukan proteksi dengan menjamin ketersediaan obat-obat esensial di sarana layanan kesehatan dasar. Caranya, antara lain bisa dilakukan dengan mengupayakan pembebasan bea masuk impor bahan baku obat.

Cara lain, pemerintah juga bisa bermitra dengan BUMN farmasi besar dengan memberi mereka konsesi impor bahan baku obat dalam jumlah besar supaya bisa mendapat harga lebih murah. Namun, kebijakan itu harus disertai dengan pengawasan pembelian dan distribusi bahan baku obat. Jangan sampai industri farmasi yang ditunjuk secara diam-diam juga menjual sebagian bahan baku ke pihak lain dengan harga tinggi.

Sementara itu, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) diminta turut mengawasi praktik promosi dan etika bisnis dalam industri obat-obatan. Hal itu merupakan salah satu rekomendasi dari diskusi KPPU bersama para pelaku industri farmasi pada Juni 2008 lalu. Menurut anggota KPPU Didik Akhmadi, permintaan itu disampaikan berdasarkan analisis data harga obat dari masing-masing klasifikasi obat, persaingan di industri farmasi ternyata tidak bertumpu pada persaingan harga melainkan persaingan nonharga.

Hal itu terlihat dari volume penerimaan masing-masing obat pada setiap klasifikasi terapi yang menggambarkan harga obat yang rendah belum tentu menunjukkan volume transaksi yang besar. Pasalnya, sering terjadi adanya praktik kolusif antara prinsipal obat dengan para dokter. Bahkan, para dokter justru mendapatkan diskon-diskon yang lebih besar dibanding apoteknya. Dalam komponen harga obat ternyata ada sekitar 20-40% yang diberikan kepada dokter sebagai bagian dari promosi.

Praktik tersebut menyebabkan ketidakseimbangan informasi tentang obat yang berakibat tidak rasionalnya penggunaan obat, tidak sesuai dengan kebutuhan pasien. Kegiatan promosi yang demikian merupakan praktik persaingan usaha yang tidak sehat sekaligus membahayakan konsumen. Oleh karena itu, KPPU menyatakan akan menindaklanjuti rekomendasi yang muncul dalam diskusi bersama ISFI (Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Departemen Kesehatan, perwakilan perusahaan farmasi, dan Komisi Etik GP Farmasi tersebut.

Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma (FE USD) Romo Francis Wahono SJ PhD mengatakan, beberapa industri obat di Indonesia diduga kuat telah melakukan mafia dalam memasarkan obat-obat bermerk. Mafia itu melibatkan rumah sakit dan dokter. Mafia dilakukan setelah dengan halus mereka merayu dokter dan rumah sakit untuk membeli obat produk perusahaan obat bersangkutan. Bentuk mafia bisa berupa dokter dirayu lewat sponsorship untuk peningkatan kemampuan/keahlian, termasuk ke luar negeri atau yang lebih kasar lagi diberi kredit rumah atau kendaraan.

Sementara rumah sakit dirayu melalui diskon pembelian obat untuk jangka waktu tertentu, bahkan uang diskon bisa diambil di muka. Secara bisnis cara-cara seperti itu baik-baik saja. Namun hal itu sangat memojokkan orang sakit, pasien dan meminggirkan mereka yang sudah payah ke dasar-dasar ketidakberdayaan. Beberapa indikasi lain penjualan obat yang berbau mafia, misalnya, pasien tidak mempunyai pilihan obat dan harus membeli obat di apotek rumah sakit karena adanya pengumuman di rumah sakit-rumah sakit bahwa ada pemalsuan obat di luar dan rumah sakit tidak mau menanggung. Semestinya rumah sakit dan dokter ingat nasib pasien. Pasien bukan sebagai obyek bisnis tetapi sebagai subyek yang harus ditolong dan dilayani. (AI)


Senin, September 01, 2008

Rokok

Kegiatan operasi 1.204 pabrik rokok dihentikan karena tidak mengantongi izin nomor pokok pengusaha barang kena cukai (NPPBKC). Dirjen Bea dan Cukai Anwar Suprijadi mengatakan, pemerintah ingin menertibkan pabrik rokok yang berbisnis tanpa membayar cukai. Seluruh pabrik itu berada di Jepara dan Kudus, Jawa Tengah. Rencananya penindakan akan dikembangkan ke Kediri dan Malang. Selain tak memiliki NPPBKC, aparat Bea dan Cukai juga menghentikan operasional pabrik yang terdaftar di Bea dan Cukai, tetapi tidak benar-benar memproduksi rokok.

Meski izin operasionalnya dihentikan, Ditjen Bea dan Cukai tidak menyita alat-alat produksi rokok yang biasa digunakan oleh pabrik-pabrik itu. Ini dilakukan karena kewenangan Ditjen Bea dan Cukai tidak sampai pada penyitaan mesin-mesin pembuat rokok. Sementara orang-orang yang terlibat akan diberi sanksi pidana karena dianggap merugikan negara dengan cara menghindari pembayaran cukai.

Dengan penutupan tersebut, jumlah pabrik rokok yang masih beroperasi sekitar 3.000 pabrik. Mereka menjadi andalan pemerintah dalam menghimpun penerimaan negara dari cukai. Setelah penertiban itu, penerimaan cukai diperkirakan akan meningkat. Hal itu dimungkinkan karena permintaan rokok yang biasanya dipenuhi oleh 1.204 pabrik itu kini dipenuhi pabrik rokok yang legal. Berdasarkan catatan Ditjen Bea dan Cukai, realisasi penerimaan cukai antara 1 Januari 2008-12 Agustus 2008 mencapai Rp30 triliun. Jumlah itu setara 65% dari target penerimaan cukai pada APBN Perubahan 2008, yakni Rp45,7 triliun. Pada periode yang sama tahun 2007, realisasinya belum sampai 50%.

Ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) Ismanu Soemiran berpendapat, penghentian kegiatan operasi pabrik rokok itu harus dibarengi dengan penegakan hukum bersama instansi terkait. Menurutnya, munculnya pabrikan itu disebabkan ketidaktahuan produsen tentang rokok yang setiap batangnya dikenakan cukai. Selama ini industri rokok rumahan sudah mengajukan izin usaha ke pemda. Mereka umumnya tidak mengetahui bahwa usaha rokok harus dilengkapi NPPBKC dari pemerintah pusat.

Pemerintah, yang terdiri dari Deptan, Depdag, Depkes dan Depkeu, saat ini sedang mempersiapkan roadmap cukai industri rokok yang dilakukan secara bertahap dan finalisasinya diharapkan dapat direalisasikan pada tahun 2015. Tujuan penyusunan roadmap adalah untuk menciptakan kompetisi yang sehat di industri rokok nasional serta transparansi kebijakan cukai hasil tembakau dan optimalisasi penerimaan cukai.

Berdasarkan data yang dipublikasikan, sejak tahun 2003 hingga 2007 lalu, produksi industri rokok nasional terus mengalami pertumbuhan. Pada tahun 2003, produksi rokok nasional sebanyak 190 miliar batang, dan di tahun 2007 produksi rokok nasional sudah mencapai 238 miliar batang. Rata-rata pertumbuhan per tahunnya sekitar 5%. Dengan asumsi pertumbuhan tersebut, pemerintah menargetkan pada tahun 2015 produksi rokok nasional akan mencapai 260 miliar batang.

Namun menurut Kasubdit Fasilitas Kepabeanan Jaka Kusmartata, pihaknya masih belum dapat menjabarkan mekanisme seperti apa yang akan diterapkan pemerintah melalui pembatasan tersebut. Pasalnya, pembatasan yang kurang tepat sasaran bisa menyebabkan menurunnya pertumbuhan industri rokok nasional seperti yang pernah terjadi pada tahun 2000.

Misalnya pada tahun 2000, pemerintah menerapkan tarif cukai excessive. Sebelum diterapkan, produksi rokok nasional mencapai 228 miliar batang. Namun setelah diterapkan, produksi rokok nasional secara berangsur-angsur mengalami penurunan signifikan. Produksi rokok nasional tahun 2001 turun menjadi 220 miliar batang. Produksi tahun 2002 menjadi 200 miliar batang dan pada tahun 2003 menjadi 190 miliar batang. Setelah kebijakan cukai rokok excessive digantikan dengan cukai moderat pada tahun 2003, hal ini mendorong pemulihan volume produksi rokok nasional.

Di sisi lain, persepsi cukai rokok memberikan kontribusi besar terhadap pendapatan negara perlu diluruskan. Peneliti dari Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Abdillah Hasan mengungkapkan, berdasarkan daftar Input Output Update 2003, peran sektor industri rokok dalam perekonomian (output) adalah Rp43,96 triliun. Jumlah ini berada di urutan ke-34 dalam daftar tersebut. Urutan tiga besar diduduki sektor perdagangan, konstruksi dan industri tekstil.

Dilihat dari jumlah pekerja, kontribusi sektor perkebunan tembakau dengan 634.039 pekerja berada di urutan ke-30 dan sektor industri rokok dengan 333.443 pekerja berada di urutan ke-48. Urutan pertama dipegang sektor perdagangan dengan jumlah pekerja 15.518.065, urutan kedua adalah perkebunan buah dan sayur dengan 10.935.873 pekerja. Dilihat dari jumlah penghasilan pekerja, sektor industri rokok dengan upah bulanan rata-rata sebesar Rp662.149 berada di urutan ke-37 dan sektor perkebunan tembakau dengan upah bulanan pekerja Rp81.397 berada diurutan ke-60.

Bila dilihat dari besar sumbangan terhadap PDB, sumbangan industri rokok maupun perkebunan tembakau juga relatif tidak besar. Industri rokok yang menyumbang Rp26,98 triliun berada di urutan ke-24 dan sektor perkebunan tembakau yang menyumbang Rp1,19 triliun berada di urutan ke-61. Jadi, ada sektor-sektor lain yang menghasilkan keuntungan jauh lebih besar dibanding industri rokok dan tembakau.

Indonesia diperkirakan membakar uang sia-sia untuk merokok senilai Rp120 triliun per tahun. Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) diyakini bisa menjadi senjata ampuh untuk mengontrol peredaran dan konsumsi rokok di Indonesia. Namun, hingga saat ini Indonesia belum juga meratifikasi kesepakatan global yang diluncurkan sejak tahun 2003 itu. Pasalnya, upaya ratifikasi selalu dibenturkan dengan keuntungan-keuntungan ekonomi yang dihasilkan industri rokok. Padahal, dibanding dengan sektor-sektor lain keuntungan ekonomi yang dihasilkan rokok relatif lebih kecil.

Menurut Dr Teh Wei Hu dari University of California, Berkeley, AS, menaikkan cukai rokok merupakan kebijakan yang paling efektif untuk mengontrol tingkat konsumsi rokok. Hal itu dibuktikan oleh beberapa negara yang telah menerapkan kebijakan menaikkan cukai rokok, seperti, Amerika, Taiwan, Australia, Thailand, dan Inggris. Saat ini cukai rokok di Indonesia yang besarnya 37% dari harga eceran tergolong masih rendah. Dari survei di 9 negara Asia, India merupakan negara yang cukai rokoknya paling tinggi, yaitu 72%, menyusul Thailand 63%, Jepang 61%, Malaysia 49-57%, Filipina 46-49%, Vietnam 45%, China 40%, Indonesia 37%, dan Kamboja 20%. (AI)


TKI penopang hidup

Menurut Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Jumhur Hidayat, sekitar 30 juta warga Indonesia hidupnya ditopang oleh Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Dengan demikian, para TKI sangat berjasa bagi bangsa Indonesia, khususnya daerah yang ditinggalkannya. Oleh karena itu, pemerintah akan terus meningkatkan pelayanan dan perlindungan bagi TKI. Menurut data BNP2TKI, saat ini terdapat 6 juta penduduk Indonesia yang menjadi TKI dan tersebar di 41 negara.

Selain mengurangi angka pengangguran, TKI juga membantu mengentaskan masyarakat dari kemiskinan. Kalau satu TKI berangkat ke luar negeri, berarti satu pengangguran hilang dan lima orang miskin tercukupi hidupnya, mengingat rata-rata satu TKI menopang hidup lima anggota keluarganya. Oleh karena itu, pemerintah berkomitmen untuk melayani dan melindungi TKI dengan baik. Hal itu diantaranya dengan menyelenggarakan bursa kerja luar negeri di tingkat kabupaten, melaksanakan pelatihan kepada calon TKI di desa-desa, memperbaiki dokumen TKI, dan melindungi TKI selama berada di luar negeri.

Pejabat Konsulat Jenderal Indonesia di Arab Saudi Brymo Alvi Paulinto mengatakan, pemerintah Indonesia membentuk komisi untuk melindungi TKI. Di samping melindungi, komisi tersebut juga bertugas melatih dan memeriksa kesehatan TKI. Komisi tersebut dibentuk untuk melindungi pekerja migran Indonesia dan mengatasi permasalahan mereka. Mereka akan memantau proses rekrutmen, perjalanan, dokumen visa, bahkan menyediakan pelatihan ke luar negeri.

Saat ini tengah terjadi penangguhan pasokan TKI ke Arab Saudi. Penangguhan dilakukan karena kenaikan biaya perekrutan sebesar 40% dan panjangnya proses perekrutan. Komite Nasional Perekrutan Pekerja di Dewan Kamar Dagang Industri Arab Saudi berharap perekrutan TKI bisa berjalan dalam enam bulan. Arab Saudi memiliki kekurangan pasokan tenaga kerja domestik. Berkurangnya jumlah pekerja asal Indonesia dikabarkan memicu krisis pasar tenaga kerja di Arab.

Sementara itu, pengiriman perawat dan tenaga-tenaga terampil dari Indonesia ke luar negeri seperti ke Jepang memperoleh tanggapan positif dari pejabat Organisasi Perburuhan Internasional (ILO), karena akan mengundang minat lebih banyak orang untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuannya. Direktur Departemen Analisis Pasar Perburuhan dan Ekonomi ILO Jenewa Dr Duncan Campbell dan Direktur ILO Jakarta Alan Boulton mengatakan, pengiriman tenaga tersebut dapat menarik minat orang-orang di Indonesia untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan mereka saat angkatan kerja Indonesia meningkat 14% untuk kurun waktu 2006-2015 dan kelompok yang berpendidikan masuk ke dunia kerja makin tinggi.

Sesuai dengan Persetujuan Kemitraan Ekonomi antara Jepang dan Indonesia (JIEPA) yang berlaku efektif mulai 1 Juli 2008, Jepang merekrut calon perawat dan pengasuh orang jompo dari Indonesia mulai tahun 2008. Setelah mengikuti pelatihan bahasa Jepang selama enam bulan yang dibiayai pemerintah Jepang, mereka dapat bekerja atau melakukan magang di rumah sakit atau panti jompo. Jika mereka berhasil meraih lisensi nasional Jepang selama berada di Jepang, mereka dapat melanjutkan pekerjaan sebagai perawat atau pengasuh orang jompo. Selama dua tahun pertama, Jepang akan menerima maksimal 1.000 orang yang terdiri atas maksimal 400 orang calon perawat dan maksimal 600 orang calon pengasuh orang jompo.

Hingga akhir Juli 2008, Dinas Tenaga Kerja Sulawesi Selatan telah mengirim 1.028 TKI ke 13 negara, dari target program gerakan 2.000 tenaga kerja ke luar negeri. Sementara permintaan TKI dari 13 negara tahun 2008 ini mencapai 6.000 orang. Negara yang menjadi tujuan pengiriman TKI adalah Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Arab Saudi, Taiwan, Hongkong, Australia, Jepang, Afrika Selatan, Korsel, Perancis, Kuwait dan Jerman. Permintaan dari negara-negara tersebut bervariasi. Jepang misalnya, meminta tenaga kerja untuk anak buah kapal dan perawat jompo, Taiwan membutuhkan nelayan, Arab Saudi membutuhkan operator kilang, pengemudi, dan khusus perawat minimal lulusan D3 sebanyak 1.000 orang, sedangkan Australia membutuhkan kru kapal pesiar.

Syarat para tenaga kerja ini harus mempunyai keahlian dalam bidang tertentu, serta menguasai bahasa asing. Australia misalnya mensyaratkan standar TOEFL bahasa Inggris minimal 400. Jepang yang mensyaratkan tenaga kerja menguasai bahasanya. Khusus keahlian tenaga kerja yang akan dikirim ini, pihak Disnaker Sulsel telah bekerja sama dengan Balai Latihan Kerja (BLK) di Panaikang yang telah menyiapkan sejumlah instruktur untuk otomotif, elektro, salon, bahasa dan komputer.

Sementara itu, dalam dua bulan terakhir ini jumlah kiriman uang dari TKI yang bekerja di luar negeri menurun. Menurut Kepala Bidang Pengembangan dan Penempatan Tenaga Kerja Bambang Sugeng, biasanya menjelang Ramadan dan Lebaran kiriman uang meningkat, tapi tahun ini sebaliknya. Ia membandingkan, pada Juni 2008 kiriman uang TKI melalui BNI Kantor Cabang Utama Malang, Bank Buana, Bank BRI Kantor Cabang Utama Kawi, dan BNI Kantor Cabang Pembantu Universitas Brawijaya melebihi Rp55 miliar lebih.

Namun pada Juli 2008, uang kiriman TKI hanya sekitar Rp9 miliar. Mayoritas uang ditransfer melalui BNI KC Malang sebesar Rp6,345 miliar dan sebesar Rp5,565 miliar dikirim TKI yang bekerja di Arab Saudi. Sisanya dikirim melalui Bank BRI cabang Kawi sebesar Rp90 juta dan BNI KCP Universitas Brawijaya. Yang lebih mengherankan lagi, jumlah uang kiriman TKI menurun drastis pada Agustus 2008. Hanya ada Rp71,87 juta uang yang ditransfer Bank BRI KCU Kawi dari TKI di Hong Kong (Rp2,6 juta), Arab Saudi (Rp52 juta), Singapura (Rp5 juta), dan Taiwan (Rp11 juta). Dibanding dengan periode yang sama tahun 2007, kiriman uang Juli-Agustus 2008 menurun sekitar 60%. Sementara total uang yang dikirim pada kurun Januari-Juli 2008 berjumlah Rp63,34 miliar.

Penurunan jumlah uang kiriman ini diperkirakan karena banyak TKI yang membawa langsung uang tunai saat mudik, baik uang milik sendiri maupun titipan dari temannya. Kemungkinan lain banyak tenaga kerja yang mengirim uang lewat anjungan tunai mandiri di bank, atau mungkin juga karena jumlah TKI memang berkurang.

Jumlah TKI asal Kabupaten Malang yang dikirim ke luar negeri cenderung menurun. Hingga Agustus 2008 ini, jumlah TKI dari Kabupaten Malang yang dikirim ke luar negeri berjumlah 1.003 orang atau menurun 29,69% dibanding tahun 2007 yang mencapai 3.378 orang, tahun 2006 sebanyak 3.291 orang, dan tahun 2005 sebanyak 3.515 orang. Kendati demikian, data kiriman uang yang lebih akurat baru dapat diketahui sehabis Lebaran nanti. (AI)