Rabu, Januari 27, 2010

Mengevaluasi otonomi daerah

Otonomi daerah (otda) yang seharusnya bisa memacu peningkatan kapasitas rakyat memajukan daerahnya masing-masing, ternyata justru memicu kesenjangan antardaerah dan mengarah pada disintegrasi. Pemekaran wilayah pada kenyataannya tidak sekedar demi alasan efisiensi administrasi pemerintahan yang dinilai terlalu luas, tetapi sering kali juga mengandung kepentingan primordial elit setempat termasuk untuk mendapat kesempatan menjadi pejabat yang berkuasa di daerah baru.

Oleh karena itu, Mendagri Gamawan Fauzi telah menyerahkan rumusan revisi UU No.32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah ke DPR. Badan Lagislasi DPR juga sudah memasukan agenda revisi UU tersebut ke daftar program legislasi nasional (prolegnas) yang akan segera dibahas. Salah satu materi penting dalam draf revisi UU No.32 itu adalah bahwa sebuah daerah hasil pemekaran tidak langsung ditetapkan sebagai daerah otonom. Daerah baru hasil pemekaran itu harus menjalani tahapan uji coba dengan status sebagai daerah administrasi, baik itu kabupaten administrasi atau pun kota administrasi.

Ketentuan baru ini merupakan bagian dari upaya agar pembentukan daerah otonom baru benar-benar sesuai dengan tujuannya, yakni meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pemerintah dan DPR telah mencapai kesepakatan mengenai perlunya evaluasi 205 daerah hasil pemekaran sejak tahun 1999. Perlu diketahui, kabupaten administrasi merupakan kabupaten yang belum mempunyai DPRD, namun sudah memiliki bupati dan wakil bupati yang diangkat oleh gubernur dari kalangan pegawai negeri sipil. Perangkat daerah kabupaten administrasi terdiri atas sekretariat kabupaten administrasi, suku dinas, lembaga teknis lain, kecamatan, dan kelurahan. Saat ini hanya terdapat satu kabupaten administrasi di Indonesia, yakni Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta.

Pengetatan persyaratan pembentukan daerah otonom baru ini diperlukan mengingat sejauh ini laju pemekaran di Indonesia dinilai terlalu cepat. Selama 10 tahun terakhir telah terbentuk 205 daerah otonom baru yang terdiri dari 7 provinsi, 164 kabupaten, dan 34 kota. Sehingga, total daerah otonom saat ini 524 yang terdiri dari 33 provinsi, 398 kabupaten, dan 93 kota. Pada kenyataannya, daerah-daerah otonom baru tersebut tidak seluruhnya berhasil. Beberapa di antaranya justru menjadi lebih miskin dibandingkan saat sebelum dimekarkan.

Saat ini Depdagri sedang menyusun instrumen penilaian daerah otonom dan menyusun grand strategy pemekaran wilayah di Indonesia. Hasil evaluasi penilaian daerah ditargetkan selesai pada Maret 2010. Sementara itu, penyusunan grand strategy ditargetkan selesai pada Juni 2010. Strategi besar pemekaran ini disusun sebagai dasar untuk menentukan jumlah provinsi, kabupaten, dan kota yang ideal di Indonesia. Saat ini pemerintah fokus untuk menyelesaikan strategi dasar pemekaran, sekaligus mengevaluasi 205 daerah otonom baru.

Pakar otonomi daerah Ryaas Rasyid mengatakan, grand strategy otda yang telah diterapkan selama 10 tahun perlu diubah. Otonomi khusus secara penuh yang diberikan ke kabupaten/kota perlu dibatasi dan dialihkan ke provinsi. Pada revisi UU Pemerintah Daerah yang baru harus dipertegas bahwa otonomi penuh itu hanya ada di provinsi, sedangkan otonomi yang ada di kabupaten/kota itu adalah otonomi terbatas. Hal ini penting untuk diketahui, karena memahami otonomi daerah tidak bisa hanya dengan membaca undang-undang. Harus ada strategi, prioritas, supervisi monitor, dan pengendalian yang jelas. Hal tersebut tidak terlihat selama 10 tahun terakhir ini.

Pembatasan itu akan lebih efektif bila dibarengi dengan penguatan kewenangan otonomi provinsi. Dengan dilimpahkannya otonomi penuh ke tingkat provinsi, provinsi memiliki kekuatan untuk melakukan pengawasan terhadap perkembangan daerah. Jika memang tidak berjalan dengan benar, dapat dikenakan sanksi. Selain itu, perimbangan kekuatan keuangan daerah dapat lebih terjamin dengan adanya konsolidasi langsung dari provinsi terhadap kabupaten/kota. Maksudnya, apabila ada kabupaten/kota yang miskin dan kesulitan dalam mencari pemasukan, dengan adanya otonomi penuh di tingkat provinsi, seluruh sumber daya yang ada di satu provinsi itu dapat dipertimbangkan secara proporsional.

Peneliti Otonomi Daerah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Dr Syarif Hidayat menduga adanya mafia pemekaran daerah mengingat banyak pemekaran daerah terjadi karena kolaborasi kepentingan elit politik daerah, pejabat dan pemodal. Banyak pejabat "berstandar ganda". Di lingkup eksekutif dia sebagai pejabat, namun di luar bertindak sebagai konsultan pemekaran. Oleh karena itu, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI harus berani melakukan evaluasi secara transparan terhadap pemekaran daerah. Karena ternyata selama reformasi ini pemekaran itu tidak berbanding lurus dengan kesejahteraan rakyat.

Agar pemekaran tidak terjadi secara sembarangan, maka persyaratannya harus diperketat, yakni dengan memberikan status adminstratif terlebih dahulu dan tidak langsung otonomi daerah. Dengan demikian daerah itu akan teruji kesiapan dan tidaknya untuk menjadi daerah otonom. Kalau siap, maka bisa dimekarkan dan jika tidak, maka akan tetap digabung dengan daerah yang lain. Yang penting, DPD harus mendorong moratorium (penghentian sementara) pemekaran itu dengan mengevaluasi secara menyeluruh terhadap daerah-daerah yang sudah dimekarkan dengan kategori; daerah yang tidak mampu, kurang mampu dan sudah mampu.

Terkait dengan otonomi daerah, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mendesak kepada pemerintah untuk menghentikan proses pembangunan jalan di jalur lingkar selatan Jawa. Pasalnya, pembangunan jalan itu bertujuan untuk melancarkan proyek-proyek penambangan sumber daya alam di bagian selatan Pulau Jawa. Jika hal ini dibiarkan, maka alam di daerah tersebut berpotensi semakin rusak.

Pembangunan jalan jalur selatan akan melalui 34 kabupaten dan menghubungkan Jawa Barat, Jawa Tengah hingga Jawa Timur. Pembangunan jalur selatan Jawa itu sebagai langkah awal untuk membuka lahan-lahan baru yang ada di selatan Jawa. Para investor tentu ingin agar infrastruktur di Jawa bagian selatan tertata terlebih dahulu sebelum melakukan ekploitasi sumber daya alam. Dampak otonomi daerah justru menumbuhkan penambangan sumber daya alam marak dilakukan mengingat pihak yang memiliki otoritas izin penambangan adalah masing-masing kabupaten/kota maupun provinsi. (AI)

Senin, Januari 25, 2010

Batubara

Kebijakan pemerintah yang mewajibkan para pengusaha batubara untuk memasok kebutuhan domestik (domestic market obligation/DMO) diperkirakan tidak akan mengganggu kegiatan ekspornya. Bahkan, nilai ekspor batubara tahun 2010 diprediksi akan melonjak seiring dengan peningkatan produksi. Asosiasi Pengusaha Batubara Indonesia (APBI) tidak keberatan dengan adanya DMO dengan pertimbangan pelaksanaan DMO tidak terlalu ketat karena akan mengikuti perkembangan kondisi bisnis batubara.

Terkait dengan mekanisme DMO, defisit pasokan batubara untuk PLTU milik PLN yang selama ini sering terjadi, pada tahun 2010 ini diyakini tidak akan terulang lagi. Hal itu disebabkan persediaan batubara untuk PLN masih sangat besar. Total kebutuhan PLN per tahun sekitar 70 juta ton, sementara produksi batubara nasional bisa lebih dari tiga kali lipat dari jumlah tersebut. Melalui skema DMO ini pemerintah yakin bisa mengamankan pasokan batubara untuk keperluan domestik.

Pemerintah akan memberikan sanksi administratif kepada badan usaha pertambangan mineral dan batubara yang melanggar aturan DMO. Hal tersebut tercantum dalam Peraturan Menteri ESDM No.34 Tahun 2009 tanggal 31 Desember 2009 tentang Pengutamaan Pemasokan Kebutuhan Mineral dan Batubara untuk Kepentingan Dalam Negeri. Berdasarkan pasal 20 ayat 3 Permen tersebut tertulis, sanksi administratif kepada badan usaha pertambangan mineral dan batubara berupa berupa peringatan tertulis paling banyak tiga kali dalam jangka waktu masing-masing paling lama satu bulan hingga pemotongan produksi mineral atau batubara paling banyak 50% dari produksinya pada tahun berikutnya.

Selain produsen, konsumen batubara atau mineral juga akan terkena sanksi administratif yang sama. Sebagaimana tercantum dalam pasal 20 ayat 4 yaitu peringatan tertulis paling banyak tiga kali dalam jangka waktu masing-masing paling lama satu bulan hingga pengurangan alokasi pemasokan mineral atau batubara paling banyak 50% dari kebutuhan pada tahun berikutnya.

Menanggapi hal ini APBI mengatakan, aturan DMO dibuat agar kebutuhan batubara dalam negeri menjadi prioritas. Keberadaan permen tersebut berarti semakin menegaskan lagi dan lebih teregulasi. Untuk mendorong pelaksanaan DMO tersebut, pemerintah diharapkan agar menetapkan harga batubara DMO mengikuti harga pasar. Pasalnya, jika pembeli dalam negeri menggunakan harga pasar dengan sendiri produsen akan berlomba untuk menjual ke dalam negeri. Hal ini akan membuat produsen selain mendapatkan based load yang jelas dan pasti, juga waktu perputaran untuk pengiriman lebih cepat karena lebih dekat.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan, secara prinsip ketentuan soal harga patokan batu bara tersebut tetap mengacu kepada indeks dan range yang ditentukan setiap bulannya, hanya sekarang akan dilegalkan melalui peraturan menteri. Kementerian ESDM sedang mempertimbangkan kemungkinan produsen boleh menjual batubara di bawah harga acuan, namun rerata harga untuk total penjualan setiap perusahaan batubara tetap harus lebih tinggi dibandingkan dengan harga patokan.

Produsen ingin menjual batubara di luar ketetapan harga batubara acuan (HBA) pemerintah disebabkan agar tetap bisa bersaing dengan produsen dari negara lain. Harga penjualan batubara selama ini mengacu kepada Surat Edaran Dirjen Minerbapabum yang dikeluarkan setiap bulannya untuk mengevaluasi harga jual batubara dari perusahaan pemasok.

Pemberlakukan kebijakan DMO batubara diperkirakan tidak akan mengganggu kinerja ekspor karena kapasitas produksi sudah dinaikkan. Untuk tahun 2010 ini, permintaan domestik batubara diprediksi hanya sebesar 75 ton, sedangkan kapasitas produksi mencapai 280 juta ton. Kelebihan produksi yang tidak terserap domestik akan diekspor ke sejumlah negara. Saat ini batubara dari Indonesia banyak diekspor ke Jepang, China, Korea, dan India. Dengan pemberlakuan Perjanjian Perdagangan Bebas China-ASEAN (CAFTA), maka volume ekspor batubara ke China diperkirakan akan meningkat pesat karena hambatan tarif yang selama ini ada sudah dihapuskan.

Musim dingin yang terjadi di negara-negara belahan bumi utara memiliki andil pada peningkatan harga batubara pada akhir tahun 2009. Berdasarkan data Global Coal Newcoal Index di Pelabuhan Newcastle Australia pada akhir Desember 2009, harga batubara telah naik 6,09% dibanding minggu sebelumnya, menjadi USD86/ton. Kenaikan harga batubara ini berhubungan erat dengan peningkatan kebutuhan batubara di pasar dunia.

Musim dingin yang datang sejak awal bulan Desember 2009 mengakibatkan stok batubara di China bagian timur makin menipis. Di sisi lain, produksi batubara di negara itu tidak mampu memenuhi permintaan yang ada. Akibatnya, persedian batubara pada beberapa pembangkit listrik di China semakin menipis, dan China harus mengimpor batubara dari Australia dan negara lain.

Sementara itu, cuaca buruk yang terjadi di perairan Kalimantan telah mengakibatkan pasokan batubara dari Kalimantan Selatan ke Pulau Jawa terhenti. Kapal-kapal tongkang pengangkut batubara terpaksa berlindung di pulau-pulau kecil untuk menghindari gelombang. Asosiasi Pelayaran Nasional (INSA) Kalsel mengatakan, surat edaran dari Administrator Pelabuhan (Adpel) Banjarmasin telah meminta perusahaan jasa pelayaran yang beroperasi di Kalsel untuk mewaspadai kondisi cuaca buruk di laut. Kapal-kapal kecil dilarang berlayar, sedangkan kapal berbobot besar di atas 3.500 gross ton (GT) masih diberi toleransi. Akibat kondisi cuaca buruk, barang-barang kebutuhan masyarakat juga menumpuk di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, Jawa Timur, dan Banjarmasin.

Salah satunya angkutan batubara milik PT Adaro Indonesia terpaksa berhenti. PT Adaro merupakan salah satu perusahaan tambang pemasok batubara bagi kebutuhan PLN. Perusahaan lainnya yang juga memasok batubara ke PLN antara lain PT Arutmin Indonesia, PT Darma Henwa, dan PT Surya Sakti Darma Kencana. Total pasokan batubara untuk kebutuhan PLN dari perusahaan tambang di Kalsel lebih dari 15 Juta ton/tahun.

PT Adaro Indonesia menghentikan sementara pasokan batubara ke Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Cilacap Jawa Tengah dan pabrik semen PT Holcim Tbk hingga pertengahan Januari 2010. Hal ini sesuai dengan prediksi Badan Meteorolgi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Cilacap yang memprediksi cuaca buruk di Samudra Hindia akan berlangsung hingga pertengahan Januari 2010. (AI)

Jumat, Januari 22, 2010

Industri Kreatif Perlu Didukung

Kementerian Perdagangan melaporkan, pertumbuhan volume perdagangan Indonesia berdasarkan asumsi APBN 2010 adalah 5,1%. Sementara volume eskpor nonmigas diperkirakan tumbuh 6-7,5%. Hal ini didasarkan pada pemulihan krisis global dan pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2010 diperkirakan 3,2%.

Untuk itu, Kementerian Perdagangan akan memprioritaskan tiga hal. Pertama, meningkatkan jumlah produk yang memiliki daya saing di tingkat global. Kedua, pengamanan pasar dan produk Indonesia baik di dalam negeri maupun luar negeri. Misalnya, dengan meningkatkan pengawasan barang beredar dan jasa di dalam negeri yang tidak memenuhi standar. Untuk luar negeri, dengan meningkatkan peran dan kemampuan Indonesia dalam diplomasi perdagangan internasional. Ketiga, peningkatan pencitraan Indonesia (nation branding) melalui peningkatan pencitraan produk Indonesia di dalam dan luar negeri.

Dalam rangka mendukung pengembangan citra Indonesia, Kementerian Perdagangan akan terus menggiatkan program Aku Cinta Indonesia. Karena pencitraan harus mulai dari dalam negeri, termasuk pengembangan industri ekonomi dan industri kreatif dalam upaya meningkatkan apresiasi masyarakat Indonesia terhadap produk dalam negeri yang diwujudkan dalam meningkatkan konsumsi lokal di pasar dalam negeri.

Terkait dengan industri kreatif, Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menkokesra) Agung Laksono meminta dukungan agar industri kreatif terus ditingkatkan mengingat sumbangan sektor ini terhadap pendapatan domestik bruto (PDB) cukup tinggi. Nilai investasi industri kreatif dalam negeri diproyeksikan tak kurang dari Rp150 triliun, atau sekitar 8% dari PDB. Namun, pelaku usaha ekonomi kreatif seringkali terkendala biaya dalam mengembangkan usaha dan produktivitasnya. Untuk itu, pemerintah akan mengupayakan pemberian bantuan pinjaman modal usaha ekonomi kreatif melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri dan Kredit Usaha Rakyat (KUR) tanpa agunan.

Sebelumnya, Kamar Dagang dan Industri Indonesia Bidang Koperasi dan UKM memproyeksikan industri kreatif Indonesia mampu bertumbuh hingga 35% seiring dengan pemberlakuan perdagangan bebas Asean-China. Perdagangan bebas itu memungkinkan produk kreatif Indonesia lebih mudah masuk ke pasar mancanegara, seperti animasi, handicraft, hingga produk kuliner. Hal ini tidak perlu diragukan lagi, karena kreativitas masyarakat Indonesia telah mendapatkan pengakuan dunia yang dibuktikan dengan kemampuan meraih juara pertama pada lomba industri kreatif tingkat internasional selama tiga tahun berturut-turut.

Pemerintah melalui Inpres No.6/2009 tentang Pengembangan Industri Kreatif, telah meminta seluruh kementerian dan lembaga terkait serta pemerintah daerah untuk melakukan rencana aksi pengembangan usaha ekonomi kreatif yang disusun tim koordinasi pengembangan usaha ekonomi kreatif. Usaha dimaksud adalah kegiatan ekonomi yang berdasarkan pada kreativitas, keterampilan, dan bakat individu untuk menciptakan kreasi bernilai ekonomis. Pemerintah juga akan meminta bank-bank untuk mendukung pengembangan usaha ekonomi kreatif dengan memberikan pinjaman modal.

Industri kreatif mencakup antara lain periklanan, arsitektur, pasar seni dan barang antik, kerajinan, desain, fashion, film, dan fotografi, musik, penerbitan, radio dan televisi, pertunjukan, serta riset dan pengembangan. Berdasarkan hasil studi Kementerian Perdagangan berjudul Rencana Pengembangan Ekonomi Kreatif 2009-2015, pengembangan industri kreatif menghadapi sejumlah kelemahan dari aspek pembiayaan.

Pertama, belum ada bentuk skema pembiayaan yang sesuai dengan industri kreatif. Syarat kolateral pada skema kredit konvensional memberatkan, dan tidak memotivasi pelaku industri kreatif karena seluruh risiko harus ditanggungnya. Kedua, jumlah komitmen penyaluran pinjaman oleh lembaga keuangan belum memadai kebutuhan usaha industri ini. Ketiga, belum tersosialisasi dan terlaksana dengan baik mengenai Inpres No.6 tahun 2007 tentang Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil Dan Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), dan keempat, kurangnya lembaga pembiayaan yang bersedia membiayai industri kreatif.

Sementara itu, pemberlakuan ASEAN-China Free Trade Agreement diyakini tidak akan menggeser industri kreatif yang mendukung dunia pariwisata di Yogyakarta. Pihak pemda akan mendorong usaha mikro kecil dan menengah agar giat mengembangkan industri kreatif untuk menunjang pariwisata. Selama ini, usaha yang berkembang di Yogyakarta adalah bidang jasa yang menyokong pariwisata, seperti perhotelan. Produk yang banyak terjual juga produk lokal yang mendukung pariwisata seperti barang-barang kerajinan.

Di samping Yogyakarta, Surakarta juga berencana untuk tetap fokus mengembangkan industri kreatif pada tahun 2010 ini. Kebijakan tersebut diharapkan mampu untuk mengantisipasi gempuran produk dari luar negeri, terutama produk dari China. Selama ini, produk dari produsen lokal kesulitan untuk bersaing dengan produk impor, termasuk di pasar dalam negeri, terutama di sektor garmen dan mebel.

Industri kreatif merupakan salah satu solusi dalam menghadapi pasar bebas. Pasalnya, produk yang dihasilkan lebih spesifik. Hal itu membuat hasil produksi industri kreatif hanya memiliki sedikit pesaing. Untuk mengembangkannya, pihak pemkot Surakarta telah menyiapkan anggaran hingga Rp 2,4 miliar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2010 untuk rangkaian kegiatan yang antara lain berupa pelatihan, bantuan mesin, serta mengikutsertakan pelaku industri kecil dalam beberapa pameran, baik tingkat lokal maupun nasional.

Dari Riau, pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON) ke-18 tahun 2012 mendatang diperkirakan akan mendongkrak pasar industri kreatif. Pasalnya, peserta PON seperti atlet, pelatih maupun official termasuk wartawan nasional yang meliput, serta penonton, diperkirakan akan datang dari berbagai provinsi dan akan memburu cindera mata khas Riau maupun PON untuk oleh-oleh. Untuk itu Pemprov Riau akan mewadahi pelaku industri kreatif yang sangat beragam dan mayoritas berasal dari pengusaha UMKM, dengan membangun plaza UMKM. Dengan terbangunnya plaza UMKM, paling tidak sekitar 1.000 UMKM akan ikut serta berperan aktif dalam penyediaan kerajinan dan makanan khas Riau. (AI)

Senin, Januari 11, 2010

Garam

Pemerintah menargetkan akan menghentikan impor garam konsumsi pada tahun 2012 dan pada tahun 2015 akan menghentikan impor garam produksi. Selama ini total kebutuhan garam nasional dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Kebutuhan tahun 2007 sebesar 2, 6 juta ton, pada tahun 2008 meningkat tajam hingga mencapai 2,7 juta ton. Pada tahun 2009 kebutuhannya diprediksi mencapai 2,8 juta ton. Kebutuhan itu mencakup garam rumah tangga, industri alkali (Chlor Alkali Plan/CAP), industri pangan, pengeboran minyak, dan industri lainnya.

Menurut data Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), produksi garam nasional pada tahun 2008 hanya sekitar 1,2 juta ton. Dengan menggunakan perkiraan angka produksi yang sama dibandingkan dengan perkiraan kebutuhan garam nasional tahun 2009 yang mencapai 2,8 juta ton, maka ada kekurangan sebesar 1,6 juta ton. Angka ini digunakan oleh pemerintah sebagai patokan untuk melakukan impor garam.

Impor garam beryodium pada tahun 2010 juga diperkirakan naik dibandingkan dengan kuota impor tahun 2009 menjadi 300.000 ton, mengingat produksi lokal pada tahun 2009 hanya mencapai 1,1 juta ton dari total kebutuhan 1,4 juta ton. Menurut Asosiasi Produsen Garam Konsumsi dan Beryodium (Aprogakob), kuota impor garam beryodium tahun 2009 sebesar 200.000 ton, atau sama dengan kuota tahun sebelumnya.

Realisasi impor garam iodisasi untuk tahun 2009 hanya 99.754 ton atau sekitar 80% dari total jumlah yang dialokasikan kepada tiga importir produsen 117.500 ton. Semula Depdag menetapkan kuota impor garam iodisasi pada 2009 sebesar 200.000 ton. Namun, hanya direalisasikan pembagian kuota impor 117.500 ton karena alasan pemenuhan kebutuhan garam dari dalam negeri.

Importir garam beryodium berbeda dengan impor garam industri (importir terdaftar) yang tidak perlu menunjukkan penyerapan, karena bukan sebagai produsen. Berdasarkan data Depdag, hanya tiga importir terdaftar yang melakukan impor garam iodisasi, yakni PT Sumatraco Langgeng Makmur, PT Susanti Megah, dan PT Garindo Sejahtera Abadi, dengan kuota masing-masing 27.500 ton, 30.000 ton, dan 60.000 ton.

Persediaan garam konsumsi nasional pada akhir tahun 2009 sebanyak 500.000 ton, yang tersimpan di gudang-gudang petani dan menunggu untuk diiodisasi. Kekurangan garam konsumsi nasional tahun 2010 membutuhkan impor sekitar 300.000 ton. Saat ini Indonesia belum bisa lepas dari ketergantungan impor garam hingga dua tahun mendatang, baik untuk kebutuhan konsumsi (beryodium) 1,4 juta ton dan garam industri 1,6 juta ton.

Penerapan larangan impor garam oleh pemerintah tidak sepenuhnya dapat diberlakukan, karena para petani garam rakyat masih belum mampu memenuhi kebutuhan industri dalam negeri. Ada beberapa faktor penghambat, antara lain terbatasnya kepemilikan lahan dalam produksi garam rakyat hanya berkisar 1-5 ha, padahal idealnya minimal 1.000 ha. Selain itu, masih buruknya kualitas garam sebagai dampak pemakaian teknologi yang masih tradisional dan waktu pungut yang singkat sehingga proses kristalisasi menjadi rendah.

Untuk meningkatkan produksi garam nasional, Deperin tengah mempersiapkan program intensifikasi industri garam dalam negeri. Langkah-langkah yang akan ditempuh pemerintah berupa perbaikan dan penyempurnaan saluran dari air laut ke penampungan air laut (reservoir) dan saluran dari reservoir ke lahan penggaraman dan kristalisasi. Di samping itu, perbaikan tanggul-tanggul antar kolam serta pengerasan lahan kristalisasi untuk mempercepat kristalisasi.

Program intensifikasi akan dilaksanakan di seluruh sentra garam, seperti Sampang, Cirebon, dan Rembang. Untuk di sentra produksi Sampang dan Cirebon, Deperin akan bekerja sama dengan PT Garam, sedangkan sentra produksi garam Rembang akan bekerja sama dengan PT Cheetham Salt Indonesia.

Deperin juga akan menekan importasi garam untuk kebutuhan industri, terutama industri CAP, karena saat ini impor garam terbanyak untuk industri CAP. Padahal, hingga saat ini industri garam dalam negeri belum mampu menghasilkan garam yang sesuai dengan spesifikasi industri CAP, yaitu garam yang mengandung NaCl sebanyak 97%. Berdasarkan data Deperin, kebutuhan garam dalam negeri setiap tahun 2,9 juta ton. Dari jumlah itu, kebutuhan untuk industri CAP mencapai 1,56 ton, rumah tangga 693 ribu ton, industri aneka pangan/pembersih 460 ribu ton, pengeboran minyak 125 ribu ton, dan lain-lain sebesar 50 ribu ton.

Selain melakukan program intensifikasi, Depperin juga akan melakukan program ekstensifikasi dan promosi. Ekstensifikasi yang akan dilakukan antara lain pemetaan ulang terhadap lahan produktif maupun nonproduktif serta penyiapan program pengembangan sentra produksi yang potensial. Beberapa daerah potensial akan dikembang untuk sentra industri garam, yakni Rembang, Bima, Sumbawa (NTB), Teluk Kupang, Ngada (NTT), Jeneponto, dan Takalar (Sulsel). Pengembangan lahan garam di antaranya minimal 1.000 ha di Rembang, Jeneponto, dan Bima. Kemudian skala 3.000 hingga 5.000 ha di Bima, Sumbawa, Teluk Kupang, dan Ngada.

Penyebaran lahan pertanian garam di Jatim meliputi Kabupaten Sampang seluas 4.200 ha, Kabupaten Pamekasan 1.868 ha, Kabupaten Sumenep 1.864 ha, Kabupaten Tuban 165 ha, Kabupaten Lamongan 103 ha, dan Kabupaten Gresik 45 ha. Kadar garam di Jatim masih di bawah 80% atau kurang dari standar kadar natrium clorida, seharusnya di atas 95%.

Sementara itu, peredaran garam konsumsi ilegal di Jatim masih belum terkendali. Hingga kini produk garam tak berstandar nasional Indonesia dan garam palsu mampu menggerus pasar garam konsumsi beryodium legal hingga sekitar 30-40%. Maraknya produk garam ilegal di pasar ini secara langsung mengancam produsen maupun konsumen. Dari sisi produsen, keberadaan produk ilegal cukup banyak memakan pasar produk legal, sedangkan bagi konsumen, kualitas dan standardisasi produk garam untuk konsumsi masih diragukan.

Produk garam ilegal ini cenderung memalsu kemasan garam yodium bermerek, mengingat pasarnya yang cukup besar dan sudah banyak dikenal konsumen. Saat ini di Jatim ada sekitar 20 produsen garam konsumsi beryodium yang telah memiliki merek dan ber-SNI. Sebagian besar di antaranya mengeluhkan produknya dipalsukan. Dari sisi harga jual, harga garam ilegal jauh lebih murah sekitar 35% dibanding produk legal. Jika rata-rata harga produk legal Rp20.000/10 kg, maka produk ilegal Rp13.000-14.000/10 kg.

Dengan kenyataan itu, pemerintah diharapkan agar lebih memperketat pengawasan peredaran garam konsumsi beryodium di pasar secara kontinyu. Jika dibiarkan, kondisi itu akan mengancam keberlangsungan produsen garam lokal, selain merugikan konsumen. (AI)

Program Menakertrans Baru

Penyerapan tenaga kerja di sektor formal mulai pulih, tecermin dari bertambahnya jumlah pekerja di sektor itu sebanyak 940.000 dalam periode Agustus 2008 hingga Agustus 2009. Berdasarkan data BPS yang dirilis awal Desember 2009 disebutkan tingkat pengangguran turun menjadi 7,87% dibandingkan dengan 8,14% per Februari 2009, dan 8,39% per Agustus 2008.

BPS mencatat angkatan kerja per Agustus 2009 mencapai 113,83 juta orang, naik dibandingkan dengan 111,95 juta orang per Agustus 2008. Jumlah orang yang bekerja tercatat sebanyak 104,87 juta orang, bertambah dibandingkan dengan 104,49 juta orang pada Agustus 2008. Jumlah penganggur disebutkan berkurang menjadi 8,96 juta orang per Agustus 2009 dibandingkan dengan 9,39 juta orang per Agustus 2008.

Mengacu pada identifikasi itu, per Agustus 2009 BPS mencatat sekitar 32,14 juta orang (30,65% dari total pekerja) bekerja pada kegiatan formal dan 67,86 juta orang (69,35%) bekerja pada kegiatan informal. Mobilitas pekerja di sektor formal relatif rendah. Apabila di-PHK lalu melamar di sektor lain tidak mudah. Sementara pekerja sektor informal mobilitasnya lebih tinggi. Setiap saat bisa kerja atau menganggur.

Penyerapan tenaga kerja di sektor formal ini mengindikasikan telah terjadi sedikit pemulihan ekonomi. Menurut definisi BPS, pekerja sektor formal adalah pekerja yang bekerja sebagai buruh atau karyawan dan orang yang berusaha dibantu dengan buruh tetap. Sementara itu, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyebutkan, penyerapan tenaga kerja di sektor formal sejak kuartal II/2009 hingga saat ini relatif membaik dibandingkan dengan kondisi pada tahun 2008.

Laporan terbaru Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) tentang Tren Ketenagakerjaan dan Sosial di Indonesia 2009, yang dirilis pertengahan November 2009, menyoroti tingginya peralihan pekerja sektor formal ke sektor informal, sebagai dampak dari krisis ekonomi global. Krisis keuangan global berdampak paling parah terhadap Indonesia melalui turunnya ekspor, yang berakibat pada meluasnya pemutusan kerja pada pekerja kontrak dan musiman.

Menurunnya pertumbuhan ekonomi telah mendorong penurunan kualitas kerja, meskipun tingkat pengangguran turun menjadi 8,14% per Februari 2009 dibandingkan dengan 8,39% per Agustus 2008. Penurunan juga terjadi pada pertumbuhan upah kerja yang hanya meningkat 1,4% antara Februari 2008 dan Februari 2009 dibandingkan sebesar 6,1% pada periode sebelumnya. Sementara itu penciptaan lapangan kerja formal stagnan, dan lapangan kerja informal meningkat tajam yaitu sebesar 61,3% pada Agustus 2008 menjadi 67,9% pada Februari 2009.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mengidentifikasi ada empat masalah dalam penyerapan tenaga kerja. Pertama, kompetensi tenaga kerja. Saat ini sertifikasi balai latihan tenaga kerja tidak bisa diidentifikasi oleh investor. Untuk itu, Bappenas akan memperbaiki sertifikasi dan kurikulumnya dan dalam 100 hari ke depan sudah bisa dilakukan.

Kedua, terkait dengan peran pemerintah dalam pengiriman tenaga kerja keluar negeri. Untuk memperbaiki hal itu, Bappenas mengharapkan BNP2TKI (Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia) dan Depnakertrans dapat berjalan beriringan.

Ketiga, terkait dengan hubungan industrial. Perundingan harus bisa dijalankan secara bipartit (dua pihak). Mekanisme untuk penyelesaian persengketaan antara perusahaan dengan pekerja seharusnya diselesaikan bipartit namun tidak menutup kemungkinan melibatkan mediator termasuk pemerintah. Saat ini sudah ada mekanisme bipartit sehingga perlu dioptimalkan. Sementara untuk isu-isu besar dapat dijalankan mekanisme tripartit.

Keempat terkait regulasi ketenagakerjaan. Regulasi ketenagakerjaan banyak yang meminta untuk diubah. Salah satunya terkait dengan tenaga kerja kontrak (outsourcing). Tenaga kerja kontrak seharusnya juga mendapat perlindungan tenaga kerja yang sama dengan perkerja tetap.

Sementara itu, Depnakertrans saat ini sedang mengembangkan bursa kerja secara online dengan memanfaatkan teknologi informasi (TI) melalui laman www.infokerja.web.id. Hingga akhir tahun 2008, bursa kerja online itu telah dikembangkan di 107 lokasi, yang tersebar di seluruh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) kabupaten/kota dan provinsi, termasuk di beberapa perguruan tinggi (PT). Beberapa PT itu diantaranya Universitas Indonesia (UI), Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Universitas Udayana (Unud), dan Universitas Brawijaya (Unibraw).

Menurut Menakertrans Muhaimin Iskandar, program Kabinet Indonesia Bersatu II adalah menurunkan angka pengangguran dari 8,14% menjadi 5,1%, dan itu merupakan tantangan yang sangat berat. Oleh karena itu, Depnakertrans mengajak seluruh komponen bangsa, termasuk PT, bekerja sama, saling bahu membahu untuk secara bersama-sama membuka kesempatan kerja di berbagai bidang untuk menurunkan angka pengangguran.

Permasalahan ketenagakerjaan yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini cukup sulit, karena tidak imbangnya pertumbuhan angkatan kerja dengan kesempatan kerja yang tercipta, sehingga perlu segera diantisipasi. Ketidakseimbangan tersebut berakibat penyerapan terhadap angkatan kerja relatif terbatas dan tidak proporsional, sehingga angka pengangguran masih tinggi, yaitu sebesar 9,26 juta orang dengan tingkat pengangguran sebesar 8,14%, berdasarkan data BPS 2009.

Di samping itu, Depnakertrans dan Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) sepakat mengembangkan kurikulum berbasis kompetensi yang disesuaikan dengan ketentuan dunia usaha dan sektor ketenagakerjaan. Tujuannya, untuk menghasilkan kualitas para lulusan pendidikan atau pencari kerja yang dapat memenuhi kualifikasi dan persyaratan yang dibutuhkan dunia usaha atau berwirausaha mandiri. Penerapan kembali konsep link and match antara Depnakertrans dan Depdiknas tersebut dengan merumuskan kerangka operasional yang menyinergikan kebijakan sektor pendidikan dan sektor ketenagakerjaan.

Pembahasan itu mencari titik temu antara UU No.20/2003 tentang sistem pendidikan nasional dan UU No.13/2008 tentang ketenagakerjaan. Selanjutnya Depnakertrans dan Depdiknas sepakat mengupayakan perbandingan SMU dan SMK yang tadinya 60% dan 40% menjadi lebih banyak jumlah SMK. Lebih dari itu, sistem pendidikan PT juga harus disesuaikan dengan potensi keunggulan komperatif sumber daya alam disetiap wilayah provinsi yang bersangkutan. (AI)

Jumat, Januari 08, 2010

Pertanian Nasional Dibayangi El Nino

Kondisi iklim untuk tahun 2010 harus diwaspadai karena ancaman El Nino masih akan terasa. Dampak El Nino masih terasa di beberapa daerah sentra produksi padi yang masih mengalami kekeringan seperti wilayah Jawa Timur bagian timur, Jawa Tengan bagian timur, Bali,dan NTB.

Salah satu alternatif yang akan dilakukan Deptan untuk mengantisipasi dampak perubahan iklim tersebut adalah dengan memberikan bantuan benih padi melalui Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU) dengan varietas umur pendek seperti varietas Inpari I, Silu Gonggo, dan Dodotan. Ketiga varietas tersebut adalah hasil penelitian Balitbang Deptan. Ketiga varietas tersebut mempunyai umur pendek sekitar 85 - 90 hari dengan tingkat produksi sebesar 6-7 ton/ha.

Varietas padi itu merupakan benih induk yang nanti dijadikan benih sebar atau siap tanam oleh Balai Benih Induk (BBI) di tingkat provinsi. Volume benih yang disediakan untuk varietas Inpari 1 sebanyak 16 ton, sedangkan Silu Gonggo dan Dodotan masing-masing empat ton. Benih tersebut akan didistribusikan ke sentra-sentra produksi melalui BLBU.

Musim tanam 2009/2010 mengalami kemunduran akibat keterlambatan musim hujan sehingga masa tanam diperkirakan lebih singkat. Pada Desember 2009 masih terjadi penanaman padi namun diperkirakan puncak tanam akan berlangsung pada Januari 2010. Pada akhir Desember 2009 mulai ada panen, namun puncak panen terjadi pada Mei-Juni 2010, atau mundur dari biasanya Maret-April.

Menurut Deptan, Indonesia berpotensi mengalami surplus beras sebanyak 3 juta ton pada tahun 2009. Secara total produksi padi nasional mencapai 63,83 juta ton, atau naik 5,83%. Dengan produksi sebesar itu, maka status swasembada pangan yang telah dicapai pada tahun 2008 dapat dilanjutkan pada tahun 2009 dan tahun-tahun mendatang.
Selain padi, hasil produksi jagung dan kedelai juga mencapai target. Produksi jagung tahun 2009 diperkirakan mencapai 17,62 juta ton pipilan kering atau naik sekitar 8% dibanding pencapaian tahun 2008 sebanyak 16,3 juta ton. Sedangkan untuk produksi kedelai mencapai 930.852 ton atau naik sekitar 20% dari tahun sebelumnya 924.511 ton.

Berdasarkan informasi Deptan, sektor pertanian nasional menghadapi tiga persoalan krusial yang membuat pengembangan sektor tersebut menjadi terhambat. Tiga masalah dimaksud, pertama adalah tata ruang dan perencanaan wilayah. Selama ini, masalah ini kerap menghambat pengembangan sektor pertanian. Sektor pertanian akan menguat kalau masalah ini dapat dipecahkan. Kedua, masalah struktur dan sistem agribisnis. Masalah ini pun kerap menghambat upaya pemerintah dalam menggerakkan sektor pertanian. Ketiga, kesehatan hewan dan veteriner. Masalah ini pun perlu dipecahkan bersama karena menyangkut keterlibatan banyak pihak dan kesadaran masyarakat dalam mengelola peternakan yang sehat.

Selama periode 2006-2009 kegiatan perluasan areal pertanian untuk tanaman pangan mencapai 85.514 ha, hortikultura 16.507,5 ha, perkebunan 29.826 ha, dan untuk peternakan 10.081 ha. Saat ini luas areal pertanian tanaman pangan di Tanah Air hanya sekitar 7,8 juta ha, namun 3 juta ha di antaranya terancam konversi.
Tingkat konversi lahan pertanian ke areal nonpertanian di Indonesia sangat tinggi, yakni sekitar 140.000 ha/tahun, sementara pencetakan sawah baru hanya 70.000 ha/tahun. Peraturan untuk mengendalikan alih fungsi lahan pertanian selama ini tidak efektif karena tidak memberikan sanksi yang tegas kepada pelaku. Apabila konversi terus berjalan dan tak ada pengendalian, maka ketahanan pangan akan tergeser.

Mentan Suswono telah mematok target pada tahun 2010-2014 bakal mewujudkan ketahanan pangan nasional. Ada enam cara yang disampaikan. Pertama, mempertahankan swasembada beras menuju ekspor. Kedua, mempertahankan swasembada jagung dan meningkatkan ekspor. Ketiga mencapai swasembada kedelai pada tahun 2014. Keempat, secara bertahap meningkatkan produksi komoditas tanaman pangan utama lainnya. Kelima, mengembangkan komoditas tanaman pangan alternatif untuk substitusi produk impor. Keenam, mengurangi subsidi benih dan pupuk secara bertahap.

Deptan juga sudah menetapkan enam komoditas pangan sebagai sasaran swasembada pada lima tahun mendatang. Keenam komoditas itu adalah padi, jagung, kedelai, gula, daging sapi, dan susu. Pemerintah berharap, serangkaian target dan sasaran yang telah ditetapkan itu dapat mendorong peningkatan ketahanan pangan selama lima tahun ke depan.

Salah satu langkah pemerintah untuk menjaga ketahanan pangan adalah memperluas lahan pertanian. Pemerintah akan menjamin tambahan lahan-lahan baru untuk kepentingan pertanian. Nantinya, pembukaan lahan baru bukan dengan cara membuka kawasan hutan, melainkan melakukan konversi lahan-lahan tidur di seluruh wilayah Indonesia menjadi lahan produktif. Lahan tidur di Indonesia mencapai lebih dari 7,13 juta ha.

Dari jumlah tersebut, Badan Pertanahan Nasional (BPN) akan menyiapkan lahan tidur seluas 2 juta ha untuk kepentingan pertanian. Lahan-lahan yang terbengkalai itu sebenarnya merupakan lahan produktif untuk pertanian dan potensial untuk kegiatan peternakan. Deptan berharap, pemanfaatan lahan tidur bisa membuat kegiatan pertanian maupun peternakan mewujudkan swasembada pangan semakin optimal. Perluasan lahan pertanian juga dapat dilakukan dengan cara penanaman tumpang sari, serta menggalang kerjasama dengan pengusaha hutan tanaman industri (HTI), yakni dengan memanfaatkan lahan cukup luas bekas penebangan.

Di samping perluasan lahan, pemerintah juga akan merehabilitasi infrastruktur irigasi untuk kepentingan menjaga ketahanan pangan. Mulai tahun 2010 secara bertahap pemerintah akan merehabilitasi 1,5 juta ha lahan irigasi di 16 provinsi penyangga pangan nasional. Program perbaikan jaringan irigasi akan dilakukan di Jawa maupun luar Jawa. Pemda juga dilibatkan untuk mengawasi dan merawat penggunaan jaringan irigasi.

Deptan juga memastikan harga pupuk tidak akan naik, minimal sampai akhir triwulan I/2010. Pemerintah baru akan mengevaluasi kenaikan harga pupuk pada April 2010 nanti. Ketersedian pupuk untuk musim tanam 2009/2010 terbilang aman. Pemerintah telah menyediakan pupuk sampai 11 juta ton untuk tahun 2010. Pengadaan pupuk ini penting, mengingat anggaran subsidi pupuk nasional telah dipangkas Rp6,3 triliun, dari anggaran semula Rp17,5 triliun menjadi Rp11,3 triliun. Padahal, dengan anggaran Rp17,5 triliun pun kebutuhan pupuk murah bagi petani belum juga terpenuhi. Kelangkaan pupuk tahun 2010 dapat berimbas pada produksi pangan nasional. (AI)