Senin, Agustus 30, 2010

Perda bermasalah masih banyak

Presiden diminta segera menandatangani pembatalan ribuan peraturan daerah (perda) bermasalah. Jika tidak dibatalkan, regulasi level daerah itu bisa menganggu iklim investasi. Kementerian Keuangan sudah sejak lama merekomendasikan pembatalan perda-perda bermasalah kepada kepala pemerintahan. Mayoritas perda yang diminta dibatalkan adalah mengenai pajak daerah dan retribusi daerah.

Presiden sebaiknya mengeluarkan perpres tentang persetujuan pembatalan perda bermasalah. Ketegasan sikap Pemerintah untuk meninjau perda bermasalah dibutuhkan demi menjaga kepastian dunia usaha di daerah terkait. Isu dan wacana sangat mempengaruhi perkembangan dunia usaha. Jika suatu perda direkomendasikan batal, sementara persetujuan pembatalan itu tidak juga selesai, dapat menimbulkan efek negatif.

Namun, berdasarkan penilaian Kemenkeu, setidaknya ada 15 sektor dalam perda yang perlu mendapat perhatian Presiden. Kelima belas sektor itu adalah administrasi dan kependudukan, budaya dan pariwisata, energi dan sumberdaya mineral, kelautan dan perikanan, kesehatan, ketenagakerjaan, komunikasi dan informasi, koperasi dan UKM, lingkungan hidup, pekerjaan umum, perhubungan, perindustrian dan perdagangan, perkebunan dan kehutanan, pertanian, serta sumbangan pihak ketiga.

Berdasarkan catatan Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) hingga akhir Desember 2009, Kementerian Keuangan telah mengajukan usulan pembatalan 3.735 perda ke Presiden. Namun yang dibatalkan baru 945 perda. Perda yang diusulkan untuk dibatalkan merupakan hasil penelitian dari Tim Monitoring Bersama Kemenkeu dan Kemendagri. Hal ini menunjukkan rekomendasi pembatalan perda sudah komprehensif dan tidak perlu diperlama.

Sementara itu, Kemendagri sejak tahun 2002 hingga 2009 atau dalam kurun tujuh tahun telah membatalkan 1.333 perda. Dari sekian banyak perda yang dibatalkan, sebagian besar terkait perda tentang pajak daerah dan retribusi daerah. Pada proses evaluasi perda selanjutnya, Kemendagri telah menjalin kerja sama dengan pihak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). BPK sebagai eksternal auditor keuangan daerah diharapkan bisa membantu memberikan masukan atas pemberlakuan perda di tiap daerah.

Dalam tugasnya, BPK bisa melihat retribusi atau sumber keuangan mana saja di daerah yang telah berpijak pada aturan yang lebih tinggi. BPK bisa melihat perda apa saja yang telah sesuai dengan aturan yang lebih tinggi pada saat melakukan audit keuangan. Jika ada sumber keuangan daerah yang dihasilkan namun tetap menggunakan perda lama maka BPK berhak melakukan rekomendasi kepada Kemendagri untuk dibatalkan.

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas menemukan sebanyak 3.091 perda bermasalah yang seharusnya dibatalkan atau direvisi karena menghambat perekonomian. Per Juli 2009 ditemukan 246 perda bermasalah. Sementara pada tahun 2008 terdapat 1.033 perda bermasalah. Tahun 2008 yang terbanyak, sedangkan tahun 2001-2006 ada 1.039 perda, dan tahun 2007 sebanyak 773 perda. Jadi total 3.091 perda bermasalah sepanjang tahun 2001-2009. Adanya Perda bermasalah tersebut diketahui setelah perda tersebut disahkan.

KPPOD menilai hampir 5.000 perda yang mengatur berbagai sektor dinilai tak bersahabat bagi investasi. Sampai Mei 2010 ada 4.885 perda yang direkomendasikan agar dibatalkan. Menurut KPPOD, perda sektor perhubungan paling bermasalah, sebanyak hampir 600 perda, disusul sektor perindustrian dan perdagangan sekitar 549 perda. Sementara itu, Provinsi Sumut dinilai sebagai daerah yang paling tak ramah investasi dengan lebih dari 300 perda.

Penilaian perda bermasalah ini diperoleh dari keluhan asosiasi pengusaha dari berbagai sektor di berbagai daerah. Rata-rata mengeluhkan peraturan terkait biaya seperti penambahan biaya administrasi dan retribusi yang ditarik di awal ketika pengusaha baru mau investasi. Kalangan pengusaha meminta perda tersebut dibatalkan karena memberatkan. Misalnya perda Kabupaten Asahan menetapkan penghitungan retribusi baru yang totalnya naik hingga 16 kali lipat. Perda-perda yang diterbitkan pascakebijakan otonomi ini cenderung meningkatkan ketidakpastian usaha.

Dua gubernur di Kalimantan, yakni Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak dan Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang, secara tegas menyatakan bahwa ratusan perda di dua daerah itu yang dikategorikan bermasalah harus dicabut. Selain dinilai memperburuk iklim investasi di daerah, perda-perda tersebut diperkirakan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang ada. Pihak Pemprov Kaltim sudah meminta pemkab dan pemkot menyangkut perda-perda bermasalah tersebut. Saat ini Kaltim berada di urutan keempat sebagai daerah dengan jumlah perda bermasalah terbanyak (151 perda). Sementara itu, di Kalteng ada 135 perda bermasalah. Kemungkinan ada yang dikeluarkan oleh pemkot atau pemkab di Provinsi Kalteng.

Dari Jatim dikabarkan sebanyak 194 perda masih mengganggu aktivitas investasi di wilayah tersebut. Berdasarkan catatan KPPOD, jumlah perda kontraproduktif di Jatim menempati posisi kedua setelah Sumut. Pemprov Jatim akan terus melakukan pemeriksaan terhadap Perda yang terbukti mengganggu investasi di provinsi yang memiliki 38 kabupaten dan kota ini. Data KPPOD terakhir menyebutkan, dari 33 provinsi di Indonesia, ada 3.735 perda yang diusulkan dibatalkan oleh Kemenkeu. Dari jumlah itu 945 perda telah batal, dan untuk 22 perda lainnya yang ada di tiap-tiap pemda mendapatkan teguran. Selain itu, enam perda kini direvisi dan 2.762 lainnya belum ditindaklanjuti.

Mekanisme pembatalan perda bermasalah oleh UU No.28 Tahun 2009, terutama perda pajak dan retribusi daerah melalui Perpres dinilai terlalu birokratis. Dalam Rapat Paripurna Penutupan Masa Persidangan IV DPR RI, Ketua DPR RI Marzuki Alie meminta agar kewenangan pembatalan perda bermasalah yang ada di Presiden didelegasikan kepada Mendagri. Hal senada disampaikan Pengamat Kebijakan Publik UI Andrinof Chaniago, mekanisme pembatalan perda lewat Perpres dinilai kurang sesuai dengan prinsip tata kelola pemerintahan yang menitikberatkan pada pentingnya efektivitas dan efisiensi. Seharusnya ada pendelegasian kepada Mendagri sebagai bentuk penegakan prinsip efektivitas dan efesiensi penyelenggaraan pemerintahan. (AI)

Rabu, Agustus 25, 2010

Semester II/2010 pasar properti makin menjanjikan

Pasar properti pada semester II/2010 ini diperkirakan akan tetap semarak. Salah satu penyebabnya adalah suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) atau BI rate tetap bertahan di level 6,5% sehingga bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR) pun stabil. Beberapa perusahaan properti menyatakan rasa optimistisnya, antara lain PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) yang optimistis mampu meraih penjualan senilai Rp1 triliun. Maklum, pada semester I/2010 penjualan SMRA naik 26,7% menjadi Rp677 miliar.

Tak mau kalah, PT Bumi Serpong Damai (BSDE) juga optimistis penjualannya bakal melejit mencapai Rp2 triliun. BSDE juga merasa yakin tidak akan kesulitan mencapai target laba bersih Rp355 miliar. Pasalnya, pada semester II/2010 ini, BSDE akan merilis proyek residensial dan komersial baru senilai Rp310 miliar. Di samping itu, BSDE masih memiliki proyek industri senilai Rp259 miliar.

Optimisme juga datang dari PT Alam Sutera Tbk (ASRI) yang yakin tahun 2010 ini mampu meraih pendapatan sebesar Rp800 miliar. Selain mengandalkan proyek di Serpong dan Tangerang, ASRI bakal berekspansi ke Bali mengembangkan kawasan resor pada areal seluas 10 ha. Selama Januari-Februari 2010, harga jual tanah di Alam Sutera, Tangerang rata-rata Rp4,97 juta per m2, atau naik dari Rp4,25 juta per m2 pada periode yang sama tahun 2009.

Tumbuhnya kepercayaan diri pengembang tak terlepas dari membaiknya pasar properti di Tanah Air. Bahkan di paruh kedua tahun 2010 ini penjualan properti terus meningkat, menjelang siklus booming properti yang diperkirakan terjadi pada tahun 2011 atau 2012 mendatang.

Sejak awal tahun 2010 permintaan properti terutama unit residensial terus mengalami pertumbuhan, dan kondisi itu terus berlanjut hingga akhir tahun nanti. Harga unit apartemen di proyek Green Central misalnya, hingga pertengahan tahun sudah naik sekitar 10%. Secara total sampai penutupan tahun diperkirakan harga properti di proyek seluas 1,4 ha tersebut akan naik sedikitnya 20%. Saat ini, apartemen di Tower Adenium dihargai mulai Rp480 juta sampai Rp4 miliar. Sementara tahun depan, harga properti diperkirakan rata-rata akan tumbuh sekitar 20-25%.

Hal yang sama terjadi di Park Residence. Dalam beberapa bulan terakhir harga apartemen di proyek tersebut naik bervariasi. Sebagai contoh unit apartemen dua kamar (91 m2) yang dijual seharga Rp1,333 miliar di tower pertama, kini di tower kedua naik menjadi Rp1,399 miliar. Sementara yang tiga kamar (138 m2) naik dari Rp1,967 miliar menjadi Rp2,027 miliar.

Real Estat Indonesia (REI) tetap meyakini bisnis properti di dalam negeri tahun 2010 ini akan tetap tumbuh sekitar 20% dibanding tahun 2009, dengan catatan suku bunga tetap berada dalam kondisi moderat di bawah 10%, dan kondisi politik dan keamanan Indonesia tetap stabil. Tahun 2010 ini diperkirakan akan menjadi era kebangkitan bagi proyek-proyek residensial atau perumahan (landed house), setelah sempat limbung terimbas krisis ekonomi global hingga kuartal III/2009.

Ironisnya, kondisi sektor rumah bersubsidi malah memprihatinkan. Sejak awal tahun 2010 hingga kini, pengembang mengaku belum berminat memasarkan kembali rumah susun sederhana subsidi (rusunami). Hal itu dipicu belum adanya kejelasan skema penyaluran subsidi berupa fasilitas likuiditas (FL) pemerintah. Para pengembang masih menunggu konsistensi kebijakan perumahan yang digulirkan pemerintah.

Pemberlakuan skema baru subsidi berupa FL untuk masyarakat menengah ke bawah mulai Juli 2010 bakal sulit terlaksana tahun 2010 ini, karena terganjal sosialisasi aturan hingga ke level bawah, termasuk perbankan dan pengembang. Belum bisa diterapkannya pola FL jangan sampai menghentikan pola lama subsidi. Kenyataannya, selama masa transisi, pola lama subsidi ikut terhenti, akibatnya penyaluran rumah sederhana sehat (RSh) tahun 2010 ikut tersendat.

Selama semester I/2010, penyaluran kredit RSh subsidi baru 53.000 unit atau 35% dari target tahun 2010 sebanyak 150.000 unit. Kalangan pengembang di dalam negeri pesimis target pembangunan hunian sebanyak 150.000 unit RSh dan 30.000 unit rusunami akan tercapai pada tahun 2010. Realisasi RSh yang terbangun diperkirakan maksimal justru hanya sekitar 100.000 unit atau 66,67% dari total target, sedangkan rusunami tak lebih dari 10.000 unit atau hanya 33,33% dari rencana Kemenpera.

Kondisi itu sejalan dengan sikap perbankan yang mulai ragu memberikan pembiayaan bersubsidi lantaran Kemenpera dinilai tidak proaktif menuntaskan landasan hukum dalam melanjutkan pola pembiayaan subsidi melalui skema lama. Keadaan ini membuat realisasi RSh per Agustus 2010 hanya sekitar 50.000 unit sedangkan untuk rusunami baru tak lebih dari 5.000 unit.

Sementara itu, penurunan kredit macet di sektor properti sepanjang semester I/2010 dinilai semu oleh sejumlah pengembang, karena tidak mencerminkan kondisi riil masyarakat bawah yang justru kian tertekan oleh berbagai disinkronisasi kebijakan pemerintah. Menurut Komite Tetap Kadin lndonesia Bidang Perumahan Rakyat, peluang masyarakat menengah ke bawah memiliki RSh sepanjang tahun 2010 ini dipastikan kian mengecil akibat tingkat kesejahteraan yang cenderung memburuk, menyusul tekanan ekonomi yang berpotensi menguat.

Pada saat yang bersamaan, kemampuan mengangsur segmen RSh pada semester II/2010 semakin mengecil seiring dengan dampak berantai kenaikan tarif dasar listrik (TDL), perubahan pola subsidi KPR, dan kenaikan harga kebutuhan pokok menjelang Lebaran.

Meskipun kredit macet sektor properti sepanjang semester I/2010 secara umum turun 26,25% dibanding semester II/2009, yakni dari Rp24,4 triliun menjadi Rp19,32 triliun, namun kredit bermasalah (non performing loan/NPL) di segmen KPR dan apartemen hingga tipe 70 justru melonjak 22,11% dari Rpl0,9 triliun menjadi Rpl3,31 triliun. Peningkatan kredit macet untuk segmen tersebut secara konsisten terus meningkat sepanjang paruh pertama 2010. Pada Januari 2010, NPL di segmen ini tercatat Rp2,04 triliun dan naik 52,76% menjadi Rp2,49 triliun pada Juni 2009. (AI)

Pemerintah optimistis menciptakan 10,7 juta lapangan kerja

Menteri Tenaga Kerja danTransmigrasi (Menakertrans) Muhaimin Iskandar optimistis dapat melakukan penyerapan tenaga kerja dan penciptaan lapangan kerja baru untuk 10,7 juta orang hingga tahun 2014. Semua ini dapat tercapai dengan adanya pertumbuhan ekonomi serta pelaksanaan program di bidang ketenagakerjaan dan ketransmigrasian dalam upaya mengurangi pengangguran dan kemiskinan di Indonesia.

Salah satu sumber penyerapan tenaga kerja dan penciptaan lapangan kerja adalah pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi akan mampu menghasilkan produksi industri dan jasa yang secara langsung akan menyerap tenaga kerja. Dalam setiap 1% pertumbuhan ekonomi dapat menyerap antara 400 ribu sampai 500 ribu orang tenaga kerja. Alhasil, dengan pertumbuhan ekonomi 6%, pasar tenaga kerja diharapkan bisa menyerap hingga 2,4 juta tenaga kerja setiap tahun.

Ke depannya, belanja negara harus dikaitkan dengan besaran lapangan kerja kalau pemerintah ingin menciptakan 10,7 juta lapangan kerja baru. Angka 10,7 juta lapangan kerja baru itu bisa saja sebuah angka yang realistis selama pola belanja yang diterapkan pemerintah mengarah pada padat karya. Selain itu, investasi yang tumbuh adalah investasi yang banyak menyerap lapangan kerja. Kalau tidak ada koordinasi yang kuat kepada program yang banyak menyerap lapangan kerja, 10,7 juta itu tidak mungkin.

Selain pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja juga dilakukan dengan pelaksanaan berbagai program Kemenakertrans, misalnya program kerja yang sifatnya padat karya maupun subsidi-subsidi program. Salah satu upaya Kemenakertrans mengurangi pengangguran dan kemiskinan dilakukan dengan Program Aksi Gerakan Penanggulangan Pengangguran (GPP). Program kerja ini merupakan kegiatan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan untuk menciptakan kesempatan kerja dalam rangka menanggulangi pengangguran dan kemiskinan.

Dalam rangka Program Aksi GPP, Kemnakertrans melaksanakan berbagai program seperti pelatihan dan peningkatan produktivitas tenaga kerja, antara lain padat karya infrastruktur, padat karya produktif, pelatihan kerja keliling, pelatihan kerja berbasis kompetensi, subsidi program pelatihan kewirausahaan, pengembangan desa produktif, dan pemagangan dalam dan luar negeri.

Di bidang pengembangan perluasan kesempatan kerja, Kemenakertrans juga melakukan kegiatan seperti penempatan tenaga kerja di dalam dan luar negeri, tenaga kerja mandiri dan usaha mandiri, terapan teknologi tepat guna, pendayagunaan tenaga kerja sukarela, informasi pasar kerja, bursa kerja (job fair), kios 3 in 1, pelayanan antar-kerja lokal dan pelayanan antar-kerja daerah.

Sebuah lembaga sumberdaya manusia Korea Selatan (Human Resources Development) menjalin kerja sama dengan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) untuk merekrut tenaga kerja Indonesia (TKI) sebanyak 10.000 orang. Ribuan tenaga kerja itu akan ditempatkan di Korea Selatan. Untuk kebutuhan tenaga kerja di Korsel pada tahun 2009 sebanyak 9.000 orang dan tahun 2010 naik menjadi 10.000 orang, dengan rincian sebanyak 8.000 orang untuk dipersiapkan bekerja di 23 industri dan 2.000 orang di sektor perikanan.

Bidang pekerjaan industri yang ditawarkan sangat beragam, mencakup sektor industri yaitu pengolahan makanan dan minuman, pengolahan tembakau, pengolahan tekstil, menjahit pakaian dan bulu binatang, pewarnaan dan pakaian dari kulit, pengolahan kayu, pengolahan pulp dan kertas, produksi bukan logam, produksi peralatan komputer dan peralatan kantor. Selain itu juga bidang publikasi dan percetakan, pengolahanan bahan bakar, batu bara, minyak dan nuklir, pengolahan dasar kimia, pengolahan dasar metal, mesin dan peralatan, produksi karet dan plastik, produksi peralatan komunikasi, video/audio dan komponen listrik, mesin elektrik dan perlengkapannya, alat kesehatan optikal dan arloji, kendaraan bermotor, perlengkapan dan asesoris kendaraan bermotor, pengolahan daur ulang, furnitur, pertanian, serta perikanan yang meliputi pengalengan ikan, perikanan tambak darat/tawar, penangkapan ikan lepas pantai dan proses pendinginan ikan.

Timur Tengah khususnya Arab Saudi juga membutuhkan banyak tenaga kerja di sektor formal khsusunya perawat di rumah sakit. Ada sekitar 30 ribu peluang kerja untuk TKI perawat yang ditawarkan pemerintah Arab Saudi kepada Indonesia. Arab Saudi menghendaki porsi sebagain besar perawat medis dapat diisi dari Indonesia yang memiliki persamaan kultur beragama dengan masyarakat Arab. Saat ini sektor perawat dikuasai tenaga perawat asal Filipina. Gaji bagi tenaga perawat di Arab Saudi berkisar Rp8-17 juta/bulan.

Di sisi lain, Kemenakertrans menilai daya saing sumber daya manusia (SDM) Indonesia tergolong masih rendah. Oleh karena itu, pemerintah memprioritaskan pengembangan mutu dan kompetensi SDM dari 116 juta angkatan kerja yang ada saat ini. Rendahnya daya saing SDM Indonesia dapat dilihat antara lain dari tingkat pendidikan. Angkatan kerja saat ini masih didominasi lulusan SD sebanyak 57,44 juta atau 49,52 % dari jumlah angkatan kerja seluruhnya. Selain itu, peringkat daya saing Indonesia masih berada di urutan 42 dari 131 negara. Indeks pembangunan manusia menduduki ranking ke-111 dari 192 negara.

Jumlah angkatan kerja di daerah perkotaan juga semakin bertambah. Jumlah pengangguran mencapai 8,59 juta atau 7,41%, dan setengah pengangguran sebesar 35,42 juta atau 30,54% dari jumlah angkatan kerja. Kesempatan kerja merupakan inti dari semua kebijakan dan program saat ini. Oleh karenanya, pelatihan kerja merupakan upaya untuk meningkatkan keterampilan dan produktivitas serta daya saing tenaga kerja Indonesia.

Indonesia tengah menghadapi masalah tenaga kerja dengan lebih besarnya jumlah tenaga kerja informal (paruh waktu) ketimbang tenaga kerja formal (penuh waktu). Memang, kalau kedua-duanya digabung bisa mengurangi pengangguran absolut, akan tetapi kualitasnya dipertanyakan. Berdasarkan data demografi, Indonesia akan mengalami ledakan penduduk pada tahun 2020 nanti. Namun, ledakan penduduk usia produktif ini jika dipotimalkan bisa menguntungkan, terutama untuk penyediaan SDM. (AI)

Jumat, Agustus 20, 2010

Investasi untuk pertumbuhan ekonomi yang tinggi

Dalam pidato kenegaraan menyambut peringatan ke-65 Hari Kemerdekaan RI, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan gamblang dan optimis menargetkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2014 mencapai 7-7,7%. Percepatan laju pertumbuhan ekonomi ini diharapkan mampu memperluas lapangan kerja, dan menurunkan tingkat pengangguran.

Dalam empat tahun ke depan, pemerintah menargetkan 10,7 juta lapangan kerja baru, serta menurunkan tingkat kemiskinan menjadi sekitar 8-10% pada akhir tahun 2014. Untuk memenuhi sasaran percepatan pertumbuhan ekonomi tersebut, pemerintah akan terus melanjutkan kebijakan makroekonomi yang terukur dan prudent. Pemerintah juga telah melakukan sinergi dalam penyusunan APBN dan APBD yang sehat, berkualitas, dan berkesinambungan.

Menurut Komisi XI DPR RI, target itu bisa tercapai asalkan setiap tahunnya perekonomian meningkat 30% lebih tinggi dari pada tahun sebelumnya. Untuk mendorongnya, pemerintah harus fokus pada tiga hal, yaitu ekspor, investasi pemerintah dan publik, serta konsumsi. Di samping itu, investasi yang dikembangkan pun harus lebih memihak pada penciptaan lapangan kerja.

Pemerintah juga akan mewaspadai pertumbuhan ekonomi dunia yang masih melambat. Ini karena dapat memengaruhi asumsi dan kinerja untuk mencapai pertumbuhan ekonomi di atas 6% pada tahun 2011. Perekonomian global memang membaik, namun tidak secepat yang diperkirakan sebelumnya atau tidak luar biasa. Lambannya pemulihan ekonomi global ini akan berimbas pada kinerja perekonomian domestik, termasuk dari sisi kinerja ekspor, terutama ke Eropa.

Meski demikian, pemerintah tetap optimistis dapat mencapai asumsi pertumbuhan ekonomi sesuai target yang ditetapkan sebesar 6,2-6,4% pada tahun 2011, bahkan tidak hanya bergantung pada konsumsi rumah tangga. Komponen pertumbuhan ekonomi seperti ekspor dan investasi harus meningkat. Ini yang dikejar, sehingga pertumbuhan ekonomi bisa cepat dan berkualitas.

Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi pada tahun 2011 sebesar 6,3-6,4% pemerintah menargetkan pertumbuhan laju investasi sebesar 10% pada tahun 2011. Angka ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan perkiraan realisasinya pada tahun 2010 yang sebesar 8%. Menteri Keuangan Agus Martowardojo optimistis membaiknya likuiditas keuagan global akan semakin mendorong masuknya aliran modal dari luar negeri sehingga menggerakkan kinerja investasi domestik dan daya saing perekonomian nasional. Kebutuhan investasi nominal tahun 2011 diperkirakan mencapai Rp2.243,8 triliun. Kebutuhan investasi tersebut akan bersumber dari PMA dan PMDN sebesar 26,8%, kredit perbankan 17,4%, pasar modal 16,7%, belanja modal pemerintah 12,4%, dan sumber-sumber investasi lainnya.

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menargetkan pertumbuhan investasi pada tahun 2011 naik sebesar 15% dibandingkan realisasi investasi pada tahun 2010, atau melebihi Rp200 triliun dibanding target Rp161 trilun pada tahun 2010. Untuk mencapai target tersebut, BKPM akan mengenjot dari sektor infrastruktur karena peluangnya cukup besar dan merupakan fokus investasi pemerintah.

Seperti diketahui target investasi tahun 2010 adalah Rp161 triliun, dan sepanjang semester I/2010 ini realisasi investasi mencapai angka Rp92,9 triliun, meningkat sebesar 39,9% dibandingkan semester I/2009 yang hanya Rp66,4 triliun. Bila dibandingkan dengan target tahun 2010 sebesar Rpl60 triliun, maka capaian selama semester I/2010 sudah mencapai 58,1%.

Untuk pencapaian target 15% pada tahun 2011 tersebut, BKPM tidak akan mengeluarkan kebijakan baru. Namun, perlu adanya ketegasan dan kepastian hukum mengenai public private partnership (PPP) serta insentif fiskal yang ad hoc. Saat ini, BKPM bersama dengan Menteri Perindustrian sedang merumuskan secara intensif dan akan direkomendasikan ke Menteri Keuangan pada akhir September 2010 ini.

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai saat ini di sektor perbankan sudah ada sekitar 43 bank swasta nasional yang dikuasai belasan investor dari 13 negara. Selain itu, investor asing juga sudah masuk ke industri strategis seperti telekomunikasi, pertambangan, dan minyak. Apindo mengharapkan kepemilikan asing di Indonesia jangan dilepas begitu saja. Investasi asing harus memberikan nilai tambah dan mematuhi peraturan Indonesia.

Investor asing juga dibutuhkan untuk belajar karena membutuhkan keahlian dan modal. Bila Indonesia hanya mengandalkan modal sendiri untuk pembangunan ekonomi akan sulit dilakukan. China misalnya, yang berhasil membangun perekonomiannya dengan modal asing yang cukup besar. Di samping itu, China dapat bertindak tegas dengan investor asing untuk mematuhi peraturan pemerintah.

Terkait dengan investasi asing, Indef menilai komitmen negara asing untuk bekerja sama dan berinvestasi di Indonesia sangat tinggi, namun sayangnya tidak semua komitmen mereka sesuai dengan apa yang diharapkan. Pasalnya, beberapa investasi yang direncanakan tidak terealisasi di lapangan dan tentunya kerugian ekonomi yang didapatkan. Tidak terealisasinya komitmen modal asing berinvestasi disebabkan lambatnya pemerintah Indonesia dalam mengidentifikasi kendala investasi di Indonesia, seperti infrastruktur, persoalan lahan, dan perizinan.

Oleh karena itu, pemerintah patut disalahkan bila investor asing belum mau berinvestasi dari pada menyalahkan investor bodong yang datang ke Indonesia. Pasalnya, di tengah persaingan ekonomi dunia, mau tidak mau pelayanan, keamanan, dan kepastian hukum menjadi hal yang dibutuhkan para investor dan harus dipenuhi oleh pemerintah. Indonesia tertinggal jauh dibanding negara-negara tetangga dalam memenuhi prasyarat investasi, infrastruktur, perizinan, listrik, air, hingga persoalan perizinan.

Pemerintah perlu menyikapi hal ini secara serius dan bukan bersifat reaktif menghadapi persoalan lahan, perizinan dan infrastruktur sebagai masalah klasik yang menjadi hambatan dalam dunia investasi. Pemerintah perlu melakukan ketegasan berupa dana pengikat terhadap para investor asing dari nilai investasi yang akan ditanamkan di Indonesia. Hal ini perlu dilakukan agar nota kerja sama pemerintah dengan para investor tidak hanya angin semata. (AI)

Rabu, Agustus 18, 2010

Obat generik tidak laku

Kementerian Kesehatan menargetkan 80-90% resep dari dokter di rumah sakit umum pemerintah atau puskesmas berisi obat generik pada tahun 2014. Saat ini baru sekitar 65-68% resep yang menuliskan obat generik bagi pasien. Padahal penulisan obat generik menjadi wajib lewat Peraturan Menteri Kesehatan No.HK.02.02/MENKES/068/I/2010 tentang Kewajiban Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah, yaitu dokter di Puskesmas dan RS pemerintah wajib meresepkan obat generik baik untuk diambil di sarana pelayanan kesehatan maupun di luar. Dalam peraturan tersebut, apoteker juga diberi kewenangan untuk mengganti obat merek dagang/obat paten dengan obat generik yang sama komponen aktifnya, dengan persetujuan dokter dan/atau pasien.

Sebenarnya penulisan resep obat generik oleh dokter cukup tinggi pada awal diberlakukan aturan tersebut yakni sekitar 60%. Namun peningkatannya lambat, hanya sekitar 2-3% tiap bulan, menyebabkan belum tercapainya kondisi yang diharapkan. Salah satu hambatan adalah masyarakat masih meragukan kualitas obat generik padahal kualitasnya tidak kalah bagus dan produk tersebut mendapatkan pengawasan ketat pemerintah lewat Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).

Ada kesalahan persepsi di masyarakat mengenai obat generik, karena murah maka dianggap tidak akan bisa memberikan khasiat yang setara dengan obat yang mahal. Fenomena ini menunjukkan ada yang salah dalam menjelaskan apa itu obat generik. Obat generik sebenarnya adalah obat yang kandungannya sama dengan obat asli atau obat originator tapi dikeluarkan 15-20 tahun kemudian setelah hak paten obat asli habis. Setelah masa paten terlewati maka industri farmasi yang lain boleh memproduksi obat yang kandungan zat aktifnya sama persis dengan obat originatornya, inilah yang disebut dengan obat copy atau obat generik.

Pertanyaan yang timbul adalah mengapa obat generik murah sedangkan obat originator sangat mahal. Hal ini karena industri farmasi yang memproduksi obat originator harus mengeluarkan dana yang besar, diantaranya untuk riset, uji pra kilinik, dan uji klinik. Namun, tidak demikian halnya dengan industri farmasi yang memproduksi obat copy/merk dagang. Mereka tidak perlu mengeluarkan biaya besar untuk riset. Yang diperlukan hanya uji ketersediaan hayati dan uji bioequivalensi sebagai syarat untuk registrasi ke BPOM. Produsen obat merk dagang juga tidak perlu melakukan uji klinik, sehingga sebenarnya biaya produksi obat merk dagang tidaklah berbeda dengan obat generik.

Farmakolog dari Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada Iwan Dwi Prahasto menyatakan banyak keanehan pada harga obat di Indonesia. Harga obat bermerk bisa sama dengan harga obat paten, bahkan bisa 50-60 kali lebih mahal dari obat generik. Padahal, seharusnya obat bermerk yang diproduksi setelah masa patennya habis (15-20 tahun), harganya bisa 60% lebih murah, karena sudah tidak perlu membayar paten.

Untuk mengatur harga obat, pada tahun 2011 nanti, Kemenkes akan membuat satu unit baru yang akan menganalisis kondisi harga obat di pasaran. Selama ini belum ada regulasi yang menentukan harga obat di pasaran. Unit ini nantinya akan menganalisis harga obat di pasaran kenapa bisa tinggi misalnya dilihat dari kemasannya, bahan baku, pemasaran juga distibusi. Namun solusi utama untuk mengatasi permaslahan ini kata dia, harga obat harus terintegrasi dengan sistem asuransi. Seorang dokter jika menuliskan obat terikat dengan asuransi, sehingga hanya boleh menuliskan resep sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam asuransi.

Ketidaktahuan masyarakat terhadap obat generik berdampak pada program obat murah serba Rp1.000. Biaya kesehatan yang terus meroket membuat pemerintah mengeluarkan obat murah serba Rp1.000 yang merupakan obat generik bagi kalangan masyarakat kelas bawah. Program obat murah serba Rp1.000 diluncurkan pada tahun 2007 saat Siti Fadilah Supari menjabat sebagai Menkes. Program itu merupakan pengadaan 20 jenis obat generik tak berlogo hasil kerja sama dengan BUMN produsen obat PT Indofarma.

Kehadiran obat Rp1.000 itu ternyata kurang mendapat respon oleh masyarakat. Bahkan obat-obat ini tertumpuk percuma di gudang para produsen obat, sementara dua tahun lagi expired (kedaluwarsa). Obat Rp1.000 merupakan paket yang terdiri dari obat panas, obat maag, obat diare, dan lain-lain. Diharapkan masyarakat yang sakit bisa sembuh dengan biaya murah. Kegagalan program obat murah ini dipicu dua hal, yaitu pertama, persepsi masyarakat yang menganggap obat generik tidak menguntungkan dan kedua, rendahnya biaya untuk sosialisasi kepada masyarakat.

Pemerintah tidak lagi memproduksi obat murah tersebut karena dinilai tidak memiliki pasar yang luas. Kemasan obatnya pun dianggap tidak mampu memberikan keyakinan sembuh kepada masyarakat. Pemerintah sebenarnya ingin mendistribusikan obat murah tersebut ke pembangunan kesehatan masyarakat di daerah, tapi terkendala biaya distribusi yang lebih mahal dari harga obatnya.

Pasar produk obat-obatan nasional pada tahun 2010 ini diperkirakan tumbuh di atas 10% dibanding tahun 2009 senilai USD3,5 miliar, seiring dengan kondisi perekonomian yang membaik. Meski demikian, konsumsi obat per kapita di Indonesia dinilai masih rendah dibandingkan dengan negara-negara tetangga se-Asia Tenggara, termasuk Vietnam. Konsumsi obat per kapita di Tanah Air sejauh ini masih sekitar USD13-USD15/kapita. Dari total pasar industri farmasi tersebut, sekitar 60% di antaranya merupakan penjualan produk obat resep (etikal), sisanya adalah produk obat bebas (over the counter/OTC).

Adanya kebijakan sistem jaminan sosial nasional (SJSN) di bidang pelayanan kesehatan diharapkan dapat mendongkrak konsumsi obat per kapita Indonesia dan memacu pertumbuhan sektor farmasi ke depannya. Dengan rencana implementasi SJSN, alokasi anggaran pemerintah untuk pelayanan bidang kesehatan diharapkan ikut terkerek naik menjadi 3,5% dari pendapatan nasional bruto (PDB) atau gross domestic product (GDP). Saat ini, porsi alokasi anggaran untuk pelayanan kesehatan masih sekitar 2,2% dari PDB nasional. (AI)

Senin, Agustus 16, 2010

Gabah

Kenaikan harga beras di pasaran disebabkan tingginya harga gabah panen musim gadu ini. Harga beli gabah di penggilingan beras di daerah Sedong, Kabupaten Cirebon, sudah mencapai Rp4 ribu/kg. Gabah tersebut dibeli dari sejumlah daerah di wilayah timur Kabupaten Cirebon yang sudah panen. Seiring dengan memasuki masa paceklik, harga gabah akan terus naik, bahkan kemungkinan bisa mencapai Rp5 ribu/kg.

Selain itu kondisi tingginya harga gabah juga dipengaruhi keengganan petani untuk menjual gabah. Petani lebih memilih untuk menunggu hingga harga gabah menjadi lebih tinggi lagi. Setelah harga sudah tinggi lagi, barulah gabah dilepas. Itu pun tidak semuanya, tapi sedikit demi sedikit. Kalau pun dijual, petani terlebih dahulu mengolah gabahnya, seperti dijemur, sehingga harga gabah akan lebih tinggi.

Petani di Desa Manguntara, Kecamatan Kertasmaya, Kabupaten Indramayu juga lebih memilih menyimpan gabahnya. Petani sengaja menyimpan gabah miliknya menunggu hingga harga gabah kembali tinggi. Meski saat ini harga sudah tinggi, tapi ada kemungkinan harga gabah akan terus naik. Setelah gabah sudah benar-benar tinggi, barulah petani berencana untuk menjual gabahnya sedikit demi sedikit.

Seperti diketahui, harga beras kualitas I saat ini dijual Rp8 ribu/kg atau mengalami kenaikan dari sebelumnya Rp7.500/kg. Harga beras kualitas II dihargai Rp7.500/kg, atau naik dari sebelumnya Rp7 ribu/kg. Harga beras kualitas III dihargai Rp6.200/kg, atau naik dari sebelumnya Rp5.800/kg.

Meski harga gabah akhir-akhir ini menembus Rp400.000/kuintal, namun sejumlah petani di wilayah Kabupaten Sumedang harus gigit jari dan tidak bisa menikmati tingginya harga gabah. Harga jual yang terbilang tinggi tidak diimbangi hasil panen yang baik. Terjadinya penurunan produksi disebabkan serangan hama yang merusak tanaman padi. Akibatnya keuntungan yang diperoleh masih tidak sepadan dengan biaya produksi yang dikeluarkan.

Seharusnya setiap hektare sawah bisa menghasilkan 5 hingga 6 ton gabah. Tetapi karena terjadi serangan berbagai jenis hama, akibatnya hampir merata di semua wilayah termasuk sejumlah sentra produksi padi di Kabupaten Sumedang, mengalami penurunan produksi. Penurunan produksi itu diperkirakan mencapai 40-50%. Di samping itu, faktor yang menjadi pemicu terjadinya penurunan produksi ini disebabkan iklim yang tidak menentu.

Tidak menentunya cuaca juga berdampak pada penurunan produksi gabah di Banyumas, Jateng. Penurunan tercatat mencapai sekitar 50% pada musim panen kedua tahun 2010 ini. Sebelumnya, dari tiap hektar para petani Banyumas mampu menghasilkan 5 ton. Tapi saat ini paling banyak hanya bisa menghasilkan 2.5 ton. Produksi gabah sebanyak itupun kualitas dinilai buruk. Pasalnya, saat tanaman padi berbuah kemudian terkena air hujan sehingga isinya tidak padat. Selain akibat anomali cuaca, serangan hama juga ikut berperan seperti hama kresek dan tikus.

Banjir yang menerjang sejumlah kecamatan di Kabupaten Sidrap, Sulsel, mengakibatkan kerugian besar. Gagal panen di lahan seluas 1.216,96 ha membuat Sidrap kehilangan produksi gabah kering panen (GKP). Selama ini rata-rata produksi padi di Sidrap sebanyak 6,7 ton/ha. Apabila petani dipastikan menghasilkan 7910,24 ton GKP pada lahan 1.216,96 ha. Jika gabah dihargai Rp2.500/kg, maka nilai uang untuk 7910,24 ton adalah Rp19.775.600.000. Nilai itu belum termasuk kerugian akibat rusaknya rumah dan fasilitas umum lainnya.

Sementara itu, tingginya curah hujan menyebabkan petani Bali masih menjual gabah kualitas rendah dengan kadar air kurang dari 25% atau sebesar 5,36% selama bulan Juli 2010. Akibatnya, petani sulit menghasilkan GKP karena mereka kesulitan untuk menjemur gabah yang diakibatkan oleh cuaca yang terang kadang mendadak berubah mendung dan hujan.

Harga gabah kualitas GKP pada bulan Juli 2010 berada di atas harga patokan pemerintah (HPP) sebesar Rp2.700/kg di tingkat petani dan Rp2.750,75/kg di tingkat penggilingan. Berdasarkan hasil pantauan ke lapangan pada bulan Juli 2010 ditemukan transaksi gabah dengan kualitas GKP di bawah HPP hanya sebesar 7,14%. Mutu gabah hasil panen yang diperjualbelikan lebih baik dibandingkan dengan kualitas pada bulan sebelumnya.

Menurut BPS Provinsi Bali, terjadi peningkatan rata-rata harga gabah kualitas GKP pada bulan Juli 2010 dibandingkan dengan mutu pada bulan sebelumnya, yakni di tingkat petani sebesar 3,29% dan tingkat penggilingan sebesar 3,08%. Hal ini terjadi karena kadar air yang terkandung pada gabah turun dibandingkan dengan persentase pada bulan sebelumnya. Rata-rata kadar air gabah kualitas GKP adalah sebesar 23,19%. Harga gabah kualitas GKP terendah di tingkat petani pada bulan Juli 2010 sebesar Rp2.532/kg ditemukan di Kabupaten Badung untuk jenis varietas Cigelis.

Harga gabah kualitas GKP tertinggi di tingkat petani sebesar Rp2.910,00/kg juga terdapat di Kabupaten Badung dengan varietas Ciherang. Produksi gabah di Bali pada tahun 2010 diperkirakan turun sebanyak 28.951 ton GKP, atau turun 3,29% dari produksi tahun 2009 yang mencapai 840.465 ton. Hal ini disebabkan beberapa kendala seperti cuaca, bencana alam, serangan hama, dan perilaku petani. Karena itu, Pemprov Bali, khususnya jajaran Dinas Pertanian setempat, perlu melakukan terobosan dan pendekatan kepada petani dalam upaya meningkatkan produksi secara maksimal.

Para periset dari AS, Pilipina, dan Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) memberi peringatan, sekecil apapun kenaikan suhu udara global akan menyebabkan penurunan produksi gabah. Pakar-pakar itu meneliti dampak kenaikan minimum dan maksimum suhu udara setiap harinya terhadap produksi gabah antara tahun 1994-1999 di 227 lahan pertanian di China, India, Indonesia, Pilipina, Thailand, dan Vietnam. Para periset tadi menemukan, penyebab utama penurunan hasil padi adalah lebih tingginya suhu udara minimum setiap harinya. Hasil studi tersebut disiarkan dalam jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States.

Naiknya suhu udara dalam 25 tahun terakhir telah menyebabkan turunnya hasil panen di sejumlah lokasi pertanian utama sebesar 10 hingga 20%. Turunnya produksi diperkirakan akan memburuk karena suhu udara naik lebih tinggi menjelang pertengahan abad ini. Jika suhu udara siang hari naik terlalu tinggi maka bisa juga menghalangi hasil gabah, sehingga menyebabkan tambahan penurunan dalam produksi. (AI)

Jumat, Agustus 13, 2010

Plafond KUR naik

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan pemerintah menyiapkan dana program kredit usaha rakyat (KUR) selama lima tahun sebesar Rp100 triliun. Pengucuran dana KUR tersebut untuk kepentingan permodalan usaha mikro, kecil dan menengah agar mampu menggerakkan ekonomi lokal. KUR akan terus dijalankan dan dibuat lebih efektif melalui prosedur yang lebih mudah, pembinaan yang lebih baik, dan penyalurannya lebih sederhana, dengan demikian ekonomi di seluruh Indonesia akan terus tumbuh dengan baik.

Staf khusus Presiden Bidang Penanggulangan Bencana dan Bantuan Sosial Andi Arief mengusulkan agar presiden membentuk satuan tugas (satgas) yang menangani distribusi KUR. Satgas KUR ini penting karena distribusi dana KUR belum menyentuh semua lapisan masyarakat bawah. Selain itu, bank-bank penyalur KUR juga masih terkesan enggan menyalurkan kredit ke masyarakat kecil. Realisasi KUR sendiri sejak tahun 2008 hingga 26 Juli 2010 mencapai Rp22,5 triliun dengan 2,9 juta debitur. Dari target distribusi KUR sebesar Rp13 triliun untuk tahun 2010, saat ini baru terealisasi Rp5,3 triliun.

Pemerintah juga telah memutuskan untuk menaikkan plafond atau batas pemberian KUR untuk tahun 2010, dari sebelumnya Rp5 juta per nasabah menjadi Rp20 juta per nasabah. Kredit tanpa agunan yang dijalankan pemerintah sejak tahun 2007 lalu akan didorong secara khusus ke sektor hulu di antarannya pertanian, kelautan, dan perikanan, usaha kecil dan menengah (UKM), dan lainnya.

Dengan peningkatan plafond KUR per nasabah, program KUR diharapkan dapat menumbuhkan dan mendorong usahawan-usahawan baru di negeri ini. Lebih dari itu, dengan peningkatan plafond kredit itu, diharapkan akan ada tambahan 400.000 orang nasabah lagi dari 2,9 juta orang penerima KUR di sektor hulu yang meningkat statusnya. Terkait dengan naiknya plafond KUR, pemerintah juga menaikkan nilai jaminannya ke perbankan yang sebelumnya 70% meningkat menjadi 80%.

Menurut Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa, empat kementerian akan menjadi pembina program penaikkan plafon KUR mikro tanpa agunan, yaitu Kementerian Perindustrian untuk industri kecil, Kementerian Koperasi dan UKM untuk usaha-usaha UMKM, Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta Kementerian Pertanian. Tujuan pemerintah memberikan pembinaan adalah agar kemampuan dan kapasitas nasabah meningkat sehingga berdampak pada kemampuan nasabah mengembalikan kredit.

Kementerian Koperasi dan UKM meminta agar perbankan penyalur KUR tetap memberi perhatian dengan melayani calon debitor yang berprofesi sebagai nelayan. Selama ini perbankan masih enggan menyalurkan KUR untuk nelayan karena risiko kemacetan kredit masih tinggi. Komite Kebijakan KUR yang berada di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Perekonomian menyatakan, pemerintah tengah menginisisasi agar perbankan segera melahirkan skema kredit yang tepat. Skema itu misalnya, disesuaikan dengan karakteristisk usaha yang ditekuni pelaku usaha mikro, termasuk kegiatan penangkapan ikan oleh nelayan.

Perbankan masih enggan melayani nelayan penangkap ikan dibandingkan dengan usaha lainnya, karena aktivitas usaha mereka tergantung dengan cuaca alam. Saat cuaca bukruk mereka tidak bisa melakukan kegiatan, sehingga perbankan khawatir akan menimbulkan kemacetan kredit. Pemerintah telah meningkatkan penjaminan terhadap pertanggungan kerugian dengan perbankan menjadi 80% banding 20% dari sebelumnya 70% banding 30%. Jadi sebenarnya perbankan tidak perlu terlalu khawatir, karena risiko kerugian mereka telah diperkecil oleh pemerintah.

Di sisi lain, perbankan nasional optimistis realisasi penyerapan KUR yang ditargetkan pemerintah sebesar Rp13,1 triliun pada tahun 2010 dapat tercapai, walau saat ini realisasi masih rendah. Target Bank Mandiri dalam pemberian KUR pada tahun 2010 sebesar Rp1,845 triliun, namun hingga semester I/2010 penyerapannya masih sekitar Rp200 miliar karena disebabkan adanya perubahan ketentuan soal KUR. Bank Mandiri pada tahun 2009 memberikan KUR sebesar Rp1,5 triliun. Sementara itu, realisasi KUR BRI hingga Juni 2010 telah mencapai target, yakni 52%. BRI menargetkan pemberian KUR untuk tahun 2010 mencapai Rp6,2 triliun. Namun, penyerapan KUR memang melambat karena adanya adendum pada Januari hingga Februari 2010, sehingga sosialisasi KUR kepada masyarakat, baru dapat dilakukan pada April 2010.

Menteri Koperasi dan UKM Syarief Hasan mengatakan hingga saat ini realisasi penyerapan KUR masih sekitar Rp5,2 triliun dan pemerintah mengharapkan target Rp13,1 triliun yang sebelumnya ditetapkan dalam ketentuan dapat tercapai hingga mencapai realisasi Rp18 triliun. Pemerintah menargetkan pemberian KUR hingga empat tahun mendatang sebesar Rp100 triliun. Kalau tahun 2010 ini tidak terwujud bisa dialihkan untuk tahun berikutnya.

Sementara itu, Center For Industri Business Competition Study Universitas Trisakti mensinyalir dana alokasi KUR yang digelontorkan oleh pemerintah, hampir 30% tersalurkan pada sektor perdagangan kecil. Padahal KUR semestinya digelontorkan ke industri industri dasar UMKM untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Pasalnya, perdagangan tidak menyumbang pada pertumbuhan ekonomi. Pemerintah pun tidak memandang UKM penting untuk pertumbuhan ekomoni, tetapi hanya untuk penurunan angka kemiskinan. Pemerintah seharusnya mendorong UKM untuk bermitra dengan perusahaan besar dan UKM menjadi subkontraktor industri besar.

Menurut Kamar Dagang dan Industri Indonesia, program yang efektif untuk mendorong UKM bukan melalui KUR, akan tetapi yang lebih tepat adalah melalui pengembangan kapasitas dan kualitas UKM. Pemerintah cenderung menerapkan program pemberdayaan UKM sebagai upaya untuk mengurangi angka kemiskinan. Padahal, pemerintah seharusnya menerapkan program pemberdayaan UKM dalam rangka menggenjot laju pertumbuhan ekonomi nasional. Misalnya, UKM di China mampu berkontribusi sekitar 40% dari total ekspor negara itu. Sementara UKM Indonesia baru mencapai 17%. Artinya, masih terbuka peluang yang sangat luas untuk lebih memberdayakan UKM di Indonesia. (AI)

Rabu, Agustus 11, 2010

Trafficking mengancam TKI

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membentuk tim Satuan Gugus Tugas untuk menangani kasus-kasus trafficking (perdagangan orang) yang semakin marak. Tim akan dipimpin oleh Menkokesra Agung Laksono. Tim ini juga ditujukan untuk mempermudah koordinasi antar-instansi pemerintah. Biasanya, dalam menangani kasus trafficking, semua instansi berjalan sendiri-sendiri. Adannya koordinasi antar-instansi serta dilibatkannya daerah dalam menangani masalah trafficking, diharapkan mampu menekan angka kasus trafficking.

Dewan Keamanan Persatuan Bangsa-bangsa (DK-PBB) mengartikan perdagangan manusia sebagai upaya perekrutan, pemindahan, penampungan, serta penerimaan seseorang dengan menggunakan ancaman, kekerasaan atau dengan bentuk paksaan-paksaan lainnya. Bentuk pemaksaan tersebut dapat berupa penculikan, kecurangan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan, serta menerima dari atau memberi imbalan (bayaran) kepada orang yang memiliki wewenang atas orang lain untuk memperoleh manfaat dari orang tersebut untuk tujuan eksploitasi.

Gugus Tugas Pemberantasan Perdagangan Orang (GTPPO) Jabar menilai kasus trafficking sebagai kejahatan teroganisir karena melibatkan beberapa orang pelaku. Para pelaku biasanya terbagi menjadi beberapa peran. Ada yang mencari korban, merekrut kemudian mengantar dan ada pula yang menjemput kemudian menyalurkan. Dalam setahun terakhir ini kasus trafficking cukup banyak dan GTPPO mengungkap 7 kasus dengan menyelamatkan 70 wanita diantaranya 64 wanita asal Jabar dari Kalimantan dan Batam.

Akar permasalahan trafficking karena kemiskinan, rendahnya pendidikan, pergesean nilai konstruksi sosial budaya masyarakat. Untuk mengantisipasi kasus trafficking harus melibatkan berbagai pihak dan terus mengadakan penyuluhan agar para pencari kerja khususnya wanita tidak mudah tertipu oleh jaringan trafficking. Para korban trafficking membutuhkan pemulihan sebelum dikembalikan ke kampungnya dilakukan pembinaan dan diberikan keterampilan.

Di samping itu, gaya hidup konsumtif pada remaja menjadi salah satu pemicu perdagangan manusia. Gelap mata mengejar barang-barang berharga dan tergiur mendapatkan uang secara cepat, membuat remaja terjerumus menjadi korban perdagangan manusia. Lebih dari 70 ribu remaja dieksploitasi secara seksual setiap tahun. Media jejaring sosial juga mempermudah para pelaku perdagangan manusia mencari korban. Budaya di daerah tertentu, yang membolehkan pernikahan dibawah umur juga menjadi celah terjadinya kejahatan perdagangan manusia.

Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Jatim mencatat sebanyak 18.641 tenaga kerja Indonesia (TKI) di Jatim menjadi korban trafficking selama tahun 2009. Jatim merupakan provinsi terbanyak yang mengirimkan TKI ke berbagai negara tujuan. Beberapa daerah yang menjadi penyumbang terbesar TKI di Jatim antara lain Kabupaten Tulungagung, Malang, Kediri, Jember, dan Banyuwangi.

Data di Badan Nasional Penempatan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) menyebutkan sebanyak 37.899 TKI asal Jatim bekerja di sejumlah negara tujuan TKI, selama tahun 2009. Sementara data penempatan TKI di Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (UPTP3TKI) tercatat sebanyak 46.418 orang asal Jatim menjadi TKI selama tahun 2009.

Penyebab maraknya TKI yang menjadi eksploitasi antara lain informasi yang diterima calon TKI masih minim terkait dengan prosedur penempatan TKI ke luar negeri dan calo TKI yang berkeliaran di mana-mana. Pemerintah melalui Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) masih lemah dalam melakukan pengawasan terhadap maraknya calo yang ada di sejumlah kabupaten/kota di Jatim.

Kepolisian Republik Indonesia (Polri) juga menemukan adanya tindak pidana human trafficking yang dilakukan di daerah-daerah perbatasan di Sumatera dengan Malaysia. Di Riau dan Kepulauan Riau (Kepri) misalnya, terdapat 67 ”pelabuhan tikus" yang kerap dijadikan lalu-lalang orang Indonesia menuju Malaysia. Sebaliknya di Malaysia, diketahui ada 24 "pendarat haram" (istilah "pelabuhan tikus" di Malaysia) yang kerap dijadikan pendaratan orang-orang Indonesia yang datang ke Malaysia secara gelap.

Ada konsekuensi besar yang harus dihadapi seseorang untuk menjadi seorang TKI. Jika tidak memiliki persiapan yang matang maka janganlah terlalu tergiur untuk menjadi TKI. Beberapa permasalahan yang tengah dihadapi dalam hal penyaluran TKI adalah masih banyaknya perusahaan pengerah jasa TKI (PJTKI) yang "nakal". Oleh karena itu, masyarakat hendaknya menempuh prosedur resmi dalam pemberangkatannya sebagai calon TKI.

Disnakertrans membutuhkan bantuan masyarakat, dalam hal ini calon TKI, untuk bisa menempuh mekanisme persyaratan sebelum pemberangkatan menjadi TKI, seperti rekomendasi izin keluarga serta rekomendasi dari Disnaker setempat. Di samping itu, persiapan keterampilan serta mental dari calon TKI juga mempengaruhi nasib TKI itu sendiri.

Sementara itu, pemerintah menghentikan sementara (moratorium) pengiriman TKI sektor domestik ke Yordania hingga masalah penempatan dan perlindungan dengan negara itu diselesaikan. Kemnakertrans telah melayangkan Surat Edaran (SE) Menakertrans No.SE 172/MEN/PPTK-TKLN/VII/2010 tanggal 29 Juli 2010 tentang Penghentian Sementara Pelayanan Penempatan TKI ke Yordania untuk Pekerja Sektor Domestik (PLRT).

Hal ini dilakukan dalam rangka meningkatkan pelayanan penempatan dan perlindungan TKI yang saat ini masih banyak bermasalah di Yordania. Saat ini di penampungan perwakilan RI di Yordania terdapat 238 TKI bermasalah yang masih dalam proses penyelesaian. Sebagian besar merupakan tenaga kerja sektor domestik (PRT) yang wajib dilindungi. Sebenarnya sudah terdapat penandatanganan nota kesepahaman antara pemerintah RI dengan Yordania yang dilakukan pada 27 Juni 2009, namun sampai saat ini belum dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan oleh pemerintah. (AI)

Senin, Agustus 02, 2010

Rumput laut

Indonesia bertekad menjadi produsen rumput laut terbesar dunia pada tahun 2015. Menurut Komisi Rumput Laut Indonesia, rumput laut setidaknya memiliki lima keunggulan untuk menjadi komoditas pilihan. Lima keunggulan itu adalah luasnya garis pantai Indonesia untuk pengembangan rumput laut, mudah dibudidayakan karena waktu panen yang relatif singkat yaitu 45 hari, kecenderungannya bersifat padat karya, memiliki permintaan pasar yang tinggi, serta memiliki nilai tambah tinggi karena merupakan bahan baku industri makanan, farmasi, kosmetik, dan lain-lain. Rumput laut Indonesia berkontribusi pada sekitar 500 end products di dunia.

Saat ini, di Indonesia tercatat ada 23 industri pengolahan rumput laut. Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan, total produksi rumput laut pada tahun 2008 mencapai 2,15 juta ton dengan peningkatan produksi sekitar 5% setiap tahunnya. Dari jumlah tersebut, sebanyak 102.415,93 ton rumput laut diekspor ke sejumlah negara tujuan dengan nilai ekspor USD124,26 juta. Asia paling banyak menyerap rumput laut dari Indonesia, yakni 85.985,50 ton dengan nilai USD88,3 ribu. Pada tahun 2009 lalu, produksi rumput laut dalam bentuk basah secara nasional mencapai 2,2 juta ton. Produksi rumput laut di Indonesia terus dipacu. Hingga tahun 2014 produksi rumput laut ditarget bisa mencapai 10 juta ton dalam bentuk basah atau sekitar 1 juta ton kering.

Dari target produksi rumput laut di Indonesia yang mencapai 10 juta ton, produksi Sulsel ditarget bisa mencapai 2,4 juta ton atau sekitar 40% dari total produksi secara nasional. Untuk rumput laut yang dikembangkan di tambak, luas lahan yang terpakai masih sekitar 20% dari luas areal yang mencapai 100 ribu ha dan masih terkonsentrasi di Luwu Raya, Luwu Timur, Wajo, Bone, dan lain-lain.

Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggatra juga memiliki potensi rumput laut yang besar. Volume produksi budi daya rumput laut basah Wakatobi mencapai 13.086,6 ton, sedangkan budi daya kering sebesar 2.181,1 ton. Potensi sebesar itu masih dapat lebih dioptimalkan lagi, mengingat Wakatobi merupakan daerah kepulauan dengan luas perairan budi daya mencapai 1,399 juta ha, sedangkan produksi yang baru tercapai hanya 150 ton sekali panen. Belum optimalnya pengelolaan rumput laut di Wakatobi antara lain disebabkan masih dikeluhkannya penyakit rumput laut, yaitu ice-ice dan lumut, Di samping itu juga masih minimnya pengetahuan pasca panen, dan belum meratanya pengetahuan pembukuan usaha.

Keberadaan perguruan tinggi (PT) untuk menanggulangi penyakit rumput laut sangat dibutuhkan petani rumput laut Wakatobi. Jika diperlukan, PT juga mengembangkan balai benih. Selain memberi manfaat bagi masyarakat, PT juga akan mendapat manfaat karena dapat melaksanakan riset yang hasilnya tentu sangat dinantikan masyarakat. Untuk itu, Pemkab diharapkan lebih fokus lagi dalam membantu PT dan petani dalam mengelola rumput laut, sehingga menjadi skala usaha yang optimal dengan tetap memperhatikan carrying capacity (daya dukung lingkungan). Untuk menjadi balai benih, Pemkab Wakatobi dapat membangun gudang dan balai lelang, sekaligus dapat mengadakan kerja sama dengan Bank Indonesia (BI), untuk mendatangnkan pembeli.

Dalam hal pengelolaan rumput laut pasca panen, misalnya adanya home industry bahan pangan atau oleh-oleh rumput laut, tentunya selain membutuhkan kinerja pelatihan yang optimal dari instansi terkait, juga perlu menyiapkan sarana dan prasarana penunjang misalnya air bersih. Pasalnya, saat ini masih terdapat pulau di Wakatobi yang belum tersentuh air bersih.

Selain daerah-daerah tersebut, sebenarnya di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam juga memiliki potensi besar dalam budidaya rumput laut. Potensi membudidaya rumput laut sangat menjanjikan sebagai salah satu sektor usaha baru meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama di pesisir pantai. Di Simeuleu dan Pulo Aceh misalnya, rumput laut sangat cocok dibudidayakan dan dikembangkan. Apalagi daerah tersebut memiliki teluk yang sangat bagus untuk membudi daya komoditi tersebut.

Budi daya rumput laut mempunyai beberapa kelebihan, antara lain permintaan pasar domestik dan luar negeri terhadap komoditas rumput laut sangat tinggi. Sayangnya, sampai saat ini budi daya tersebut belum bisa dikembangkan di Provinsi NAD. Hal ini disebabkan belum adanya investor maupun industri pengolahaan rumput laut yang mau mengelola komoditas tersebut untuk dijadikan bahan-bahan yang bermanfaat sehingga dapat memberdayakan masyarakat Aceh.

Langkah yang dilakukan pemerintah untuk mencapai target tahun 2015 tersebut adalah dengan mengelompokkan para petani rumput laut dalam cluster. Ada 14 cluster yang tahun ini sudah dibuat yaitu di Kabupaten Pamekasan, Gorontalo, Sumba Timur, Pangkep, Dompu, Sumbawa Barat, Serang, Karimun, Minahasa Utara, Parigi Motong, Polewali Mandar, Baubau, dan Rajaampat. Selain sistem cluster, pemerintah akan menerapkan approval number bagi para pedagang rumput laut. Hal ini dilakukan agar tata niaga rumput laut ini tertib dan harga rumput laut tetap stabil.

Harga komoditas rumput laut di Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung, masih stabil pada posisi Rp15.000/kg pada akhir Juli 2010. Harga rumput laut tersebut terbilang tinggi karena minimnya pasokan dari petani akibat curah hujan yang meningkat. Selain curah hujan tinggi, sejumlah lahan budi daya petani belum pulih akibat empasan gelombang beberapa waktu lalu. Biasanya, harga rumput laut berada di kisaran Rp12.000/kg.

Saat musim hujan, petani kesulitan mengolah rumput laut tersebut. Pasalnya, proses pengolahan tersebut membutuhkan sinar matahari yang cukup. Di tingkat petani, harga rumput laut antara Rp10.000 hingga Rp12.000/kg untuk jenis rumput laut kualitas baik, sedangkan jenis rumput laut asalan, hanya Rp9.000/kg. Permintaan rumput laut pada bulan puasa ditengarai akan naik karena permintaan sejumlah pengusaha kecil maupun menengah meningkat. Tak hanya itu saja, pembelian konsumen juga meningkat tajam saat puasa hingga menjelang Lebaran nanti untuk kebutuhan konsumsi keluarga. (AI)