Senin, Agustus 16, 2010

Gabah

Kenaikan harga beras di pasaran disebabkan tingginya harga gabah panen musim gadu ini. Harga beli gabah di penggilingan beras di daerah Sedong, Kabupaten Cirebon, sudah mencapai Rp4 ribu/kg. Gabah tersebut dibeli dari sejumlah daerah di wilayah timur Kabupaten Cirebon yang sudah panen. Seiring dengan memasuki masa paceklik, harga gabah akan terus naik, bahkan kemungkinan bisa mencapai Rp5 ribu/kg.

Selain itu kondisi tingginya harga gabah juga dipengaruhi keengganan petani untuk menjual gabah. Petani lebih memilih untuk menunggu hingga harga gabah menjadi lebih tinggi lagi. Setelah harga sudah tinggi lagi, barulah gabah dilepas. Itu pun tidak semuanya, tapi sedikit demi sedikit. Kalau pun dijual, petani terlebih dahulu mengolah gabahnya, seperti dijemur, sehingga harga gabah akan lebih tinggi.

Petani di Desa Manguntara, Kecamatan Kertasmaya, Kabupaten Indramayu juga lebih memilih menyimpan gabahnya. Petani sengaja menyimpan gabah miliknya menunggu hingga harga gabah kembali tinggi. Meski saat ini harga sudah tinggi, tapi ada kemungkinan harga gabah akan terus naik. Setelah gabah sudah benar-benar tinggi, barulah petani berencana untuk menjual gabahnya sedikit demi sedikit.

Seperti diketahui, harga beras kualitas I saat ini dijual Rp8 ribu/kg atau mengalami kenaikan dari sebelumnya Rp7.500/kg. Harga beras kualitas II dihargai Rp7.500/kg, atau naik dari sebelumnya Rp7 ribu/kg. Harga beras kualitas III dihargai Rp6.200/kg, atau naik dari sebelumnya Rp5.800/kg.

Meski harga gabah akhir-akhir ini menembus Rp400.000/kuintal, namun sejumlah petani di wilayah Kabupaten Sumedang harus gigit jari dan tidak bisa menikmati tingginya harga gabah. Harga jual yang terbilang tinggi tidak diimbangi hasil panen yang baik. Terjadinya penurunan produksi disebabkan serangan hama yang merusak tanaman padi. Akibatnya keuntungan yang diperoleh masih tidak sepadan dengan biaya produksi yang dikeluarkan.

Seharusnya setiap hektare sawah bisa menghasilkan 5 hingga 6 ton gabah. Tetapi karena terjadi serangan berbagai jenis hama, akibatnya hampir merata di semua wilayah termasuk sejumlah sentra produksi padi di Kabupaten Sumedang, mengalami penurunan produksi. Penurunan produksi itu diperkirakan mencapai 40-50%. Di samping itu, faktor yang menjadi pemicu terjadinya penurunan produksi ini disebabkan iklim yang tidak menentu.

Tidak menentunya cuaca juga berdampak pada penurunan produksi gabah di Banyumas, Jateng. Penurunan tercatat mencapai sekitar 50% pada musim panen kedua tahun 2010 ini. Sebelumnya, dari tiap hektar para petani Banyumas mampu menghasilkan 5 ton. Tapi saat ini paling banyak hanya bisa menghasilkan 2.5 ton. Produksi gabah sebanyak itupun kualitas dinilai buruk. Pasalnya, saat tanaman padi berbuah kemudian terkena air hujan sehingga isinya tidak padat. Selain akibat anomali cuaca, serangan hama juga ikut berperan seperti hama kresek dan tikus.

Banjir yang menerjang sejumlah kecamatan di Kabupaten Sidrap, Sulsel, mengakibatkan kerugian besar. Gagal panen di lahan seluas 1.216,96 ha membuat Sidrap kehilangan produksi gabah kering panen (GKP). Selama ini rata-rata produksi padi di Sidrap sebanyak 6,7 ton/ha. Apabila petani dipastikan menghasilkan 7910,24 ton GKP pada lahan 1.216,96 ha. Jika gabah dihargai Rp2.500/kg, maka nilai uang untuk 7910,24 ton adalah Rp19.775.600.000. Nilai itu belum termasuk kerugian akibat rusaknya rumah dan fasilitas umum lainnya.

Sementara itu, tingginya curah hujan menyebabkan petani Bali masih menjual gabah kualitas rendah dengan kadar air kurang dari 25% atau sebesar 5,36% selama bulan Juli 2010. Akibatnya, petani sulit menghasilkan GKP karena mereka kesulitan untuk menjemur gabah yang diakibatkan oleh cuaca yang terang kadang mendadak berubah mendung dan hujan.

Harga gabah kualitas GKP pada bulan Juli 2010 berada di atas harga patokan pemerintah (HPP) sebesar Rp2.700/kg di tingkat petani dan Rp2.750,75/kg di tingkat penggilingan. Berdasarkan hasil pantauan ke lapangan pada bulan Juli 2010 ditemukan transaksi gabah dengan kualitas GKP di bawah HPP hanya sebesar 7,14%. Mutu gabah hasil panen yang diperjualbelikan lebih baik dibandingkan dengan kualitas pada bulan sebelumnya.

Menurut BPS Provinsi Bali, terjadi peningkatan rata-rata harga gabah kualitas GKP pada bulan Juli 2010 dibandingkan dengan mutu pada bulan sebelumnya, yakni di tingkat petani sebesar 3,29% dan tingkat penggilingan sebesar 3,08%. Hal ini terjadi karena kadar air yang terkandung pada gabah turun dibandingkan dengan persentase pada bulan sebelumnya. Rata-rata kadar air gabah kualitas GKP adalah sebesar 23,19%. Harga gabah kualitas GKP terendah di tingkat petani pada bulan Juli 2010 sebesar Rp2.532/kg ditemukan di Kabupaten Badung untuk jenis varietas Cigelis.

Harga gabah kualitas GKP tertinggi di tingkat petani sebesar Rp2.910,00/kg juga terdapat di Kabupaten Badung dengan varietas Ciherang. Produksi gabah di Bali pada tahun 2010 diperkirakan turun sebanyak 28.951 ton GKP, atau turun 3,29% dari produksi tahun 2009 yang mencapai 840.465 ton. Hal ini disebabkan beberapa kendala seperti cuaca, bencana alam, serangan hama, dan perilaku petani. Karena itu, Pemprov Bali, khususnya jajaran Dinas Pertanian setempat, perlu melakukan terobosan dan pendekatan kepada petani dalam upaya meningkatkan produksi secara maksimal.

Para periset dari AS, Pilipina, dan Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) memberi peringatan, sekecil apapun kenaikan suhu udara global akan menyebabkan penurunan produksi gabah. Pakar-pakar itu meneliti dampak kenaikan minimum dan maksimum suhu udara setiap harinya terhadap produksi gabah antara tahun 1994-1999 di 227 lahan pertanian di China, India, Indonesia, Pilipina, Thailand, dan Vietnam. Para periset tadi menemukan, penyebab utama penurunan hasil padi adalah lebih tingginya suhu udara minimum setiap harinya. Hasil studi tersebut disiarkan dalam jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States.

Naiknya suhu udara dalam 25 tahun terakhir telah menyebabkan turunnya hasil panen di sejumlah lokasi pertanian utama sebesar 10 hingga 20%. Turunnya produksi diperkirakan akan memburuk karena suhu udara naik lebih tinggi menjelang pertengahan abad ini. Jika suhu udara siang hari naik terlalu tinggi maka bisa juga menghalangi hasil gabah, sehingga menyebabkan tambahan penurunan dalam produksi. (AI)

Tidak ada komentar: