Jumat, Agustus 20, 2010

Investasi untuk pertumbuhan ekonomi yang tinggi

Dalam pidato kenegaraan menyambut peringatan ke-65 Hari Kemerdekaan RI, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan gamblang dan optimis menargetkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2014 mencapai 7-7,7%. Percepatan laju pertumbuhan ekonomi ini diharapkan mampu memperluas lapangan kerja, dan menurunkan tingkat pengangguran.

Dalam empat tahun ke depan, pemerintah menargetkan 10,7 juta lapangan kerja baru, serta menurunkan tingkat kemiskinan menjadi sekitar 8-10% pada akhir tahun 2014. Untuk memenuhi sasaran percepatan pertumbuhan ekonomi tersebut, pemerintah akan terus melanjutkan kebijakan makroekonomi yang terukur dan prudent. Pemerintah juga telah melakukan sinergi dalam penyusunan APBN dan APBD yang sehat, berkualitas, dan berkesinambungan.

Menurut Komisi XI DPR RI, target itu bisa tercapai asalkan setiap tahunnya perekonomian meningkat 30% lebih tinggi dari pada tahun sebelumnya. Untuk mendorongnya, pemerintah harus fokus pada tiga hal, yaitu ekspor, investasi pemerintah dan publik, serta konsumsi. Di samping itu, investasi yang dikembangkan pun harus lebih memihak pada penciptaan lapangan kerja.

Pemerintah juga akan mewaspadai pertumbuhan ekonomi dunia yang masih melambat. Ini karena dapat memengaruhi asumsi dan kinerja untuk mencapai pertumbuhan ekonomi di atas 6% pada tahun 2011. Perekonomian global memang membaik, namun tidak secepat yang diperkirakan sebelumnya atau tidak luar biasa. Lambannya pemulihan ekonomi global ini akan berimbas pada kinerja perekonomian domestik, termasuk dari sisi kinerja ekspor, terutama ke Eropa.

Meski demikian, pemerintah tetap optimistis dapat mencapai asumsi pertumbuhan ekonomi sesuai target yang ditetapkan sebesar 6,2-6,4% pada tahun 2011, bahkan tidak hanya bergantung pada konsumsi rumah tangga. Komponen pertumbuhan ekonomi seperti ekspor dan investasi harus meningkat. Ini yang dikejar, sehingga pertumbuhan ekonomi bisa cepat dan berkualitas.

Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi pada tahun 2011 sebesar 6,3-6,4% pemerintah menargetkan pertumbuhan laju investasi sebesar 10% pada tahun 2011. Angka ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan perkiraan realisasinya pada tahun 2010 yang sebesar 8%. Menteri Keuangan Agus Martowardojo optimistis membaiknya likuiditas keuagan global akan semakin mendorong masuknya aliran modal dari luar negeri sehingga menggerakkan kinerja investasi domestik dan daya saing perekonomian nasional. Kebutuhan investasi nominal tahun 2011 diperkirakan mencapai Rp2.243,8 triliun. Kebutuhan investasi tersebut akan bersumber dari PMA dan PMDN sebesar 26,8%, kredit perbankan 17,4%, pasar modal 16,7%, belanja modal pemerintah 12,4%, dan sumber-sumber investasi lainnya.

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menargetkan pertumbuhan investasi pada tahun 2011 naik sebesar 15% dibandingkan realisasi investasi pada tahun 2010, atau melebihi Rp200 triliun dibanding target Rp161 trilun pada tahun 2010. Untuk mencapai target tersebut, BKPM akan mengenjot dari sektor infrastruktur karena peluangnya cukup besar dan merupakan fokus investasi pemerintah.

Seperti diketahui target investasi tahun 2010 adalah Rp161 triliun, dan sepanjang semester I/2010 ini realisasi investasi mencapai angka Rp92,9 triliun, meningkat sebesar 39,9% dibandingkan semester I/2009 yang hanya Rp66,4 triliun. Bila dibandingkan dengan target tahun 2010 sebesar Rpl60 triliun, maka capaian selama semester I/2010 sudah mencapai 58,1%.

Untuk pencapaian target 15% pada tahun 2011 tersebut, BKPM tidak akan mengeluarkan kebijakan baru. Namun, perlu adanya ketegasan dan kepastian hukum mengenai public private partnership (PPP) serta insentif fiskal yang ad hoc. Saat ini, BKPM bersama dengan Menteri Perindustrian sedang merumuskan secara intensif dan akan direkomendasikan ke Menteri Keuangan pada akhir September 2010 ini.

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai saat ini di sektor perbankan sudah ada sekitar 43 bank swasta nasional yang dikuasai belasan investor dari 13 negara. Selain itu, investor asing juga sudah masuk ke industri strategis seperti telekomunikasi, pertambangan, dan minyak. Apindo mengharapkan kepemilikan asing di Indonesia jangan dilepas begitu saja. Investasi asing harus memberikan nilai tambah dan mematuhi peraturan Indonesia.

Investor asing juga dibutuhkan untuk belajar karena membutuhkan keahlian dan modal. Bila Indonesia hanya mengandalkan modal sendiri untuk pembangunan ekonomi akan sulit dilakukan. China misalnya, yang berhasil membangun perekonomiannya dengan modal asing yang cukup besar. Di samping itu, China dapat bertindak tegas dengan investor asing untuk mematuhi peraturan pemerintah.

Terkait dengan investasi asing, Indef menilai komitmen negara asing untuk bekerja sama dan berinvestasi di Indonesia sangat tinggi, namun sayangnya tidak semua komitmen mereka sesuai dengan apa yang diharapkan. Pasalnya, beberapa investasi yang direncanakan tidak terealisasi di lapangan dan tentunya kerugian ekonomi yang didapatkan. Tidak terealisasinya komitmen modal asing berinvestasi disebabkan lambatnya pemerintah Indonesia dalam mengidentifikasi kendala investasi di Indonesia, seperti infrastruktur, persoalan lahan, dan perizinan.

Oleh karena itu, pemerintah patut disalahkan bila investor asing belum mau berinvestasi dari pada menyalahkan investor bodong yang datang ke Indonesia. Pasalnya, di tengah persaingan ekonomi dunia, mau tidak mau pelayanan, keamanan, dan kepastian hukum menjadi hal yang dibutuhkan para investor dan harus dipenuhi oleh pemerintah. Indonesia tertinggal jauh dibanding negara-negara tetangga dalam memenuhi prasyarat investasi, infrastruktur, perizinan, listrik, air, hingga persoalan perizinan.

Pemerintah perlu menyikapi hal ini secara serius dan bukan bersifat reaktif menghadapi persoalan lahan, perizinan dan infrastruktur sebagai masalah klasik yang menjadi hambatan dalam dunia investasi. Pemerintah perlu melakukan ketegasan berupa dana pengikat terhadap para investor asing dari nilai investasi yang akan ditanamkan di Indonesia. Hal ini perlu dilakukan agar nota kerja sama pemerintah dengan para investor tidak hanya angin semata. (AI)

Tidak ada komentar: