Rabu, Agustus 11, 2010

Trafficking mengancam TKI

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membentuk tim Satuan Gugus Tugas untuk menangani kasus-kasus trafficking (perdagangan orang) yang semakin marak. Tim akan dipimpin oleh Menkokesra Agung Laksono. Tim ini juga ditujukan untuk mempermudah koordinasi antar-instansi pemerintah. Biasanya, dalam menangani kasus trafficking, semua instansi berjalan sendiri-sendiri. Adannya koordinasi antar-instansi serta dilibatkannya daerah dalam menangani masalah trafficking, diharapkan mampu menekan angka kasus trafficking.

Dewan Keamanan Persatuan Bangsa-bangsa (DK-PBB) mengartikan perdagangan manusia sebagai upaya perekrutan, pemindahan, penampungan, serta penerimaan seseorang dengan menggunakan ancaman, kekerasaan atau dengan bentuk paksaan-paksaan lainnya. Bentuk pemaksaan tersebut dapat berupa penculikan, kecurangan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan, serta menerima dari atau memberi imbalan (bayaran) kepada orang yang memiliki wewenang atas orang lain untuk memperoleh manfaat dari orang tersebut untuk tujuan eksploitasi.

Gugus Tugas Pemberantasan Perdagangan Orang (GTPPO) Jabar menilai kasus trafficking sebagai kejahatan teroganisir karena melibatkan beberapa orang pelaku. Para pelaku biasanya terbagi menjadi beberapa peran. Ada yang mencari korban, merekrut kemudian mengantar dan ada pula yang menjemput kemudian menyalurkan. Dalam setahun terakhir ini kasus trafficking cukup banyak dan GTPPO mengungkap 7 kasus dengan menyelamatkan 70 wanita diantaranya 64 wanita asal Jabar dari Kalimantan dan Batam.

Akar permasalahan trafficking karena kemiskinan, rendahnya pendidikan, pergesean nilai konstruksi sosial budaya masyarakat. Untuk mengantisipasi kasus trafficking harus melibatkan berbagai pihak dan terus mengadakan penyuluhan agar para pencari kerja khususnya wanita tidak mudah tertipu oleh jaringan trafficking. Para korban trafficking membutuhkan pemulihan sebelum dikembalikan ke kampungnya dilakukan pembinaan dan diberikan keterampilan.

Di samping itu, gaya hidup konsumtif pada remaja menjadi salah satu pemicu perdagangan manusia. Gelap mata mengejar barang-barang berharga dan tergiur mendapatkan uang secara cepat, membuat remaja terjerumus menjadi korban perdagangan manusia. Lebih dari 70 ribu remaja dieksploitasi secara seksual setiap tahun. Media jejaring sosial juga mempermudah para pelaku perdagangan manusia mencari korban. Budaya di daerah tertentu, yang membolehkan pernikahan dibawah umur juga menjadi celah terjadinya kejahatan perdagangan manusia.

Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Jatim mencatat sebanyak 18.641 tenaga kerja Indonesia (TKI) di Jatim menjadi korban trafficking selama tahun 2009. Jatim merupakan provinsi terbanyak yang mengirimkan TKI ke berbagai negara tujuan. Beberapa daerah yang menjadi penyumbang terbesar TKI di Jatim antara lain Kabupaten Tulungagung, Malang, Kediri, Jember, dan Banyuwangi.

Data di Badan Nasional Penempatan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) menyebutkan sebanyak 37.899 TKI asal Jatim bekerja di sejumlah negara tujuan TKI, selama tahun 2009. Sementara data penempatan TKI di Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (UPTP3TKI) tercatat sebanyak 46.418 orang asal Jatim menjadi TKI selama tahun 2009.

Penyebab maraknya TKI yang menjadi eksploitasi antara lain informasi yang diterima calon TKI masih minim terkait dengan prosedur penempatan TKI ke luar negeri dan calo TKI yang berkeliaran di mana-mana. Pemerintah melalui Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) masih lemah dalam melakukan pengawasan terhadap maraknya calo yang ada di sejumlah kabupaten/kota di Jatim.

Kepolisian Republik Indonesia (Polri) juga menemukan adanya tindak pidana human trafficking yang dilakukan di daerah-daerah perbatasan di Sumatera dengan Malaysia. Di Riau dan Kepulauan Riau (Kepri) misalnya, terdapat 67 ”pelabuhan tikus" yang kerap dijadikan lalu-lalang orang Indonesia menuju Malaysia. Sebaliknya di Malaysia, diketahui ada 24 "pendarat haram" (istilah "pelabuhan tikus" di Malaysia) yang kerap dijadikan pendaratan orang-orang Indonesia yang datang ke Malaysia secara gelap.

Ada konsekuensi besar yang harus dihadapi seseorang untuk menjadi seorang TKI. Jika tidak memiliki persiapan yang matang maka janganlah terlalu tergiur untuk menjadi TKI. Beberapa permasalahan yang tengah dihadapi dalam hal penyaluran TKI adalah masih banyaknya perusahaan pengerah jasa TKI (PJTKI) yang "nakal". Oleh karena itu, masyarakat hendaknya menempuh prosedur resmi dalam pemberangkatannya sebagai calon TKI.

Disnakertrans membutuhkan bantuan masyarakat, dalam hal ini calon TKI, untuk bisa menempuh mekanisme persyaratan sebelum pemberangkatan menjadi TKI, seperti rekomendasi izin keluarga serta rekomendasi dari Disnaker setempat. Di samping itu, persiapan keterampilan serta mental dari calon TKI juga mempengaruhi nasib TKI itu sendiri.

Sementara itu, pemerintah menghentikan sementara (moratorium) pengiriman TKI sektor domestik ke Yordania hingga masalah penempatan dan perlindungan dengan negara itu diselesaikan. Kemnakertrans telah melayangkan Surat Edaran (SE) Menakertrans No.SE 172/MEN/PPTK-TKLN/VII/2010 tanggal 29 Juli 2010 tentang Penghentian Sementara Pelayanan Penempatan TKI ke Yordania untuk Pekerja Sektor Domestik (PLRT).

Hal ini dilakukan dalam rangka meningkatkan pelayanan penempatan dan perlindungan TKI yang saat ini masih banyak bermasalah di Yordania. Saat ini di penampungan perwakilan RI di Yordania terdapat 238 TKI bermasalah yang masih dalam proses penyelesaian. Sebagian besar merupakan tenaga kerja sektor domestik (PRT) yang wajib dilindungi. Sebenarnya sudah terdapat penandatanganan nota kesepahaman antara pemerintah RI dengan Yordania yang dilakukan pada 27 Juni 2009, namun sampai saat ini belum dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan oleh pemerintah. (AI)

Tidak ada komentar: