Senin, Januari 25, 2010

Batubara

Kebijakan pemerintah yang mewajibkan para pengusaha batubara untuk memasok kebutuhan domestik (domestic market obligation/DMO) diperkirakan tidak akan mengganggu kegiatan ekspornya. Bahkan, nilai ekspor batubara tahun 2010 diprediksi akan melonjak seiring dengan peningkatan produksi. Asosiasi Pengusaha Batubara Indonesia (APBI) tidak keberatan dengan adanya DMO dengan pertimbangan pelaksanaan DMO tidak terlalu ketat karena akan mengikuti perkembangan kondisi bisnis batubara.

Terkait dengan mekanisme DMO, defisit pasokan batubara untuk PLTU milik PLN yang selama ini sering terjadi, pada tahun 2010 ini diyakini tidak akan terulang lagi. Hal itu disebabkan persediaan batubara untuk PLN masih sangat besar. Total kebutuhan PLN per tahun sekitar 70 juta ton, sementara produksi batubara nasional bisa lebih dari tiga kali lipat dari jumlah tersebut. Melalui skema DMO ini pemerintah yakin bisa mengamankan pasokan batubara untuk keperluan domestik.

Pemerintah akan memberikan sanksi administratif kepada badan usaha pertambangan mineral dan batubara yang melanggar aturan DMO. Hal tersebut tercantum dalam Peraturan Menteri ESDM No.34 Tahun 2009 tanggal 31 Desember 2009 tentang Pengutamaan Pemasokan Kebutuhan Mineral dan Batubara untuk Kepentingan Dalam Negeri. Berdasarkan pasal 20 ayat 3 Permen tersebut tertulis, sanksi administratif kepada badan usaha pertambangan mineral dan batubara berupa berupa peringatan tertulis paling banyak tiga kali dalam jangka waktu masing-masing paling lama satu bulan hingga pemotongan produksi mineral atau batubara paling banyak 50% dari produksinya pada tahun berikutnya.

Selain produsen, konsumen batubara atau mineral juga akan terkena sanksi administratif yang sama. Sebagaimana tercantum dalam pasal 20 ayat 4 yaitu peringatan tertulis paling banyak tiga kali dalam jangka waktu masing-masing paling lama satu bulan hingga pengurangan alokasi pemasokan mineral atau batubara paling banyak 50% dari kebutuhan pada tahun berikutnya.

Menanggapi hal ini APBI mengatakan, aturan DMO dibuat agar kebutuhan batubara dalam negeri menjadi prioritas. Keberadaan permen tersebut berarti semakin menegaskan lagi dan lebih teregulasi. Untuk mendorong pelaksanaan DMO tersebut, pemerintah diharapkan agar menetapkan harga batubara DMO mengikuti harga pasar. Pasalnya, jika pembeli dalam negeri menggunakan harga pasar dengan sendiri produsen akan berlomba untuk menjual ke dalam negeri. Hal ini akan membuat produsen selain mendapatkan based load yang jelas dan pasti, juga waktu perputaran untuk pengiriman lebih cepat karena lebih dekat.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan, secara prinsip ketentuan soal harga patokan batu bara tersebut tetap mengacu kepada indeks dan range yang ditentukan setiap bulannya, hanya sekarang akan dilegalkan melalui peraturan menteri. Kementerian ESDM sedang mempertimbangkan kemungkinan produsen boleh menjual batubara di bawah harga acuan, namun rerata harga untuk total penjualan setiap perusahaan batubara tetap harus lebih tinggi dibandingkan dengan harga patokan.

Produsen ingin menjual batubara di luar ketetapan harga batubara acuan (HBA) pemerintah disebabkan agar tetap bisa bersaing dengan produsen dari negara lain. Harga penjualan batubara selama ini mengacu kepada Surat Edaran Dirjen Minerbapabum yang dikeluarkan setiap bulannya untuk mengevaluasi harga jual batubara dari perusahaan pemasok.

Pemberlakukan kebijakan DMO batubara diperkirakan tidak akan mengganggu kinerja ekspor karena kapasitas produksi sudah dinaikkan. Untuk tahun 2010 ini, permintaan domestik batubara diprediksi hanya sebesar 75 ton, sedangkan kapasitas produksi mencapai 280 juta ton. Kelebihan produksi yang tidak terserap domestik akan diekspor ke sejumlah negara. Saat ini batubara dari Indonesia banyak diekspor ke Jepang, China, Korea, dan India. Dengan pemberlakuan Perjanjian Perdagangan Bebas China-ASEAN (CAFTA), maka volume ekspor batubara ke China diperkirakan akan meningkat pesat karena hambatan tarif yang selama ini ada sudah dihapuskan.

Musim dingin yang terjadi di negara-negara belahan bumi utara memiliki andil pada peningkatan harga batubara pada akhir tahun 2009. Berdasarkan data Global Coal Newcoal Index di Pelabuhan Newcastle Australia pada akhir Desember 2009, harga batubara telah naik 6,09% dibanding minggu sebelumnya, menjadi USD86/ton. Kenaikan harga batubara ini berhubungan erat dengan peningkatan kebutuhan batubara di pasar dunia.

Musim dingin yang datang sejak awal bulan Desember 2009 mengakibatkan stok batubara di China bagian timur makin menipis. Di sisi lain, produksi batubara di negara itu tidak mampu memenuhi permintaan yang ada. Akibatnya, persedian batubara pada beberapa pembangkit listrik di China semakin menipis, dan China harus mengimpor batubara dari Australia dan negara lain.

Sementara itu, cuaca buruk yang terjadi di perairan Kalimantan telah mengakibatkan pasokan batubara dari Kalimantan Selatan ke Pulau Jawa terhenti. Kapal-kapal tongkang pengangkut batubara terpaksa berlindung di pulau-pulau kecil untuk menghindari gelombang. Asosiasi Pelayaran Nasional (INSA) Kalsel mengatakan, surat edaran dari Administrator Pelabuhan (Adpel) Banjarmasin telah meminta perusahaan jasa pelayaran yang beroperasi di Kalsel untuk mewaspadai kondisi cuaca buruk di laut. Kapal-kapal kecil dilarang berlayar, sedangkan kapal berbobot besar di atas 3.500 gross ton (GT) masih diberi toleransi. Akibat kondisi cuaca buruk, barang-barang kebutuhan masyarakat juga menumpuk di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, Jawa Timur, dan Banjarmasin.

Salah satunya angkutan batubara milik PT Adaro Indonesia terpaksa berhenti. PT Adaro merupakan salah satu perusahaan tambang pemasok batubara bagi kebutuhan PLN. Perusahaan lainnya yang juga memasok batubara ke PLN antara lain PT Arutmin Indonesia, PT Darma Henwa, dan PT Surya Sakti Darma Kencana. Total pasokan batubara untuk kebutuhan PLN dari perusahaan tambang di Kalsel lebih dari 15 Juta ton/tahun.

PT Adaro Indonesia menghentikan sementara pasokan batubara ke Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Cilacap Jawa Tengah dan pabrik semen PT Holcim Tbk hingga pertengahan Januari 2010. Hal ini sesuai dengan prediksi Badan Meteorolgi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Cilacap yang memprediksi cuaca buruk di Samudra Hindia akan berlangsung hingga pertengahan Januari 2010. (AI)

Tidak ada komentar: