Senin, September 15, 2008

Tenaga kerja asing di Indonesia

Tenaga kerja asing diperkirakan semakin banyak dalam pasar tenaga kerja di Tanah Air sepanjang tahun 2008, khususnya sektor jasa dan industri. Selama Januari – Mei 2008, jumlah tenaga kerja asing yang bekerja di Indonesia mencapai 21.167 orang. Itu berarti setiap bulan ada sekitar 4.200-an tenaga kerja asing di Indonesia. Menurut Kasie Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) Depnakertrans Timbul Tua Panggabean, sepanjang tahun 2007 jumlah tenaga kerja asing di Indonesia tercatat sebanyak 40.204 orang, sehingga diasumsikan terdapat 3.350 pekerja asing setiap bulannya.

Hingga Mei 2008, tenaga kerja asing di sektor jasa telah mencapai lebih dari 6.000 orang atau 29% dari total pekerja asing. Sektor industri berada di urutan kedua dengan jumlah penyerapan tenaga kerja asing kurang lebih 5.500 orang. Pekerjaan di sektor jasa yang paling diminati adalah jasa konstruksi, pendidikan swasta, jasa hiburan, dan jasa penunjang pertambangan dengan total tenaga kerja asing dari keempat bidang itu mencapai 3.436 orang.

Dari total tenaga kerja asing yang datang ke Indonesia, tenaga kerja asing asal China menempati urutan pertama dari segi jumlah. Pekerja dari negara tersebut mencapai 3.096 orang atau hampir 15% dari total pekerja asing yang ada di Indonesia dalam periode Januari – Mei 2008. Rata-rata setiap sektor usaha senang mempekerjakan karyawan dari China karena mereka gigih, loyal, dan tidak banyak menuntut. Posisi kedua dan ketiga ditempati tenaga kerja asal Jepang dan Malaysia yang jumlahnya masing-masing mencapai 2.993 orang dan 1.659 orang.

Tenaga kerja asing tersebar hampir di seluruh provinsi di Indonesia. Jakarta menyerap tenaga kerja asing terbanyak, yakni 13.227 orang atau 62,4% dari total pekerja asing secara keseluruhan, disusul Kepulauan Riau 2.326 orang, dan Jawa Barat 2.100 orang. Banyaknya tenaga kerja asing masuk ke Indonesia diperkirakan akibat dikeluarkannya Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.PER.02/MEN/III/2008. Salah satu isi permen tersebut adalah mengatur tentang perpendekan jangka waktu proses penyelesaian rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA) dan IMTA.

Bali misalnya, selain sebagai surga bagi wisatawan yang ingin berlibur, Bali juga surga bagi pencari kerja asing. Selain berwisata mereka juga bersaing meraup rezeki dengan tenaga kerja lokal. Terbukti, hampir semua lapangan pekerjaan yang tersedia di Bali khususnya sektor pariwisata dikuasai asing. SDM Bali di bidang pariwisata ragu berebut peluang kerja dengan tenaga kerja asing. Menurut Ketua Federasi Serikat Pekerja Pariwisata (SP Par) Badung Putu Satyawira Marhaendra, SDM Bali khususnya yang bergerak di bidang pariwisata masih malu-malu kucing dalam menghadapi persaingan dengan tenaga kerja asing. Padahal jika dilihat dari tingkat kemampuan, tenaga kerja pariwisata Bali tak kalah kualitasnya.

Berdasarkan data yang tercatat di Kantor Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Badung, jumlah warga asing yang berkerja di Badung periode Juli 2008 tercatat 854 orang. Angka tersebut meningkat 16,7% atau 143 orang dari periode akhir 2007 yang tercatat 711 orang. Kurang agresif dan keragu-raguan tenaga kerja lokal, khususnya yang memiliki skill di bidang kepariwisataan untuk mengambil peluang kerja yang tersedia, menjadi celah para pencari kerja asing untuk menikmati nikmatnya pariwisata Bali.

Managing Director Wisata Kebun David A. Down di Denpasar juga mengakui, ketika pertama kali menginjakkan kaki di Bali, warga negara Eropa itu langsung menginvestasikan modalnya di Bali. Padahal sebelumnya dia sempat menjelajah sejumlah wilayah di Indonesia. David memilih berinvestasi di bidang perkebunan, bidang yang sama dengan hobinya. Hal itu menunjukkan Bali bukan hanya surga bagi wisatawan, tetapi juga Paradise Island para pencari kerja asing dan pemilik modal.

Dari Jawa Timur, ribuan tenaga kerja asing di daerah itu tidak terdaftar di Dinas Tenaga Kerja Jatim. Menurut Wakil Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Jatim Setiadjit, Kepolisian Daerah Jatim mencatat sedikitnya 5.784 orang asing tidak melaporkan diri. Namun, hanya 638 orang melaporkan diri ke Dinas Tenaga Kerja. Jadi, ada selisih 5.146 orang yang tidak jelas statusnya. Ketidakjelasan itu membuat Jatim mengalami sejumlah kerugian dan ancaman. Kerugian paling jelas berupa kehilangan pendapatan dari retribusi pekerja asing. Retribusi USD100/bulan/tenaga kerja asing itu harus dibayar perusahaan. Kalau ada 5.136 pekerja tidak terdata, artinya Jatim kehilangan USD513.600 atau Rp4,5 miliar per bulan.

Sementara itu Koordinator Loket Pelayanan IMTA Disnaker Jatim Wahyudi mengatakan, pengurusan IMTA di provinsi hanya untuk perpanjangan. Jika belum memiliki IMTA, perusahaan harus mengurus di Depnakertrans. Ada dua modus utama pekerja asing masuk Jatim, yakni menjadi pekerja hiburan malam dan teknisi mesin-mesin impor menggunakan visa turis. Padahal mereka bekerja dengan bayaran ribuan dolar AS per bulan tanpa membayar pajak. Perusahaan yang terbukti tidak memiliki IMTA tetapi menggunakan pekerja asing akan dijatuhi sanksi berupa pidana penjara satu tahun hingga empat tahun dan/atau denda Rp100 juta hingga Rp400 juta. Selanjutnya pekerja asing akan dideportasi.

Pemerintah Kabupaten Bekasi mempertahankan pengelolaan retribusi tenaga kerja asing yang bekerja di wilayah Bekasi sebesar USD100/orang/bulan sebagai pendapatan daerah. Retribusi tenaga asing ingin diambil alih pemerintah pusat. Pengambilalihan diatur Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 38 Tahun 2007 tentang pengelolaan dana pengembangan keahlian dan keterampilan, diambil dari retribusi tenaga kerja asing. Jumlah tenaga kerja asing di Kabupaten Bekasi mencapai 1.500 orang. Mereka tersebar di 2.400 perusahaan. Di antaranya perusahaan garmen, metal, elektronik, otomotif, plastik, dan industri makanan dan minuman.

Masalah tenaga kerja asing di Indonesia memang merupakan masalah yang tak ada habisnya untuk dibahas. Pemahaman mengenai penggunaan tenaga kerja asing dimulai dari ketentuan Pasal 42 ayat 4 UU No.13/2003 yang mengatur bahwa tenaga kerja asing dapat dipekerjakan di Indonesia hanya dalam hubungan kerja untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu. Pasal ini mensyaratkan bahwa keberadaan tenaga kerja asing di Indonesia hanya dapat untuk sementara saja dan untuk posisi tertentu saja. Hal ini tentu berkaitan dengan tujuan dibentuknya UU No.13/2003, salah satunya yaitu untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing tenaga kerja Indonesia. (AI)


Tidak ada komentar: