Jumat, September 26, 2008

Menunggu tol Trans Jawa

Depkeu menolak klausul cost recovery atau pembebanan biaya operasional jalan tol kepada pemerintah meskipun pemerintah juga menerapkan kewajiban bagi hasil kepada investor jalan tol yang mendapatkan keuntungan. Menurut Kepala Badan Kebijakan Fiskal Depkeu Anggito Abimanyu, penolakan pemerintah ini karena pemerintah sudah menanggung risiko kenaikan harga tanah. Cost recovery tidak layak diterapkan dalam perhitungan investasi jalan tol karena kondisinya sangat berbeda dengan cost recovery pada kontraktor kontrak kerja sama migas. Dalam investasi jalan tol, investor tidak dibebani biaya awal yang sangat tinggi, seperti ongkos eksplorasi pada kontraktor migas dan bagi hasil dilakukan setelah kontraktor itu sudah melampaui titik impas.

Sebelumnya, Depkeu ingin agar calon investor proyek jalan tol yang belum ditender (terhitung sejak Agustus 2008) memasukkan usulan bagi hasil antara investor dan pemerintah atau lazim disebut claw back pada saat tender. Pemerintah ingin ada tambahan sumber penerimaan yang layak dari sektor infrastruktur. Claw back hanya akan diterapkan pada proyek-proyek yang hingga saat ini belum ditender, baik proyek dalam tahap studi maupun dalam persiapan tender. Mekanisme penerapan claw back akan disusun secara detail oleh Departemen Pekerjaan Umum (PU).

Menkeu Sri Mulyani Indrawati sudah meminta agar kebijakan ini benar-benar diberlakukan untuk ruas-ruas yang belum ditandatangani. Dengan demikian, untuk proyek-proyek yang saat ini sudah ditender dan sudah berjalan, dipersilakan jalan terus tanpa harus menerapkan kebijakan claw back. Pada saat diterapkan nanti, setiap peserta tender proyek jalan tol harus memasukkan proposal bagi hasil yang akan diberikan kepada pemerintah pada saat proyek itu sudah menguntungkan. Klausul claw back harus dimasukkan dalam dokumen tender. Claw back akan menjadi salah satu faktor penentu kemenangan kontraktor dalam tender. Dengan demikian, setiap peserta tender akan berkompetisi untuk memenangkan tender melalui daya tarik bagi hasilnya.

Pembangunan jalan tol akan menjadi primadona investasi infrastruktur dalam empat tahun ke depan, mengingat kebutuhan jalan tol di Indonesia masih besar. Bagi investor sendiri, keuntungan dari tol yang dibangun diperoleh dari perkembangan ekonomi di sekitarnya, seperti industri dan pertanian, yang pada akhirnya memberikan kenaikan pendapatan dengan meningkatnya lalu lintas. Hal ini mutlak direalisasikan sebagai upaya mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, mengingat 85% - 90% distribusi barang menggunakan jalan raya.

Deputi Bidang Infrastruktur, Menko Perekonomian Bambang Susantono yang juga aktif di Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) mengatakan, pembangunan jalan tol merupakan prioritas pemerintah yang harus diselesaikan sesuai dengan Inpres No.5 Tahun 2008 tentang Fokus Pembangunan Ekonomi 2008-2009. Pembangunan jalan tol merupakan model terbaik kerja sama pemerintah dengan swasta dalam pembangunan infrastruktur. Pemerintah memberikan stimulan dari dana APBN, sedangkan investor membangun dan mengoperasikannya.

Dari Jabar dikabarkan proyek pembangunan enam jalan tol di daerah tersebut masih terhambat pembebasan lahan. Padahal program pembangunan jalan tol yang terdiri dari Tol Cileunyi-Sumedang-Dawuan (Cisumdawu), Tol Soreang-Pasirkoja (Soroja), Tol Cikampek-Palimanan, Tol Sukabumi-Ciranjang, Tol Sukabumi-Bogor, dan Tol Bogor-Ringroad Jakarta, sudah mulai dibahas sejak akhir tahun 2007. Menurut Kepala Badan Perencanaan Daerah (Bapeda) Jabar Deni Juanda, hambatan pembebasan lahan disebabkan maju-mundurnya komitmen pendanaan dari pusat. Sementara pihak pemda yang mencakup pemprov Jabar dan pemkab/pemkot sudah siap mengalokasikan dana APBD.

Sementara itu dari Jateng sosialisasi pembebasan lahan untuk pembangunan jalan tol Semarang-Batang perlu terprogram agar masyarakat yang lahannya terkena proyek tidak resah dan mengartikan sendiri-sendiri tentang ganti ruginya. Pasalnya, pembangunan jalan tol Semarang-Batang sepanjang 74,2 km itu sebagian ruasnya akan melewati permukiman warga, termasuk di Perumahan Sulanji Graha. Pada prinsipnya, warga Perumahan Sulanji Graha Ngaliyan Kota Semarang bisa menerima, tetapi kalau panitia pembebasan tanah dan bangunan belum melakukan sosialisasi, masyarakat pasti akan resah.

Sementara itu, Panitia Pengadaan Tanah (P2T) Kota Semarang mengakui bahwa sosialisasi baru dilakukan di Kelurahan Purwoyoso, yang dalam rencananya terkena untuk jalan tol sebanyak 600-700 bidang tanah. Sosialisasi untuk wilayah Kecamatan Ngaliyan yang akan terkena jalan tol Semarang-Batang akan dilakukan untuk Kelurahan Ngaliyan, Wonosari, Gondoriyo, Tambakaji, Bringin, dan Kelurahan Podorejo. Sosialisasi tahap I sudah dilakukan, yakni pengukuran dan pemasangan patok. Untuk tahap II sosialisasi akan dilakukan agar bisa selesai pada akhir September 2008. Apabila semua lancar tanpa ada kendala yang berarti, masalah ganti rugi akan dilakukan sebelum pergantian tahun sehingga pada akhir tahun 2008 masalah ganti rugi sudah selesai.

Penyelesaian ruas tol Solo-Kertosono sepanjang 118,71 km diprediksi mundur dari target semula. Dana pembebasan tanah yang berasal dari APBN 2009 hanya cair Rp200 miliar dari total kebutuhan Rp1,06 trilun. Padahal sebelumnya ruas itu direncanakan dapat beroperasi tahun 2010. Dengan berkurangnya anggaran, dana Rp200 miliar itu akan digunakan untuk membebaskan lahan secara bertahap. Ruas ini dinilai tidak layak secara finansial namun sangat layak secara ekonomi, sehingga investor merasa kesulitan untuk berinvestasi.

Menurut Menteri PU Djoko Kirmanto, pemerintah memutuskan menggelontorkan dana APBN untuk pembebasan lahan dan mengerjakan sebagian konstruksinya, sebagian lainnya akan dikerjakan swasta. Kebutuhan biaya konstruksi hingga beroperasinya tol diperkirakan mencapai Rp2 triliun. Salah satu ruas Trans Jawa tersebut, mendapatkan alokasi dana sebesar Rp739 miliar untuk pembebasan lahan. Namun angka itu dikurangi menjadi Rp323 miliar akibat adanya program penghematan anggaran.

Tol Trans-Jawa, yang sebagian besar dibangun di sisi selatan jalur pantura sangat mungkin mengubah wajah Pulau Jawa. Konversi sawah di sepanjang tol, khususnya di Jateng hingga Jatim akan mengorbankan sekitar 600 ha lahan pertanian beririgasi teknis. Konversi lahan sangat mungkin meluas karena pembangunan jalan selalu diikuti kantong pertumbuhan ekonomi baru. Padahal, menurut mantan Meneh KLH Emil Salim, tingkat kesuburan tanah di Jawa delapan kali lipat dibanding Kalimantan dan enam kali lipat ketimbang Sumatera. (AI)


Tidak ada komentar: