Jumat, September 19, 2008

Kinerja perikanan dan isu pemasaran

Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) mengungkapkan, sektor kelautan dan perikanan berpotensi memberikan sumbangan terhadap anggaran negara sebesar Rp750 triliun dari rencana APBN 2009 lebih dari Rp1.000 triliun. Menurut Ketua Umum HNSI Yusuf Sholichien, sumbangan sektor kelautan dan perikanan terhadap anggaran negara sebesar itu bisa direalisasikan jika pengolaannya dilakukan secara maksimal serta mendapatkan perhatian dari pemerintah.

Saat ini kontribusi sektor kelautan dan perikanan baru sekitar 10% dari total anggaran belanja negara. Padahal potensi ekonomi sektor kelautan dan perikanan di Indonesia sebenarnya sangat besar tidak hanya berasal dari hasil tangkapan ikan namun juga sumber daya mineral ataupun kekayaan alam laut lainnya. Namun, karena minimnya perhatian pemerintah terhadap sektor ini maka potensi besar itu banyak yang hilang dan tidak bisa dimanfaatkan oleh negara maupun masyarakat Indonesia.

Dalam pidato kenegaraan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di depan sidang Paripurna DPR pada 15 Agustus 2008 lalu memperlihatkan rendahnya perhatian pemerintah pada sektor kelautan dan perikanan. Dalam pidato pengantar nota keuangan dan RAPBN 2009 itu, presiden sama sekali tidak menyinggung pembangunan sektor kelautan dan perikanan ataupun kehidupan nelayan sementara sektor lain seperti pertanian, kesehatan dan pendidikan mendapat perhatian yang tinggi. Bahkan anggaran pembangunan untuk sektor kelautan dan perikanan juga sangat kecil dibanding sektor pertanian.

Di bidang agribisnis dan agroindustri, sektor perikanan termasuk salah satu penyumbang devisa negara nonmigas cukup besar bersama sektor kehutanan dan perkebunan. Sesuai dengan sasaran yang diharapkan dalam Rencana Strategis (Renstra) Pembangunan Kelautan dan Perikanan tahun 2005 – 2009, kontribusi sektor perikanan terhadap produk domestik bruto (PDB) pada tahun 2009 diharapkan mencapai 5,10%. Sasaran lain yang ingin dicapai adalah total produksi perikanan sebanyak 9,7 juta ton, nilai ekspor perikanan USD5 miliar, konsumsi ikan penduduk 32,29 kg/kapita/tahun, dan penyediaan kesempatan kerja kumulatif sebanyak 10,24 juta orang.

Untuk mencapai sasaran tersebut, program yang diintensifkan pemerintah antara lain pengembangan industri perikanan terpadu, yang meliputi (i) pengembangan industri perikanan tuna terpadu, termasuk inisiasi dan pengembangan awal budidaya tuna untuk menghasilkan tuna segar; (ii) pengembangan industri tambak udang terpadu, termasuk pembangunan broodstock, balai benih, revitalisasi backyard hatchery, pabrik pakan, dan pos kesehatan ikan; dan (iii) pengembangan pabrik industri rumput laut terpadu dan massal di daerah produsen di seluruh Indonesia, serta pabrik pengolahan bahan kering menjadi semi-refined products di pusat-pusat industri.

Sementara itu Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numberi mengatakan, saat ini produk perikanan menjadi salah satu andalan bagi devisa negara. Pertumbuhan ekspor produk perikanan Indonesia selama lima tahun terakhir (2003-2007) mengalami kenaikan rata-rata 8,23%. Posisi nilai ekspor produk perikanan Indonesia di pasar dunia pada tahun 2006 menduduki peringkat 10 dengan pasar utama AS, Jepang dan Eropa. Berdasarkan catatan DKP selama tiga tahun terakhir volume ekspor produk perikanan Indonesia yakni 857.992 ton dengan nilai USD1,91 miliar pada tahun 2005. Kemudian naik menjadi 926.478 ton pada tahun 2006 senilai USD2,10 miliar dan pada tahun 2007 mencapai USD2,30 miliar meskipun dari volume turun menjadi 837.783 ton.

DKP optimistis ekspor perikanan Indonesia dapat mencapai USD2,6 miliar pada tahun 2008. Pasalnya, sampai Juni 2008, nilai ekspor perikanan Indonesia sudah mencapai USD1,2 miliar. Jika mengikuti musim biasanya peningkatan justru terjadi pada Juli, Agustus, dan September. Dirjen Perikanan Tangkap DKP Ali Supardan mengatakan, sektor perikanan masih berpotensi untuk dikembangkan. Berdirinya dua pelabuhan perikanan oleh swasta di Batam merupakan indikasi kuat pernyataan itu.

Tujuan ekspor utama AS, Jepang, dan UE, menguasai 65% - 70% pangsa ekspor perikanan Indonesia yang pada tahun 2007 lalu mencapai USD 2,3 miliar. Rinciannya, sebanyak USD900 juta ekspor ke AS, USD630 juta ke Jepang, dan USD450 juta nilai ekspor ke UE. Selama puluhan tahun ketiga wilayah itu hanya meminta ekspor jenis udang dan ikan tuna. Belakangan, mulai berkembang ke jenis lain seperti fillet ikan nila dan beberapa jenis ikan air tawar serta rumput laut.

Beberapa isu pemasaran produk perikanan di beberapa negara cenderung berbeda, seperti di AS, isu yang cenderung diangkat terhadap produk perikanan adalah CSI (Container Security Initiative), FAST (Free and Secure Trade), Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP), COOL (Country Of Origin Labeling), dan Nutriton Labeling. Di UE lebih cenderung mengangkat isu Safeguard Policy Statement (SPS) yang makin ketat (White Paper on Food Safety), Zero Tolerance Residu Antibiotic, Tracebility and System Border Control (CD2006/236/EC, 21 Maret 2006), isu animal welfare, dan isu lingkungan/ecolabeling. Jepang lebih cenderung mengangkat isu COOL, traceability untuk tuna, SPS yang ketat, dan antibiotika.

Permasalahan penanganan food safety perikanan di Indonesia lebih banyak terkait dengan masalah kualitas dan keamanan pangan. Permasalahan tersebut karena faktor internal dan eksternal. Faktor internal dimaksud meliputi jaminan mutu dan kemanan hasil perikanan Indonesia masih lemah, susut hasil produk perikanan masih tinggi (27,8%), utilitas industri masih rendah (<50%), maraknya penggunaan bahan ilegal, pola dan jenis produksi hasil perikanan serta, pola konsumsi ikan tidak berubah, dan beberapa lokasi potensial kurang berkembang.

Sedangkan faktor eksternal lebih disebabkan karena meningkatnya persyaratan dan standar international, persaingan ketat, terutama ancaman negara pesaing seperti Vietnam, Thailand dan Malaysia, pasar yang cenderung tetap yakni UE, Jepang, dan USA, karena pasar baru kurang dijajaki, dan adanya hambatan tarif.

Terkait dengan permasalahan tersebut, DKP telah dan terus melakukan beberapa upaya untuk penanganan food safety produk perikanan, antara lain (i) pengembangan sistem rantai dingin (cold chain system) di 5 sentra pengolahan, 6 sentra produksi dan 3 Pasar Ikan Higienis, (ii) sosialisasi larangan penggunaan bahan kimia berbahaya, (iii) penambahan dan penyempurnaan jabatan fungsional pengawas mutu hasil perikanan, (iv) sosialisasi ketentuan internasional standar produk dan sistem jaminan mutu serta keamanan hasil perikanan, (v) penguatan kompentensi laboratorium penguji, dan (vi) pelatihan program manajemen mutu terpadu (HACCP). (AI)

Tidak ada komentar: