Senin, Februari 08, 2010

Gula

Indonesia diperkirakan baru akan swasembada gula pada tahun 2014. Saat itu seluruh kebutuhan nasional gula, baik gula konsumsi dan industri bisa dipenuhi oleh produksi dari dalam negeri. Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, pada tahun 2009 kebutuhan gula kristal rafinasi mencapai 2,15 juta ton, sedangkan pada tahun 2014 diperkirakan akan mencapai 2,74 juta ton, atau tumbuh 5% setahun. Produksi gula kristal rafinasi mencapai 1,9 juta ton pada tahun 2009 dan diperkirakan pada tahun 2014 akan mencapai 2,74 juta ton yang sama artinya dengan swasembada gula.

Untuk mendukung pengembangan pabrik gula, pemerintah akan mewajibkan investor menggunakan mesin-mesin produksi dalam negeri. Hal itu dimungkinkan karena industri permesinan dalam negeri akan direvitalisasi dan siap mendukung pengadaan mesin dan peralatan pabrik gula tersebut. Saat ini industri dalam negeri telah mampu membuatnya dengan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) sebesar 75%, termasuk rancang bangun dan perekayasaannya.

Pemerintah telah mengantongi 32 calon investor yang bersedia membuka perkebunan tebu sekaligus membangun pabrik gula baru. Bila tak ada kendala, pembangunan pabrik tebu bakal membutuhkan waktu selama dua tahun dengan total kebutuhan investasi Rp24,3 triliun. Pemerintah akan menyeleksi keseriusan dan kemampuan para calon investor. Pasalnya, target swasembada gula harus selesai pada tahun 2014, jadi harus dimulai tahun 2010 ini.

Revitalisasi pabrik gula akan meliputi perluasan perkebunan tebu dan pabrik gula baru yang tersebar di beberapa wilayah. Wilayah tersebut antara lain Riau, Jambi, Sumsel, Lampung, Jateng, Jabar, Jatim, NTB, NTT, Kalbar, Sulsel, Sultra, dan Papua. Lahan yang diperlukan 500 ribu ha, yang penyediaannya akan dikoordinasikan bersama Kementerian Pertanian dan Kementerian Kehutanan.

Menurut Kementerian Kehutanan, pihaknya memastikan akan menyediakan lahan yang dibutuhkan untuk pengembangan perkebunan tebu antara 400.000 ha hingga 500.000 ha. Lahan tersebut diperkirakan akan diambil dari lahan-lahan terlantar, termasuk pada lahan terlantar yang masuk dalam kawasan hutan nonkonversi atau hutan lindung.

Pembangunan pabrik gula tersebut akan diarahkan memproduksi raw sugar (gula kasar) untuk memenuhi kebutuhan industri gula rafinasi dalam negeri. Dengan demikian secara bertahap ketergantungan impor raw sugar yang selama ini terjadi dapat digantikan dengan pasokan dari produksi dalam negeri. Saat ini sekitar 95% raw sugar merupakan produk impor. Tahun 2009 lalu, kebutuhan gula kristal rafinasi mencapai 2,15 juta ton dan hanya dipenuhi produksi nasional sebesar 1,9 juta ton yang dihasilkan 51 pabrik gula saat ini.

Secara total, produksi tahun 2009 masih berkisar 2,6 juta ton dengan kebutuhan nasional yang sebanyak 4,85 juta ton. Karena itu, nilai dan volume impor gula masih cukup tinggi dan menempatkan Indonesia sebagai importir gula terbesar ketiga di dunia setelah Rusia dan India. Penambahan 500 ribu ha lahan tersebut setara dengan penambahan kapasitas giling pabrik gula sebanyak 163 ribu ton cane per day (TCD). Produksi tersebut sebanding dengan pembangunan 11 buah pabrik gula baru masing-masing berkapasitas 15 ribu TCD atau 16 pabrik gula berkapasitas 10 ribu TCD, atau 20 pabrik gula dengan kapasitas 8 ribu TCD.

Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesiea (Gapmmi) menyatakan mendukung sepenuhnya program pembangunan pabrik gula baru. Dengan pembangunan pabrik gula tersebut, Gapmmi menargetkan industri makanan dan minuman akan tumbuh positif dan menjadi Rp600 triliun pada tahun 2010, dari sebelumnya sebesar Rp530 triliun pada tahun 2009. Hal ini penting, mengingat gula memiliki cakupan yang luas. Dari industri susu, permen, makanan ringan, untuk pengeras, pengawet, dan masih banyak lagi.

Sumut baru akan menerima gula impor mulai Februari 2010 ini. Sumut mendapat alokasi gula impor sebanyak 30.000 ton, baik yang dipasok oleh Bulog maupun perusahaan pemasok. Jumlah sebesar itu bisa untuk satu bulan lebih mengingat kebutuhan Sumut berkisar 23.000 ton/bulan. Meski gula impor belum masuk tetapi harga jual gula di pasar sudah mulai turun. Sementara itu, pedagang gula di Sumut belum melakukan permintaan antarpulau karena masih wait and see menunggau masuknya gula impor. Pedagang khawatir rugi kalau gula dari Lampung dan Jatim didatangkan, lalu tiba-tiba ada masuk gula impor dengan harga lebih murah.

Dari Bali dikabarkan, dari stok 5.000 ton kebutuhan gula pasir dalam sebulan, kini yang tersedia hanya tinggal 290 ton. Pasokan gula pasir dari PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XI terhenti akibat kekurangan bahan baku. Padahal, Bali selama ini sangat tergantung dengan pasokan gula dari Jatim. Setiap bulan Bali mendatangkan 8-10 ton gula dari Jatim. Akibatnya, harga gula naik dari harga sebelumnya Rp9.000/kg menjadi Rp11.000/kg.

Selain terhentinya pasokan dari PTPN XI, kondisi ini diperparah dengan adanya imbauan dari Pemerintah Provinsi Jatim untuk tidak menjual gula pasir keluar Jatim. Bahkan, di Pelabuhan Ketapang, Jatim, ditempatkan petugas pengawas gula. Setiap kendaraan pengangkut gula disuruh kembali sebelum menyeberang ke Pelabuhan Gilimanuk, Bali.

Di Palembang, sebanyak 4.450 ton gula pasir impor dalam waktu dekat akan diedarkan di sejumlah pasar tradisional di Sumsel. Masuknya gula impor ini karena produksi dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan rakyat di provinsi tersebut. Akibat tidak tercukupinya kebutuhan masyarakat, harga gula pasir pada minggu terakhir Januari 2010 terus naik sehingga perlu mendatangkan gula dari luar negeri. Masuknya gula impor tersebut merupakan upaya pemerintah daerah menstabilkan harga di pasaran yang terus bergerak naik. Di samping mendatangkan gula impor, pemprov juga melakukan operasi pasar bekerja sama PTPN VII dengan harga setelah disubsidi pemerintah hanya Rp8.500/kg.

Saat ini harga gula pasir yang diperdagangkan di sejumlah pasar tradisional Palembang terus bergerak naik dari semula kisaran Rp7.800/kg hingga mencapai tertinggi Rp11.000/kg. Dengan masuknya gula impor tersebut diharapkan harga di pasaran berangsur turun, karena kalau tidak dipasok dari luar produksi pabrik Cinta Manis di Kabupaten Ogan Ilir belum mampu mencukupi kebutuhan gula rakyat sumsel yang rata-rata mencapai 0,99 kg/jiwa/bulan. Dengan penduduk sekitar 7,4 juta jiwa, Sumsel membutuhkan gula pasir sedikitnya 73 ribu ton/bulan. (AI)

Tidak ada komentar: