Jumat, Maret 12, 2010

Industri perikanan mencari peluang baru

Mulai 1 April 2010, pemerintah memberlakukan PPN sebesar 10% untuk produk perikanan, termasuk pakan dan penjualan ikan. Hal ini jelas membuat industri perikanan resah. Penerapan PPN ini akan berimbas banyak ke industri perikanan. Misalnya, biaya produksi akan naik lantaran harga pakan ikan juga melonjak. Imbasnya, harga jual ikan juga akan naik. Shrimp Club Indonesia (SCI) sudah mengajukan usulan penundaan pengenaan PPN untuk produk perikanan tersebut. Pengajuan itu ditujukan ke Ditjen Perikanan Budidaya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Di samping itu, Pemerintah Indonesia akan terus melakukan negosiasi dengan Pemerintah Jepang untuk menekan tarif bea masuk (BM) produk tuna segar dan kalengan dari Indonesia. Saat ini, tarif BM produk tuna segar ke Jepang sebesar 3,5% dan tuna kalengan 9,5%. Penurunan tarif BM ini juga dilakukan untuk meningkatkan daya saing produk perikanan Indonesia. Hingga tahun 2009, total nilai ekspor hasil perikanan Indonesia mencapai USD2,4 miliar. Sebesar USD611 juta ekspor ke Jepang. Khusus tuna, ekspor pada tahun 2009 mencapai USD243 juta dan sebesar USD128 juta merupakan ekspor ke Jepang.

Menurut Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad, nilai ekspor produk hasil perikanan Indonesia ke AS, Jepang, dan Uni Emirate Arab (UEA) saat ini mencapai 70% dari total ekspor yang ada. Sementara 22% ke pasar prospektif Asia Tenggara dan Asia Timur, dan sisanya 8% ke pasar potensial Timteng, Afrika, dan eks Eropa Timur. KKP mendorong diversifikasi pasar ke Timteng dan Afrika. Selain nilai ekspor yang masih rendah, pasar Timteng dan Afrika dinilai sangat potensial.

Pada awal Januari 2010, KKP membuka upaya perluasan pasar ke Iran, UEA, dan Mozambik. Indonesia mendekati dan menjajaki ekpor produk perikanan ke Mozambik sebagai strategi untuk bisa memasuki pasar Afrika Selatan. Pasalnya, ekspor ke Mozambik memiliki aturan lebih longgar. Mozambik merupakan negara baru yang memiliki sekitar 25 juta penduduk dan sangat dekat dengan Afrika Selatan.

Untuk bisa mendorong ekspor hasil perikanan, tentunya terkait dengan kemampuan meningkatkan produksi perikanan, baik melalui budi daya maupun tangkap. Di samping itu juga pengembangan industri pengolahan hasil perikanan serta pemasarannya di hilir. Pelabuhan Perikanan Samudera Bungus, Sumatera Barat, merupakan salah satu pelabuhan utama dalam melakukan ekspor tuna sejak tahun 2008. Dengan lokasi yang relatif dekat wilayah penangkapan ikan (fishing ground), Bungus dapat memberikan keuntungan penghematan biaya operasional armada penangkapan ikan, seperti BBM dan logistik.

Agar kualitas tuna ekspor dari Sumbar tetap segar diperlukan dukungan penerbangan ke Jepang.Volume ekspor tuna segar dari Pelabuhan Perikanan Samudera Bungus ke Jepang rata-rata 3 ton/hari. Sementara volume ekspor rata-rata tuna beku ke AS hanya 1 ton/hari sejak tahun 2008. Dalam melakukan ekspor, Pelabuhan Perikanan Samudera Bungus bekerja sama dengan Cardig Air melalui Bandara Minangkabau. Sejak April 2009 hingga saat ini sudah dikirim sebanyak 14 ton/pekan.

Terkait dengan pelabuhan perikanan, Pemerintah Jepang akan membantu pembangunan beberapa pelabuhan perikanan di Indonesia, antara lain pelabuhan perikanan di Morotai, Papua, dan memperbaiki Pelabuhan Perikanan Nusantara Muara Baru di Jakarta. Pemerintah Jepang akan membantu mulai dari pendanaan hingga menjadi konsultan dari proyek tersebut. Pembangunan pelabuhan perikanan tersebut sangat penting, namun sayangnya pemerintah tidak memiliki dana cukup untuk itu.

Rencana perbaikan Pelabuhan Perikanan Nusantara Muara Baru diperkirakan akan menghabiskan dana sebesar Rp90 miliar, dan saat ini sedang diajukan ke Bappenas. Nantinya pengerjaan proyek ini akan dikerjakan oleh KKP, Kementerian Pekerjaan Umum (PU), dan Pemprov DKI, dengan konsultan dan pendanaan dari Jepang.

Selain itu, Pemerintah Indonesia juga akan mengupayakan agar Pemerintah Jepang mau mendukung pengintegrasian pelabuhan di Muara Baru dengan pelabuhan perikanan di Muara Angke. Pelabuhan Muara Angke milik Pemda DKI, karena itu pembahasannya harus melibatkan Gubernur DKI. Pengintegrasian Muara Baru dengan Muara Angke akan menciptakan "show window" tentang bagaimana penanganan pasar ikan secara terintegrasi.

Di samping ekspor, KKP juga akan memperketat masuknya ikan impor ke Indonesia. Pasalnya, ditemukan ikan impor yang terindikasi melanggar aturan, yakni mengandung bahan pengawet berbahaya, seperti formalin. Harga ikan impor tersebut lebih murah dibandingkan harga ikan lokal. Jumlah impor ikan beku akhir-akhir ini meningkat hingga 120%. Namun tidak sebanyak impor ikan dalam bentuk tepung ikan yang digunakan untuk pakan ikan budidaya.

Selain masalah harga dan penggunaan bahan berbahaya, KKP juga menemukan adanya pelanggaran dalam pemberian label ikan. Pemberian label yang tidak sesuai dengan produk tersebut berpotensi menyesatkan konsumen. Misalnya KKP menemukan ikan jenis Dori yang memiliki daging berwarna putih dan dijual seharga Rp9.000/kg. Setelah diteliti, produk itu sebenarnya ikan jenis patin, namun labelnya menyatakan ikan Dori. Hal ini jelas masuk kategori penipuan dagang karena label tidak sesuai dengan produknya. Termasuk kandungan air pada produk tersebut juga tidak sesuai dengan persyaratan KKP. Standar toleransi kadar air pada ikan hanya 20%, namun pada temuan KKP kandungan airnya mencapai 35-40%.

Pengetatan impor ikan ini akan dituangkan dalam aturan yang akan terbit di KKP. Aturan tersebut akan membuat sistem jaminan mutu dan keamanan bahan konsumsi berbasis perikanan. Yang akan diatur ialah sejumlah persyaratan bagi importir, persyaratan produk dan kewajiban untuk uji mutu di pelabuhan pintu masuk. Aturan bagi importir itu diantaranya surat ijin usaha, NPWP, syarat teknis berupa unit pengolahan ikan, sertifikat kelayakan pengolahan (SKP), dan menerapkan sistem jaminan mutu. Untuk persyaratan produk, memiliki sertifikat kesehatan aman dikonsumsi dan bebas penyakit juga pelabelan yang sesuai (proper labelling) dan standar kadar air maksimal 20%.

Kalangan Nelayan Centre menyambut baik rencana pemerintah untuk memperketat pengawasan mutu terhadap ikan yang masuk ke Indonesia. Ikan yang masuk ke negeri ini harus aman dikonsumsi. Namun pemerintah sebaiknya tida melarang impor ikan, karena pada masa tertentu akan ada musim panceklik di dalam negeri. Ada sekitar 3 bulan musim angin barat dan pasokan ikan dari dalam negeri berkurang. Namun di sisi lain ada juga saat Indonesia kelebihan pasokan. (AI)

Tidak ada komentar: