Jumat, April 03, 2009

Industri telematika 2009

Departemen Perindustrian optimistis industri telematika nasional akan mencapai pertumbuhan 8% tahun 2009 ini. Angka pertumbuhan itu lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2008 yang mencapai 9%. Direktur Jenderal Industri Alat Transportasi dan Telematika Depperin Budi Darmadi mengatakan, pertumbuhan industri telematika tidak terlalu terpengaruh dampak krisis global.

Ada dua faktor yang membuat Depperin optimistis dengan angka tersebut. Faktor itu di antaranya perkembangan layanan di sektor telekomunikasi dan kebijakan pengetatan prosedur impor untuk perangkat handset dan komputer, yang mewajibkan importasi kedua perangkat teknologi informasi itu menggunakan importir terdaftar.

Industri telematika menjadi harapan pemerintah di saat kondisi sektor industri sedang lesu. Depperin mencatat sepanjang tahun 2008 produksi industri telematika meningkat 13,38% dari Rp45,73 triliun menjadi Rp51,85 triliun. Meski produksinya naik, ternyata industri telematika belum memaksimalkan kapasitas produksinya. Artinya, produksi industri telematika masih di bawah kapasitas terpasang. Hal ini disebabkan masih banyaknya kebijakan yang tak berpihak pada industri lokal.

Ekspor industri telematika tahun 2008 mencapai USD3 miliar mencakup peranti keras di antaranya printer, monitor, dan komponen komputer lainnya. Sementara peranti lunak dan jasa mencapai USD400 juta. Hal ini membuktikan bahwa secara kualitas, produk dalam negeri sudah dapat diterima internasional. Di samping itu, produk telematika lokal juga memiliki peluang besar terserap ke infrastruktur telekomunikasi seperti base transceiver station (BTS), software, infrastruktur kabel optik, VSAT (very small aperture terminal), dan lainnya.

Namun demikian, berdasarkan data Depperin tingkat penyerapan kandungan lokal di industri telematika masih relatif rendah yakni di bawah 5% dari total belanja modal kendati sepanjang tahun 2008 sektor ini mencatat produksi senilai Rp51,85 triliun atau meningkat 13,38% dibanding tahun 2007. Komputer termasuk produk telematika yang kandungan impornya semakin berkurang, yakni saat ini mencapai 35%. Sementara laptop kandungan impornya masih dominan sekitar 65%.

Sementara itu produksi piranti lunak hasil produsen nasional kebanyakan berupa piranti lunak untuk perbankan dan nada sambung telepon seluler. Inpres No.2/2009 tentang Pelaksanaan Program Penggunaan Produksi Dalam Negeri juga mendorong peningkatan penjualan produk nasional. Penyerapan kandungan lokal yang rendah ini membuat industri penunjang di sektor telematika nasional kesulitan mengoptimalkan kapasitas produksi dan perdagangan sehingga pada umumnya beroperasi di bawah kapasitas terpasang. Apabila operator bersedia menyerap produksi lokal, pertumbuhan pasar industri telematika lokal dapat mencapai 30% sampai 40% dari total produksi pada 2008. Selain itu, utilisasi produsen perangkat komunikasi dapat mencapai 70%.

Berdasarkan hitungan, rata-rata produsen industri peralatan komunikasi dan jaringan kabel optik berproduksi 50% dari kapasitas terpasang. Demikian pula dengan pangsa pasar industri telematika di pasar domestik masih kalah bersaing dengan produk impor dengan kisaran 50%. Para produsen pemakai produk telematika di dalam negeri lebih memilih menggunakan produk impor, yang sebagian besar berasal dari China. Sebab, mereka terikat dengan kontrak main contractors.

Produk lokal sulit bersaing dengan produk China. Selain harga yang ditetapkan lebih mahal, kualitas produksi masih sulit memenuhi keinginan pemakai lokal. Dari total belanja di industri telematika sekitar USD4,1 miliar pada tahun 2008, kandungan lokal tidak lebih dari 3%. Sebab itu, pemerintah antara lain melalui Depkominfo meminta proses tender dalam negeri wajib memasukkan kandungan lokal minimum 30%.

Depperin mengusulkan fiber optik dan komponen telekomunikasi mendapatkan stimulus fiskal berupa bea masuk ditanggung pemerintah (BM-DTP) sebesar Rp70 miliar. Untuk meraih target tersebut, pemerintah akan mengoptimalisasikan TKDN pada tiga produk utama yakni hardware, software dan service (layanan purnajual) di pasar domestik. Investasi di bidang telekomunikasi terus meningkat. Industri telematika diperkirakan bisa tumbuh 9-10% di tengah krisis ekonomi global. Sementara pajak dari industri piranti lunak tahun 2009 ini diperkirakan mencapai USD8 juta atau sekitar Rp96 miliar.

Langkah lain pemerintah untuk menumbuhkan industri telematika antara lain melalui pengembangan kompetensi di bidang penelitian dan pengembangan atau research and development, manufacturing and engineering services. Pemerintah juga bakal membangun pusat desain produk telekomunikasi. Dalam lima tahun ke depan, Depperin memperkirakan nilai belanja modal peralatan telekomunikasi dalam negeri mencapai sekitar Rpl50 triliun.

Sekretaris Tim Nasional Penanggulangan Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual (PPHKI), Andy N. Sommeng mengatakan, dalam empat tahun terakhir industri kreatif, termasuk piranti lunak, memberi peran signifikan dengan menyumbang 6,5% terhadap produk domestik bruto. Saat ini terdapat sekitar 500 perusahaan yang memproduksi piranti lunak dengan jumlah aplikasi mencapai 5.000.

Sementara itu, Pemerintah Kota Salatiga membidik bidang telematika sebagai salah satu motor penggerak industri kreatif. Di Salatiga terdapat satu perusahaan bidang teknologi informatika yang menjadi satu-satunya perusahaan di Indonesia yang mengekspor alat uji elektro ke sejumlah negara, seperti Jerman dan AS. Pada tahun 2009 ini, bidang tersebut masih akan menjadi fokus andalan pengembangan industri kreatif di Salatiga.

Pemerintah Kota Salatiga akan bekerja sama dengan Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW). Bentuk kerja sama tersebut berupa penyediaan sejumlah perangkat komputer maupun pelatihan untuk mendukung inkubator bisnis yang ada di UKSW, termasuk juga menyediakan bantuan bagi sejumlah teknisi telepon genggam.

Di sektor usaha lain, industri kecil dan menengah sarung palekat di Kabupaten Pekalongan juga tidak terpengaruh dampak krisis global. Setelah sempat terpuruk pada tahun 2002, industri ini kini berkembang pesat setelah menemukan tren baru sejak industri sarung printing berhenti produksi pada tahun 2008. Pangsa pasar sarung di Indonesia diperkirakan baru 38- 40 juta sarung/tahun atau hanya seperlima dari total kebutuhan sarung secara nasional. (AI)


Tidak ada komentar: