Jumat, Mei 21, 2010

Sensus dan perumahan

Pemerintah memperkirakan kebutuhan rumah masyarakat saat ini masih kekurangan sekitar 7,4 juta unit. Pertambahan kebutuhan rumah per tahun diperkirakan mencapai 710.000 unit. Kebutuhan perumahan selama ini didasarkan pada hasil Sensus Penduduk tahun 2000 dan data Susenas. Padahal, kebutuhan rumah masyarakat terus meningkat setiap tahunnya. Oleh karena itu, hasil sensus penduduk yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010 ini diharapkan dapat membantu pemerintah untuk membuat data profil perumahan.

Adanya sensus penduduk yang dilaksanakan secara rutin dapat menjadi bahan koreksi sehingga diperoleh data yang lebih valid. Hasil sensus sangat penting untuk memastikan berapa sebenarnya jumlah penduduk yang belum memiliki rumah. Dalam hal ini, pemerintah melihat masih banyak masyarakat yang tinggal di rumah tidak layak huni serta sanitasi lingkungan yang tidak memadai.

Untuk membantu masyarakat memiliki rumah, khususnya masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah, Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) akan mengganti subsidi selisih suku bunga dengan fasilitas likuiditas perumahan pada semester II/2010 ini, yakni pada 1 Juli 2010 mendatang. Saat ini, Kemenpera masih menunggu perubahan Permenkeu Nomor 73 untuk melaksanakan program reformasi di bidang pembiayaan perumahan tersebut. Dengan adanya fasilitas likuiditas ini diharapkan daya beli masyarakat akan sesuai dengan besaran angsuran.

Dalam aturan sebelumnya, pemerintah memberikan subsidi selisih suku bunga KPR agar pembeli bisa mengangsur kewajiban kredit pemilikan rumah (KPR). Sekarang pola tersebut diubah, yakni masyarakat didekatkan antara daya belinya dengan kewajiban mengangsurnya. Dengan kata lain KPR-nya yang diberikan fasilitas likuiditas, sehingga masyarakat bisa mendapatkan dana murah dan dengan dana murah itu bank bisa memberikan KPR untuk masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah.

Menpera mencontohkan, apabila harga rumah sederhana saat ini sekitar Rp55 juta, maka uang muka yang harus dibayar oleh calon pembeli sekitar Rp5 juta. Jika seorang pegawai negeri sipil ingin membeli rumah, maka dia boleh meminta pinjaman dari Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan Pegawai Negeri Sipil (Bapertarum-PNS) sekitar Rp15 juta. Dan jika fasilitas likuiditas telah terlaksana, maka pemerintah akan memberi bantuan KPR Rp15 juta. Dengan demikian, calon pembeli mengangsur KPR dari bank sebesar kekurangannya sekitar Rp20 juta. Tentunya hal itu sangat membantu masyarakat dalam mengangsur KPR.

Persyaratan mengajukan KPR dengan bantuan fasilitas likuiditas ini diberikan kepada masyarakat yang berpenghasilan di bawah Rp4,5 juta. Untuk menghindari pemberian KPR kepada masyarakat berpenghasilan di atas itu maka pengajuan KPR yang diberi bantuan likuiditas harus menunjukkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) serta Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak (SPT).

Kalangan pengembang yang tergabung dalam Real Estat Indonesia (REI) menyambut baik kebijakan fasilitas likuiditas perumahan yang akan diluncurkan pada 1 Juli 2010 mendatang. Kebijakan ini dinilai menguntungkan pengembang dan pembeli dibandingkan dengan subsidi selisih suku bunga yang selama ini digunakan. Bagi pengusaha, kebijakan ini menjamin ketersediaan uang dalam jangka panjang.

Hal ini dimungkinkan karena fasilitas likuiditas ini akan langsung dialokasikan ke pengembang, sehingga biaya produksi bisa ditekan serendah mungkin. Sementara itu bagi pembeli, uang muka KPR bisa ditekan hingga 10%, dibanding saat ini yang sekitar 20%-30% dari harga rumah, sedangkan suku bunga KPR juga bisa ditekan, dari rata-rata 11-12% menjadi lebih murah sekitar 3% atau menjadi 8%.

Namun, REI meminta pemerintah memberikan masa transisi sekitar enam bulan sebelum kebijakan itu dikeluarkan, masyarakat masih tetap bisa membeli dengan subsidi selisih bunga. Pertimbangannya, pembeli yang melakukan akad bulan Mei 2010 ini, baru bisa menerima penyerahan rumah beberapa bulan setelahnya. Artinya setelah fasilitas likuiditas diberikan.

Kemenpera menyatakan masyarakat dan pengembang tidak usah kuatir. Sebab, secara prinsip pemerintah menyetujui masa transisi tersebut. Selain itu, pemerintah juga menyiapkan dana sekitar Rp 400 miliar dalam masa transisi itu. Jadi bank tetap bisa memberikan KPR sebelum fasilitas likuiditas diluncurkan.

Pada masa mendatang, Kemenpera akan lebih mendorong para pengembang untuk membangun perumahan tipe 36. Pasalnya, rumah tipe 21 dan 27 sudah tidak lagi sesuai dengan konsep hidup layak. Jika demikian, tidak tertutup kemungkinan pada masa mendatang tipe minimal rumah yang diperjualbelikan adalah tipe 36, bukan lagi tipe 21 dan 27. Di samping itu, Kemenpera pun menetapkan kalangan yang dapat mengajukan KPR adalah yang memiliki gaji maksimal Rp5,5 juta/bulan dan minimal Rp1,8 juta/bulan.

Sementara itu, Kemenpera akan memberikan penghargaan Adiupaya Puritama tahun 2010 kepada sejumlah pemda pada Agustus 2010 mendatang. Pemberian penghargaan ini diharapkan dapat memotivasi pemda untuk senantiasa meningkatkan upaya penyelenggaraan pengembangan program perumahan dan permukiman di daerahnya masing-masing. Pemda diminta menyiapkan cadangan lahan untuk perumahan sebagai antisipasi atas terbatasnya lahan perumahan untuk masyarakat.

Selain itu Kemenpera juga akan mengaitkan pemberian Adiupaya Puritama ini dengan penyaluran Dana AlokasiKhusus (DAK) bidang perumahan pada tahun 2011. Pemda tidak bisa menggunakan DAK untuk membeli tanah. Akan tetapi pemda hanya diminta untuk mencadangkan tanah untuk pembangunan sekitar 1.000 hingga 2.000 unit rumah. Lahan itu bisa terpisah di beberapa lokasi atau dalam satu lokasi. Oleh karena itu diharapkan tiap-tiap provinsi mengusulkan daerah-daerah mana saja yang bisa mendapatkan DAK tersebut. Setidaknya sekitar 80 kabupaten/kota akan menerima DAK tersebut. Adapun jumlah DAK yang akan disalurkan sebesar Rp6,6 miliar untuk setiap kabupaten/kota.

Namun, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi pemda terlebih dahulu, antara lain harus memiliki perda yang mengatur tentang tata ruang dan zonasi perumahan. Pemda ke depannya juga harus menunjukkan kontribusi terhadap pengembangan perumahan di daerah. Salah satunya memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai pentingnya sanitasi dan kebersihan dalam rumah yang dihuni. (AI)

Tidak ada komentar: