Jumat, Juni 04, 2010

Berlindung dari serbuan baja impor

Realisasi impor besi dan baja (kelompok pos tarif/HS No.72) sepanjang kuartal I/2010 ternyata melonjak hingga 73,1% dibanding kuartal I/2009, dari USD838,8 juta menjadi USD1,45 miliar. Jika dipatok dengan menggunakan harga rata-rata USD600 per ton, maka nilai tersebut setara dengan 2,42 juta ton bahan baku baja, termasuk produk hulu baja seperti bijih besi (iron ore), slab, billet, pelat baja, baja canai panas (HRC/hot-rolled-coils), dan baja canai dingin (CRC/cold-rolled-coils).

Menurut Indonesia Iron and Steel Industry Association (IISIA), tingginya impor baja disebabkan oleh dua hal. Pertama, lonjakan impor khusus untuk kelompok pos tarif No.72 mengindikasikan adanya gairah pasar baja di dalam negeri seiring dengan melemahnya dampak resesi global yang memacu daya beli. Sebagian dari produk baja impor yang berada dalam pos tarif tersebut merupakan bahan baku untuk industri hilir baja.

Kedua, sebagai imbas dari implementasi liberalisasi pasar Asean – China (ACFTA). Di sektor baja, perjanjian ACFTA telah membebaskan bea masuk (BM) sebanyak 144 pos tarif baja. Dengan adanya penghapusan BM, impor baja asal China menjadi sangat dominan. Apalagi, dalam pos tarif besi baja yang masuk dalam kelompok 72 ini juga terdapat sejumlah produk baja setengah jadi seperti HRC (HS No.7208) dan CRC (HS No.7208 – 7212).

Berdasarkan data IISIA, di Indonesia sekitar 70% atau sebanyak 218 perusahaan menggeluti usaha di subsektor baja hilir (finished product) di antaranya berbasis heavy profile, rel kereta api, pipa seamless, PC-wire, dan wire rope, kawat dan paku, baja profil, galvanized iron sheet (baja lapis seng/BjLS), pelat, hingga baja lembaran tahan karat (stainless steel sheet).

Kemenperin tengah mempersiapkan hambatan nontarif industri baja untuk menghindari baja impor terutama dari China yang mutunya di bawah standar. Dalam hal ini Kemenperin melakukan dua pendekatan, yaitu pendekatan dengan membuat standar regulasi dari bawah, dan membuat standar dengan regulasi teknis. Regulasi teknis bisa sebagian berupa Standar Nasional Indonesia (SNI) dan tidak SNI.

Dengan metode standar teknis, yang akan dinilai adalah mesin untuk pembuatan produknya, bukan produk hasil jadinya. Cara ini cukup efektif untuk menghambat barang dari luar masuk ke Indonesia. Selain SNI dan standar teknis yang dibuat, baja sudah memiliki instrumen lain yang menjaga peredaran dan distribusi baja, yaitu tata niaga baja yang mengatur mengenai fisik seperti pasar, gudang, dan transportasinya.

Kemenperin juga mengusulkan kepada Komite Antidumping Indonesia (Kadi) untuk menerapkan antidumping produk baja. Produk baja yang diusulkan ke Kadi untuk dikenakan antidumping di antaranya adalah, I section dan H section (sejenis baja) dari China, alumunium meal dish dari Malaysia, dan plat baja panas atau hot rolled plate (HRP) dari China, Taiwan, dan Malaysia.

Usulan pengajuan antidumping produk ini dikarenakan harga jual produk tersebut jauh lebih rendah di Indonesia ketimbang di negaranya masing-masing. Selain mengajukan petisi antidumping untuk beberapa produk baja tersebut, pemerintah juga sedang menyiapkan penerapan safeguard untuk kawat bendrat, kawat seng, dan wire rope.

Harga baja diproyeksikan akan terus mengalami kenaikan hingga akhir tahun 2010 ini. Pada kuartal III/2010, harga HRC akan berada di kisaran Rp9.200/ton, dan CRC akan berada di kisaran Rp9.650 per ton. Harga tersebut akan mulai berlaku sejak Mei 2010, dan akan dievaluasi setiap tiga bulan sekali. Harga baja akan terus naik karena harga bijih besi di dunia mengalami kenaikan hingga 103%.

Berdasarkan data PT Krakatau Steel, harga bahan baku baja seperti bijih besi, naik dari USD96,99/dmtu (dry metric ton unit) pada tahun 2009 menjadi USD196,77/dmtu pada kuartal I/2010 dan naik menjadi USD200/dmtu pada kuartal II/2010. Sementara harga scrap juga mengalami kenaikan dari tahun 2009 sebesar USD243/ton menjadi USD458/ton pada kuartal II/2010, dan USD500/ton pada kuartal III/2010. Hal sama juga terjadi pada slab dari USD340/ton pada tahun 2009 menjadi USD735/ton pada kuartal I/2010, dan USD750/ton pada kuartal II/2010.

Industri baja dalam negeri memang masih menjanjikan prospek yang cukup baik. Beberapa perusahaan baja asing bersiap-siap melakukan investasi di Indonesia. Produsen baja terbesar di dunia ArcelorMittal berencana mendirikan pabrik baja di Indonesia. Mittal akan mendirikan pabrik baja di Serang, Banten dengan kapasitas 2,5 juta ton/tahun. Nilai investasi yang akan digelontorkan untuk proyek ini sekitar USD5 miliar.

Dalam investasi ini, Mittal akan menggandeng perusahaan milik pemerintah daerah Banten yaitu Banten Global Development (BGD) sebagai mitranya. Dalam perusahaan patungan antara Mittal dan BDG ini, nantinya Mittal akan menguasai saham sekitar 80% - 90%. Sedangkan BDG memiliki porsi saham sekitar 10% - 20%. Rencananya, pembangunan pabrik baja Mittal akan dimulai paling lambat akhir tahun 2011. Pembangunan pabrik tersebut memerlukan waktu dua tahun sehingga baru mulai beroperasi tahun 2013.

Sementara itu, perusahaan baja terbesar di China PT Wuhan Iron Stell Corporation, berencana membangun pabrik baja di Kotabaru, Kalsel. Dipilihnya Kotabaru karena kabupaten ini dinilai memiliki banyak kelebihan dibanding daerah lain, antara lain memiliki sumber daya alam melimpah terutama bahan baku yang diperlukan untuk memproduksi baja, kondisi laut cukup dalam, dan kelancaran transportasi. Kotabaru terdiri atas 110 pulau-pulau besar dan kecil itu memiliki banyak potensi sumber daya alam dengan deposit batu bara mencapai 2.820,5 juta ton, nikel 42.534 juta ton, migas terindikasi sebesar 179,89 juta barel, emas 8,785 juta gram, biji besi 86 juta ton, batu gamping 300 juta ton, dan marmer 24 juta ton.

Rencananya pabrik yang akan dibangun akan memiliki kapasitas 5 juta metrik ton/tahun. Yang jelas, keberadaan PT Wuhan Iron Stell ini diperkirakan tidak akan mengganggu pasar baja nasional dan menjadi pesaing perusahaan baja lokal. Pasalnya, perusahaan ini akan menyediakan produk-produk yang hingga kini masih diimpor oleh Indonesia dari Australia, China, dan negara lain. Produk utama PT Wuhan Iron Stell Corporation antara lain berupa plat untuk bahan otomotif dan kapal, plat kontruksi dan plat untuk berbagai kepentingan industri yang lain. (AI)

Tidak ada komentar: