Senin, Juni 21, 2010

Tarif angkutan penyeberangan naik

Indonesia Ferry Companies Association (IFA) meminta pemerintah untuk membatasi jumlah operator angkutan penyeberangan milik asing yang beroperasi di lintasan antarnegara. Pemerintah, melalui revisi Perpres No.111/2007 yang memuat daftar negatif investasi (DNI), berencana melonggarkan kepemilikan saham asing di perusahaan angkutan penyeberangan yang khusus melayani rute antarnegara, dari maksimal 49% menjadi maksimal 60%. Saat ini lintasan antarnegara ada di rute Medan-Penang (Malaysia), Pontianak-Kuching (Malaysia), Gorontalo-Filipina, Dumai-Singapura, dan Batam-Singapura.

Draf revisi Perpres No.111/2007 tersebut melonggarkan batasan penguasaan investor dari asing hingga 60% untuk delapan bidang usaha, (1) yaitu angkutan laut internasional umum liner (berjadwal) untuk penumpang; (2) angkutan laut internasional umum tramper (tak berjadwal) untuk penumpang; (3) angkutan laut internasional umum liner untuk barang; (4) angkutan laut internasional umum tramper untuk barang; (5) angkutan laut internasional khusus untuk wisata; (6) angkutan laut internasional khusus untuk barang; (7) angkutan penyeberangan antara negara; dan (8) bongkar muat.

Menanggapi hal ini Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (Gapasdap) menilai pengusaha asing tidak akan tertarik berinvestasi di bisnis angkutan penyeberangan antarpulau karena dibutuhkan waktu lama untuk balik modal. Bisnis angkutan penyeberangan sampai saat ini masih sangat bergantung pada keputusan regulator.

Menurut Gapasdap pula, jika pemerintah membuka keran investasi asing di operator penyeberangan hingga kepemilikan saham asing mencapai 60%, hal itu bertentangan dengan UU No.17/2008 tentang Pelayaran. Pada Pasal 21 angka (1) UU tersebut menyatakan kegiatan angkutan penyeberangan di dalam negeri dilakukan oleh badan usaha dengan menggunakan kapal berbendera Indonesia yang memenuhi persyaratan kelaiklautan kapal, serta diawaki oleh awak kapal berkewarganegaraan Indonesia.

Kemenhub menjamin penguasaan hingga 60% oleh investor asing dalam usaha patungan angkutan laut internasional tidak melanggar asas cabotage. Jaminan itu dibuktikan melalui pembatasan pemberian izin perusahaan pelayaran patungan lokal dan investor asing, yang hanya berlaku untuk rute internasional. Yang dilarang adalah jika perusahaan pelayaran patungan itu menggarap rute dalam negeri.

Kemenhub juga akan segera menaikkan tarif angkutan penyeberangan lintas antarprovinsi mengakomodasi usulan Gapasdap. Sebelumnya Gapasdap telah mengajukan usulan kenaikan tarif penyeberangan di sejumlah lintas rata-rata sebesar 72%. Berdasarkan perhitungan tim tarif Gapasdap, tarif penyeberangan di lintasan Merak-Bakauheni diusulkan naik 72%, Ketapang-Gilimanuk naik 51,67%, Bajoe-Kolaka 82,36%, Padangbai-Lembar 42,48%, dan Palembang-Muntok 82,84%.

Menurut Kemenhub, tarif baru angkutan penyeberangan sudah waktunya disesuaikan dengan alasan kenaikan harga suku cadang dan tingginya biaya perawatan kapal atau docking kapal. Saat ini jumlah kapal yang melayani jasa angkutan penyeberangan di Indonesia sebanyak 197 unit, tersebar di tujuh pelintasan penyeberangan yang ada di Indonesia. Dari jumlah tersebut, sebanyak 121 unit merupakan kapal komersil. Sementara 76 unit sisanya merupakan kapal perintis yang dioperasikan dengan bantuan subsidi pemerintah.

Berbeda dengan yang terjadi di Jawa Timur, PT Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (ASDP) Cabang Tanjung Perak memutuskan terhitung mulai April 2010 lalu, tarif penyeberangan feri dari Ujung Surabaya - Kamal Bangkalan diturunkan 50%. Penurunan tarif penyeberangan ini hanya diberlakukan pada kendaraan roda empat atau lebih. Sebelumnya tarif untuk kendaraan roda empat Rp65.000, turun menjadi Rp35.000, untuk bus dari Rp96.000 turun menjadi Rp45.000, sedangkan kendaraan besar yang semula Rp130.000 menjadi Rp50.000.

Kebijakan ini merupakan penyesuaian tarif terhadap mekanisme pasar. Pasalnya, sejak dioperasikannya jembatan Suramadu yang menghubungkan Surabaya - Madura, praktis pendapatan armada feri perlahan-lahan merosot. Volume penumpang rata-rata turun 30% dan kendaraan menurun 50% per harinya. Kebijakan memangkas tarif ini dilandasi Kepmenhub No.73 tahun 2004 yang telah diubah dengan KM No. 58 tahun 2007 tentang Penyelenggaran Angkutan Sungai dan Danau. Artinya, PT ASDP tidak harus terlebih dahulu mengantongi surat keputusan Gubernur Jatim selaku pemangku di daerah.

Kesepakatan menurunkan tarif penyeberangan Surabaya - Madura hingga 50% oleh PT ASDP dan beberapa pengusaha feri yang tergabung dalam Gapasdap Jatim, agaknya diikuti dengan beberapa harapan. Diantaranya, para pengusaha kapal feri ini berharap agar pemerintah provinsi mengalokasikan dana untuk fasilitas public services obligation (PSO) atau subsidi sebesar Rp20 juta-Rp25 juta/unit kapal atau sekitar Rp54 miliar selama setahun. PSO ini dibutuhkan untuk mengatasi kerugian operasional imbas dari semakin menurunnya volume penumpang dan kendaraan bermotor yang diangkut feri. Sayangnya, Gubernur Jatim menolak usulan ini.

Sementara itu, sistem penarifan feri yang tidak tepat membuat operator swasta tidak tertarik melayani lintas penyeberangan di Indonesia timur. Padahal, jumlah armada kapal milik BUMN dan pemda sangat terbatas. Hal itu menjadi salah satu penghambat pertumbuhan ekonomi di pulau-pulau yang mengandalkan penyeberangan. Tarif lintas penyeberangan komersial tak beda jauh dengan lintas penyeberangan subsidi. Saat ini armada penyeberangan lebih banyak beroperasi di Indonesia barat, karena selain soal penarifan, volume penumpang di Indonesia Timur lebih sedikit, sementara gelombang relatif tinggi dan sulit mendapatkan galangan kapal.

Menurut PT ASDP, penetapan tarif di suatu lintas penyeberangan sebaiknya tidak hanya didasarkan pada harga pokok penjualan, tetapi juga menyurvei kemampuan masyarakat untuk membayar. Saat ini tarif feri di Indonesia termasuk terendah dibandingkan dengan negara lain di Asia Tenggara. Di Indonesia tarif penyeberangan Rp 490/mil, sedangkan di Filipina Rp1.500-Rp2.000/mil. Saat ini di Indonesia ada lebih dari 200 lintas, tetapi baru 115 yang dilayari, dan 81 di antaranya tarifnya disubsidi. (AI)

Tidak ada komentar: