Senin, Juli 05, 2010

Gula

Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Jabar menyatakan, petani tebu di seluruh Indonesia bakal punah, kalau pemerintah bersikukuh memberlakukan pajak pertambahan nilai (PPN) 10% terhadap komoditas gula. Dalam kondisi harga gula di tingkat petani saat ini yang masih rendah, pengenaan PPN sangat tidak masuk akal. Harga gula minggu terakhir Juni 2010 berkisar Rp7.615/kg, masih jauh dari harapan yakni Rp7.900/kg.

Para petani dan pengurus APTRI yang selama ini jadi mitra enam pabrik gula di Kabupaten Madiun, Ngawi, dan Magetan, Jatim, mengancam tidak akan menanam tebu jika pemerintah tetap mengenakan PPN sebesar 10%. Anggota APTRI tersebut adalah mitra kerja dari enam pabrik gula (PG) di Madiun, Ngawi, dan Magetan antara lain PG Pagottan, Kanigoro, Rejoagung, Rejosari, Purwodadi, dan Sudono. Jika petani mogok menanam tebu maka PG tersebut akan kekurangan stok tebu. Sebab selama ini kontribusi tebu milik petani ke PG rata-rata mencapai 90% dari tebu yang digiling PG.

Petani tebu hendaknya dibebaskan dari PPN atas gula karena pada dasarnya petani bukan pedagang. Sementara apabila pedagang gula harus membayar PPN, mereka cenderung menekan harga gula hingga sebesar 10% sebagai kompensasi atas pajak itu. Berbeda dengan pembelian gula oleh PG yang langsung sudah terhitung PPN. Idealnya memang semua produk agribisnis primer, termasuk gula baik milik petani maupun PG bebas dari PPN.

Harga gula sering jatuh, selain akibat ulah pedagang, rendemen tebu juga cenderung turun, dan gula rafinasi dari luar negeri yang mestinya untuk industri leluasa menyerbu pasar. Kalau pemerintah ingin melaksanakan perdagangan bebas (free trade), maka seyogyanya pemerintah melaksanakan pula fair trade alias perdagangan yang adil, yang tidak merugikan petani.

Manajemen PG Tjoekir, Kabupaten Jombang, Jatim, mengeluhkan rendahnya rendemen tebu petani di daerah itu yang hanya berkisar 7 – 8%. Padahal target PG Tjoekir minimal 8,5%. Rendahnya rendemen mempengaruhi kualitas gula yang diproduksi, yang juga akan berpengaruh pada harga beli tebu petani oleh pabrik. Kalau rendemennya rendah, tidak mungkin pabrik membeli dengan harga tinggi. Untuk meningkatkan rendemen tebu, petani diminta memperbaiki pola tanam, terutama karena perubahan pola cuaca. Penanaman tebu harus dilakukan lebih dini sehingga ketika tiba masa tebang cuaca sudah memasuki musim kering.

Paguyuban Petani Tebu Rakyat (PPTR) Jember menyatakan, luas lahan perkebunan tebu rakyat di Kabupaten Jember, Jatim setiap tahun terus menyusut. Penyusutan disebabkan kebijakan pemerintah yang tidak berpihak kepada petani tebu. Berdasarkan data PPTR Jember, pada tahun 2008 luas lahan tebu rakyat mencapai 7.638 ha, tapi pada tahun 2009 berkurang menjadi 6.058 ha. Bahkan tahun 2010 ini diperkirakan hanya 4.400 ha. Petani tebu beralih menanam tanaman lain yang lebih menguntungkan, seperti palawija, padi, jeruk, dan tembakau.

Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Jember mengakui terjadinya penyusutan lahan tebu rakyat. Namun data Dishutbun sedikit berbeda dengan data PPTR. Pada tahun 2009 luas lahan tebu rakyat masih mencapai 9.000 - 11.000 ha. Sementara pada tahun 2010 kembali menyusut menjadi 6.000 - 7.000 ha, sedangkan pada tahun 2010 Dishutbun Jember belum melakukan pendataan.

Sejumlah petani di Jatim yang tergabung dalam wadah koperasi usaha bersama (KUB) Rosan Kencana berencana mendirikan satu pabrik gula di Mojokerto. Tujuannya, agar mereka memiliki pabrik gula sendiri untuk menggiling tebu mereka. Hal ini disebabkan kapasitas PG yang ada di Jatim saat ini belum mampu menampung seluruh hasil tebu petani untuk diproses. Survei yang dilansir oleh Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) Kementan, dan konsultan keuangan dan pertanian independen dari IPB, serta Pronilai Consultant menunjukkan adanya kelebihan produksi tebu di Jatim.

Selama ini, kapasitas 31 PG yang ada di Jatim hanya dapat menggiling tebu sebanyak 93.000 ton/hari. Sementara produksi tebut petani sebesar 107.000 ton/hari. Sehingga, rata-rata setiap tahunnya terjadi kelebihan produksi tebu sebanyak 2,2 juta ton yang tidak dapat digiling. Nilai total investasi pendirian pabrik gula beserta mesin-mesinnya sebesar USD100 juta. Nantinya, sekitar 85% merupakan sokongan dana dari investor asal Czech Republic, Invelt Gorup, dan sisanya dari kas dan masing-masing pemegang saham KUB.

Terkait dengan gula rafinasi, kalangan PG berbahan baku tebu mendesak pemerintah mengambil tindakan tegas terhadap maraknya gula rafinasi dan kembali memosisikannya hanya untuk industri pangan. Asosiasi Gula Rafinasi Indonesia (AGRI) mengakui dua produsen gula rafinasi PT Makassar Tene dan PT Sugar Labinta, menjual gula rafinasi ke pasar eceran, karena alokasi impor gula mentah (raw sugar) yang diberikan oleh pemerintah terlalu besar. PT Makassar Tene mendapat alokasi impor raw sugar sebanyak 330.000 ton. Padahal, kebutuhan gula di Sulawesi hanya 200.000 ton.

Pemerintah, dalam hal ini Kemendag, mendesak AGRI untuk menarik gula rafinasi dari pasaran. Sesuai ketentuan Permendag No.111 tahun 2009, industri gula rafinasi dalam proses penjualan atau penyaluran barangnya hanya melalui distributor yang ditunjuk oleh industri atau produsen. Atas hal ini, seluruh produsen gula rafinasi sepakat untuk memutuskan hubungan kerja dengan distributor dan subdistributor yang terbukti melakukan pelanggaran dengan menjual langsung gula rafinasi ke eceran.

Produsen gula rafinasi tersebut antara lain PT Angels Products, PT Jawamanis Rafinasi, PT Sentra Usahatama Jaya, PT Permata Dunia Sukses Utama, PT Dharmapala Usaha Sukses, PT Sugar Labinta, PT Duta Sugar Internasional, dan PT Makasar Tene. Namun demikian, AGRI menyatakan pemerintah seharusnya mengaudit jalur distribusi gula rafinasi ke distributor dan subdistributor. Hal itu untuk memastikan temuan-temuan di lapangan yang kemungkinan dapat mencegah perembesan gula itu ke eceran.

Sesuai dengan surat Permendag No.111 Tahun 2009, untuk melayani kebutuhan industri kecil dan menengah (IKM), serta industri rumah tangga, harus melalui distributor, dengan surat keterangan RT, RW, dan kelurahan, yang menyatakan calon pembeli itu benar industri. Kebutuhan industri rumah tangga dan IKM sebesar 25% dari kebutuhan industri makanan dan minuman, sehingga penyalurannya dialokasikan ke distributor 25%. Sementara sebanyak 75% gula rafinasi disalurkan secara langsung ke industri besar. (AI)

Tidak ada komentar: