Senin, Juli 19, 2010

Pasir besi

Provinsi Sulawesi Utara selama Mei 2010 mengekspor pasir besi sebanyak 11.304 ton ke China senilai USD226,080. Permintaan China terhadap produk tersebut cukup tinggi, apalagi secara kebetulan komoditas tersebut cukup banyak tersedia di daerah ini sehingga dimanfaatkan oleh pelaku usaha di Sulut sebagai salah satu komoditas ekspor. Ekspor pasir besi bisa terjadi karena produk tersebut tidak masuk dalam komoditas yang dilarang untuk diekspor. Ekspor diharapkan terus meningkat dengan demikian akan menjadi salah satu komoditas andalan untuk meningkatkan kinerja ekspor Sulut ke depan. Potensi pasir besi sendiri berada di Kabupaten Mitra, Bolmut, dan Minsel.

Secara umum pasir besi terdiri dari mineral opak yang bercampur dengan butiran-butiran dari mineral nonlogam seperti, kuarsa, kalsit, feldspar, ampibol, piroksen, biotit, dan tourmalin. Mineral tersebut terdiri dari magnetit, titaniferous magnetit, ilmenit, limonit, dan hematit. Titaniferous magnetit adalah bagian yang cukup penting merupakan ubahan dari magnetit dan ilmenit. Mineral bijih pasir besi terutama berasal dari batuan basaltik dan andesitik volkanik. Pasir besi ini berguna selain untuk industri logam besi juga telah banyak dimanfaatkan pada industri semen. Pasir besi ini terdapat seperti di Sumatera, Lombok, Sumbawa, Sumba, Flores, dan Timor.

Sebagai salah satu komoditas hasil tambang, pasir besi memiliki nilai ekonomis yang baik. Namun pada praktiknya banyak daerah yang mengalami kendala dalam mengembangkan komoditas ini. Dari Jabar dikabarkan Pemkab Cianjur berjanji akan menyediakan lahan eksplorasi pasir besi di wilayah Cianjur Selatan, bagi investor daerah yang bergerak di bidang pertambangan. Akan tetapi, Dinas Pertambangan Sumber Daya Air dan Pengairan Kabupaten Cianjur belum berani menyebutkan luas lahan dan lokasi penambangan yang dijanjikannya tersebut. Kebijakan tersebut sebagai wujud kepedulian pemerintah terhadap pengusaha lokal Cianjur yang bergerak di sektor pertambangan. Sekaligus untuk menepis isu kalau pihak pemkab lebih mengutamakan investor dari luar dan asing ketimbang investor lokal.

Sementara itu, warga Desa Wotgalih, Kecamatan Yosowilangun, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur mendatangi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Lumajang. Mereka menyampaikan surat penolakan penambangan pasir besi yang akan dilakukan PT Aneka Tambang (PT Antam). Kegiatan eksploitasi dilakukan dengan mengeruk pegunungan yang mengandung pasir besi. Warga desa masih trauma karena dulu kegiatan PT Antam tidak memberikan kontribusi langsung kepada masyarakat. Sekarang PT Antam berencana memberikan kontribusi dengan penambangan pasir besi sekitar Rp3 ribu/ton.

Bagi warga Desa Wotgalih dan desa-desa lainnya di pantai selatan Kabupaten Lumajang, pegunungan itu selama ini menjadi pengaman bagi warga desa dari ancaman gelombang bahkan tsunami. Kawasan pesisir pantai selatan berhadapan langsung dengan Samudera Hindia. Ancaman bahaya tsunami ditandai dengan adanya sejumlah rambu pengingat tsunami. Selain itu, kegiatan penambangan pasir besi terbukti merusak lingkungan. Warga tidak ingin kerusakan pegunungan pasir besi itu terulang setelah dilakukan eksploitasi pada tahun 1998 dan 2004.

Menurut Komisi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) Kabupaten Lumajang, potensi kerusakan lingkungan yang diakibatkan penambangan pasir besi oleh PT Antam sejauh ini belum perlu dikhawatirkan karena dampak negatifnya masih bisa dikelola. Pihak Komisi Amdal saat ini masih terus menyidangkan draft pengajuan perpanjangan Amdal yang dilakukan PT Antam.

Di Jawa Tengah, masyarakat pesisir selatan Kulonprogo yang tergabung dalam Paguyuban Petani Lahan Pantai (PPLP) Kulonprogo menyatakan menolak Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2010 tentang Rancangan Tata Ruang Wilayah 2009-2029. Masyarakat menuntut perda yang telah diundangkan itu dibatalkan. Mereka meminta perda RTRW dibuat kembali tanpa memuat aturan penambangan pasir besi di Kulonprogo. Kemunculan tiba-tiba pasal yang mengatur penambangan pasir besi di pesisir Kulonprogo dalam perda tersebut disinyalir merupakan bentuk kejahatan perundang-undangan dalam menyusun perda. Isi perda tersebut berbeda dengan isi rancangan perda yang disepakati dewan dengan eksekutif.

Di Kebumen, investor PT Mitra Niagatama Cemerlang (MNC) Jakarta akan menanamkan investasi senilai Rp27 miliar untuk mengeksploitasi penambangan pasir besi di Kecamatan Mirit, Kebumen, Jateng. Luas lahan yang akan diekploitasi sekitar 984,79 ha yang tersebar di enam desa, yakni Wiromartan, Mirit Petikusan, Lembu Purwo, Mirit, Tlogo Pargoto, dan Desa Tlogo Depok.

Hasil penelitian yang dilakukan Tim Kosultan PT Geocitra Teknologi Mineral UPN Jogjakarta menyatakan secara ekonomi dan teknis lokasi penambangan layak dengan kategori sangat baik atau skala lima. Pasir besi yang akan ditambang berada di atas lahan seluas 984,79 ha di 6 desa di Kecamatan Mirit. Untuk lokasi kegiatan eksplorasi dipusatkan di Desa Lemburpurwo. Dari data yang ada cadangan terukur pasir besi diprediksikan selama 20 tahun menghasilkan 720.000 MT/tahun. Kegiatan penambangan dilakukan di kedalaman 5,22 meter. Kandungan besi (Fe) rata-rata 54%-57% dengan rencana produksi mencapai 38.000 MT/bulan. Rencana penambangan akan dilakukan dengan metode gali timbun dan pembongkaran endapan pasir besi sehingga menjadi crude sand.

Akan tetapi ternyata lima dari enam desa di Kecamatan Mirit tersebut tetap menolak dijadikan lokasi rencana penambangan pasir besi. Pasalnya, penambangan pasir besi diperikirakan akan merusak lingkungan. Kelima desa itu masing-masing, Desa Mirit, Mirit Petikusan, Tlogo Pragoto, Lembur Purwo, dan Desa Tlogo Depok. Sedangkan satu desa yang menjadi lokasi uji coba, yakni Desa Wiromartan menyatakan sikap menerima dengan catatan jika dalam perjalanannya terjadi masalah, maka warga tidak segan-segan menolak penambangan pasir besi di wilayahnya.

Oleh karena itu, pemkab masih harus melakukan kajian disemua aspek, yang meliputi aspek teknis maupun aspek sosial. Dari aspek teknis, diketahui kawasan pantai Mirit mempunyai potensi pasir besi yang tinggi. Namun begitu, sesuai prosedur, keberadaan pasir besi di Kecamatan Mirit baru akan masuk tahapan Amdal. Hasil Amdal akan menentukan segi positif dan negatif dari adanya penambangan pasir besi. (AI)

Tidak ada komentar: