Rabu, Juli 28, 2010

Kiriman uang TKI masih dibutuhkan

Transaksi pengiriman uang (remittance) dari luar negeri melalui layanan Western Union PT Pos Indonesia (Posindo) Bandar Lampung mencapai 12,5 ribu transaksi atau senilai Rp58,4 miliar pada semester I/2010. Angka ini naik 2,9% jika dibandingkan periode yang sama tahun 2009 yakni 9,4 ribu transaksi atau Rp56,7 miliar. Pengguna terbanyak layanan Western Union Posindo berasal dari Malaysia, Arab Saudi, Singapura, Kuwait, Hongkong, dan Uni Emirat Arab. Sementara pengguna paling sedikit berasal dari Oman, Kepulauan Fiji (AS), Yordania, Belanda, Qatar, Brunei Darussalam, dan Jerman.

Sementara itu, pengiriman uang TKI asal Pekalongan, Jateng pada semester I/2010 mencapai Rp28 miliar atau meningkat jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang hanya sebesar Rp20 miliar. Sebagian besar jumlah atau sekitar 1.500 TKI asal Kota Pekalongan bekerja di Saudi Arabia. Para TKI itu bekerja sebagai pembantu rumah tangga, pekerja perkebunan, dan karyawan industri.

Dari Jabar, pengiriman uang dari TKI asal Kabupaten Subang pada Juni 2010 mencapai 7.908 transaksi pengiriman uang senilai Rp21 miliar. Jumlah transaksi tersebut mengalami kenaikan dibandingkan dengan jumlah transaksi pada Mei 2010 sebanyak 7.903 transaksi dengan total uang kiriman mencapai Rp21 miliar. Uang kiriman tersebut kebanyakan berasal dari TKI yang bekerja di Malaysia, Hongkong, serta Saudi Arabia. Jumlah TKI asal Subang yang bekerja di luar negeri sebanyak 7.240 orang. Jumlah tersebut tidak termasuk TKI yang tidak menggunakan jalur resmi.

Jumlah transaksi maupun total uang kiriman dari TKI asal Subang diperkirakan akan meningkat selama bulan puasa yang akan jatuh pada bulan Agustus 2010 yang akan datang. Sebagai contoh, selama bulan Ramadan tahun 2009 pengiriman uang TKI asal Subang mengalami peningkatan hingga mencapai Rp1 miliar/hari, dan biasanya pengiriman uang TKI akan mencapai puncaknya pada H-14 Idul Fitri.

Di Nusa Tenggara Barat, Kantor Bank Indonesia Mataram mencatat angka kiriman uang dari TKI di luar negeri periode Januari-Juni 2010 mencapai Rp276 miliar. Dari jumlah tersebut, 56,64% berasal dari TKI yang bekerja di Arab Saudi, selebihnya dari Malaysia dan beberapa negara lainnya. BI Mataram hanya memperoleh data kiriman TKI dari bank-bank yang beroperasi di wilayah NTB, sedangkan lembaga jasa pengiriman uang lainnya tidak melaporkan, sehingga jumlah kiriman uang TKI itu diperkirakan bisa lebih besar lagi.

Jumlah kiriman uang TKI dalam kurun waktu tiga tahun terakhir terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2007 mencapai sekitar Rp460 miliar, kemudian pada tahun 2008 naik menjadi sekitar Rp540 miliar, dan pada tahun 2009 kembali mengalami kenaikan hingga mencapai lebih dari Rp650 miliar. Meningkatnya nilai kiriman para TKI berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi NTB yang saat ini terus mengalami pertumbuhan yang positif.

Daya saing TKI di luar negeri terus menarik minat negara-negara maju untuk merekrut mereka. Dalam beberapa bulan terakhir permintaan terhadap TKI terus meningkat. Tidak saja dari negara-negara yang secara tradisional selama ini menggunakan jasa TKI, tetapi juga dari sejumlah negara maju seperti AS dan Jerman. Bahkan AS sudah ”menantang” Indonesia menyediakan 115.000 sopir truk dalam waktu satu tahun. Permintaan tersebut diajukan ke Indonesia setelah Filipina yang semula juga diminta tidak sanggup menyediakan. Para sopir truk yang diminta AS itu akan mengganti sopir-sopir truk dari Meksiko yang selama ini memonopoli pekerjan tersebut di negara Paman Sam.

Menurut data Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), sebanyak 25% dari total 6 juta TKI yang bekerja di luar negeri masih ilegal. Masalah utama penempatan dan perlindungan TKI selama ini adalah masih banyaknya TKI ilegal atau tidak memiliki dokumen lengkap, praktik percaloan yang mencekik calon TKI, dan banyaknya sertifikat palsu kesehatan para TKI. Akibatnya, arus kepulangan TKI khususnya bagi TKI yang bekerja di bawah 3 bulan sangat tinggi.

Praktik percaloan muncul apabila jarak antara pemerintah atau penyedia layanan dengan calon TKI terlalu jauh. Sehingga perlu ada upaya mengatasinya, yakni dengan mendekatkan pelayanan seperti pelatihan kepada calon TKI di desa-desa atau di kantong-kantong calon TKI. Untuk mengatasi hal tersebut, BNP2TKI membentuk Kelompok Berlatih Calon TKI Berbasis Masyarakat (KBBM) untuk memotong mata rantai percaloan TKI di desa yang menjadi kantong calon TKI. Ada 70 KBBM yang kemarin diresmikan. Hanya saja, saat ini KBBM masih fokus pada pelatihan bagi calon penata laksana rumah tangga (PLRT), belum ke sektor formal lainnya.

Di samping itu, BNP2TKI juga akan mengantisipasi tingginya beban biaya yang ditanggung calon pekerja untuk bekerja ke luar negeri dengan mengembangkan pola penempatan antara pemerintah dan swasta (government to private/g to p). Sebenarnya dengan pola penempatan pemerintah dan pemerintah (Government to Government/G to G) sudah membuat biaya yang dikeluarkan calon TKI terjangkau, dibandingkan dengan biaya yang diterapkan untuk penempatan melalui pelaksana penempatan TKI swasta (PPTKIS). Diperkirakan, biaya yang akan dikeluarkan para calon TKI relatif murah, yakni sekitar Rp2 juta/orang, karena tiket keberangkatan ditanggung pengguna jasa dan tanpa potongan gaji.

Sementara itu, untuk menghindari terjadinya human trafficking, pemerintah akan membatasi paspor TKI hanya untuk kembali ke tanah air. Pembatasan ini akan ditandai dengan cap yang akan dicantumkan didalam paspor milik TKI. Cap itu akan memberikan informasi bahwa paspor ini hanya khusus untuk kembali ke Indonesia dan bukan untuk bepergian ke negara lain. Pembatasan ini khusus dibebankan ke buruh migran yang akan bekerja ke Timur Tengah. Pembatasan ini diperlukan mengingat kasus perdagangan manusia masih sangat tinggi. Dua negara yang menjadi tujuan utama human trafficking adalah Jordania dan Syria. Ini terjadi karena banyak TKI yang gagal bekerja di Arab Saudi dan Uni Emirat Arab kemudian dijual ke dua negara ini. (AI)

Tidak ada komentar: