Jumat, Februari 20, 2009

Proyek infrastruktur perlu dana besar

Dalam buku pedoman proyek infrastruktur, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menawarkan 82 proyek infrastruktur kepada swasta melalui skim public private partnership (PPP). Ada tiga kategori untuk proyek-proyek PPP itu. Pertama, proyek yang sudah siap lelang. Artinya, pemerintah melelang proyek pada tahun 2009 ini juga. Kedua, proyek prioritas yang sudah memasuki tahap persiapan dokumen untuk dilelang. Ketiga, proyek potensial yang telah mendapat persetujuan menteri atau kepala daerah yang akan dibangun melalui skim PPP.

Menurut Direktur Kerjasama Pemerintah dan Swasta Bappenas Bastary Panji Indra, dari 82 proyek itu, sebagian besar adalah jalan tol sebanyak 32 proyek, pengadaan air minum sebanyak 20 proyek, dan pembangunan rel kereta api sebanyak 15 proyek. Yang agak mengecewakan, dari 82 proyek di dalam buku tersebut, ternyata hanya ada satu proyek yang siap lelang tahun 2009 ini. Proyek tersebut adalah pembangunan terminal kapal pesiar dan akomodasi di Tanah Ampo, Karangasem, Bali.

Beberapa jenis infrastruktur yang akan mendapat alokasi infrastruktur langsung adalah kereta api, jalan, irigasi, penanggulangan bencana banjir, air minum, perumahan, dan listrik. Sementara itu, jenis infrastruktur tidak langsung antara lain irigasi tersier, jalan desa, dan irigasi pertanian, dan tambak perikanan.

Departemen Perhubungan mengganggarkan Rp12 triliun hingga Rp13 triliun untuk belanja modal infrastruktur dari total dana sebesar Rp16,977 triliun yang diterima tahun 2009. Menteri Perhubungan Jusman Syafii Djamal optimistis, dengan jumlah dana sebesar itu, Dephub mampu menyerap lebih dari 380.000 tenaga kerja. Jumlah tersebut belum termasuk tenaga kerja tidak langsung yang terserap.

Di samping itu, sejumlah proyek penting yang akan digarap Dephub tahun ini adalah pengadaan dan pemasangan fasilitas keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan di 32 provinsi. Ada juga rencana membangun sejumlah dermaga sungai, danau dan penyeberangan, baik baru maupun lanjutan, termasuk meningkatkan jalan kereta api di Jawa dan Sumatera, membangun dan meningkatkan bandara di beberapa wilayah, pengembangan sarana pendidikan dan laboratorium, hingga pengadaan sarana dan prasarana penunjang pencarian dan penyelamatan.

Selain pembangunan infrastruktur, pemerintah juga harus memprioritaskan pembangunan perumahan rakyat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi 2009. Dua hal itu dipercaya mampu menjadi lokomotif ekonomi domestik di tengah resesi ekonomi global saat ini, meski dua hal itu mengandung pro dan kontra. Di satu sisi, infrastruktur memiliki efek ekonomi yang sangat besar, namun juga membutuhkan modal dan upaya yang juga tidak kalah besar. Pembangunan infrastruktur tidak dapat langsung diproses dan dananya tidak cepat berputar. Di sisi lain perumahan rakyat memberikan harapan karena pembangunan konstruksinya dan dananya bisa berputar lebih cepat. Pembangunan infrastruktur dan perumahan rakyat juga bakal menyerap tenaga kerja, termasuk lebih mengutamakan penggunaan produk dalam negeri.

Adanya penambahan belanja infrastruktur dalam stimulus fiskal 2009 sebesar Rp10,2 triliun atau setara dengan 0,2% PDB, akan digunakan untuk memperluas program-program infrastruktur guna mendorong perekonomian nasional. Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Paskah Suzetta mengatakan, perluasan program infrastruktur perlu dilakukan mengingat banyaknya proyek yang belum terselesaikan dalam waktu satu tahun.

Sebelumnya Kepala Bappenas menyatakan pemerintah mengalokasikan dana sekitar Rp6 triliun untuk pembangunan infrastruktur yang diambil dari anggaran stimulus fiskal tahap kedua Rp15 triliun. Namun, Menkeu Sri Mulyani Indrawati saat mengajukan perubahan APBN 2009 kepada DPR mengungkapkan, belanja infrastruktur 2009 akan ditambah 0,02% dari PDB atau senilai Rpl0,2 triliun. Dari total alokasi stimulus infrastruktur sebesar Rpl0,2 triliun tersebut, sekitar Rp6 triliun dialokasikan sebagai stimulus infrastruktur langsung dan sisanya sebesar Rp4,2 triliun dialokasikan untuk stimulus infrastruktur tidak langsung.

Sementara untuk kebutuhan pendanaan infrastruktur periode 2010-2014, Bappenas menghitung pemerintah membutuhkan tambahan sedikitnya Rp1.429 triliun selama 5 tahun. Dana ini bersumber dari swasta sebesar Rp978 triliun (69%), dan sisanya Rp451 triliun (31%) berasal dari pemerintah. Dana sebesar itu dihitung berdasarkan asumsi pertumbuhan ekonomi berkisar 5,5% hingga 7%. Untuk pendanaan, pemerintah akan memakai dana APBN yang akan dikucurkan melalui Departemen Pekerjaan Umum, Departemen Perhubungan, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Departemen Komunikasi dan Informasi, Kementerian Perumahan Rakyat, dan Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS).

Menurut Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Rusman Heriawan, rencana pemerintah untuk mempercepat pelaksanaan proyek infrastruktur pada tahun 2009 diperkirakan mampu menyerap 2,5 juta hingga 3,5 juta tenaga kerja dengan catatan tergantung pada kesiapan pendanaan dan efektivitas penyerapan proyek. Pemerintah harus menyiapkan berbagai proyek infrastruktur dengan target penyerapan kelompok pekerja yang jelas untuk menghadapi gelombang PHK tahun 2009. Menurut perkiraan Organisasi Buruh Internasional, jumlah PHK pada tahun 2009 dapat mencapai 1 juta orang.

Di sisi lain, karakteristik proyek infrastruktur yang padat karya tidak bisa diharapkan terus-menerus. Pasalnya, kerangka waktu pengerjaan proyek padat karya terbatas sehingga jika proyek berakhir, jumlah pengangguran akan kembali meningkat. Untuk itu, usaha-usaha di sektor formal yang terkena dampak krisis juga perlu dibantu agar dapat berkontribusi menyerap tenaga kerja.

Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) menilai pemberian stimulus infrastruktur tidak akan efektif membantu sektor riil selama pemberiannya tidak dilakukan secara cepat. Wakil Ketua Kadin Bidang Kebijakan Publik, Perpajakan, dan Kepabeanan Hariyadi B. Sukamdani mengatakan, selain jumlah dana stimulus yang terlalu kecil, kecepatan realisasi program stimulus merupakan penentu apakah efek dari kebijakan tersebut dapat dirasakan oleh sektor riil. Oleh sebab itu, sebaiknya pemerintah memperbaiki sistem birokrasi yang selama ini dinilai tidak efektif sehingga mengakibatkan proyek-proyek yang sudah direncanakan ternyata tidak dapat berjalan dengan efektif. (AI)


Tidak ada komentar: