Jumat, Februari 20, 2009

Rumah sederhana diberi subsidi

Kementerian Negara Perumahan Rakyat khawatir subsidi perumahan tahun 2009 tak bisa terserap habis seperti tahun 2008. Dalam anggaran tahun 2009 ini pemerintah mengalokasikan dana Rp2,5 triliun untuk subsidi rumah sederhana (RSh) dan rumah susun sederhana milik (rusunami). Sekretaris Kementerian Negara Perumahan Rakyat Iskandar Saleh mengatakan, subsidi yang disediakan pemerintah akan terserap jika perbankan menyalurkan Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Saat ini Bank Tabungan Negara (BTN) menguasai 97% pasar KPR di Indonesia. Perbankan nasional lainnya belum terlibat banyak dalam pembiayaan KPR RSh.

Kementerian akan mengusulkan fasilitas likuiditas untuk meningkatkan pokok pinjaman dengan memberikan dana pendampingan bergulir yang dihitung sebagai keikutsertaan pemerintah dalam dana pokok pinjaman. Porsi perbankan dan pemerintah masing-masing 60% dan 40%. Pemerintah membutuhkan dana Rp4,2 triliun untuk menjalankan fasilitas ini. Di samping itu, kementerian juga mengusulkan revisi Peraturan Bank Indonesia (PBI) untuk menurunkan profil risiko kredit sebesar 10% menjadi 30%. Dengan insentif ini, pemerintah berharap perbankan dapat bergairah mengucurkan kredit rumah bersubsidi karena pengucuran tak menggerus rasio kecukupan modal.

Ketua Dewan Pimpinan Daerah Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (DPD Apersi) Anton R Santoso mengatakan, pembangunan RSh terkena dampak krisis ekonomi terlihat dari turunnya permintaan sebagai akibat daya beli yang rendah serta tidak adanya dukungan perbankan. Sebenarnya perbankan sudah menurunkan tingkat bunga KPR, tetapi sangat selektif dalam memilih debitur serta syaratnya sangat ketat. Perbankan mensyaratkan uang muka lebih tinggi sampai 30% padahal semula hanya 10-20%.

Bank sangat berhati-hati dan membatasi diri terhadap pengembang yang membuka lahan untuk proyek baru. Kondisi seperti ini memaksa anggota Apersi, yang rata-rata pengembang kecil, bertahan untuk tidak melakukan investasi baru. Mereka lebih memilih untuk mengoptimalisasi lahan yang dimiliki untuk dikembangkan. Melihat kondisi ini, setidaknya dalam tiga bulan pertama tahun 2009 pengembang melihat dulu kebijakan perbankan. Akibatnya, produksi rumah tahun 2009 diperkirakan tidak berbeda jauh dengan produksi tahun 2008, yakni sekitar 24.000 unit.

Apersi sudah mengusulkan kepada Menpera untuk membebaskan PPN rumah untuk segmen menengah dengan harga Rp100 juta ke bawah, karena harga unit rusunami dengan harga Rp144 juta/unit mendapat fasilitas bebas PPN. Kebijakan ini setidaknya akan meningkatkan daya beli masyarakat untuk membeli rumah dengan harga di bawah Rp100 juta karena di segmen menengah juga terkena dampak krisis ekonomi.

Deputi Menteri Negara Perumahan Rakyat (Menpera) Bidang Pembiayaan Tito Murbaintoro memperkirakan secara keseluruhan program pembangunan perumahan tahun 2009 dengan sasaran 1.075.400 unit dan nilai investasi sejumlah Rp50,81 triliun akan menciptakan lapangan kerja langsung untuk 711.295 orang/tahun dan lapangan kerja tidak langsung untuk 2.489.533 orang/tahun sehingga total lapangan kerja yang tercipta dapat mencapai 3.200.828 orang/tahun.

Kementerian Negara Perumahan Rakyat juga akan mengkaji penetapan standar minimum RSh yang layak. RSh yang saat ini banyak dikembangkan adalah tipe 21 karena melihat daya beli masyarakat yang masih rendah. Tetapi jika Indonesia ingin meningkatkan kualitas hidupnya, sudah saatnya standar kelayakan rumah juga ditingkatkan, yaitu tipe 36 dengan luas kavling minimal 60 m2. Standar rumah tipe 36 itu merupakan hasil kajian ilmiah dari Pusat Penelitian Perumahan dan Permukiman. Ukuran itu sudah mencantumkan tingkat kenyamanan, sirkulasi udara, dan ruang gerak untuk satu keluarga dengan dua anak.

Di sisi lain, pemerintah akhirnya memberikan keringanan pajak kepada pengembang perumahan sederhana dengan menurunkan pembayaran pajak atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan bangunan menjadi 1% dari sebelumnya 5%. Insentif perpajakan ini berlaku mulai awal Januari 2009. Insentif perpajakan itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.71 tahun 2008, mengenai Perubahan Ketiga atas PP No.48 tahun 1994, tentang Pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) dari Pengalihan Hak atas Tanah dan atau Bangunan.

Insentif perpajakan itu diarahkan untuk mendorong kalangan pengembang menggiatkan pembangunan hunian sederhana bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Insentif tersebut akan mengurangi beban pengeluaran pengembang dalam pembangunan RSh dan rusuna. Namun, hal itu belum tentu diikuti penurunan harga jual hunian tersebut karena margin yang diperoleh pengembang relatif kecil.

Ketua Umum DPP REI Teguh Satria menyambut baik keputusan pemerintah yang memberlakukan penurunan PPh final 1% yang dikenakan pada saat penghasilan tersebut diterima dan tidak lagi digabungkan dengan penghasilan lainnya di SPT Tahunan. PPh yang sudah dibayar atau dipotong pada saat diterima atau diperoleh itu pun tidak bisa dikreditkan. Peraturan perpajakan itu akan memperjelas dan memastikan nilai pajak dari sektor properti. Dengan demikian bagi pengembang, terutama pengembang skala kecil dengan sistem pembukuan yang sederhana, tidak takut salah dalam membayar pajak.

Menurut pandangan Associate Director PT Procon Indah Utami Prastiana, permintaan akan tertekan oleh pertumbuhan ekonomi yang melambat. Terlebih jika suku bunga bank masih bertengger di level tinggi, industri properti bakal susah. Pasalnya sekitar 90% konsumen perumahan, khususnya rumah kelas menengah dan bawah, tidak bisa dilepaskan dari KPR. Presiden Direktur Era Bintaro Century Saut Sitanggang mengakui hal yang sama. Di saat ekonomi lesu, biasanya permintaan rumah menengah dan bawah akan terpukul. Harapan hanya ada dari segmen perumahan menengah atas dan atas.

Pengembang lain, Summarecon, bahkan sudah siap dengan strategi merengkuh kalangan atas ini. Salah satu strateginya dengan membuka kawasan permukiman elite yang dilengkapi fasilitas pendidikan. Sama halnya dengan Bakrieland Development yang akan memfokuskan pasar pada kelompok elite. Segmen perumahan menengah atas memang relatif bebas dari tekanan inflasi dan tingkat suku bunga. (AI)


Tidak ada komentar: