Rabu, Maret 25, 2009

Tantangan transportasi laut

Berdasarkan Permenhub No.KM 8 Tahun 2009 tentang Tarif Batas Atas Angkutan Penumpang Laut Dalam Negeri Kelas Ekonomi, tarif penumpang angkutan laut kelas ekonomi akan diturunkan. Selain itu, tarif jasa kepelabuhanan yang meliputi tarif jasa pemanduan, penundaan, dan penanganan peti kemas juga diturunkan. Kebijakan ini mulai berlaku pada 1 Maret 2009.

Menurut Dirjen Perhubungan Laut Dephub Sunaryo, besaran penurunan tarif angkutan penumpang laut kelas ekonomi adalah 10% untuk angkutan laut kelas ekonomi yang berjarak di atas 1.000 km. Sedangkan penurunan secara keseluruhan dari rute yang berlaku di perairan Indonesia rata-rata sebesar 3,94%. Dari perhitungan tersebut, penurunan tarif angkutan laut dalam negeri kelas ekonomi yang terendah adalah sebesar Rp39.800/penumpang dan tertinggi Rp124.200/penumpang.

Sementara itu, penurunan tarif jasa kepelabuhan diberikan untuk pelayanan jasa yang terkait langsung dengan penggunaan BBM yang meliputi jasa pemanduan, jasa penundaan, dan jasa pelayanan peti kemas. Penurunan tarif jasa kepelabuhan ini dilaksanakan dengan memberikan diskon sebesar 5% dalam kurun waktu 3 bulan dan dapat dilakukan peninjauan kembali. Penurunan tarif berlaku efektif sejak 15 Februari 2009. Kebijakan penurunan tarif penumpang laut kelas ekonomi dan tarif jasa kepelabuhan tersebut diharapkan dapat mendorong perkembangan dunia usaha, terutama terkait dampak terjadinya krisis keuangan global.

Sebelumnya, PT Perusahaan Pelayaran Nasional Indonesia (Pelni) telah melakukan kajian untuk melakukan penurunan tarif kelas ekonomi. Hal ini juga sebagai respon atas imbauan pemerintah bahwa BUMN di sektor transportasi harus memelopori penurunan tarif setelah harga BBM diturunkan hingga tiga kali. Berdasarkan perhitungan Pelni, penurunan tarif penumpang dari Rp415/penumpang/mil menjadi Rp412/penumpang/mil. Apabila kajian ini disetujui, maka tarif kapal penumpang yang berlaku saat ini di masyarakat, khususnya untuk jarak jauh, seperti Jakarta-Jayapura, dapat diturunkan berkisar antara Rp50.000-Rp80.000.

Dari Balikpapan dilaporkan, pasca penurunan harga BBM per 15 Januari 2009 lalu, tarif transportasi angkutan darat perlahan mulai terpengaruh. Terbitnya tarif baru bagi angkutan darat tinggal menunggu Surat Keputusan (SK) wali kota. Sebaliknya tarif transportasi laut hingga saat ini belum ada rencana penurunan dan masih memberlakukan tarif lama.

Branch Manager perusahaan pelayaran swasta di Balikpapan, PT Prima Vista Widyatmoko mengatakan, sejauh ini sinyal penurunan tarif kapal laut di perusahaannya belum ada. Pasalnya, meski penurunan harga BBM mengurangi biaya operasional namun tingginya harga spare part yang dibayar menggunakan mata uang asing membuat kemungkinan tersebut belum dapat terwujud.

Sementara bagi Pelni, masalah tarif sepenuhnya bergantung dari ketentuan yang diterbitkan pemerintah dan Direksi PT Pelni. Kepala Cabang PT Pelni Balikpapan Capten Indardjo Setiadji mengatakan, pihaknya belum mendapat informasi lebih lanjut terkait hal tersebut, mengingat selama ini Pelni memang tidak menaikkan tarif sekalipun saat harga BBM tinggi. Memberlakukan tarif lama juga terlihat pada Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (ASDP) yang melayani penyeberangan Balikpapan-Penajam Paser Utara (PPU) melalui pelabuhan Kariangau, Balikpapan.

Sementara itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengaku sempat merasa prihatin dengan lemahnya penegakan aturan-aturan keselamatan transportasi laut. Lemahnya pengawasan berakibat penumpang kapal motor (KM) selalu menjadi korban. Padahal peran pengawasan adalah kunci awal dari keselamatan transportasi laut. Tenggelamnya sejumlah kapal penumpang dalam kurun Januari 2009 membuktikan betapa lemahnya sistem pengawasan transportasi di sektor kelautan.

Pada Januari 2009 tercatat sembilan kasus kapal tenggelam. Dalam kasus ini umumnya kondisi alam yang selalu dijadikan kambing hitam penyebab kecelakaan. Dimulai dari tanggal 3 Januari 2009, yaitu tenggelamnya KM Lian Senggigi akibat mengalami kebocoran di perairan Klungkung, Bali. Seminggu kemudian (10/1), KM Permata Mulia dan kapal Cahaya Alam tenggelam di perairan Muara Lagoi, Batam. Sehari kemudian (11/1), ratusan nyawa orang melayang akibat tenggelamnya KM Teratai Prima di perairan Majene, Sulbar. Pada hari yang sama juga tenggelam KM Express Bahari di Perairan Sunsang, Sumsel dan sebuah speedboat berisi 18 TKI ditabrak tanker LPG di perairan Kepri.

Esoknya (12/1), KM Sinar Genteng tenggelam di perairan selatan Kecamatan Tegalbuleud, Kabupaten Sukabumi. Esoknya lagi (13/1), KM Risma Jaya yang mengalami lambung bocor setelah dihantam ombak besar, tenggelam di Muara Kali Aswet Distrik Agast, Kabupaten Asmat, Papua. Pada 14 Januari 2009 KM Bangka Jaya Expres tenggelam di perairan Pulau Ketawai, Kabupaten Bangka Tengah, Bangka Belitung. Disusul kemudian tenggelamnya KM cepat Express Bahari 5 B (27/1) di perairan Sunsang, Sumsel.

Komite Nasional Keselamatan Transportasi atau KNKT menilai, selama ini 90% kecelakaan laut yang terjadi di Indonesia disebabkan faktor manusia. Karena itu, profesionalitas dan kompetensi dari operator pelayaran sangat dibutuhkan di samping kelengkapan fasilitas keamanan pelayaran. Menurut Ketua KNKT Sub Komite Penelitian Kecelakaan Transportasi Laut Hermanu Karmoyono, beberapa contoh faktor manusia yang mengakibatkan kecelakaan laut antara lain kelelahan, kejenuhan, dan kecerobohan. Selain itu, screening atau penyaringan muatan kapal juga kurang teliti.

Barang apapun dengan mudah masuk ke dalam kapal. Padahal kapal-kapal di Indonesia belum dilengkapi dengan fasilitas x-ray detector atau sinar inframerah untuk mendeteksi barang. Kasus terbakarnya KM Levina I tahun 2007 lalu terjadi karena lolosnya barang-barang yang tak layak angkut namun tetap dinaikkan.

Di tengah mendesaknya peningkatan keselamatan transportasi laut, hingga saat ini jumlah investigator transportasi laut KNKT hanya enam petugas. Padahal, untuk kebutuhan investigasi kecelakaan di seluruh Indonesia minimal dibutuhkan 30 petugas investigasi. Ketua Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (Gapasdap) Jatim Bambang Harjo S mengakui investigator KNKT di tingkat provinsi masih minim. Indonesia sangat luas, karena itu dibutuhkan investigator di masing-masing daerah. Kriteria investigator yang dibutuhkan harus memiliki latar belakang pendidikan atau bekerja sebagai nakhoda kapal, sarjana tekni k perkapalan, dan kapten kapal. (AI)


Tidak ada komentar: