Jumat, April 30, 2010

Ada mafia di pertambangan

Satuan tugas (satgas) pemberantasan mafia hukum punya tugas baru. Rencananya satgas tersebut akan membongkar mafia pertambangan dan energi, khususnya pertambangan batubara di Kalimantan Selatan. Satgas telah mendapatkan beberapa laporan dugaan mafia pertambangan batubara di wilayah Kalimantan Selatan. Ironisnya, Kalimantan Selatan adalah penghasil batubara namun masih saja mengalami kekurangan pasokan listrik.

Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) mendukung satgas pemberantasan mafia hukum dalam melakukan pemberantasan mafia tambang. Pasalnya, keberadaan mafia tambang dinilai telah merusak citra sektor pertambangan di Indonesia. Dengan diberantasnya mafia tambang dan illegal mining (pertambangan liar) maka citra sektor pertambangan akan membaik.

Menurut APBI, carut marut dunia pertambangan di tanah air salah satunya disebabkan karena semua orang bisa dengan mudah mendapatkan izin kuasa pertambangan (KP) jika memiliki kedekatan dengan pihak pemberi izin KP, dalam hal ini pemerintah provinsi dan pemerintah daerah. Dampaknya, orang yang mendapat izin KP namun tidak memiliki pengalaman di pertambangan akan bekerja sama dengan pihak ketiga atau kontraktor lain. Kemudian pemilik KP akan mendapatkan royalti. Sementara kontraktor karena harus membayar royalti, maka yang dipikirkan hanyalah keuntungan, tanpa memikirkan kelestarian lingkungan.

Contohnya, pertambangan emas tanpa izin makin marak di Kabupaten Landak, Kalimantan Barat. Kondisi ini terjadi karena warga setempat terus mendapat pasokan modal dari cukong-cukong luar daerah untuk menambang emas. Dalam beberapa kali razia, warga mengaku dibiayai oleh para cukong. Namun keberadaan cukong sulit dilacak karena warga mengaku tidak tahu. Pertambangan ilegal ini menyebabkan kerusakan lingkungan tak hanya di tempat penambangan, tetapi di sepanjang aliran sungai. Banyak daerah pertambangan sepanjang sungai yang airnya tak bisa lagi digunakan karena tercemar merkuri. Jika air tersebut digunakan untuk mandi menyebabkan gatal-gatal di kulit.

Masyarakat penambang selalu menggunakan kondisi ekonomi sebagai alasan melakukan penambangan. Alasan tersebut pula yang menyebabkan penambang berani melawan penertiban yang dilakukan pemerintah dan polisi. Sesungguhnya seluruh kabupaten Landak dalam peta pertambangan nasional masuk ke wilayah pertambangan. Konsekuensinya, di seluruh wilayah Landak bisa diterbitkan izin wilayah usaha pertambangan.

Jenis mineral yang terkandung di wilayah landak antara lain bauksit, emas sekunder, galena, dan batubara. Bauksit ada di seluruh wilayah, sementara batu bara ada di wilayah Bentiang. Namun, mineral batu bara di Landak agaknya sulit dieksploitasi karena sangat dalam, yakni 100-200 m di bawah permukaan tanah. Sementara itu, depositnya tidak terlalu banyak, umumnya hanya memanjang sekitar 50 m.

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) juga mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengusut kasus besar korupsi di sektor pertambangan terkait dengan potensi kerugian negara hingga kerusakan lingkungan. Walhi mensinyalir korupsi sumber daya alam diduga melibatkan banyak aktor di level daerah hingga pejabat tinggi di Jakarta. Di sektor pertambangan, modus dugaan korupsi dapat bermulai dari pemberian izin hingga masalah persyaratan mengenai AMDAL.

Berdasarkan pengamatan Walhi, sejumlah kasus dugaan korupsi sektor pertambangan berada di tiga provinsi penghasil batubara terbesar di Indonesia, seperti Kalimantan Timur, Sumatera Selatan, dan Kalimantan Selatan. Kasus dugaan korupsi sektor pertambangan juga melibatkan masalah pembayaran pajak perusahaan. Selama ini tidak ada pihak yang mengontrol tentang penjualan batubara terkait kalori komoditas tersebut sehingga berpengaruh pada pajak yang dibayarkan.

Tidak dapat dipungkiri, sektor pertambangan masih sangat menarik bagi para investor dalam maupun luar negeri. Era konsesi izin pertambangan Indonesia yang sejak tahun 1967 berbasiskan kontrak karya (KK) beralih hanya mengakui izin usaha pertambangan (IUP) dengan terbitnya UU Nomor 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Perubahan regulasi ini tidak mengurangi minat investasi para pemodal Australia di sektor pertambangan Indonesia.

Rio Tinto Indonesia misalnya, per 25 Februari 2010 lalu telah mendapatkan IUP baru untuk proyek penambangan nikel di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara, dan Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah. Perusahaan tambang asal Australia itu mendapatkan IUP baru karena telah bersedia menaati UU Pertambangan yang baru. Hal itu menunjukan gairah Australia minat investasinya untuk masuk ke indonesia di sektor pertambangan tidak terganggu dengan adanya perubahan regulasi pertambangan.

Ke depannya sudah banyak perusahaan asing yang mengantre ingin masuk. Namun saat ini, mereka sedang dalam posisi wait and see untuk mendapatkan kepastian hukum terkait peraturan-peraturan baru yang akan menyusul. Pasalnya, dalam era otonomi daerah saat ini perizinan investasi tak lagi hanya ditentukan pemerintah pusat. Tetapi, ada kerja sama antara pusat, provinsi, hingga kabupaten/kota yang menjadi lokasi usaha. Pemerintah berharap para investor bisa mendapatkan kepastian hukum sehingga merasa nyaman untuk masuk dan berinvestasi di Indonesia.

Hingga tahun 2009, total investasi dari 400 perusahaan Australia yang beroperasi di Indonesia di semua sektor senilai AUD4 miliar. Nantinya, diperkirakan akan terjadi peningkatan nilai investasi terkait ekspansi perusahaan-perusahaan pertambangan Australia di Indonesia. Eureka Mining Company misalnya, saat ini tengah mengembangkan fasilitas baru untuk produksi bahan peledak industri pertambangan. Nilai investasi perseroan diperkirakan sekitar AUD500 juta.

Dalam APBN 2010 Kementerian Keuangan memutuskan menaikkan besaran penerimaan negara sektor Pertambangan Umum dari sekitar Rp14,9 triliun (menggunakan kurs Rp9.200/USD)menjadi Rp15,2 triliun (menggunakan kurs Rp10.000/USD). Menurut Kementerian ESDM, kenaikan penerimaan sektor pertambangan tersebut masih realistis. Pasalnya, ada dua faktor penentu besaran PNBP antara lain pertama, faktor kenaikkan produksi, dan kedua, faktor kenaikan harga. Dan Kementerian ESDM sudah menetapkan faktor kenaikan produksi sebagai dasar sehingga faktor yang berpengaruh adalah perkembangan harga yang fluktiatif di pasar internasional. (AI)

Tidak ada komentar: