Senin, April 19, 2010

Industri penerbangan membaik pada tahun 2010

Asosiasi Lalu Lintas Udara Internasional (International Air Transport Association/IATA) menyatakan industri penerbangan mulai bangkit pada tahun 2010 ini, meski masih akan mengalami kerugian. Namun, jumlah kerugiannya tidak sebesar perkiraan IATA sebelumnya. Sebelumnya, pada Desember 2009, IATA meramalkan bahwa industri penerbangan akan menderita kerugian sebesar USD5,6 miliar pada tahun 2010. Perkembangan akhir-akhir ini telah mendorong IATA mengoreksi perkiraan tersebut. Kini IATA meramalkan kerugian yang akan diderita industri penerbangan pada tahun 2010 hanya separuhnya atau sekitar USD2,8 miliar.

IATA meramalkan jumlah penumpang pesawat tahun 2010 akan tumbuh sebesar 5,6%. Sebelumnya, IATA hanya meramalkan pertumbuhan sebesar 4,5%. Sementara untuk kargo, IATA memperkirakan akan meningkat 12% tahun 2010, setelah turun 11% pada tahun 2009. Sebelumnya, IATA memperkirakan sewa kargo hanya tumbuh 7% pada tahun 2010 ini. Namun, IATA mengingatkan, peta pertumbuhan industri penerbangan secara global belum merata. Pertumbuhan pasar di Amerika Utara dan Eropa masih lambat dibandingkan negara berkembang.

Data IATA menyebutkan penumpang angkutan udara naik 6,4% per Januari 2010, dibandingkan periode sama tahun 2009. Jumlah itu dipicu kenaikan permintaan angkutan udara di kawasan Asia, Amerika Selatan, dan Timur Tengah. Di Timur Tengah, permintaan meningkat 23,6% per Januari 2010 dibandingkan Januari 2009. Sementara Amerika Latin mencatatkan pertumbuhan 11%. Amerika Utara dan Eropa hanya mencatatkan sedikit kenaikan, yakni masing-masing 2,1% dan 3,1%.

Permintaan kargo juga menunjukkan hasil yang menggembirakan. Ada peningkatan 28,3% pada Januari 2010 dibanding Januari 2009, serta naik 3% dibanding Desember 2009. Pemulihan paling terlihat di pengangkut untuk kawasan Asia Pasifik, yang membukukan peningkatan 6,5% year on year. Jika dibandingkan data tahun 2009, kenaikan carriers mencapai 31%.

Terkait dengan membaiknya industri penerbangan global, ternyata Indonesia saat ini masih mengalami defisit pilot lokal terdidik, termasuk untuk FO (flight officer) atau co-pilot. Karena itu, pemerintah mengizinkan penggunaan pilot asing karena kurangnya lulusan pilot untuk industri penerbangan domestik. Namun dalam prosesnya, pemerintah, dalam hal ini Ditjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, akan mengawasinya dengan ketat.

Pada awalnya Indonesia hanya mengizinkan tenaga asing sebagai instruktur. Tapi, kini pilot pun sudah diizinkan karena pasokan domestik tidak mampu mencukupi tuntutan pasar. Saat ini cukup mudah bagi lulusan sekolah pilot untuk bekerja di maskapai nasional karena minimnya pesaing. Di Indonesia saat ini baru ada tujuh sekolah pilot dengan lulusan sebanyak 100-120 orang per tahun. Padahal, kebutuhannya 400-500 pilot per tahun.

PT Garuda Indonesia tahun ini memerlukan 100-120 pilot baru dan berlangsung hingga tahun 2014. Hingga tahun 2014 proyeksi total pesawat Garuda mencapai 116 unit dari 67 unit. Untuk memenuhi kebutuhan pilot, Garuda bekerja sama dengan sejumlah sekolah pilot seperti STIP Curug, Malaysia, dan Cebu Filipina. Dari Curug, tahun 2010 ini Garuda mendapat tambahan 41 lulusan pilot baru, dan sekitar 20-an dari Malaysia.

Untuk kerja sama dengan sekolah pilot tersebut, Garuda sebenarnya tidak mengeluarkan biaya langsung. Biaya pendidikan ditanggung bank yang diajak bekerja sama memberikan kredit. Kredit tersebut akan dibayar siswa setelah mereka lulus dan bekerja di Garuda Indonesia. Garuda hanya menjamin lulusan sekolah akan langsung bekerja di perusahaannya. Selanjutnya, para pilot yang telah mengantongi lisensi pilot komersial (commercial pilot license/CPL) dididik tipe rating berdasar jenis pesawat yang dimiliki Garuda.

Maskapai penerbangan Garuda Indonesia, melalui program Citilink, akan membuka rute penerbangan Jakarta-Medan pp yang ditinggalkan maskapai Adam Air. Hal ini juga sejalan dengan rencana Citilink untuk melakukan ekspansi usaha ke wilayah Indonesia bagian barat. Penerbangan Citilink rute Jakarta-Medan ini merupakan bagian dari upaya Garuda Indonesia meluaskan segemen pasarnya. Selama ini penerbangan jenis low cost carrier (LCC) atau penerbangan tarif murah dalam negeri masih dikuasai oleh maskapai penerbangan swasta.

Citilink merupakan program Garuda Indonesia untuk memasuki pasar kelas menengah ke bawah. Karena itu, standar tarif yang diberlakukan pun relatif lebih murah ketimbang tarif normal Garuda Indonesia. Sepanjang tahun 2009, pangsa pasar rute Jakarta-Medan pada industri penerbangan dalam negeri hanya mengalami pertumbuhan 1,6% dibandingkan kondisi tahun 2007. Hal ini dikarenakan kurangnya ketersediaan penerbangan menuju Jakarta-Medan selepas tragedi yang menimpa Adam Air, termasuk juga akibat tergerus krisis keuangan global pada tahun 2008.

Mandala Airlines tak mau kalah. Perusahaan itu telah menunjuk Adrian Hamilton-Manns sebagai Chief Commercial Officer (CCO) yang akan bertanggung jawab menangani seluruh aktivitas komersial dan memegang peran kunci dalam menentukan arah perkembangan maskapai ini pada masa depan. Mandala telah menunjukkan kinerja operasional yang mengagumkan termasuk kinerja ketepatan waktu (on-time performance) yang sangat baik. Capaian prestasi operasional lainnya juga telah ditunjukkan oleh Mandala, terutama di sisi keselamatan penerbangan dengan diperbolehkannya Mandala terbang ke Eropa oleh Uni Eropa pada Juli 2009 lalu.

Sementara itu, Indonesia National Air Carriers Association (INACA) meminta pemerintah menunda pengenaan pajak sewa pesawat sebesar 20% karena membebani maskapai penerbangan. Maskapai penerbangan akan menanggung pajak sewa pesawat sebesar 20% dari total harga sewa yang berlaku 1 Januari 2010 padahal sebelumnya tak dibayar. Pengenaan pajak sewa pesawat akan memaksa maskapai membebankan biaya itu ke penumpang angkutan udara. Permintaan itu setelah Dirjen Pajak tetap memberlakukan Peraturan Direktorat Jenderal Pajak No.61 dan 62/2009 tentang Penghindaran Pajak Berganda.

Untuk mengatasi hal ini, sebenarnya pemerintah telah meminta maskapai menyewa pesawat dari negara yang memiliki ikatan perjanjian pajak dengan Indonesia. Penyewaan ke negara yang memiliki hubungan dengan Indonesia memungkinkan penurunan tarif pajak hingga 0% sesuai kesepakatan dengan negara lain. Saat ini, Indonesia memiliki kesepakatan pajak dengan 57 negara, antara lain AS dan Jepang. (AI)


Tidak ada komentar: