Senin, September 27, 2010

Sistem angkutan di Jakarta

Kementerian Perhubungan (Kemenhub) saat ini tengah menyusun standar pelayanan minimum (SPM) angkutan umum guna memacu kualitas dan efisiensi layanan. SPM tersebut nantinya akan dituangkan dalam bentuk peraturan menteri, dan akan mengatur beberapa halm antara lain standar jarak tempuh jalur angkutan umum dengan kawasan permukiman atau tempat tinggal, pembatasan usia dan kelaikan armada, kondisi tarif yang baik dan murah, keterhubungan jaringan, sampai waktu tunggu yang efisien.

Dalam SPM itu pihak Kemenhub menargetkan masyarakat sudah bisa menemukan moda angkutan umum setelah berjalan maksimal 350 m dari permukiman atau lokasi tempat tinggal, usia kendaraan dibatasi 10 tahun dan waktu tunggu hanya 2 menit. Di Jabodetabek, biaya transportasi masyarakat mencapai 40% dari total pendapatan per bulan, padahal idealnya sesuai standar bank dunia hanya 10% dari total pendapatan.

Berdasarkan pengalaman di beberapa kota di dunia yang menerapkan sistem BRT (bus rapid transit), waktu tunggu pada jam padat hanya 2 menit, sedangkan saat sepi bisa 5 menit. Menurut Tim Sustainable Urban Transportation Improvement Project (Sutip) Deutsche Gesellchaft fur Techniche Zusammenarbeit (GTZ), moda transportasi BRT menjadi salah satu solusi mengatasi kemacetan lalu lintas perkotaan di Indonesia. GTZ telah bekerja sama dengan empat kota di Indonesia, yakni Bogor, Solo, Yogyakarta, dan Palembang. Di empat kota itu GTZ menjadi mitra dalam mengembangkan layanan transportasi kota yang lebih baik dengan didukung manajemen yang transparan.

Sementara itu, pemerintah telah menunjuk empat kota percontohan sebagai pilot project sistem BRT. Keempat kota itu adalah Pekanbaru, Sragen, Bukittinggi, dan Bogor. Khusus Pekanbaru, manajemennya dibantu oleh Institut for Transportation and Development Policy (ITDP). Pelaksanaan angkutan massal berbasis jalan wajib dikembangkan di kota-kota besar di Indonesia yang memiliki jumlah penduduk minimal 500.000 jiwa. Hal itu merupakan amanah UU No.22 tahun 2009 tentang Lalu Lintaas Angkutan Jalan (LLAJ).

Berdasarkan UU itu, ada empat kriteria yang harus dipenuhi untuk bisa melaksanakan angkutan massal. Pertama, kapasitas angkut minimal mampu mengangkut 85 penumpang. Kedua, angkutan massal berbasis jalan tersebut harus memiliki jalan khusus meskipun di sejumlah kota belum bisa dilaksanakan akibat terbatasnya kapasitas jalan. Ketiga, tidak boleh ada overlap trayek seperti yang masih terjadi sekarang, dan keempat, jaringan transportasi massal diwajibkan memiliki feeder.

Kemenhub mengusulkan penambahan armada subsidi melalui APBN sebanyak 200 unit pada tahun 2011 guna mendukung penerapan BRT di berbagai kota di Indonesia. Jumlah tersebut meningkat hingga empat kali lipat dibandingkan dengan jumlah bus subsidi yang akan diserahkan pada tahun 2010 sebanyak 43 unit. Bus-bus besar tersebut akan didistribusikan ke kota-kota yang serius dalam mengembangkan BRT.

Pemerintah pusat memutuskan untuk mengambil alih upaya mengatasi persoalan stagnasi transportasi di Jabodetabek melalui keluarnya Instruksi Wakil Presiden tentang Penetapan Otoritas Transportasi Jabodetabek dan menunjuk Kuntoro Mangkusubroto sebagai koordinatornya. Wapres menginstruksikan 17 langkah untuk mengatasi kemacetan di Jabodetabek, yakni memberlakukan electric road pricing (ERP), sterilisasi busway, merevisi aturan perparkiran, penambahan empat koridor busway, dan penyediaan BBM murah untuk angkutan umum.

Di angkutan kereta apai (KA), Wapres mengintruksikan agar KA Jabodetabek dioptimalkan, proyek double track jalur KA Manggarai - Cikarang direalisasikan, KA lingkar dalam kota yang terintegrasi dengan angkutan massal dipercepat, dan disediakan parkir dekat stasiun KA Jabodetabek. Wapres juga mengintruksikan agar Kepolisian menertibkan angkutan liar, revisi rencana induk transportasi terpadu, pembangunan enam ruas jalan tol di dalam kota, dan membatasi penggunaan kendaraan bermotor.

Operator angkutan darat menyambut baik terbentuknya otoritas transportasi Jabodetabek, namun mereka mengharapkan agar tim di dalamnya tidak bekerja secara kaku dan penuh birokrasi. Mereka juga berharap dilibatkan dalam otoritas transportasi Jabodetabek yang bertugas mengatasi masalah kemacetan di kawasan tersebut. Pelibatan operator akan berdampak positif dalam mengefektifkan kerja otoritas transportasi Jabodetabek itu. Pasalnya, kerja otoritas transportasi ini sangat berat karena kemacetan di wilayah Jabodetabek tidak bisa diselesaikan sepotong-potong.

Untuk mengantisipasi kemacetan pasca Lebaran Pemprov DKI Jakarta memprioritaskan beberapa kebijakan, yakni manajemen lalu lintas di kawasan tertentu dan pengaktifan busway koridor 9 (Pinangranti-Pluit) dan koridor 10 (Cililitan-Tanjung Priok) sebelum memberlakukan pembatasan kendaraan bermotor. Menurut data Dinas Perhubungan DKI Jakarta, jumlah armada yang dialokasikan untuk melayani penumpang di dua koridor itu adalah 139 unit mencakup 25 bus gandeng dan 114 single bus. Selain itu, pintu masuk tol di Semanggi akan disatukan dengan pintu tol di depan Hotel Kartika Candra.

Meskipun belum menetapkan pelaksanaannya, Gubernur DKI Jakarta memastikan pembatasan kendaraan bermotor, baik mobil, roda tiga maupun motor akan dilakukan secara proporsional mengingat pertumbuhan jumlah kendaraan yang semakin meledak. Saat ini sudah ada sekitar 4 juta kendaraan roda dua dan 2,4 juta kendaraan roda empat di Jakarta dengan pertumbuhan 8%-9% per tahun yang dikhawatirkan akan memenuhi jalan dan melumpuhkan lalu lintas.

Pemprov DKI Jakarta juga dalam proses final desain engineering dan mempersiapkan tender pembangunan kereta bawah tanah yang konstruksinya diperkirakan dapat dimulai awal tahun 2012. Angkutan massal lain yang juga ditingkatkan fungsi dan daya angkutnya adalah kereta regional. Dalam jangka panjang, Pemprov DKI Jakarta akan menerapkan strategi sistem transportasi yang lebih mendasar dengan mengintegrasikan kereta bawah tanah, kereta api regional dan Transjakarta dalam satu sistem pembelian tiket yang terintegrasi. (AI)

Tidak ada komentar: