Jumat, September 24, 2010

Tahun 2011 anggaran restrukturisasi industri TPT naik

Anggaran restrukturisasi mesin industri tekstil dan produk tekstil (TPT) pada tahun 2011 diusulkan naik menjadi Rp200 miliar. Hal ini sesuai dengan pengajuan tambahan anggaran sebesar Rp83,4 miliar. Dengan tambahan anggaran itu, jumlah pelaku usaha TPT yang dapat mengikuti program itu ditargetkan bertambah dari 100 perusahaan menjadi 200 perusahaan. Sebelumnya, Kemenperin mengusulkan anggaran restrukturisasi mesin TPT pada tahun 2011 tidak jauh berbeda dengan tahun 2010, yakni sekitar Rp150 miliar. Namun, setelah melihat pengalaman tahun 2010 yang permintaanya lebih besar, Kemenperin mengusulkan tambahan Rp83,4 miliar dari anggaran tahun 2010 sebesar Rp154 miliar.

Dari usulan tambahan anggaran Rp83,4 miliar, secara rinci akan digunakan untuk bantuan modal investasi peremajaan mesin/peralatan tekstil, alas kaki, dan penyamakan kulit Rp74,3 miliar dan verifikasi perusahaan yang akan mengimplementasikan program peningkatan teknologi Rp3,5 miliar. Selain itu juga digunakan untuk pengelolaan operasional program peningkatan teknologi industri Rp1 miliar, fasilitas monitoring pelaksanaan skema II Rp300 juta dan promosi kemampuan industri dan peningkatan kompetensi SDM industri tekstil dan aneka Rp4,29 miliar.

Kemenperin mencatat selama periode pendaftaran program restrukturisasi mesin TPT selama 29 Maret-30 Juni 2010 telah terdaftar 202 industri TPT dengan perkiraan investasi Rp2,33 triliun dengan bantuan senilai Rp212,66 miliar atau 147% dari anggaran yang tersedia atau mengalami kekurangan Rp68,31 miliar. Dengan demikian ada 91 industri TPT peserta program restrukturisasi mesin masuk dalam kategori waiting list. Rencananya perusahaan ini akan masuk dalam program restrukturisasi tahun 2011. Program restrukturisasi mesin TPT selama 2007-2009 telah memberikan bantuan sebesar Rp507,77 miliar dengan realisasi investasi mesin baru sebesar Rp4,9 triliun.

Dari program restrukturisasi permesinan yang digulirkan oleh Kemenperin pada tahun 2009 terlihat produktivitas industri TPT meningkat hingga 13,68%. Program restrukturisasi permesinan industri TPT yang dimulai sejak tahun 2007 masih berlangsung, yang meliputi sosialisasi program, monitoring pelaksanaan permesinan TPT 2009, dan penerimaan pendaftaran calon peserta program. Dari 193 perusahaan yang mengikuti program restrukturisasi yang menghabiskan anggaran sekitar Rp240 miliar, Kemenperin telah memonitor 100 perusahaan dengan hasil yang cukup menggembirakan.

Untuk program restrukturisasi permesinan TPT pada tahun 2009, hasilnya meliputi peningkatan efisiensi penggunaan energi sebesar 8,99%-14,26%, meningkatkan penyerapan tenaga kerja 7,22%, peningkatan kuantitas produksi 16,27%-21,89%, dan peningkatan produktivitas 8,44%-13,68%. Program restrukturisasi permesinan TPT dilakukan pertama kali pada April 2007, dengan pagu anggaran Rp153,31 miliar yang diserap 92 perusahaan dan memacu investasi hingga Rp1,55 triliun. Kemenperin juga optimistis nilai ekspor industri TPT tahun 2010 akan mencapai USD10 miliar. Pada tahun 2009, nilai ekspor industri TPT mencapai USD9,26 miliar dan menempatkan sektor TPT pada peringkat kedua penghasil devisa terbesar dari sektor nonmigas.

Menurut Kadin Indonesia, nilai ekspor industri TPT tidak dapat melonjak secara drastis, karena kompetisi yang ketat dengan produk asal China dan India. Angka USD10 miliar sudah cukup bagus, karena kompetisi yang ketat. Saat ini industri fashion memberi kontribusi sekitar 20% terhadap total nilai ekspor industri TPT. Industri TPT nasional yang berskala besar dan menengah saat ini mampu menyerap tenaga kerja sekitar 1,3 juta orang pada tahun 2009. Apabila ditambah tenaga kerja yang terserap oleh industri skala kecil dan rumah tangga maka total tenaga yang terserap pada tahun 2009 lebih dari 2,4 juta orang.

Kadin juga menyarankan, untuk mengantisipasi persaingan di pasar internasional yang kian kuat, Indonesia perlu menaikkan nilai tambah dan mengembangkan produk turunan, termasuk industri fashion. Pasalnya Indonesia memiliki basis yang kuat untuk mengembangkan industri fashion menembus pasar global karena kualitasnya sudah diakui secara luas.

Indonesia perlu mengembangkan merek produk fashion nasional yang berdaya saing tinggi dan mampu merambah pasar ekspor. Sangat ironis bagi Indonesia sebagai eksportir TPT senilai sekitar USD10 miliar pada tahun 2010, namun tidak memiliki merek nasional yang kuat. Padahal Hong Kong dan Jepang, yang industri TPT-nya masih mengandalkan China, justru memiliki merek seperti Nautica dan Giordano (Hong Kong) serta Uni Glo (Jepang). Produk fashion Indonesia hanya sedikit yang diproduksi secara besar. Saat ini baru ada merek Biyan dan Itang Yunaz, merek lain cenderung eksklusif dan membuat satu baju seharga Rp10 juta. Sebaiknya membuat produk dengan merek tertentu dengan harga Rp200.000, tapi jumlahnya sampai satu juta potong.

Pernyataan Kadin diamini oleh Menperin yang menyatakan berkembangnya industri fashion akan menggerakan industri TPT sebagai bahan baku. Selain sangat erat dengan pertumbuhan industri TPT di Tanah Air, industri fashion akan menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia, antara lain sektor distro, perajin, kosmetika, aksesories, sekolah mode dan lain-lain.

Asosiasi Pemasok Garmen dan Aksesori Indonesia (Apgai) memprediksikan omzet garmen nasional hanya akan mengalami peningkatan sebesar 10% pada tahun 2011. Ikatan Alumni Institut Teknologi Tekstil-Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil (IKA ITT-STT) dan Indotextile juga memprediksi peningkatan omzet garmen pada tahun 2011 tidak akan melebihi 10%, hanya berkisar 7-10%. Omzet garmen untuk ekspor hingga akhir tahun 2010 adalah sebesar USD6,5 miliar, sedangkan untuk domestik sebesar USD6,3 miliar. IKA ITT-STT mencatat untuk semester I/2010, ekspor garmen mencapai USD3,18 miliar, dan omzet domestik USD3,15 miliar.

Ada banyak faktor yang mempengaruhi kinerja garmen nasional, antara lain upah minimum regional (UMR) dan lonjakan impor. Pasalnya, di industri garmen, struktur biaya yang paling mahal adalah untuk membayar tenaga kerja. Sementara impor diperkirakan akan meningkat 40% pada tahun 2011. Impor garmen mengalami kenaikan setiap tahunnya, terkait CAFTA sebanyak 60 pos tarif khusus garmen masih memiliki tarif BM 15%. Hal ini diperkirakan akan mendorong impor garmen selundupan pada tahun 2011. (AI)

Tidak ada komentar: