Jumat, September 03, 2010

Benarkah sektor pertanian makin prospektif?

Sektor listrik, gas dan air bersih mengalami peningkatan pendapatan usaha terbesar dengan nilai indeks sebesar 108,51. Sebaliknya, peningkatan pendapatan usaha terendah lahir dari sektor pertambangan dan penggalian. Namun secara keseluruhan, kondisi bisnis pada dasarnya mengalami peningkatan. Indonesia masih menjadi ruang bisnis yang menarik. Indeks Tendensi Bisnis (ITB) terus mengalami peningkatan terhitung dari kuartal I/2010, dan diperkirakan peningkatan indeks akan berlanjut pada kuartal III/2010. Kuartal ke depan, sektor yang diperkirakan akan alami peningkatan bisnis tertinggi adalah sektor pertanian.

Dalam pidato di Dewan Perwakilan Rakyat pada 16 Agustus 2010 lalu, Presiden SBY secara tegas mengatakan ingin membangun lebih banyak infrastruktur, seperti irigasi, transportasi, perumahan, dan sumber daya air. Presiden juga menekankan komitmennya untuk terus memantapkan ketahanan pangan, kelancaran arus barang dan informasi untuk peningkatan daya saing ekonomi bagi pemerataan pembangunan dan bagi integrasi ekonomi nasional.

Komitmen pemerintah terhadap pertanian tercermin dalam postur APBN. Kementerian Pertanian mendapat anggaran Rp 16,8 triliun untuk tahun anggaran (TA) 2011, naik sekitar 88,8 % dari TA 2010. Kegiatan prioritas Kementan tahun 2011, fokus pada kegiatan yang bersifat penyediaan aset dan fasilitas public (public good), pemberdayaan petani dan penumbuhan kelembagaan, antara lain perbaikan infrastruktur lahan dan irigasi yakni jaringan irigasi tingkat usaha tani (JITUT) 237.536 ha, jaringan irigasi perdesaan (JIDES) 179.898 ha, Tata Air Mikro (TAM) 80.000 ha, optimalisasi lahan 85.538 ha, konservasi lahan 5.150 ha, cetak sawah 59.493 ha, pembukaan lahan kering 98.950 ha, dan pembangunan 6.500 unit embung.

Terdapat 39 komoditas produksi pertanian yang didorong pertumbuhannya secara nasional. Lima komoditas di antaranya merupakan komoditas pangan utama dan sasaran yang ingin dicapai pada tahun 2011, yaitu (i) swasembada berkelanjutan untuk beras dengan produksi sebesar 68,8 juta ton, (ii) jagung 22,0 juta ton, (iii) peningkatan produksi untuk kedelai 1,56 juta ton, (iv) gula 3,87 juta ton, dan (v) daging sapi 439 ribu ton.

Pemerintah juga mengalokasikan Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Pertanian yang menjadi APBD Kabupaten/Kota. Pada tahun 2010, DAK Bidang Pertanian adalah Rp 1,54 triliun untuk 354 kabupaten. DAK Bidang Pertanian tahun 2011 akan digunakan untuk membiayai kegiatan (i) penyediaan prasarana pengelolaan lahan dan air (tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan, peternakan), (ii) pembangunan/rehabilitasi balai penyuluh pertanian (BPP) tingkat kecamatan, (iii) pembangunan lumbung pangan maupun gudang cadangan pangan, (iv) infrastruktur perbenihan/pembibitan tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan perbibitan peternakan, (v) pembangunan prasarana Pos Kesehatan Hewan (Poskeswan)/inseminasi buatan (IB), dan (vi) Unit Pengolahan Pupuk Organic (UPPO).

BPS Sultra melaporkan sektor pertanian masih menjadi penyumbang pertumbuhan ekonomi Sultra triwulan II/2010 yakni sebesar Rp 2,28 triliun atau 33,14%, menyusul sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar Rp 1,24 triliun atau 18,01% dan jasa-jasa sebesar 0,88 triliun atau 12,81%. Pertumbuhan sektor pertanian ditopang subsektor perikanan sebesar Rp 0,78 triliun atau 11,39% sementara empat subsektor lainnya berkontribusi antara Rp 0,09-0,58 triliun atau 1,28-8,47% terhadap PDRB.

Sementara itu, sumbangsih sektor pertanian pada PDRB NTT mengalami penurunan. Hal ini disebabkan penjualan komoditas pertanian masih dalam bentuk bahan mentah. Kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB NTT sempat mengalami kenaikan sekitar 2,05% pada triwulan I/2010. Namun kemudian turun pada triwulan II/2010 sekitar 2,02%.

Untuk meningkatkan sumbangsih sektor pertanian terhadap PDRB NTT, sebaiknya setiap komoditas pertanian yang hendak diantarpulaukan atau diekspor harus dalam bentuk barang jadi. Dalam hal ini, pemerintah harus menyiapkan pabrik pengolahan komoditas agar dapat memberikan nilai tambah terhadap PDRB NTT. Tanpa adanya industri pengolahan, komoditas pertanian dari NTT tetap tidak bernilai di pasaran antarpulau maupun ekspor.

Faktor perubahan iklim juga ikut mempengaruhi rendahnya sumbangsih sektor pertanian terhadap PDRB NTT. Ada puluhan bahkan ratusan hektare padi sawah tidak bisa diolah, karena terkena dampak kekeringan dan sebagiannya lagi tidak bisa dipanen karena tergenang banjir. Di sisi lain, jumlah tenaga kerja produktif menurun, karena setiap tahun ratusan bahkan ribuan tenaga kerja produktif meninggalkan NTT menjadi TKI di sejumlah negara ASEAN.

Kekurangan sumber daya manusia juga terjadi di Provinsi Sumatra Utara, yakni masih membutuhkan sekitar 3.000 orang untuk ditempatkan sebagai tenaga penyuluh di sektor pertanian, perikanan, dan kehutanan. Saat ini Provinsi Sumut mempunyai tenaga penyuluh lapangan sekitar 3.426 orang tetapi jumlah itu dianggap belum memadai. Kekurangan terjadi karena semakin menurunnya kompetensi ataupun jumlah penyuluh akibat kurangnya penanganan dan pengelolaan terhadap para penyuluh yang telah ada.

Idealnya satu tenaga penyuluh harus berada pada satu desa. Namun, karena masih minimnya atau kekurangan sekitar 3.000 orang, yang terjadi satu kecamatan hanya memiliki satu orang tenaga penyuluh. Jumlah tenaga penyuluh di Sumut sekitar 3.426 orang yang terdiri dari tenaga PNS mencapai 1.382 orang, tenaga honor sebanyak 36 orang, tenaga harian lepas tenaga bantu pertanian (THL TBP) pusat sebanyak 1.994 orang, dan penyuluh daerah sebanyak 14 orang.

Sementara dari Jabar dikabarkan laju pertumbuhan ekonomi (LPE) triwulan II/2010 mengalami pertumbuhan positif yaitu sebesar 1,44%. Hampir semua sektornya mengalami pertumbuhan yang positif kecuali sektor pertanian yang mengalami pertumbuhan negatif yaitu 16,59%. Luas panen dan cuaca menjadi penyebab menurunnya laju pertumbuhan sektor pertanian. Alih fungsi lahan dari sawah menjadi perumahan dan pertokoan dianggap menjadi faktor terbesar penurunan sektor pertanian. (AI)

Tidak ada komentar: