Senin, Desember 15, 2008

Membenahi distribusi pupuk

Petani meminta pemerintah membenahi distribusi pupuk urea dan benih bersubsidi. Tiap musim tanam, termasuk musim tanam ini yang dimulai Oktober 2008 lalu, petani selalu kesulitan mendapatkan pupuk dan benih subsidi, sehingga harus membeli produk non-subsidi yang lebih mahal. Menurut Sekretaris Jenderal Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Rachmat Pambudy, seharusnya pembagian pupuk dan benih bersubsidi dilakukan pemerintah daerah, bukan distributor swasta. Pasalnya, distributor swasta akan mencari untung ketika menyalurkan pupuk dan benih.

Pupuk urea bersubsidi yang seharusnya berharga Rp1.200/kg seringkali harus ditebus hingga Rp2.000/kg. Apabila pupuk subsidi lenyap, petani harus membeli pupuk non-subsidi yang dibandrol Rp3.000/kg. Untuk itu, sebaiknya penyaluran pupuk dan benih subsidi dilakukan seperti distribusi beras untuk rakyat miskin, yakni melalui balai desa.

Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) menengarai kebocoran distribusi pupuk bersubsidi menjelang masa tanam masih marak terjadi. Sementara itu, hingga akhir Desember 2008 diperkirakan terjadi kekurangan pasokan 300 ribu ton pupuk untuk petani. Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan Winarno Tohir mengatakan kekurangan pupuk mulai dirasakan sejak September 2008 lalu dan pada November 2008 ini kekurangan pupuk dirasakan paling parah. Kekurangan mulai dirasakan di Jateng, Jatim, Sumut, dan beberapa daerah lainnya.

Di beberapa kota di Jatim, sudah terjadi kekurangan pupuk yang cukup parah. Tak hanya mengantri dengan menunjukkan kartu tanda penduduk, tetapi di beberapa tempat bahkan sudah ada razia. Dari Gresik dan Tuban di laporkan sudah ada sweeping truk pupuk untuk dibeli paksa. Penyebab kekurangan pupuk itu karena masih adanya kebocoran dalam distribusi dan terkait kebutuhan akibat penambahan areal tanam di beberapa wilayah. Areal tanam tahun 2007-2008 seluas 12 juta ha, sedangkan pada tahun 2005-2006 hanya 11 juta ha. Sementara alokasi pupuk bersubsidi hingga akhir tahun tetap 4,3 juta ton. Alokasi pupuk akan ditambah pada tahun 2009.

Sementara itu, dalam rangka mengatasi kelangkaan pupuk, Pemkab Tegal akan melibatkan camat dan lurah untuk turut mengawasi distribusi pupuk urea bersubsidi yang diduga diselewengkan. Komisi Pengawas Pupuk dan Pestisida (KP3) sudah tidak berfungsi optimal sehingga tingkat pengawasan distribusi menjadi lemah. Selain keterlibatan camat dan lurah di daerahnya, petani juga diharapkan ikut melaporkan apabila mengetahui adanya penyimpangan dalam distribusi.

Ketua HKTI Wilayah Tegal Marzuki Suradi Jaya mengatakan, dalam bulan November-Desember 2008 ini kebutuhan pupuk petani akan mencapai titik tertinggi karena merupakan puncak musim tanam. Curah hujan tinggi memicu petani menanam lebih cepat sehingga kebutuhan pupuk menjadi tinggi. Ia menilai kelangkaan pupuk yang ada di lapangan sekarang ini tidak lah wajar. Pasalnya, saat pengecer resmi kehabisan pupuk, pengecer tidak resmi justru memiliki stok pupuk urea bersubsidi. Akibatnya, petani mesti membeli pupuk di atas harga eceran tertinggi (HET).

Memasuki musim tanam padi, harga urea di Kabupaten Bantul melonjak hingga Rp87.000/sak atau melampaui ketentuan HET Rp63.000/sak. Untuk eceran harganya mencapai Rp1.650/kg. Meski harganya mahal, petani tetap membelinya karena sudah menjadi kebutuhan wajib di awal musim tanam. Dalam satu kali musim tanam padi, umumnya petani membutuhkan sekitar 80 kg urea. Berdasarkan data Dinas Pertanian dan Kehutanan Bantul, luas areal tanam padi pada musim tanam I berkisar 6.700 ha. Kebutuhan urea diperkirakan mencapai 1.675 ton.

Persediaan pupuk urea bersubsidi bagi petani di wilayah DI Yogyakarta untuk kebutuhan selama bulan November dan Desember 2008 masih mencukupi. Stok pupuk di dua gudang PT Pusri di DIY masih mencukupi. Stok di gudang Maguwoharjo yang melayani Kabupaten Bantul, Sleman, dan Kulon Progo masih 6.254 ton. Sedang gudang di Wonosari, Gunung Kidul masih 2.900 ton. Padahal kebutuhan untuk tiga kabupaten yang memiliki sawah cukup luas, yakni Bantul, Sleman, dan Kulon Progo pada bulan November 2008 hanya 5.273 ton. Jumlah ini masih di bawah stok yang ada di gudang Maguwoharjo.

Sementara kebutuhan di Gunung Kidul 3.550, kekurangan 660 ton akan didatangkan dari Palembang. Secara rinci kebutuhan pupuk empat kabupaten selama dua bulan mendatang mencapai 3.735 untuk Sleman, 4.221 Bantul, 2.991 Kulon Progo, dan 7.072 untuk Gunung Kidul, sedang kebutuhan pupuk untuk kota hanya 64 ton setahun dan digabung dengan Sleman.

Mentan Anton Apriantono akan mengubah distribusi pupuk bersubsidi dari sistem terbuka menjadi sistem tertutup. Sistem ini akan berlaku nasional mulai Januari 2009. Pertimbangannya, dengan sistem terbuka seperti sekarang, petani miskin justru tidak menikmati pupuk bersubsidi. Pasalnya kios-kios yang menjual pupuk bersubsidi bisa menjualnya kepada siapa saja asal mendapat untung. Dengan sistem tertutup, pemerintah pusat atau dinas pertanian di daerah hanya memberikan pupuk bersubsidi langsung kepada kelompok petani. Syaratnya, petani diharuskan mengajukan proposal bernama Rencana Definitif Kelompok Kerja (RDKK).

Provinsi Kalteng mulai November 2008 ini menggunakan pola RDKK. Prosedurnya, kelompok tani menyampaikan kebutuhannya ke kios sarana produksi pertanian yang ditunjuk. Selanjutnya kios mengajukannya ke PT Pertani selaku distributor untuk kemudian diteruskan ke PT Pupuk Kaltim. Kuota pupuk urea di Kalteng tahun 2008 ini 12.000 ton. Ada kemungkinan Kalteng tahun 2009 akan meminta tambahan kuota, karena kebutuhan riil pupuk urea untuk pertanian setempat diperkirakan mencapai sekitar 30.000 ton.

Untuk mempermudah distribusi secara tertutup, Deptan akan mengidentifikasi sasaran penerima pupuk. Identifikasi ini akan dilakukan bersama dinas pertanian di daerah setempat. Karena distribusi dengan sistem ini sangat bergantung pada peran dinas pertanian di daerah. Melalui dinas pertanian di daerah, kelompok petani akan mendapatkan informasi dan bimbingan bagaimana mendapatkan pupuk bersubsidi. Untuk meningkatkan pengawasan dan koordinasi, distribusi ini akan memakai kartu kendali.

Dalam RAPBN 2009, pemerintah mengajukan anggaran subsidi pupuk sebesar Rp26,909 triliun. Dengan anggaran sebesar itu, pemerintah dapat menyediakan pupuk bersubsidi sebanyak 7,895 juta ton. Perinciannya, 4,4 juta ton pupuk urea, 800.000 ton pupuk SP-18, 800.000 ribu ton pupuk ZA, 1,4 juta ton pupuk NPK, dan 560 ribu ton pupuk organik. (AI)


Tidak ada komentar: