Jumat, Desember 19, 2008

Pengembangan rusunami di Jakarta

Menurut Ketua Persatuan Perusahaan Real Estate Indonesia (REI) Teguh Satria, sekitar 189 menara rusunami yang masuk dalam daftar Kementerian Perumahan Rakyat dan rencana proyek pengembang di DKI Jakarta akan segera diproses perizinannya. Ini dilakukan menyusul akan dikeluarkannya petunjuk teknis (juknis) serta fasilitas umum dan sosial yang tengah disusun Pemprov DKI Jakarta.

Keputusan tersebut merupakan salah satu butir keputusan dari pertemuan antara REI, Pemprov DKI, dan Kementerian Negara Perumahan Rakyat yang membahas perkembangan proyek rusunami terkait rencana revisi Pergub No.136/2007 soal percepatan pembangunan rumah susun sederhana. Untuk itu, DPP REI siap mengevaluasi 169 proyek rusunami yang sedang dan akan digarap hingga tahun 2009. Untuk itu pengembang akan menghentikan sementara pembangunan rusunami serta mengkaji ulang proyek, sambil menunggu keluarnya juknis.

Pada dasarnya Pergub No.136 tidak akan direvisi, tetapi akan diterjemahkan dalam petunjuk pelaksanaan (juklak) yang lebih terperinci untuk menata proyek pembangunan rusunami di Ibu Kota. Masalah yang akan dibahas lebih rinci adalah persentase ruang publik atau koefisien luas bangunan (KLB), sehingga tersedia lebih banyak ruang publik. Intinya, Pemprov DKI menghendaki bahwa rusunami yang akan dibangun akan lebih nyaman.

REI menargetkan pembangunan satu juta rumah sehat sederhana pada periode 2006-2011 dan 1.000 menara rusunami pada periode 2007-2012 di Indonesia. Menurut Ketua Umum REI DKI Jakarta Setyo Maharso, pembangunan ini merupakan perhatian khusus DKI Jakarta untuk memenuhi kebutuhan permukiman bagi masyarakat. Perhatian khusus ini diberikan karena 60% dari keseluruhan target akan direalisasikan ada di DKI Jakarta. Sebagai percontohan tentunya DKI Jakarta harus berupaya membangun bangunan-bangunan yang terbaik.

Menteri Negara Perumahan Rakyat M.Yusuf Asy’ari mengakui, pembangunan rusunami masih terhambat perizinan dari Pemprov DKI Jakarta. Pengembang masih terkendala mendapatkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Surat Izin Penunjukkan dan Penggunaan Tanah (SIPPT), izin pondasi, izin tiang pancang, serta izin lainnya. Anggota Komisi V DPR-RI Enggartiasto Lukita meminta Menpera lebih memiliki kekuatan dalam bernegosiasi dengan pemda DKI Jakarta mengingat payung hukumnya sudah ada, yakni Kepres No.22/2006 tentang percepatan pembangunan rusunami.

Di dalamnya ada lima poin untuk melakukan percepatan, dan salah satunya adalah izin yang seharusnya dirancang cepat, murah, dan mudah. Keppres itu kemudian diperkuat dengan Permendagri No.74/2007 mengenai dukungan pemda dalam memberi kemudahan izin dan insentif pembangunan rusunami. Hal ini sebenarnya sudah ditindaklanjuti dengan Pergub DKI Jakarta No.136/2007 saat masih dijabat Sutiyoso.

Namun saat dipimpin Fauzi Bowo ada surat dari Tim Penasihat Arsitektur Kota (TPAK) yang mempersoalkan kepadatan dan masalah sosial yang akan timbul dalam pembangunan rusunami. Hal ini mengakibatkan pergub kemudian ditinjau kembali. Bahkan, peraturan izin itu kemudian dikembalikan seperti semula disamakan dengan izin apartemen mewah. Padahal seharusnya ada perbedaan dalam pengurusannya.

Regulasi tambahan sangat diperlukan untuk membuat program rusunami berjalan lancar. Pasalnya, saat ini masih terdapat kendala dan pokok-pokok yang masih belum diatur. Sekarang masih diperlukan regulasi yang mengurusi tata ruang dan lingkungan, pertanahan, infrastruktur, serta penelitian dan pengembangan. Kebijakan-kebijakan yang berkaitan ini diharapkan dapat dituntaskan sehingga nantinya rusunami yang dikembangkan dapat menjadi sebuah hunian yang layak bagi konsumen.

Pemerintah juga terus mendorong kalangan swasta untuk masuk mengembangkan rusunami ini. Saat ini telah banyak pengembang yang berniat mengajukan pembangunan rusunami ini. Pada tahun 2009 terdapat 140 tower yang dalam proses pembangunan. Tentu saja upaya ini membutuhkan peran serta pemerintah dan pemprov setempat, dalam hal ini Pemprov DKI Jakarta. Dengan penggunaan lahan yang efisien diharapkan dapat mengurangi efek pemanasan global yang tidak hanya melanda Indonesia, tapi juga dunia.

Dewan Pengurus Pusat REI mengusulkan agar rumah sederhana sehat (RSH), rumah susun sederhana (rusuna), dan rusunami berada dalam batasan yang sama sehingga PPN semuanya bisa dibebaskan dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada saat penyerahan, termasuk jasa kontraktornya. Ini diperlukan mengingat RSH, rusuna, dan rusunami merupakan kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak. Saat ini Menkeu memberlakukan batasan yang berbeda antara rusuna dan rusunami. Untuk rusuna tipe 21 harga maksimalnya Rp75 juta, sedangkan rusunami tipe yang sama harganya Rp144 juta. Dengan begitu perlakuan PPN-nya pun berbeda.

Semangat ini sejalan dengan jaminan yang telah diberikan UU No.4/1992 tentang perumahan dan permukiman. Dalam pasal 5 ayat 1 disebutkan setiap warga negara mempunyai hak untuk menempati dan atau menikmati dan/atau memiliki rumah yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur. Di samping itu, dalam pasal 4 disebutkan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia dalam rangka peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat.

Rusuna masuk kategori untuk golongan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sehingga. PPN-nya dibebaskan, termasuk PPN untuk jasa konstruksinya cukup diatur dalam PMK. Sementara itu rusunami masuk dalam kategori barang strategis untuk golongan Masyarakat Berpenghasilan Menengah (MBM) dan PPN-nya dibebaskan, namun tidak termasuk untuk jasa kontraktornya dan diatur dengan PP No.31/2007.

Yang perlu diperhatikan di sini adalah rusunami bukanlah instrumen investasi properti yang tepat. Oleh karena itu, pembeli dari kalangan nonsubsidi seyogianya tidak memborong rusunami untuk alasan investasi. Aturan yang membatasi pemindahan kepemilikan rusunami dalam lima tahun menjadikan rusunami tidak tepat untuk investasi. Di samping itu, setiap lima tahun muncul produk baru yang lebih menarik sehingga produk lama akan turun nilainya.

Pembelian oleh konsumen nonsubsidi hanya akan mempersempit kesempatan kalangan menengah ke bawah untuk memiliki hunian. Pasalnya, ada proyek apartemen bersubsidi yang 40% pembelinya investor. Ini kontradiktif dengan tujuan pembangunan rusunami yang dimaksudkan bagi penghuni akhir. Serbuan investor tersebut terjadi karena tidak ada regulasi yang mengenai aturan komposisi pembelian unit rusunami. Akibatnya, pembangunan rusunami tidak tepat sasaran. (AI)

Tidak ada komentar: