Rabu, Desember 17, 2008

Mewaspadai badai PHK

Sebenarnya perkiraan bahwa dunia akan memasuki resesi sudah diyakini sejak awal. Tapi, resesi yang datang lebih cepat dari perkiraan sebelumnya, membuat banyak perusahaan tak siap. Perusahaan-perusahaan tekstil dan produk tekstil (TPT) serta perusahaan sepatu dilaporkan sudah mulai melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat surutnya permintaan ekspor atau banyaknya kontrak ekspor yang dibatalkan sepihak. Di Jabar dilaporkan sudah banyak perusahaan merumahkan karyawannya. Di samping itu perusahaan yang berbasis pertanian dan perkebunan, tidak terkecuali agroindustri, juga sudah mulai bersiap mengurangi pegawai, khususnya yang kontrak. Hampir semua perusahaan yang berorientasi ekspor kini mengahadapi masalah.

Wakil Ketua Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Chris Kanter mengatakan, pertengahan tahun 2009 diperkirakan PHK akan meningkat. Angkanya akan lebih besar dibanding tahun 2008. Tingginya PHK tahun depan terjadi karena beberapa perusahaan mengurangi produksinya, menyusul adanya krisis keuangan global. Pada awal tahun 2009, sebagian masih berproduksi sehingga penurunannya belum mencapai puncaknya, yang diperkirakan tercapai pada pertengahan tahun 2009.

Ancaman PHK di sektor properti juga diperkirakan bisa terjadi mulai tahun 2009. Krisis yang berkelanjutan akan membuat pengembang tidak mampu menahan beban permodalan yang kian seret akibat likuiditas ketat yang diberlakukan perbankan dan penurunan penjualan. Menurut Ketua DPP Real Estat Indonesia (REI) Teguh Satria, jika sampai Maret 2009 kondisi terus seperti saat ini, akan banyak pengembang yang bangkrut karena sudah terlalu berat tanggungannya.

Di samping itu, akan banyak kontraktor proyek properti yang tidak punya pekerjaan sehingga banyak karyawan proyek yang menganggur. Apalagi sebagian besar bukan pegawai tetap, seperti tenaga buruh, tukang angkut, dan sebagainya. Pengembang pun kemungkinan juga akan melakukan perampingan pegawai pemasaran seiring penurunan penjualan.

Di sisi lain, kondisi saat ini perbankan memang tidak terang-terangan menyatakan menghentikan penyaluran kredit konstruksi kepada pengembang. Namun pada kenyataannya, mayoritas bank saat ini sangat sulit memberi kredit modal kerja. Dari 10 pengajuan permohonan kredit hanya tiga yang disetujui, dan ada bank yang mengurangi kredit kepada pengembang hingga 50%. Termasuk penyaluran Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang saat ini tingkat bunganya semakin tinggi mencapai 17%.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia Sofjan Wanandi mengatakan, daya beli konsumen di negara maju menurun karena krisis global. Akibatnya, pesanan mulai berkurang dan ancaman PHK bakal terjadi. Ia memastikan pemecatan buruh sektor industri pada tahun 2009 sekitar 10%. PHK bakal terjadi pada industri tekstil, garmen, dan barang elektronik. Sedangkan pabrik alas kaki masih aman, karena pemesan Nike dan Adidas telah berkomitmen tidak mengurangi pesanannya. Hal yang sama terjadi pada industri makanan dan minuman olahan serta pertambangan, yang dipandang kecil kemungkinan akan memecat pekerjanya.

Organisasi Buruh Internasional (ILO) meramalkan sekitar 20 juta orang akan kehilangan pekerjaan akibat krisis ekonomi. Terkait dengan negara-negara di Asia Tenggara, ILO memperkirakan tahun 2009 akan terjadi peningkatan pengangguran dari 5,7% saat ini menjadi 6,2%. Hal ini terjadi karena ekonomi negara-negara di Asia Tenggara menghadapi perlambatan akibat buruknya ekspor.

Jika PHK besar-besaran terjadi, jelas hal itu akan mendongkrak angka pengangguran. Tahun 2007, tingkat penganguran absolut diperkirakan sudah mencapai 8,3% dari jumlah angkatan kerja. Di luar itu, ada pengangguran terselubung yakni memiliki pekerjaan namun dengan pendapatan di bawah standar. Jika penganggur absolut dan terselubung itu digabung, maka angkanya bisa mencapai 30% dari jumlah angkatan kerja. Kalau perkiraan tadi benar, maka ini pertanda bahaya. Pasalnya ILO pernah menetapkan batas aman tingkat pengangguran pada satu negara tak boleh lebih dari 20% dari total angkatan kerjanya.

Jika pemerintah tak memikirkan masalah ini sejak sekarang, bisa diperkirakan jumlah pengangguran akan meningkat. Itu sama artinya kerawanan sosial juga ikut meningkat. Dalam kondisi seperti ini, tak ada cara lain untuk membantu prekonomian selain menambah belanja pemerintah. Bahkan banyak yang mengusulkan untuk meningkatkan defsit anggaran ke level yang memadai, sekitar 3%.

Kondisi seperti ini tidak hanya terjadi di Indonesia. Di negara-negara industri seperti di Jepang, terlebih di AS, dan Uni Eropa, PHK sudah terjadi setiap hari, menyusul banyaknya perusahaan yang menyatakan bangkrut. Di Jepang saat ini bisa dikatakan secara teknis sudah memasuki resesi, menyusul laju pertumbuhan ekonomi yang mengalami kemunduran alias minus 0,4% pada periode kuartal ketiga tahun 2008. Produsen otomotif ternama Toyota, misalnya, akan memecat 3.000 orang karyawannya setelah pendapatannya anjlok lebih dari 50%. Jika Toyota saja mengalami masalah sebesar itu, bisa dipastikan banyak perusahaan di bawah Toyota yang daya tahannya terhadap krisis tidak tangguh, pasti akan melakukan PHK massal.

Dari AS dikabarkan tiga produsen utama mobil AS, yakni General Motors, Ford dan Chrysler sudah angkat tangan dan bersiap merumahkan sebagian besar karyawannya karena penjualan mereka anjlok lebih dari 50%. Ketiganya membutuhkan USD25 miliar suntikan modal untuk lolos dari kebangkrutan dan PHK massal. Sayangnya, organisasi perdagangan dunia WTO tidak setuju jika pemerintah memberi dana talangan.

Departemen Tenaga Kerja Amerika mengakui telah gagal memperkirakan lonjakan PHK yang ternyata lebih buruk dari yang diperkirakan sebelumnya. Angka pengangguran pada Oktober 2008 meningkat menjadi 6,5% dibanding bulan sebelumnya 6,1%. Angka ini diperkirakan melonjak menjadi 8% dari seluruh angkatan kerja akan menganggur pada saat bulan November 2008 berakhir.

Secara riil, sebanyak 127 ribu orang kehilangan pekerjaan pada Agustus 2008, 284 ribu orang pada September 2008, dan 240 ribu orang dipecat pada Oktober 2008. Jumlah total orang yang menjadi pengangguran baru hingga Oktober 2008 sebesar 10,1 juta orang, belum termasuk yang sudah menganggur sebelum krisis keuangan ini terjadi. Angka-angka itu jelas menggambarkan betapa sulitnya kehidupan di AS saat ini, terlebih setelah memperhatikan bahwa sebagian dari pengangguran itu adalah kelas pekerja menengah atau biasa dikategorikan sebagai pekerja kerah putih. Mereka berasal dari perbankan, perusahaan sekuritas di Wall Steet, konstruksi, dan sektor jasa lainnya. (AI)


Tidak ada komentar: