Senin, Agustus 11, 2008

Kopra

Harga komoditi kopra (kelapa yang dikeringkan) pada tingkat petani di Provinsi Sulawesi Tengah pada awal Juli 2008 meleonjak hingga menembus angka Rp810 ribu per kuintal. Melambungnya harga kopra itu dikarenakan tinggi permintaan pasar, sebagai dampak melambungnya harga minyak goreng di pasaran, sementara di sisi lain produksi kopra petani menurun. Lonjakan harga ini terjadi hampir di seluruh wilayah Sulteng.

Di Kota Banggai (bagian timur Sulteng) misalnya, para pedagang hasil bumi setempat mematok harga pembelian di tingkat petani antara Rp780 ribu sampai Rp800 ribu per kuintal. Padahal pada bulan April dan Mei 2008 lalu masih berada pada kisaran Rp600-700 ribu per kuintal. Menurut para petani kelapa, harga kopra yang berlaku sekarang ini merupakan harga tertinggi dalam sejarah dan belum pernah terjadi selama ini. Tingginya harga kopra sangat membantu meningkatkan pendapatan petani kelapa yang sebelumnya hanya menikmati pembelian di bawah Rp200 ribu per kuintal.

Sayangnya, kenaikan harga kopra ini terjadi bukan karena peningkatan produksi kelapa, tetapi disebabkan tanaman kelapa rakyat tidak menghasilkan buah secara optimal sebagai akibat pengaruh musim pancaroba, dan sebagian besar pohon kelapa telah berumur di atas 30-an tahun. Dampak negatif dari melambungnya harga komoditi kopra di pasaran adalah memicu maraknya pencurian di kebun-kebun warga yang tidak dijaga pemiliknya.

Sementara di Palu, harga pembelian kopra oleh pedagang hasil bumi berkisar antara Rp780 ribu-Rp810 ribu per kuintal. Harga yang berlaku saat ini jauh lebih tinggi dibanding keadaan dua bulan lalu yang hanya berada pada kisaran Rp600-Rp700 ribu. Di Pasar Induk Masomba Palu, kopra saat ini sudah dijual antara Rp3.500-Rp4.500 per butir, sesuai ukuran besar-kecilnya. Menurut pedagang setempat, kenaikan harga kopra ini dipicu oleh tingginya permintaan kalangan industri minyak goreng baik di Surabaya maupun di beberapa tempat dalam wilayah Sulteng, yakni pabrik minyak goreng Bimoli di Moutong.

Di Manado, harga kopra juga sedikit bergairah, setelah sempat tergelincir di posisi Rp6.500/kg, harga kopra naik lagi ke posisi Rp7.100/kg. Harga kopra naik karena permintaan pabrik mulai meningkat. Kenaikan harga kopra ini tak pelak mendatangkan rasa syukur bagi para petani kopra, yang setiap tahun kemampuan produksinya menurun akibat harga pembelian dinilai tidak sesuai dengan proses pembuatan kopra.

Sebelumnya pada Januari 2008, petani tergabung dalam Asosiasi Petani Produsen Kelapa (APPK) Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara mendesak pemerintah terbitkan Perda mengenai kelapa. Menurut Ketua APPK Minahasa Marthen Nelwan, kondisi kelapa di Sulut sudah sangat memprihatinkan. Kalau tidak ada replanting maka dikuatirkan Sulut tidak lagi dapat disebut daerah nyiur melambai. Sebagian besar tanaman kelapa yang saat ini menjadi sandaran hidup petani di Sulut sudah dalam berusia tua, rata-rata di atas 50 tahun dengan produksi terus mengalami penurunan. Kepala Dinas Perkebunan Sulut Rene Hosang mengakui, masalah keterbatasan anggaran menjadi salah satu faktor menghambat rencana pemerintah daerah lakukan peremajaan secara besar-besaran. Pada thun 2007 dianggarkan 700 ribu bibit untuk peremajaan kelapa, untuk tahun 2008 akan terus ditingkatkan.
G
eneral Manager PT Bimoli Stevanus Prasethio mengatakan, prospek Crude Coconut Oil (CCO) atau minyak kelapa mentah di pasar internasional masih tetap tinggi, makanya petani harus terus menjaga tanaman perkebunan ini. Namun poduksi kelapa yang berkurang menyebabkan pabrik pengelola CCO harus mendatangkan bahan baku dari daerah lain. Permintaan dunia akan CCO tetap tinggi, tak heran harga beli kopra mencapai harga tertinggi saat ini dibanding tahun-tahun sebelumnya.

Sementara itu, akibat produksi yang cenderung merosot, harga komoditas kopra di sejumlah perdesaan di Provinsi Lampung terus melambung, kini mencapai sekitar Rp5.000/kg. Pada Januari-Mei 2008, harga kopra masih sekitar Rp4.000/kg hingga Rp4.500/kg. Tapi pada pertengahan Juni 2008, harganya naik menjadi sekitar Rp5.000/kg. Sekarang produksi kopra dari petani agak kurang, karena buah kelapa yang bagus banyak dijual secara butiran, dan yang dibuat kopra hanya sisanya yang berukuran kecil.

Proses pembuatan kopra tidak lama, sekitar dua setengah sampai tiga jam, sejak mulai mengupas kelapa dan dipanaskan atau penggarangan. Setiap 150 butir kelapa biji, biasanya bisa menghasilkan 100 kg atau satu kuintal kopra. Provinsi Lampung merupakan salah satu produsen buah kelapa yang cukup besar di Indonesia, dengan luas areal kebun kelapa sekitar 150.000 ha.

Di sejumlah desa dan kecamatan di Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung, harga kelapa juga terus naik menembus Rp3.500/gandeng. Hal ini antara lain akibat hasil panen yang kurang baik padahal permintaan terus meningkat. Harga kelapa super hanya sekitar Rp3.000/gandeng, kelapa sedang Rp2.200/gandeng, dan kelapa kecil Rp1.500/gandeng, tapi sekarang harga kelapa super Rp3.500/gandeng.

Dalam waktu dekat Pemkab Banyuasin bakal menggaet investor dari Malaysia untuk mengembangkan potensi perkebunan kelapa, yakni pengolahan kelapa pasca panen. Penjajakan awal tersebut dilakukan lantaran belum adanya pabrik pengolahan kelapa di Banyuasin. Pabrik ini nantinya akan sangat dibutuhkan Banyuasin, pasalnya produksi kelapa Banyuasin sangat besar. Pemkab mengharapkan keberadaan pabrik ini dapat meningkatkan perekonomian rakyat Banyuasin, terutama yang berada di sekitar pabrik.

Menurut Bupati Banyuasin H Amiruddin Inoed, keberadaan perkebunan kelapa harus diimbangi dengan keberadaan pabrik kelapa atau pabrik kopra. Tingginya produksi kelapa tidak akan terlalu berpengaruh kepada tingkat perekonomian rakyat jika harus dibawa keluar Banyuasin. Selama ini, hasil produksi kopra Banyuasin selalu dijual ke Jambi dan Lampung. Padahal jika Banyuasin memiliki mesin pengolahan kopra, maka produksi kopra bisa lebih tepat sasaran dan keuntungan yang didapatkan oleh para petani kopra bisa berlipat ganda.

Produksi kopra Banyuasin pertahunnya terus mengalami peningkatan. Hingga saat ini Banyuasin memiliki lahan seluas 40 ribu ha kopra rakyat yang tersebar ke berbagai kecamatan perairan, antara lain Muara Telang, Makarti Jaya, Mariana, Sungsang dan beberapa daerah lainnya. Dari total luas lahan tersebut, yang telah berproduksi mencapai 80%. Sedangkan sisanya 20% masih dalam tahap praproduksi. Hanya menunggu beberapa tahun lagi, produksi kopra Banyuasin akan mengalami peningkatan. (AI)


Tidak ada komentar: