Senin, Agustus 04, 2008

Semen

Biaya energi yang terus naik menghantui para pelaku usaha, tak terkecuali di industri semen. Menurut Dirut PT Semen Gresik Tbk Dwi Soetjipto, biaya energi berkontribusi sekitar 32% dari total ongkos produksi di pabriknya. Jika dirinci, 32% biaya energi itu masing-masing adalah untuk kebutuhan listrik 14% dan batu bara 18%. Untuk mengantisipasi kenaikan harga batubara, perseroan akan mengonversi batubara yang selama digunakan diganti dengan yang kualitasnya lebih rendah. Di samping itu, penggunaan energi alternatif juga terus berupaya dilakukan.

Bahan bakar alternatif yang dipakai antara lain, limbah dari pertanian dan limbah industri. Semen Gresik beberapa tahun terakhir ini juga sudah membentuk task force yang khusus mencari jalan alternatif agar biaya energi bisa dikoreksi, dari semula 44% menjadi 30%. Hingga Mei 2008, penjualan Semen Gresik naik 12,1% dibanding periode yang sama tahun 2007, dari 6,5 juta ton menjadi 7,3 juta ton. Dengan penjualan mencapai Rp1,53 triliun, laba usaha pemimpin pasar industri semen nasional itu mencapai Rp322 miliar, naik 51% dibandingkan Mei 2007.

Relationship Management Director PT Holcim Indonesia Tbk Rusli Setiawan menyatakan, mahalnya batu bara membuat beban biaya energi di pabrikan semen semakin berat. Kenaikan biaya energi akan menjadi pendorong kenaikan harga semen. Di pabriknya, biaya energi juga memberikan kontribusi cukup besar terhadap total biaya produksi, kontribusinya sekitar 40%. Oleh karena itu, pihaknya juga kian giat melancarkan berbagai upaya untuk mencari energi alternatif, misalnya sekam padi dan serbuk gergaji. Upaya mencari energi alternatif juga dilakukan pabrikan terbesar kedua di industri semen, PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP), kini tengah melirik bahan bakar berbahan dasar tanaman jarak.

Konsumsi semen domestik sepanjang Mei 2008 naik 22,6% dibanding periode yang sama tahun lalu. Konsumsi semen tumbuh dari 2,91 juta ton menjadi 3,56 juta ton. Data Asosiasi Semen Indonesia (ASI) menyebutkan, permintaan konsumsi semen tertinggi pada Mei 2008 terjadi di Nusa Tenggara, yaitu sebesar 51%, disusul Sulawesi 46%. Dari sisi volume, Jawa masih menjadi penyerap semen terbesar, yaitu 56,8% dari total konsumsi.

Di Yogyakarta, rencananya akan dibangun pabrik semen untuk memenuhi kebutuhan regional Daerah Istimewa Yogyakarta dan sekitarnya. Lokasi yang ditawarkan di Sentolo. Bahan baku semen di daerah tersebut cukup lengkap. Batu Gamping merupakan salah satu bahan semen portland yang terdapat di Lendah, Sentolo, Pengasih, Girimulyo dan Samigaloh dengan kadar CaO dan MgO aktif minimum 55,77% - 56,87%. Sementara lempung sebagai bahan sekunder yang terdapat di Banjarharjo dan Banjararum (Kalibawang), Wijimulyo dan Donomulyo (Nanggulang) dan Sentolo dengan cadangan 27.812.500 m3.

Pasir Kwarsa yang merupakan bahan korektif terdapat di Hargowilis (Kokap) dengan cadangn 88.042 m3. Tras terdapat di Pagerharjo, Ngargosari dan Gerbosari (Samigaluh) dengan cadangan 4.704.688 m3. Saat ini kebutuhan semen DIY dan sekitarnya disuplai dari Cilacap dan Gresik. Ketergantungan tersebut menjadikan peluang pasar 350.000 sampai 500.000 ton/tahun dengan peningkatan pasar per tahun kurang lebih 10%.

Pada peringatan 50 tahun pengambilalihan PT Semen Padang dari perusahaan Belanda (5 Juli 1958-5 Juli 2008), ditandai dengan dicanangkannya empat proyek strategis Semen Padang pada tahun 2010 mendatang. Salah satu dari empat proyek strategis itu adalah mematok kapasitas produksi sebesar 6,5 juta ton/tahun. Pasalnya, sejak program optimalisasi produksi diterapkan tahun 2006 lalu, kapasitas produksi Semen Padang setiap tahun terus meningkat. Tahun 2008 ditargetkan produksi sebesar 5,24 juta ton dan akan terus meningkat hingga pada tahun 2009 menjadi 6,1 juta ton. Kemudian awal tahun 2010 menjadi 6,3 juta ton dan akhir tahun 2010 sudah leading dengan produksi 6,5 juta ton/tahun.

Dengan kapasitas yang terus meningkat, target pasar Semen Padang tetap menguasai kawasan pulau Sumatera, 13% pasar semen nasional di samping meningkatkan intensitas ekspor ke berbagai negara. Meski demikian ada kendala yang harus diatasi agar target tersebut tercapai, terutama ketersediaan lahan bahan baku semen yang semakin berkurang dan minimnya pasokan batu bara. Peringatan 50 tahun juga ditandai dengan launching kantong baru semen “Portland Pozzolan Cement”. Kantong baru itu diharapkan akan menumbuhkan image baru Semen Padang sebagai penguasa pasar semen nasional, selain itu juga memberikan semangat baru bagi karyawan.

Sementara itu, rencana privatisasi PT Semen Baturaja (SB) masih terganjal masalah manajemen, antara lain mengenai rendahnya produksi. Menteri Negara BUMN Sofyan Djalil mengatakan, salah satu masalah yakni peningkatan produksi SB masih sangat terbatas. Saat ini, produksi per tahun baru 1,2 juta ton. Selain kapasitas produksi, kendala lain, antara lain biaya pengangkutan sebab antara produksi dan biaya angkut tidak seimbang. Biaya angkut lebih besar dibanding produksi. Saat ini, Kementerian BUMN masih mencari solusi hingga program privatisasi terealisasi.

Manajemen SB menargetkan paling cepat Semester I/2009, SB sudah diprivatisasi. Direktur Utama SB Pamadiji Rahardjo berharap rencana privatisasi dapat disetujui hingga SB dapat menjadi perusahaan terbuka. Produksi SB tidak saja memenuhi kebutuhan di Sumsel, juga bersaing dengan produk semen perusahaan lain di Tanah Air. Peluang pasar akan terus dikejar. Apalagi pasar di Sumsel permintaan mencapai 60% dari total kebutuhan sekitar 965.511 ton/tahun. Sisanya, 40% dari dipenuhi dari produksi semen lain.

Di sisi lain produsen semen nasional harus waspada terhadap semen China yang bisa menjadi ancaman bagi industri semen di Indonesia. Kebutuhan semen dunia saat ini sebagian besar dipasok oleh produk semen di Asia. China tercatat pemasok terbesar di antara negara-negara produsen semen disusul Korea. Sedangkan Indonesia tidak terlihat dalam peta semen tingkat dunia meskipun produksinya sudah dieskpor produksinya ke beberapa negara Srilanka, Bangladesh, Kuwait, dan negara-negara Timur Tengah lainnya.

Selama ini, produksi semen di Indonesia mencapai 40 juta ton, sedangkan kebutuhan semen nasional hanya 33 juta ton. Pertumbuhan konsumsi semen sendiri rata-rata mencapai 10%/tahun. Di Sumatra, konsumsi semen tumbuh 14%/tahun. Di Kalimantan lebih tinggi lagi, mencapai 20%/tahun. Di Jawa, pertumbuhan konsumsi semen hanya 4%/tahun. Jawa bagian timur masih tumbuh sekitar 7,1%/tahun, tetapi di Jawa bagian barat, termasuk Jakarta, malah negatif pertumbuhannya. (AI)


Tidak ada komentar: