Rabu, Agustus 27, 2008

Perhotelan untuk mendukung pariwisata

Target mendatangkan 7 juta wisatawan mancanegara (wisman) seperti diamanatkan program nasional Visit Indonesia Year (VIY) 2008 tampaknya bakal tercapai. Data sementara kunjungan wisman periode Januari-Juni 2008 sudah mencapai angka 3,1 juta orang, sementara masih banyak perhelatan wisata lokal (daerah), nasional, dan internasional ke depan yang belum terselenggara, yang tentunya akan berdampak positif terhadap pasar wisata Tanah Air. Hal ini jelas akan memberikan dampak positif pada tingkat hunian hotel di beberapa daerah. Menurut Kepala Dinas Pariwisata DKI Jakarta Arie Budhiman, jumlah kunjungan wisatawan ke Jakarta periode Januari-Juni 2008 sebanyak 718.722 orang. Angka tersebut meningkat 21,5% dibanding periode yang sama tahun 2007.

Dinas Pariwisata DKI saat ini sedang memilih sejumlah festival berskala lokal untuk dimasukkan ke dalam kalender kegiatan pariwisata di Ibu Kota selama satu tahun. Event lokal yang dimaksud, antara lain Festival Kemang yang diselenggarakan di Jalan Raya Kemang dan Festival Cipete di Jalan Cipete Raya Jakarta Selatan, serta Festival Jalan Jaksa di Jakarta Pusat, dan Festival Klender di Jakarta Timur.

Untuk “menangkap” para tamu ini, beberapa hotel mencoba strategi khusus. Di Jakarta misalnya, ada Hotel Formule 1 yang mengembangkan konsep budget hotel dengan tarif ekonomis, namun memberikan kualitas pelayanan yang bertaraf internasional. Hotel Formule 1 merupakan bagian dari jaringan 380 Hotel Formule 1 yang dikenal luas di Eropa, Australia, Brasil, Afrika Selatan, dan Jepang.

Di Surabaya, kehadiran beberapa hotel baru yang berkonsep butik hotel bakal mewarnai bisnis perhotelan. Selama ini kebutuhan pasar masih didominasi oleh regular hotel. Sedangkan butik hotel diharapkan bisa membentuk pasar tersendiri dan ini termasuk kejelian pengelola butik hotel. Dalam 2 - 3 tahun ke depan, butik hotel itu bisa dilihat apakah mampu membentuk pasar hotel tersendiri.

Di Surabaya, yang mengklaim sebagai butik hotel antara lain Surabaya Town Square dengan konsep modern minimalis dan Java Paragon. Di Malang, ada Hotel Tugu, sedangkan Hotel Majapahit yang sebenarnya memiliki konsep butik hotel, justru tidak menempatkan diri sebagai butik hotel, melainkan regular hotel. Pasar hotel sebenarnya terbagi pada resort, city hotel, butik hotel, regular maupun budget hotel. Resort dan city hotel biasanya untuk orang-orang yang ingin menghabiskan liburan. Sementara budget hotel berdasarkan pada kebutuhan dasar orang menginap. Kalau dalam bisnis penerbangan, budget hotel ini dianalogikan dengan penerbangan low cost carrier.

Sementara di kawasan Asean, hotel sangat bervariasi tergantung pasar yang dibidik. Umumnya, untuk tamu Asia cenderung ke reguler hotel. Sedangkan Eropa dan Jepang untuk kalangan high class lebih memilih butik hotel. Kehadiran hotel baru dengan mengklaim sebagai butik hotel di Surabaya akan menjadi test case tersendiri. Kalau pasar butik hotel tumbuh berarti memang ada ceruk pasar yang bisa dikembangkan, dan kalau ini berhasil, pasar hotel di Surabaya makin bervariasi.

Berbeda dengan Jakarta dan Surabaya, Pemkot Solo justru memilih untuk menutup peluang investasi di bidang perhotelan. Pembangunan hotel dan apartemen terakhir yang diberi izin antara lain Solo Center Point (SCP), Solo Paragon, dan Kusuma Mulya. Berdasarkan data PHRI, di Kota Solo terdapat sekitar 90 hotel dengan jumlah kamar mencapai 2.400 kamar. Menurut Walikota Solo Joko Widodo, saat ini Pemkot berkonsentrasi pada investasi di bidang kesenian dan pariwisata. Sejalan dengan visi itu, Pemkot akan membangun atau merevitalisasi tempat-tempat yang mendukung investasi tersebut. Seperti revitalisasi Taman Balekambang dan pengelolaan profesional Taman Satwa Taru Jurug (TSTJ).

Optimisme pelaku bisnis perhotelan sempat terganggu dengan krisis listrik yang terjadi akhir-akhir ini mengancam kelangsungan bisnis perhotelan di Tanah Air. Pasalnya, berdasarkan surat keputusan bersama (SKB) lima menteri, pelaku bisnis jasa dan perdagangan diminta untuk menghemat penggunaan listrik. Mereka diminta untuk menggunakan genset pada waktu-waktu tertentu, khususnya pada saat beban puncak terjadi. Namun pada akhirnya SKB tersebut dibatalkan.

Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Yanti Sukamdani mengatakan, penghematan konsumsi listrik sektor perhotelan sejauh ini dinilai sudah optimal. Kalangan pelaku bisnis perhotelan Indonesia sudah mengintensifkan program penghematan listrik selama 10 tahun terakhir ini. Cara menghemat misalnya mematikan lift dan pendingin udara ketika sudah larut malam, juga kombinasi penggunaan genset. Penghematan di waktu beban puncak yakni pukul 17.00 sampai 20.00, sulit dilakukan pada sektor perhotelan. Sebab justru pada jam-jam itu aktivitas tamu hotel sedang tinggi.

Selain dalam rangka program penghematan energi nasional, pelaku perhotelan harus melakukan penghematan listrik sebab listrik merupakan bahan baku industri perhotelan. Kontribusi biaya energi listrik terhadap total biaya usaha perhotelan mencapai 75%. Jadi tanpa disuruh pun mereka pasti menghemat.

Persoalan lingkungan ternyata turut memengaruhi bisnis perhotelan. Karena itu, pengelola hotel harus memperhatikan lingkungan hotelnya. Sebab, jika lingkungan rusak, manusia akan menderita dan hotel pun tidak akan bisa beroperasi. Menurut pengamat perhotelan Sumut Dedi Nelson Fachrurrozy, yang juga General Manager (GM) Hotel Madani International, Medan, perhatian pengelola hotel di Medan masih minim. Mereka masih menganggap persoalan lingkungan sebagai masalah yang biasa dan tidak berpengaruh terhadap bisnis perhotelan. Kalau dunia perhotelan tidak memperhatikan lingkungan akan berbahaya. Citra hotel di mata masyarakat akan jelek dan mereka tidak respek terhadap hotel itu.

Sementara itu Kementerian Negara BUMN segera menunjuk konsultan untuk mengkaji kemungkinan pembentukan perusahaan induk (holding) bagi beberapa BUMN yang bergerak di bidang perhotelan dan pariwisata. Menurut Deputi Meneg BUMN Bidang Logistik dan Pariwisata Harry Susetyo, Kementerian Negara BUMN akan menyinergikan BUMN-BUMN perhotelan dan pariwisata, bentuknya bisa holding atau yang lainnya. Sejumlah BUMN yang akan dikonsolidasikan di antaranya Hotel Indonesia, Patra Jasa, Aerowisata dan PT Sarinah.

Tujuan dari sinergi ini adalah agar BUMN-BUMN tersebut mampu beroperasi dengan lebih baik dan lebih sehat. Pasalnya, sampai sejauh ini BUMN yang bergerak di bidang perhotelan dinilai belum mampu menyumbangkan kontribusi yang berarti bagi negara. Bahkan beberapa di antaranya menjadi beban keuangan negara karena terus merugi. (AI)

Tidak ada komentar: