Senin, Juli 14, 2008

Pakan ternak

Sebanyak 97 berkas surat persetujuan pemasukan bahan baku pakan atau rekomendasi impor hingga pertengahan Juni 2008 menumpuk di Deptan. Akibatnya, sekitar 75.000 ton bahan baku pakan ternak tidak bisa dibongkar dan terancam dilelang. Jenis bahan baku pakan yang terhambat masuk adalah tepung daging dan tulang (meat and bone meal), tepung daging unggas (poultry meat meal), dan feather meal, yakni tepung bulu yang sebagai bahan pakan alternatif biasanya berasal dari bulu unggas, khususnya bulu ayam. Tiga jenis bahan baku itu adalah komponen utama pemberi protein bagi pertumbuhan ternak.

Ketua Gabungan Pengusaha Perunggasan Indonesia Anton J Supit mengatakan, nilai riil kerugian yang harus ditanggung akibat demorrage (biaya kelebihan waktu dalam pemakaian kontainer), biaya sewa gudang, dan pemindahan barang mencapai Rp112,5 miliar/bulan. Biaya tinggi tersebut pada akhirnya harus ditanggung oleh peternak dan masyarakat konsumen.

Sekjen Gabungan Pengusaha Makanan Ternak Fenni Firman Gunadi mengungkapkan, biaya tambahan yang harus dikeluarkan akibat terhambatnya proses administrasi cukup besar. Sejumlah kontainer yang surat persetujuan pemasukan (SPP) belum disetujui Deptan kini mulai terkena sanksi demorrage, karena dari 107 pengajuan SPP, baru 10 yang dikeluarkan. Perhitungan industri pakan ternak menunjukkan, total demorrage yang harus dikeluarkan importir mencapai USD2.800 untuk tiap kontainer 20 kaki. Beban biaya tambahan semakin besar karena importir juga harus membayar sewa gudang swasta dan biaya pemindahan yang totalnya mencapai Rp11 juta. Total kerugian akibat lambannya pengurusan SPP tiap kontainer sebesar Rp37 juta/ton.

Dirjen Peternakan Deptan Tjeppy D Sudjono mengatakan, keterlambatan pengurusan SPP bisa terjadi karena petugas atau direktur yang berwenang menandatangani tugas keluar atau dokumen kurang lengkap. Menanggapi hal itu Wakil Ketua Komisi Tetap Ketahanan Pangan Kadin Don P Utoyo mengatakan, yang terpenting dalam reformasi birokrasi adalah pejabat memberi pelayanan publik yang prima. Pejabat harus paham arti jabatan dan tidak boleh absen. Pejabat boleh berganti atau tidak di tempat, tetapi mekanisme birokrasi tetap harus jalan.

Deptan meminta pabrik pakan lebih inovatif dalam mencari alternatif formula pakan yang sesuai untuk mengantisipasi melonjaknya harga bahan baku pakan impor. Bahan baku pakan lokal seperti hasil samping pengolahan sawit, yaitu lumpur sawit (LS) dan bungkil inti sawit (BIS) bisa dimanfaatkan untuk menggantikan bungkil kedelai yang saat ini mahal karena harus diimpor. Penggunaan bungkil inti sawit (BIS) dapat menekan penggunaan bungkil kedelai impor hingga 100%.

Bungkil inti sawit merupakan sumber protein yang digunakan sebesar 10 hingga 15% dalam formula pakan unggas dan lumpur sawit merupakan pakan ternak ruminansia. Penggunaan 9% bungkil inti sawit dalam formula pakan dapat menurunkan penggunaan bungkil kedelai sebesar 7,5%, sehingga harga pakan dapat ditekan sekitar Rp200/kg.

Dalam jangka pendek pemerintah akan mengurangi impor jagung dan akan tetap memberlakukan bea masuk impor jagung sebesar 5%, agar produksi jagung dalam negeri meningkat. Pada tahun 2006 Indonesia mengimpor jagung sebanyak 1,6 juta ton, sedangkan pada tahun 2007 impor jagung turun menjadi 700 ribu ton. Deptan menargetkan produksi jagung nasional pada tahun 2008 ini naik sebesar 20% dari 13,28 juta ton tahun 2007 menjadi 15,93 juta ton.

Untuk peningkatan produksi jagung dalam negeri, pemerintah telah memberikan bantuan benih sebanyak 380 miliar benih, pengering, serta silo di 56 lokasi pada tahun 2007. Di samping itu, untuk meningkatkan penggunaan bahan baku lokal, pemerintah telah memberikan bantuan mini feedmill atau pabrik pakan mini untuk kelompok peternak di 14 lokasi pada tahun 2007.

Lokasi tersebut antara lain di Kabupaten Ciamis, Cirebon, Sukabumi, Subang, dan Bekasi (Jabar), Kabupaten Magelang, dan Banjarnegara (Jateng), Blitar (Jatim), Kabupaten Bangli dan Tabanan (Bali), Sawah Lunto (Sumbar), Bengkulu Utara, Kapuas, dan Hulu Sungai Utara. Pada tahun 2008 mini feedmill akan diingkatkan menjadi 38 lokasi. Pabrik pakan mini ini memiliki kapasitas produksi sekitar 3-5 ton/hari, serta dengan nilai proyek Rp250 juta/unit. Pabrik-pabrik ini akan dibangun di wilayah sentra-sentra bahan baku seperti jagung dan sawit, sehingga pabrik itu tidak terlalu susah mendapatkan bahan bakunya.

Saat ini di Indonesia terdapat 56 pabrik pakan skala besar yang tersebar di delapan provinsi, yaitu Sumut 8 pabrik, Lampung 4 pabrik, Banten 10 pabrik, DKI Jakarta 4 pabrik, Jabar 4 pabrik, Jateng 3 pabrik, Jatim 17 pabrik, dan Sulsel 2 pabrik. Kapasitas produksi dari seluruh pabrik terpasang sebesar 11,03 juta ton/tahun.

Pada tahun 2008 populasi ayam pedaging diperkirakan meningkat menjadi 1,5 miliar ekor dibanding tahun 2007 yang mencapai 1,2 miliar ekor. Hal ini berdampak pada produksi pakan ternak yang diperkirakan akan meningkat sebesar 8,23 juta ton pada tahun 2008 atau sekitar 7% bila dibandingkan tahun 2007 sebesar 7,7 juta ton. Dalam budidaya unggas, biaya untuk pakan menempati porsi terbesar dari total biaya sekitar 70 hingga 80%, dimana komposisi standar pakan ternak bahan bakunya masih diimpor terdiri dari 51,4% jagung, 18% bungkil kedelai, 5,0% tepung ikan/MBM, 7,0% corn gluten meal, premiks 0,6%, CPO 2%, dan selebihnya dedak.

Meski Indonesia telah mampu mencapai swasembada daging dan telur unggas, tetapi untuk menjalankan proses produksinya hampir 70% tergantung dari impor, seperti bahan baku, obat hewan dan teknologi lainnya. Akibatnya, industri ayam masih tergolong industri yang foot loose atau tidak mengakar pada suplai bahan baku dalam negeri Sekitar 83% produksi pakan nasional terserap oleh peternakan unggas, sedangkan ternak babi 6%, ruminansia 3%, aqua culture 7%, dan lainnya 1%.

Harga komoditi pangan seperti jagung dan kedelai di pasar global naik setidaknya 60%. Kenaikan harga jual produk pakan unggas masih akan terjadi karena kecenderungan haga bahan baku yang terus naik. Rata-rata harga jual produk pakan unggas pada tahun 2007 mencapai Rp2.780/kg. Per akhir Maret 2008, harga jualnya sudah melonjak menjadi Rp3.900/kg.

Kendati harga komoditi pangan seperti jagung dan kedelai di pasar global terus melonjak, produsen pakan unggas tetap optimistis mampu mencapai target pertumbuhan penjualan. Pasalnya, kenaikan harga komoditi itu justru memperkuat fondasi perekonomian masyarakat petani di berbagai daerah seperti Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. (AI)


Tidak ada komentar: