Senin, November 17, 2008

Baja

Departemen Perindustrian mengusulkan tiga mekanisme pengawasan dalam rencana penerapan tata niaga impor baja, yakni pengetatan verifikasi produk, importir terdaftar (IT), dan Importir produsen (IP). Menurut Dirjen Industri Logam Mesin Tekstil dan Aneka Depperin Ansari Bukhari, pihaknya mengajukan usulan tersebut dengan harapan kebijakan itu dapat diimplementasikan pada awal tahun 2009. Dengan adanya tata niaga maka hanya IP dan IT yang diizinkan mengimpor seluruh komoditas baja yang masuk dalam HS No.72 (besi dan baja) dan HS No.73 (produk dari besi dan baja).

Usulan tata niaga tersebut berasal dari industri baja di dalam negeri yang tergabung dalam Indonesian Iron and Steel Industry Associations (IISIA). Mereka mengkhawatirkan adanya pengalihan pasokan baja asal China ke Indonesia yang diperkirakan meningkat tajam seiring dengan pelemahan pasar baja AS dan Uni Eropa yang terguncang krisis finansial. Co-Chairperson Long Product IISIA Ismail Mandry mengatakan, saat ini banyak produsen baja di China yang melakukan floating cargo dan mengarahkan ekspornya ke beberapa pasar alternatif di Asean termasuk Indonesia. Produksi baja terbesar di dunia berasal dari China, yakni sekitar 500 juta ton/tahun. Kalau 10% dari produksi itu dilempar ke Indonesia, industri baja nasional akan hancur.

Jumlah impor produk baja melonjak hingga 20% sepanjang tahun 2008 ini. Parahnya, importasi produk baja tersebut sebagian besar terindikasi melanggar UU Kepabeanan, bahkan banyak juga yang masuk secara ilegal. Diperkirakan impor baja akan terus meningkat, baik yang masuk dengan dokumen manifes maupun membonceng impor produk lain. Jika dibiarkan, maka membanjirnya produk baja impor tersebut dipastikan mengancam industri baja nasional. Produk-produk baja impor dari China, Rusia, India, Taiwan, dan Thailand tersebut meliputi pelat baja, kawat, paku, seng, mur, dan lainnya.

Direktur Jenderal Bea dan Cukai Depkeu Anwar Suprijadi mengatakan, lonjakan impor baja akan terus terjadi karena dipastikan adanya pengalihan ekspor dari negara produsen produk baja seperti China akibat krisis keuangan di AS dan Eropa. Hingga September 2008 ini, impor produk baja meningkat 15% – 20% dari periode yang sama tahun sebelumnya.

Depperin juga mengusulkan bea masuk (BM) produk baja dinaikkan menjadi rata-rata 25% digabungkan dengan rencana pembatasan impor baja mulai tahun 2009 dengan cara pemberlakuan tata niaga. Depperin menilai usulan produsen baja dalam negeri untuk menaikkan BM relevan dengan kondisi saat ini. Produsen baja nasional yang tergabung dalam IISIA meminta pemerintah menaikkan BM produk baja rata-rata 25%. Produk baja hulu diusulkan naik dari 0% menjadi 25%, produk antara naik dari 5% menjadi 30%, dan produk jadi naik dari 7,5% menjadi 35%.

Wakil Ketua Umum IISIA Irvan K Hakim menilai aturan tata niaga impor baja dapat menghemat devisa negara sebesar USD1,5-2 miliar/tahun. Penerapan tata niaga tersebut dapat memaksimal penyerapan hasil produksi domestik, sehingga industri di dalam negeri tetap berproduksi normal. Industri hilir baja nasional saat ini terpukul kelesuan pasar serta penurunan harga jual. Kondisi itu diperparah dengan tingginya beban biaya produksi serta seretnya kredit modal kerja dari perbankan.

Hingga saat ini, sebanyak empat komoditas hilir baja sejak empat tahun terakhir kian mengalami kerugian yang sangat serius, bahkan beberapa perusahaan di antaranya telah menghentikan kegiatan produksi. Keempat sektor itu adalah industri seng baja (baja lapis seng/BjLS), pipa baja, wire rod (kawat baja), dan industri paku, dan kawat. Keempatnya diperkirakan merugi rata-rata sekitar Rp380 miliar/tahun.

Sedikitnya tiga produsen baja nasional mulai memangkas produksi, menyusul merosotnya konsumsi domestik akibat terhentinya sejumlah proyek infrastruktur dan perumahan. Ketiga produsen baja yang memangkas produksi tersebut adalah PT Krakatau Steel, PT Essar Indonesia, dan PT Gunung Garuda. Ketiganya akan memangkas produksi 20%-25% pada kuartal IV/2008. Ketiga perusahan tersebut berkontribusi sangat signifikan terhadap pasar baja nasional. Jika ketiganya memangkas produksi, berarti sedang terjadi penurunan konsumsi di pasar dalam negeri.

Konsumsi baja pada kuartal IV/2008 diprediksi hanya mencapai 800.000 ton - 1 juta ton dibandingkan dengan konsumsi pada kondisi pasar normal yaitu sekitar 1,5 juta ton -1,6 juta ton. Total produksi perusahaan baja nasional pada periode tersebut diperkirakan menyusut menjadi 750.000 ton dari total 1 juta ton/kuartal. Direktur Utama PT Essar Indonesia KB Trivedi mengungkapkan, perusahaannya sudah memangkas kapasitas produksinya hingga 20% memasuki kuartal IV/2008. Sebelumnya, perseroan mampu memproduksi sebanyak 25.000 ton baja, tapi sekarang kapasitas produksi PT Essar Indonesia merosot menjadi 18.000 ton-20.000 ton/bulan.

Direktur Utama PT Krakatau Steel (KS) Fazwar Bujang mengatakan, saat ini KS ikut terimbas kondisi pasar sehingga terpaksa ikut menurunkan produksi. Sejak dua bulan lalu, perusahaannya telah menurunkan kapasitas produksinya sebesar 15% dari total produksi sekitar 2,5 juta ton/tahun. Sementara Direktur Pemasaran PT Gunung Garuda Sujono juga mengungkapkan hal senada. Perusahaannya sudah memangkas produksi antara 60% - 70% hingga tinggal 10.000 ton-15.000 ton/bulan. Sejak awal tahun 2008 hingga September, impor baja ilegal asal China jenis IWF dan H-Beam (baja siku) telah mencapai 30.000 ton - 40.000 ton. Baja jenis ini dijual oleh PT Gunung Garuda dengan harga USD1,200/ton, sedangkan produk China hanya sebesar USD1.050/ton. Murahnya baja China karena kualitasnya sangat buruk.

Penurunan harga baja mendorong industri baja di seluruh dunia menurunkan kapasitas produksinya. Guncangan terhadap bisnis baja ini dipengaruhi turunnya harga minyak mentah dunia ke level di bawah USD70/barel. Berdasarkan informasi dari Middle East Steel (institusi riset baja Timur Tengah) harga baja canai panas (hot rolled coils/ HRC), anjlok dari posisi tertinggi USD1,150/ton menjadi USD730/ton pada pekan kedua Oktober 2008.

Raksasa baja dunia seperti ArcelorMittal di Ukraina memangkas produksi menjadi 50% dan menunda ekspansi. US Steel di Kanada menghentikan produksi blast furnace di Hamilton selama dua bulan. Essar India di Algoma, Kanada, menyetop produksi sementara. Sementara itu, Severstaal di Italia memangkas produksi 30% dan kemungkinan akan merumahkan pekerjanya. Riva di Italia menurunkan produksi 28% dan juga akan memrumahkan karyawan dari Oktober sampai dengan Desember tahun 2008 ini. (AI)

Tidak ada komentar: