Rabu, November 19, 2008

Premium turun, tarif angkutan tidak turun

Menurut ekonom dari Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya A Prasetyantoko, langkah pemerintah menurunkan harga BBM jenis premium sebesar Rp500/liter terhitung mulai 1 Desember 2008 tidak akan memberikan dampak signifikan pada perekonomian. Penurunan ini tidak akan terlalu memengaruhi harga jual barang-barang yang dampaknya bisa menekan inflasi. Pasalnya, selain nominal penurunannya kecil, keputusan ini dinilai terburu-buru. Langkah ini hanya akan menyenangkan masyarakat. Sebuah langkah populis tanpa memberikan pengaruh banyak pada perekonomian. Kendati begitu, dia menilai penurunan ini bisa saja berlanjut.

Hal sama diungkap ekonom CSIS Pande Raja Silalahi. Menurutnya, penurunan harga ini akan kecil pengaruhnya pada perekonomian secara keseluruhan. Misalnya pada daya beli masyarakat, atau pada tekanan inflasi. Penurunan ini masih terlalu kecil sehingga dampak yang ditimbulkannya pun tentunya akan kecil. Dia juga melihat penurunan ini dilakukan terlalu terburu-buru. Pasalnya, tren harga minyak masih memiliki kecenderungan untuk naik. Namun Pande melihat positif kebijakan ini karena dengan menyerahkan pada pasar beban kepada anggaran pun akan mengecil.

Penilaian lain diungkapkan ekonom Indef Fadhil Hasan. Keputusan pemerintah menurunkan harga premium harusnya diimbangi penurunan harga solar sebab solar banyak dikonsumsi masyarakat bawah seperti nelayan. Menurutnya, premium turun sekadar untuk menangkap aspirasi saja. Penurunan harga BBM agak terburu-buru sebab waktunya tinggal sebulan untuk realisasi APBN 2008. Sebenarnya pemerintah lebih baik melakukan estimasi perkembangan minyak dunia sebab tidak ada yang tahu apakah harga minyak dunia naik atau turun tahun depan.

Terkait dengan penurunan BBM ini, Dirjen Perhubungan Darat Departemen Perhubungan Suroyo Alimoeso memastikan, pihaknya takkan meninjau ulang penetapan tarif angkutan umum kendati pemerintah telah menurunkan harga BBM jenis premium dari Rp6.000/liter menjadi Rp5.500/liter, kecuali ada penurunan harga solar bersubsidi. Tapi jika pemda ingin menurunkan tarif, regulator takkan melarangnya karena kewenangan penentuan tarif di daerah ada di pemda. Dephub hanya mengatur tarif angkutan antarkota dan antarprovinsi (AKAP). Biasanya tarif AKAP itu jadi acuan pemerintah daerah untuk menentukan tarif angkutan umum di daerahnya.

Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sudaryatmo justru menilai penurunan harga premium harus diikuti penurunan ongkos angkutan umum. Menurutnya, survei menyebutkan belanja masyarakat Indonesia habis 15%-20% untuk transportasi. Faktor mobilitas masyarakat merupakan kebutuhan mendasar untuk melaksanakan aktivitas lainnya seperti untuk mencari nafkah, kesehatan, dan sebagainya.

Ketua Umum Organda Murphy Hutagalung menegaskan tarif angkutan umum tidak mungkin turun hanya karena turunnya harga BBM sebesar Rp500. Pertimbangannya, harga suku cadang yang terlanjur melonjak tinggi setelah kenaikan harga minyak dunia, serta tetap tingginya biaya retribusi. Tarif angkutan umum baru dapat dimungkinkan turun jika pemerintah memberlakukan pembedaan harga BBM kepada angkutan umum. Saat ini biaya operasional yang dikeluarkan untuk BBM mencapai 30% dari total biaya operasional. Sisanya, 15% di antaranya untuk pembelian suku cadang, dan lainnya untuk biaya-biaya perizinan termasuk retribusi.

Sebanyak 70% angkutan transportasi umum dari 1,5 juta anggota Organda menggunakan solar. Premium hanya digunakan oleh angkutan-angkutan kecil saja seperti mikrolet. Saat harga BBM naik tahun lalu, kendaraan berbahan bakar solar yang paling terpukul karena kenaikannya lebih dari 30%. Pihak Organda menginginkan agar rekomendasi yang dikeluarkannya harus diimplementasikan oleh pemerintah, agar para pengusaha angkutan bisa menikmati keuntungan. Rekomendasi tersebut antara lain subsidi BBM untuk angkutan pelat kuning yang berbeda dengan kendaraan lainnya, penertiban perda-perda yang mengenakan retribusi seenaknya oleh pemda, serta penertiban oknum-oknum dan preman yang sering memeras pengusaha angkutan.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Transporter Darat Indonesia (ATDI) Desril Muchtar mengatakan hal yang sama, yakni tidak ada pengaruh sama sekali penurunan harga premium terhadap turunnya harga bahan pokok dan barang kebutuhan lainnya. Truk yang digunakan untuk mengangkutnya masih menggunakan solar. ATDI merupakan asosiasi pengusaha penyedia jasa angkutan barang antarkota dalam wilayah Indonesia, mulai dari bahan makanan hingga barang konsumsi.

Dari Jateng Organda Solo mengatakan tak akan menurunkan tarif angkutan umum, kendati harga premium turun. Menurut Ketua Organda Solo Joko Suprapto, penurunan harga BBM tak akan berpengaruh banyak terhadap tarif angkutan umum. Sebab harga BBM yang diturunkan hanyalah premium, sedangkan mayoritas angkutan darat justru menggunakan solar. Meskipun harga BBM kembali pulih seperti sebelum naik, yakni Rp4.500, belum tentu tarif angkutan juga ikut kembali seperti semula. Sebab permasalahan tarif angkutan tak hanya tergantung harga BBM semata. Salah satunya adalah turunnya minat masyarakat untuk menggunakan angkutan umum, karena kenaikan harga BBM mengakibatnya kenaikan tarif.

Dari Jatim, Komisi B DPRD Kota Surabaya meminta Organda Surabaya dan Dishub Surabaya meninjau kembali tarif angkutan umum. Peninjauan ini terkait dengan penetapan turunnya harga premium per 1 Desember 2008. Menurut anggota Komisi B DPRD Kota Surabaya Yulyani, penurunan harga premium seharusnya tidak hanya dirasakan oleh rakyat Surabaya yang memiliki kendaraan saja, tetapi juga pengguna angkutan umum. Pertimbangannya, bila sedikit kenaikan harga BBM bisa berdampak naiknya tarif, mengapa penurunan tidak berlaku pula. Idealnya penurunan harga bahan bakar diikuti dengan penurunan tarif angkutan secara proporsional.

Kepala Dinas Perhubungan Kota Surabaya Bunari Mushofa mengatakan, pihaknya tidak memiliki kewenangan langsung dalam menentukan tarif angkutan umum. Dishub hanya dapat memfasilitasi tarif yang menjadi usulan pihak Organda dan sejauh ini belum ada usulan untuk diturunkan. Ketua Organda Surabaya Wastomi Suheri mengemukakan, hingga kini pihaknya tidak mungkin menurunkan tarif angkutan umum. Sebab, komponen harga BBM pada biaya operasional angkutan umum hanya sebesar 30%. Artinya, tinggi atau rendahnya harga BBM di pasaran hanya memberikan pengaruh yang kecil bagi biaya operasional angkutan. (AI)

Tidak ada komentar: