Senin, November 03, 2008

Susu

Hampir semua orang tahu, susu sangat berperan dalam kesehatan dan kesejahteraan manusia karena mengandung banyak nutrisi yang dibutuhkan oleh manusia untuk tumbuh dan berkembang. Susu juga mengandung senyawa bioactive yang juga dibutuhkan untuk kesehatan orang dewasa. Di negara-negara maju, minum susu dan menyantap produk-produk susu sudah menjadi bagian dari pola makan mereka sehari-hari. Susu mempunyai pengaruh positif terhadap berbagai macam organ tubuh manusia, seperti jantung dan ginjal. Kalsium yang dikandung dalam susu mempunyai pengaruh positif terhadap kedua organ ini. Pasokan kalsium yang cukup sangat penting untuk mencegah batu ginjal, karena meningkatkan oksalat, menurunkan absorbsi serta sekresi dalam urin.

Atas kebaikan-kebaikan tersebut, produksi susu harus dikembangkan di Indonesia, karena dapat membantu perekonomian rakyat di pedesaan, membantu mengentaskan kemiskinan dengan memberi pendapatan harian dari hasil penjualan susu, serta membantu mengatasi masalah ketahanan pangan. Sayangnya, ada kendala yang menghambat perkembangan industri persusuan di Indonesia, antara lain terbatasnya pasokan bibit sapi perah unggul. Selama ini tidak ada perusahaan atau investor yang tertarik untuk berinvestasi membangun industri pembibitan sapi perah, karena perputaran modal yang lama.

Menurut Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Deptan Chairul Rachman, produksi susu nasional baru menutupi 25% kebutuhan nasional, selebihnya diimpor dari Australia dan Selandia Baru. Setiap tahunnya, Indonesia membutuhkan sekitar 2,5 juta ton susu. Produksi susu dalam negeri Indonesia baru mencapai 636,8 ribu ton atau sekitar 26,5% dari total pasokan nasional, sedangkan 1.420,4 ribu ton atau 73,5% pasokan susu didapat dari impor. Populasi sapi perah nyaris semuanya berada di Pulau Jawa (96,7%) yakni sekitar 382.300 ekor sapi. Kepemilikan sapi perah saat ini belum ekonomis, karena peternak rata-rata hanya memiliki 3-4 ekor sapi perah, sementara angka yang ekonomis adalah 10-12 ekor.

Rendahnya tingkat produksi bahan baku susu di Indonesia terkait dengan faktor tata niaga susu. Di tingkat peternak, mereka terkendala bibit, penyediaan pangan, standardisasi kualitas, dan pemasaran. Insentif yang minim juga membuat peternak enggan untuk mengembangkan peternakannya dan memproduksi susu lebih banyak. Di tingkat koperasi peternak susu, faktor kendalanya adalah kemampuan membeli susu yang hanya dengan harga murah, dan koperasi dituntut untuk kreatif mencari bentuk pemasaran yang baru.

Dari sisi supply chain management juga belum tertata baik. Alasan lain, lemahnya kelembagaan pemasaran. Dari segi konsumen, selain daya beli yang belum merata, promosi sadar minum susu pun masih kurang. Untuk iu Deptan punya beberapa kebijakan dan program pengembangan. Untuk jangka panjang, mereka akan meningkatkan agribisnis dan agrobisnis berdaya saing, berkelanjutan, meningkatkan kesejahteraan peternak, dan mengurangi impor. Jangka pendeknya, mencukupi kebutuhan konsumsi dalam negeri melalui pemberdayaan peternak sapi perah dan upaya peningkatan kemandirian kelompok.

Konsumsi susu Indonesia terendah di Asia. Berdasarkan data Depkes, dalam kurun 30 tahun (1970-2000), tingkat konsumsi susu segar di Indonesia meski ada peningkatan dari 4,68 liter menjadi 6,5 liter/kapita/tahun. Pada tahun 2007 konsumsi susu naik menjadi 7,7 liter/kapita/tahun. Tapi angka ini masih rendah dibanding Vietnam yang telah mencapai 8,5 liter/kapita/tahun atau Malaysia 25 liter/kapita/tahun. Negara yang paling banyak mengonsumsi susu adalah Finlandia dengan 183, 9 liter/kapita/tahun, diikuti Swedia dengan 145,5 liter/kapita/tahun.

Dari Kabupaten Malang dikabarkan produksi susu segar menurun 5% dari total produksi 225 ton/hari. Penurunan sangat dipengaruhi susahnya mendapatkan rumput gajah atau rumput lembing akibat musim kemarau. Sumber pakan hijauan segar utama bagi sekitar 52 ribu ekor sapi perah. Karena pakan hijauan segar susah didapat, banyak peternak sapi perah beralih menggunakan pakan konsentrat dan bekatul dalam jumlah banyak. Padahal harga pakan sekarang mahal. Alhasil, biaya pakan yang harus dikeluarkan peternak pun melonjak.

Bahkan, karena persediaan rumput gajah mulai habis, banyak peternak yang terpaksa ke Kediri dan Nganjuk untuk membeli pakan tebon jagung. Sebelum tiba musim kemarau, harga rumput gajah Rp150/kg dan sekarang naik menjadi Rp250/kg, tebon jagung naik dari Rp200/kg menjadi Rp350/kg. Sementara harga pakan konsentrat di koperasi unit desa antara Rp1.125/kg sampai Rp2.200/kg, sedangkan di pasar nonkoperasi harganya sekitar Rp90 ribu/zak (isi 60 kg) atau naik dari Rp80 ribu/zak, harga bekatul untuk campuran makanan sapi berkisar Rp1.600/kg atau naik dari kisaran Rp1.300/kg.

Rata-rata, setiap hari sapi perah membutuhkan pakan konsentrat dan bekatul minimal 1%-3% dari berat badan ternak, ditambah pakan hijauan segar. Jika komposisi pemberian pakan sesuai dan teratur, tiap sapi perah bisa memproduksi 10 liter susu segar. Sapi perah di Kabupaten Malang berjumlah sekitar 52 ekor, dengan penambahan tiap tahun sekitar 2%. Sapi-sapi ini tersebar di 19 dari 33 kecamatan. Sentra penghasil susu segar masih di Pujon, Ngantang, Kasembon, Karangploso, Turen, Singosari, Jabung, Dau, dan Bantur.

Menurut para peternak susu di Jatim, biaya produksi susu rata-rata meningkat 8%-9% dari rata-rata Rp2.015/liter akibat apresiasi dolar AS, sedangkan harga jual ke industri pengolah susu (IPS) relatif stagnan. Menurut Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) Jatim, biaya pakan ternak sejak dua bulan terakhir, seperti wheat pollard (tepung gandum), rumput, bungkil kedelai, jagung, hingga kopra naik signifikan hingga 15%. Kenaikan harga terjadi karena bahan pakan ternak tersebut diimpor. Sejak Juli 2008 lalu produksi susu segar di Jatim naik menjadi hampir 700 ton per hari dari rata-rata sebelumnya 600 ton/hari. Kenaikan tersebut disebabkan banyaknya induk sapi melahirkan yang diperkirakan mencapai 3.500 ekor. Kondisi produksi susu tinggi akan berlangsung hingga Maret 2009.

Pemerintah harus mulai mendorong permodalan melalui skema kredit Ketahanan Pangan dan kemudahan untuk membuka usaha pembibitan sapi perah dengan bunga yang rendah, serta penyediaan fasilitas, sarana dan prasarana, dan kemudahan lainnya. Hal ini dapat dilakukan dengan skema kemitraan pemodal besar dengan peternak rakyat, atau usaha kecil menengah (UKM) dan koperasi. Cara seperti ini berhasil dilakukan India, sebagai negara penghasil susu nomor satu di dunia, dengan populasi sapi sebanyak 193 juta ekor, industrinya digerakkan oleh para peternak rakyat dan koperasi. (AI)



Tidak ada komentar: