Jumat, November 28, 2008

Industri galangan kapal dan lingkungan

Sebanyak 15 galangan kapal rakyat di Kabupaten Karimun, tahun 2008 ini terancam tutup. Hal ini disebabkan tidak adanya langkah khusus dari pemerintah menjamin ketersediaan bahan baku. Menurut Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Pemkab Karimun Astroellah Aziz, kondisi itu sudah diprediksi sejak tiga tahun lalu. Pada saat itu perajin sudah mulai mengeluhkan minimnya ketersediaan bahan baku. Sebagai langkah antisipasi saat itu juga diusulkan kepada pemerintah pusat, agar Karimun ditetapkan sebagai sentra industri kapal rakyat. Tapi sayangnya, sampai saat ini tidak ada respon dari pemerintah pusat. Diprediksi tahun 2008 ini seluruh galangan kapal rakyat yang ada di Karimun akan tutup.

Jika satu galangan kapal rakyat itu rata-rata menampung 60 orang pekerja, dikalikan dengan 15 galangan, maka pada tahun 2008 ini Karimun mengalami peningkatan jumlah pengangguran sebanyak 900 orang. Dilibatkannya pemerintah pusat karena pemda tidak memiliki kewenangan bertindak sebagai penjamin ketersediaan bahan baku. Kalau hanya diupayakan oleh pemda mustahil, pasalnya perajin kapal membutuhkan kayu dengan jenis, ukuran, dan ketebalan yang khusus, sedangkan Karimun bukanlah daerah penghasil kayu.

Hasil produksi galangan kapal rakyat Karimun, sangat diminati oleh pengusaha kapal nelayan di nusantara ini, karena memiliki mutu yang sangat baik. Pengusaha galangan kapal rakyat melayani pesanan pembuatan kapal mulai dari kapal yang memiliki bobot mati 2 ton hingga 500 ton. Setiap pembuatan kapal, si pemesan dikenakan biaya sebesar Rp1 juta/ton. Jika ada pengusaha yang memesan kapal memiliki kapasitas 25 ton, upah yang diterima sebesar Rp25 juta dengan lama pengerjaannya sekitar 25 hari, jika bahan bakunya cukup.

Di lain pihak, krisis yang terjadi saat ini tak menyurutkan niat pengusaha kapal Oentoro Surya untuk berinvestasi. Lewat perusahaan miliknya PT Surya Prima Bahtera Heavy Industries, Presiden Direktur PT Arpeni Pratama Ocean Line Tbk itu akan tetap melanjutkan pembangunan galangan kapal di wilayah Kabil, Batam yang telah dimulai sejak Maret 2008 lalu. Padahal, pembangunan galangan kapal seluas 118.000 ha itu akan memakan biaya hingga USD350 juta atau sekitar Rp3,5 triliun. Bila tak ada aral melintang, pembangunan galangan kapal itu ditargetkan selesai seluruhnya pada tahun 2013. Pembangunan tahap pertama mungkin selesai pada tahun 2010. Bila sudah terbangun seluruhnya, galangan itu akan menjadi galangan kapal terbesar di Asia Tenggara.

Galangan ini akan cenderung fokus ke galangan untuk perbaikan kapal atau maintenance. Galangan jenis ini lebih banyak menghemat biaya. Pasalnya, biaya terbesar untuk galangan semacam ini lebih banyak habis ke biaya tenaga kerja. Jauh lebih minim dibandingkan biaya di galangan pembuatan kapal baru yang banyak menghabiskan biaya untuk pembelian material kapal. Galangan itu diperkirakan akan mempekerjakan sekitar 4.500-5.000 orang. Ada beberapa peluang bisnis yang bisa digarap di galangan tersebut, antara lain docking atau konversi kapal. Di luar negeri, biaya docking serta konversi kapal bisa memakan biaya masing-masing USD5 juta dan USD100 juta. Sejauh ini, perusahaan perkapalan Indonesia harus melakukan dua hal itu di luar negeri, seperti di China atau Singapura.

Dirjen Industri Alat Transportasi dan Telematika Depperin Budi Darmadi mengatakan, sedikitnya ada lima galangan kapal yang akan berdiri di Indonesia, baik di luar pulau Jawa maupun di pulau Jawa. Kelima galangan kapal itu diantaranya akan berdiri di Medan dengan kapasitas 50.000 ton dengan investasi Rp250 miliar. Selain itu, Gorontalo juga akan membangun galangan kapal sebesar 8.000 ton hingga 10.000 ton.

Ada juga galangan kapal yang akan berdiri di Lampung pada akhir tahun 2008 ini. Di Pulau Jawa, galangan kapal akan berdiri di Semarang dan Lamongan. PT Jasa Marina Indah membangun di Semarang, sedangkan Lamongan baru selesai membebaskan lahan. Sementara itu, tingginya minat investasi galangan kapal di Jawa Timur disebabkan Depperin akan membuat kluster industri kapal di Surabaya dan sekitarnya. Selama ini, galangan kapal juga merangkap sebagai produsen komponen suku cadang kapal. Ke depan, hal itu tidak dilakukan lagi karena dalam konsep kluster produsen komponen harus terpisah dari galangan kapal. Supaya pembuatan kapal tidak memakan waktu lama, komponennya dibeli dari pemasok.

Sementara itu, sejak berdiri hingga saat ini, PT Dok & Perkapalan Kodja Bahari (Persero), dari 11 galangan yang ada di seluruh Indonesia, telah membuat 13.023 lebih kapal dengan berbagai ukuran dan jenis. Dari jumlah 13.023, 10 kapal diantaranya telah di bangun oleh PT DKB Cabang Cirebon dengan hasil yang memuaskan pelanggan. Potensi galangan kapal di Indonesia khususnya di Cirebon, yang merupakan galangan kapal satu-satunya di Jawa Barat, cukup tinggi jika melihat kebutuhan yang ada saat ini. Dengan bermodalkan ISO 9001-2000 yang diperoleh PT DKB serta pengalaman, diharapkan ke depan banyak pelanggan melirik PT DKB untuk membuat kapal-kapal baru serta perawatan di Cirebon.

Di balik maraknya investasi baru, industri galangan juga diguncang isu lingkungan. Badan Pengendalian Dampak Lilngkungan (Bapedal) Kota Batam menutup aktivitas 12 galangan kapal yang ada di daerah itu karena diketahui membuang limbah mengandung B3. Menurut Kepala Bapedal Kota Batam Dendi Purnomo, langkah tegas terhadap industri galangan kapal ini merupakan langkah konkrit Bapedal dalam mengantisipasi pembuangan limbah B3 yang terus menerus dilakukan oleh sejumlah perusahaan di Batam.

Saat ini ada 74 galangan kapal di Batam yang sedang beroperasi, jika tidak dipantau tentunya perairan Batam akan dijadikan tempat pembuangan limbah B3 hasil dari aktivitas industri berat. Selama setahun terakhir, Bapedal telah mengambil langkah-langkah tegas seperti mewajibkan perusahaan shipyard di Sagulung, Kabil, Tanjunguncang dan Sekupang melakukan clean up (pemulihan) terhadap pembuangan limbah yang tidak sesuai dengan ketentuan.

Direktur Eksekutif LSM Centrum Independent Social Politic and Human Right Analyze (Cisha) Rizaldy Ananda mengatakan dari telisik di lapangan diketahui ada 5 industri shipyard besar di kawasan Tanjunguncang, Batam yang membuang limbahnya ke laut secara sembarangan, namun masih dibiarkan beroperasi. Ada baiknya pelaku pembuangan limbah itu diserahkan ke polisi untuk diproses, karena jelas sudah melanggar aturan yang berlaku. Seharusnya pemda menolak masuknya industri yang tidak memiliki sistem pengelolaan limbah dengan baik. (AI)

Tidak ada komentar: