Jumat, November 14, 2008

Irigasi terkena dampak krisis

Untuk mengantisipasi dampak krisis keuangan, Departemen Pertanian berencana memangkas sebagian anggaran perawatan, perbaikan, dan pembangunan infrastruktur tahun 2009. Menurut Direktur Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air (PLA) Departemen Pertanian Hilman Manan, rasionalisasi anggaran untuk infrastruktur pertanian itu belum ditetapkan besarannya, masih menunggu pembahasan pengurangan anggaran di tiap departemen dan lembaga pemerintah nondepartemen.

Rencana alokasi anggaran infrastruktur pertanian pada tahun 2009 di bawah pengelolaan Direktorat PLA sebesar Rp1,1 triliun. Idealnya Rp2 triliun. Namun, rencana alokasi Rp1,1 triliun itu pun akan dipangkas karena pemerintah menginginkan program efisiensi. Program pembangunan yang dilakukan Direktorat PLA terbagi atas tiga aspek, yaitu pengelolaan lahan, pengelolaan air, dan perluasan areal.

Pengelolaan lahan meliputi optimalisasi dan konservasi lahan, sedangkan pengelolaan air meliputi pembangunan jaringan irigasi tingkat usaha tani, irigasi desa, pembangunan tata air mikro, irigasi tanah dangkal, tanah dalam, irigasi bertekanan, irigasi tetes, irigasi air permukaan, dan irigasi partisipatif. Ada juga pembangunan embung, dam parit, sumur resapan, balai subak, pompa hidran, dan sekolah lapang. Sementara aspek perluasan areal meliputi perluasan sawah, pembukaan areal nonsawah, dan pembuatan areal nonsawah.

Menanggapi kebijakan pemerintah memangkas anggaran untuk infrastruktur pertanian, Ketua Umum Wahana Masyarakat Tani Indonesia (Wamti) Agusdin Pulungan menyatakan hal itu sebagai langkah mundur pembangunan pertanian. Menurutnya, infrastruktur pertanian, khususnya irigasi, terkait erat dengan upaya meningkatkan pendapatan petani karena irigasi yang baik akan mendukung peningkatan produktivitas.

Hal senada dikemukakan Ketua Dewan Pertimbangan Organisasi Himpunan Kerukunan Tani Indonesia Siswono Yudo Husodo. Perluasan lahan pertanian dan pembangunan irigasi adalah kunci pembangunan pertanian dalam mendukung ketahanan pangan. Pada prinsipnya, perawatan, perbaikan, dan pembangunan infrastruktur dasar merupakan prioritas. Tanpa melaksanakan program itu, program pembangunan pertanian tak bisa dilaksanakan optimal, seperti program pengembangan usaha agrobisnis pedesaan, lembaga mandiri dan mengakar di masyarakat, serta program pembiayaan pertanian.

Pada dasarnya kondisi irigasi nasional masih belum baik. Gubernur Jabar Ahmad Heryawan mengeluhkan kondisi infrastruktur pendukung produksi padi di Jawa Barat yang kondisinya kurang memadai. Sekitar 50% jaringan irigasi di Jabar harus diperbaiki. Sebagai upaya memandirikan Jabar, pembangunan infrastruktur akan difokuskan terutama untuk perbaikan jalan, irigasi, dan pengelolaan sampah. Dari ketiga hal tadi, perbaikan irigasi menjadi hal utama yang harus segera dilakukan, terutama untuk perbaikan lahan kritis.

Dengan irigasi yang diperbaiki, maka 30% sawah di Jabar yang belum berproduksi baik dapat menghasilkan hasil beras yang lebih baik. Perbaikan kondisi irigasi ini untuk memenuhi target produksi padi Jabar tahun 2008. Tahun ini produksi padi di Jabar ditargetkan 10,55 juta ton atau bertambah 550 ribu ton dari tahun 2007. Jumlah ini dihasilkan di lahan seluas 1,8 juta ha. Untuk memenuhi target itu, produktivitas petani minimal 5,7 ton/ha dengan kebutuhan benih sebanyak 4,6 juta ton.

Sementara itu ratusan hektar lahan pertanian dengan sistem saluran irigasi di wilayah Kecamatan Teweh Tengah Kabupaten Barito Utara (Barut) Kalimantan Tengah terlantar. Menurut Kepala Dinas Pertanian Perikanan dan Peternakan Barut Jainal Abidin, sebagian besar lahan yang terlantar itu bukan milik petani melainkan mantan pejabat dan warga luar daerah. Kawasan lahan tersebut luasnya mencapai 1.163 ha tersebar di Desa Trinsing 688 ha, Trahean 175 ha, dan Transbangdep 300 ha. Dari luas itu, sekitar 775 ha sangat potensial untuk persawahan dan kolam ikan karena sudah tersedia saluran irigasi melalui Dam Trinsing dan Trahean yang dibangun dengan dana miliaran rupiah.

Saat ini kawasan persawahan di desa eks transmigrasi itu hanya 140 ha untuk Desa Trinsing dan Trahean masing-masing 60 ha, sedangkan Transbangdep hanya 20 ha dengan 162 KK petani yang mampu mengairi persawahan seluas ratusan hektar. Para petani setempat tidak bisa mengembangkan kawasan untuk bercocok tanam khususnya persawahan karena lahan setempat sudah dimiliki orang lain, bahkan dilengkapi sertifikat. Para pemilik tidak memanfaatkan lahan itu dan dibiarkan terlantar.

Dari Jember, Jatim dikabarkan keamanan jaringan irigasi di Jember masih harus ditingkatkan. Pasalnya, selama tahun 2007, sebanyak 96 buah pintu air pada jaringan irigasi di Jember hilang. Kepala Dinas Pengairan Jember Rasyid Zakaria menerangkan, pencurian pintu air saluran irigasi di Jember cukup marak. Aksi pencurian tersebut mayoritas dilakukan berkelompok, bahkan saat beraksi ada yang membawa kendaran roda empat.

Harga sebuah pintu air jika diloakkan cukup mahal. Karena pintu air saluran irigasi terbuat dari besi yang dicampur kuningan. Sehingga harganya lebih mahal daripada besi. Pihak Dinas Pengairan Jember mengakui, pihaknya tidak bisa mengawasi semua pintu air jaringan irigasi di Jember. Pasalnya, jumlah pintu air se-Jember mencapai ribuan buah. Arealnya pun sangat luas, sedangkan jumlah petugas dinas pengairan di daerah tersebut sangat terbatas. Apalagi aksi pencurian itu kebanyakan dilaksanakan pada malam hari, berkelompok, dan membawa senjata tajam.

Di Jateng, Waduk Pacal di Desa Kedungsumber Kecamatan Temayang, Bojonegoro yang dibangun Belanda pada tahun 1933, semula mampu menampung air hujan sebanyak 43 juta m3, tetapi akibat terjadinya sedimentasi sekarang ini Waduk Pacal hanya mampu menampung air sekitar 23 juta m3. Hal ini jelas mempengaruhi kemampuan irigasi pengairan di daerah suplesinya. Sebelumnya kemampuan irigasi waduk mencapai 17.900 ha mulai saluran kiri di sejumlah desa di Kecamatan Sukosewu, Kapas, sedangkan saluran kanan melewati sejumlah desa di Kecamatan Balen, Sumberrejo, Kepohbaru, dan Baureno. Saat ini areal pertanian yang mampu diairi menyusut menjadi 16.683 ha. Selama kurun waktu 75 tahun terjadi pengurangan kemampuan irigasi waduk Pacal seluas 1.000 ha lebih. (AI)



Tidak ada komentar: