Jumat, Agustus 29, 2008

Kinerja industri kehutanan cenderung menurun

Wakil Ketua Asosiasi Panel Kayu Indonesia (Apkindo) Abbas Adhar meminta Dephut membantu meyakinkan perbankan agar memberikan pinjaman modal bagi industri kayu yang sehat, sehingga bisa melakukan restrukturisasi. Sekarang ini industri perkayuan memang sulit mendapatkan pinjaman bank. Kebutuhan pendanaan setiap unit usaha berbeda, namun secara umum setidaknya diperlukan sekitar USD5 juta untuk merestrukturisasi mesin-mesin di satu unit usaha.

Produk kayu Indonesia saat ini tidak mampu bersaing di pasar dunia. Salah satu penyebabnya, karena kondisi mesin-mesin yang dimiliki hampir semua unit usaha sudah tua dan telah digunakan aekitar 20 tahun sehingga tidak lagi efisien untuk menghasilkan produk yang unggul. Berdasarkan data Apkindo, saat ini jumlah perusahaan kayu lapis yang masih aktif beroperasi sebanyak 40 pabrik, dari total 120 pabrik yang terdaftar. Sebagian besar pabrik kayu lapis berhenti beroperasi - meski pabrik belum dinyatakan ditutup - disebabkan kesulitan finansial sehingga tak mampu menyediakan bahan baku kayu, yang saat ini memang mahal dan sulit diperoleh.

Tahun 2007, ekspor kayu lapis Indonesia mencapai 1,8 juta m3 atau senilai USD1,5 miliar. Tahun 2006 ekspor kayu lapis tercatat sebanyak 2 juta m3 atau senilai USD2 miliar. Tahun 2008 ekspor ditargetkan sebanyak 2 juta m3. Seiring makin hancurnya hutan Indonesia akibat pembalakan liar, industri kayu di Tanah Air juga jatuh terpuruk. Dari tahun ke tahun sejak memasuki tahun 2000, target ekspor kayu lapis terus diturunkan, karena menyadari produksi tidak mampu optimal.

Secara umum, Apkindo memperkirakan setiap tahun setidaknya terdapat sekitar 80.000 pekerja di sektor kehutanan yang kehilangan pekerjaan akibat penghentian operasi atau penutupan pabrik. Dari sisi ekonomi, kondisi ini mengakibatkan kerugian hingga sekitar USD30 miliar/tahun. Kinerja industri kehutanan nasional hingga kini masih cenderung menurun. Padahal, Dephut telah melakukan berbagai upaya merevitalisasi maupun restrukturisasi. Minimnya dukungan, termasuk dari kalangan industri sendiri dan dari instansi lain maupun pemerintah daerah menjadi salah satu hambatan upaya revitalisasi.

Pengamat kehutanan Agung Nugraha mengatakan, upaya-upaya yang dilakukan Dephut selama ini tidak membuahkan hasil, antara lain karena di satu sisi industri tidak memiliki kemampuan finansial yang baik untuk melakukan pembenahan. Sementara itu, dukungan perbankan terhadap industri yang bergerak di sektor kehutanan juga lemah dan bahkan nyaris tidak ada lembaga bank yang bersedia mengucurkan kredit. Kondisi kinerja yang terus menurun, ditambah dengan banyaknya tudingan negatif terhadap industri kehutanan memudarkan kepercayaan perbankan.

Kinerja industri kayu lapis cenderung terus menurun karena dari sisi pasokan bahan baku kian terbatas. Ini terkait dengan upaya penegakan hukum oleh aparat yang cenderung kontraproduktif terhadap lalu lintas (peredaran) bahan baku. Berdasarkan data BPS, dibandingkan dengan industri lainnya, pada tahun 2007 kinerja industri kayu nasional tumbuh paling minim, yakni tumbuh negatif 1,74% karena langkanya bahan baku. Sementara itu, berdasarkan data Depperin pertumbuhan industri barang kayu dan hasil hutan dalam beberapa tahun terakhir tidak mengalami kemajuan bahkan selalu minus.

Menurut Gubernur Kalsel Rudy Ariffin, krisis kayu di Kalsel saat ini salah satunya karena banyaknya perusahaan hutan tanaman industri (HTI) yang tidak konsisten melakukan penanaman. Bahkan, keberadaan beberapa perusahaan HTI di Kalsel disinyalir hanya bertujuan ngemplang dana reboisasi (DR) tanpa melakukan penanaman pohon apapun. Akibatnya, kini Kalsel dan beberapa provinsi lainnya mengalami krisis kayu yang berkepanjangan.

Untuk mengantisipasi krisis kayu tersebut, Gubernur Kalsel telah menyurati Menhut untuk mencabut seluruh izin HTI di Kalsel yang dalam jangka waktu cukup lama tidak melakukan penanaman. Diharapkan krisis bahan baku yang kembali melanda beberapa perusahaan kayu lapis di Kalsel saat ini tidak sampai membuat perusahaan mengeluarkan kebijakan pemutusan hubungan kerja (PHK). Menurut Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kurdiansyah, saat ini ada sekitar 3.000 ribu karyawan perusahaan kayu lapis PT Surya Satria yang terpaksa dirumahkan, sejak awal Mei 2008.

Perkembangan daerah yang dinamis sejalan pemekaran wilayah dan pertumbuhan ekonomi lokal semakin menekan kawasan hutan. Dephut dan Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional meluncurkan peta dasar spasial pertama sebagai acuan pemantapan kawasan hutan. Penerbitan peta ini diharapkan bisa menghentikan praktik perambahan kawasan hutan di daerah dengan berbagai modus. Di antaranya, pemda menerbitkan izin lokasi untuk kegiatan usaha nonkehutanan yang berada di dalam kawasan hutan sehingga pengusaha dapat langsung bekerja tanpa menunggu izin pelepasan kawasan hutan dari Menhut.

Pemda kemudian melegalkan perambahan tersebut lewat permohonan revisi Rencana Tata Ruang dan Wilayah Provinsi atau Kabupaten. Padahal UU No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang melarang pemutihan untuk perambahan kawasan hutan dalam revisi RTRWP dan RTRWK. Provinsi-provinsi di Kalimantan dan beberapa provinsi lain di Sumatera harus memerhatikan ini. Sampai Juni 2008, Dephut menerima usulan alih fungsi 15 juta ha kawasan hutan dari 12 pemprov dan enam pemkab. Lahan itu sebagian besar telah menjadi perkebunan kelapa sawit atau pertambangan. Di Kalimantan, usulan perubahan status kawasan hutan mencapai 5.867.654 ha dan perubahan fungsi hutan mencapai 9.417.537 ha.

Dephut berkomitmen meningkatkan peran pembangunan kehutanan di bidang ekonomi melalui peningkatan penerimaan negara dari sektor kehutanan. Salah satunya, Dephut bertekad menjadikan HTI sebagai hutan masa depan industri kehutanan agar tidak bergantung lagi pada hutan alam. Dephut menetapkan sasaran pembangunan HTI dalam lima tahun (2004-2009) seluas 5 juta ha. Namun, hingga kini realisasi HTI yang tercapai diperkirakan baru sekitar 3 juta ha. Lambannya pembangunan HTI, antara lain karena kalangan investor tidak segera merealisasikan penanaman, sementara izin HTI sudah dipegang.

Direktur Eksekutif Greenomics Indonesia Elfian Effendi mengatakan, data Dephut tahun 2007 menunjukkan, sekitar 10 juta ha kawasan hutan lindung dan konservasi telah dikonversi secara ilegal jadi perkebunan, pertambangan, lahan terbuka, dan budidaya pertanian lainnya. Hutan eks HPH dan HTI pun tak luput dari perambahan. Sedikitnya 18,4 juta ha hutan produksi tersebut juga dirambah. (AI)


1 komentar:

AMISHA mengatakan...

Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut